Khas: keterbatasan gerakan sendi, krepitasi, kalo parah ada efusi (DD septik artritis,
ada tanda radang, analisa cairan sendi), tidak ada gejala sistemik (demam)
OA grade 4: sendi tidak bisa digerakkan, kartilago uda ga ada, op ganti dengan silikon
Cervical spinal stenosis: penekanan MS oleh osteofit, sering di leher, bantalan sendi
diganti
Grde 0-1 di PKM, 2-3 inj. Intraartikular CCS (paling dianjurkan), 4 rujuk SpOT
Terapi: life style modifikasi, kurangi beban sendi, jangan sering berdiri lama, jalan,
kurangi BB, bantuan tenaga sosial profesional, aerobik, fisioterapi, terapi kerja, proteksi
sendi
HT dengan tx ACEi pilih COX-2 spesifik inhibitor, ki NSAID dan COX2 pilih opioid
Orang tua hati2 kasi NSAID, klo terpaksa dikasi, kasi obat pelindung Lansoprazole,
antasid; ranitidin ga ngefek
Ekskresi menurun: CKD, dehidrasi, diuretik, obat, HT, hiperparatiroid, kasi alupurinol
Gout akut jangan kasi alupurinol, malah meningkatkan nyeri, 7 hari, setelah fase akut
selesai, cek AU, klo > 7 baru kasi alupurinol 100 mg 1×1 malam, evaluasi 2 minggu
Pencetus: trauma, alkohol, intake purin, diuretik, aspirin dosis rendah, tidak berbanding
lurus dengan hiperuricemi
Tofus ga perlu diapa2in, dibuang utk kosmetik aja, klo ga diterapi bisa muncul lagi
Target sinovial, bilateral, poliartritis simetris (bisa kena semua sendi), menyebabkan
deformitas dan kematian (karena infeksi dan GI disorder, ES MTX)
Kriteria diagnosis EULAR 2010: jumlah sendi (1 sendi besar: 0, 2-10 sendi besar: 1, 1-3
sendi kecil: 2, 4-10 sendi kecil: 3, >10 sendi kecil: 5), serologi (RF/ACPA 0-2-3), durasi
(>6 minggu 0-1), akut fase reaktan (CRP/LED 0-1)
>5 poin: RA
Begitu terdiagnosis RA, langsung rujuk supaya cepat dapat DMARD dan dapat
pengobatan komprehensif
Prediksi severity: sendi besar, kena banyak sendi, extremitas atas, wanita, RF +,
CRP/ESR, HLA DRB1, malaise
MTX 1 minggu 1x, mulai dosis 5-20 mg, 6 bulan-1 tahun, adjustment 6 minggu, monitor
OT/PT
1 bulan I sterois utk mengurangi inflamasi, setelah nyeri dankaku sendi berkurang tap
off 6 minggu, ganti MTX
Biologic tx: anti TNF alfa (yang merusak sinovial) 2.1 juta 1x terapi (1st line terapi di
singapura)
SLE: gejala lebih ke arah sistemik, cari 11 kriteria ARA, cek DL (limfosit turun), UL
(proteinuri)
Rambut rontok, sariawan, malar rash, discoid rash, pleuritis/pericarditis, nefritis, artritis,
anemia
Cedera kepala belum tentu cedera oak, kalo uda cedera otak pasti cedera kepala.
1. EDH: antara periosteum dan duramater, sering di temporoparietal, karena pecahnya a/v
meningea media, CT scan: massa hiperdens bikonveks. Klinis: nyeri kepala, pingsan, pupil
anisokor, reflek cahaya menurun, lateralisasi, bahaya tapi prognosis baik klo cepat ditangani,
klo dibiarin meninggal karena herniasi
2. SDH: antara duramater dan piamater, lebih sering karena pecahnya bridging vein bisa
dengan/tanpa fraktur, perdarahan langsung di otak menyebabkan kerusakan, CT scan
bikonkaf, akut: hiperdens, trepanasi untuk evakuasi clot; kronis: darah lisis jadi hipodens,
drainase
3. Contusio: sering di frontal dan temporal, CT scan: salt dan pepper (titik2 hiperdens di area
hipodens (edema)), ICH: perdarahan di dalam otak
Cedera otak difus: akson yang rusak, CT scan ga kelihatan, hati2 oriang tua dan bayi
(shaken baby syndrome) sedikit goncangan bisa merusak otak, klinis: amnesia,
penurunan kesadaran sampai koma
Pasien trauma kebutuhan O2 meningkat, supply O2 kurang, terjadi hipoksia otak dan
edema
Cedera otak sekunder: O2, CO2, hipotensi, anemi, koagulopati, hemato, edema, HT
intrakranial, vasospasme
Rangsang nyeri: kuku, dahi, manubrium sterni, papila mammae
Indikasi ranap: amnesia >1 jam, riwayat penurunan kesadaran, fraktur kepala,
otore/rinore (FBC, cegah meningitis), lesi fokal pada CT
Pasien pulang advis kembali klo mual/muntah projektil, nyeri kepala meningkat, kejang,
nadi naik atau turun, otore/rinore
CKS harus CT scan , harus dirawat, klo ada lesi fokal/penurunan kesadaran operasi,
terapi: antibiotik, neuroprotektor (piracetam/citicolin), analgetik, antiemetik (cegah
aspirasi pada pasien tidak sadar)
CKB: wajib intubasi, hiperventilasi (pCO2 25-30) untuk menurunkan TIK, cegah
hipotensi dan hipoksia, pasang kateter, NGT, cek rontgen lengkap karena pasien tidak
bisa ngeluh, pemeriksaan fisik lengkap (biasanya multitrauma), neurologis (GCS, reflex,
nistagmus), terapi: manitol (observasi produksi urin, klo urin ga keluar stop), fenitoin
Indikasi operasi: lesi fokal >60cc (EDH >30cc), midline shift >5mm, fraktur
impresi/depresi >2 tabula, corpus alienum
Contusio paru: gambaran rontgen seperti TB, tapi ada riwayat trauma
Pneumothorax: thorax asimetris, ICS lebar, VCS dilatasi, nadi cepat dan lemah
Tamponade jantung: trias beck (suara jantung jauh, vena jugular dilatasi, hipotensi),
bisa karena trauma/perikarditis, perikardiosintesis hati2 kena jantung
Thoracostomy WSD kalo uda dipasang tapi paru belum negmbang, chest fisioterapi,
suruh tiup balon supaya paru ngembang dan udara terdorong keluar
Liver sering kena trauma karena organ solid, ukuran besar, mis klo KLL perut terbentur
stang
Trauma tajam: harus laparotomi karena ga tau organ apa aja yang kena
Defans muscular: <24 jam perdarahan, >24 jam peritonitis ec perforasi usus
k.i. pasang kateter urin: bloody discharge ,fraktur pelvis, stradle hematom, RT prostat
melayang, lakukan vesicostomy: tusuk VU dengan trokar besar
trauma abdomn: USG FAST untuk cari cairan bebas, + masuk OK, – CT scan, cek di
Morison pouch (hepatorenal), perirenal, splenorenal, douglasi (bawah VU), subxyphoid
fraktur: open & close, klo luka jauh dari fraktur: impending open
komplet: diskontinuitas 2 korteks
stres fraktur karena tekanan berulang pada tibia-fibula, pada atlit, penari, tentara
jenis luka: laserasi, abrasi, puncture, contusio, amputatum, ekskoriatum, ictum, gigitan
penyembuhan luka:
1. Inflamasi
2. Proliferasi: untuk menempelkan luka
3. Remodeling
Penyembuhan primer: jahitan jangan terlalu kencang, utk mendekatkan luka supaya
penyembuhannya cepat
Luka tusukan paku: bersihkan, insisi satu garis aja untuk eksplorasi, cuci H2O2 (angkat
kotoran, bunuh kuman anaerob), debrideman, AB
Alkoholic state tapi aktivitas normal, kemungkinan kesadaran baik, tunggu pengaruh
alkohol hilang baru cek GCS
Kalo ibu2 yang baru dapat TT (masih dalam masa berlaku) ga usah kasi ATS, kalo
ragu2 kasi aja
Ulkus: luka dirawat lembap utk rangsang epitelialisasi dan granulasi
Jahitan: harus kering untk rangsang fibroblas, klo lembap malah edema
Tetagam dari human Ig, ga perlu skin test, tidak menimbulkan alergi
Pasien kena paku berapa hari pun kalo belum dirawat luka , tetap diinsisi
Klo abses dalam sampe nempel di atasnya, langsung tembus aja, makin baik drainase,
penyembuhan makin baik
AB profilaksis (broad spektrum) 3 hari, klo uda infeksi 1-2 minggu (tergantung kuman
penyebab)
Suspek internal bleeding: monitor tensi, nadi per jam, kalo tensi turun, nadi naik, cek
abdomen (defans muscular), muncul klo vol >1500 cc, guyur 2 L, tensi belum naik, kasi
koloid
Hati2 kalo ada demam dikasi antipiretik turun trus naik lagi: viremia, potensi dehidrasi
NS1: bila demam hari I, sensitivitas 90%, mahal 600 ribu, lebih dari 5 hari uda hilang
Klo demam turun, lihat klinis, klo bagus gpp, klo lemes curiga fase kritis DBD
Hb anak <5 tahun = 11, 5-10 tahun = 12, >10 tahun = 13, HCT 3x Hb
Tanda kebocoran plasma: ascites (shiftong dullness), efusi pleura (bandingkan paru ka-
ki, vesikuler menurun)
Trombosit meningkat mulai hari ke 8. Timbul rash (white island in the sea of red, gatal,
hilang setelah 2 minggu)
DD: flu like syndrome (influenza, campak, chikungunya), eksantema akut (chikungunya,
drug fever, rubela, campak, scarlatina, meningokokus), diare (inf.enterik,
rotavirus), inf.SSP (KD, ensefalitis)
Lih.fase kritis: lemah, muntah, nyeri perut, hepatomegali, perdrahan, BAK menurun :
monitoring
Inf. Dengue:
1. Asimtom
2. Simtom:
1. Undiff fever: demam, faring hiperemi, serologis +
2. DF: dengan dan tanpa perdarahan
3. DHF: plasma leakage (non syok dan DSS)
4. Expanded dengue synd: komplikasi (edema paru, ensefalitis, DIC, endokarditis, elektrolit
imbalan)
Kalo sampe hari ke 6 masi demam, serologis den +, cek typhoid : dual infection
Widal: sensitivitas dan spesifisitas 40%, banyak over diagnosis
Nyeri perut: ukur lingkar perut, cek asites, bisa karena perdarahan saluran
cerna/pereganan kapsul hepar
Deteksi dini syok: klinis ga membaik, makan-minum berkurang, muntah, nyeri perut,
letargi, pucat, extremitas dingin, perdarahan, diuresis berkurang 4-6 jam (cek VU)
Hati2 anak usia < 1 tahun, banyak yang meninggal, kena AB ibu yang pernah infeksi:
infeksi sekunder berat
Algoritme dengue!
Asma – dr.Sigit
Steroid oral dosis rendah max 5 hari, jangan >10x/tahun, pake metilprednoslon, ES <<
Asma serangan sedang bisa langsung pake inhalasi beta agonis + ipratropium bromida
Asma trigger: smoke, strong odor, dust, pets, roaches, cold, dust mite, exercise
Asma ga selalu wheezing, bisa berupa batuk lama
Anak lih.klinis dan FR alergi: terapi bronkodilator, respon baik diagnosis asma
O2. Iv line, nebul beta agonis + iprat br tiap 2 jam, steroid iv MP 1-2 mg/kgBB, klo ga
mempan baru pake aminofilin, initial dose 6-8 mg/kg dalam 20cc NS, drip dalam 20
menit, klo uda pernah pake aminofilin 3-4 mg/kg, meintenance 0.5-1 mg/kg
Klo uda membaik ganti terapi oral, tapi nebu tetap (tap off tergantung klinis)
Kadar aminofilin dalam darah 10-20 mikrogram/kg, ES >> hipotensi, dll, jangan terlalu
lama dipake, mending beta agonis