Anda di halaman 1dari 31

A.

PENDAHULUAN

Tahun 1817, jauh sebelum terjadi peningkatan kejadian moluskum

kontagiosum, Bateman pertama kali menjelaskan cairan seperti susu yang bisa

didapatkan dari lesi karakteristik. Henderson dan Paterson, 2 peneliti yang

mempelajari moluskum kontagiosum selama 25 tahun, menggambarkan cairan

seperti susu berasal dari jaringan selular. Baru kemudian kedua peneliti ini

menyadari bahwa mereka telah menemukan tanda badan inklusi intracytoplasmic,

yang kemudian dinamakan badan Henderson-Paterson (badan moluskum).

Sampai dengan awal abad ke-20, komunitas medis tetap tidak yakin

penyebab moluskum kontagiosum. Otoritas tertentu percaya bahwa papula

menyebabkan pembesaaran kelenjar sebasea, sementara yang lain mendalilkan

bahwa infestasi parasit menyebabkan lesi. Sebuah terobosan dalam studi

moluskum kontagiosum terjadi pada tahun 1905 ketika Juliusburg menemukan

dan mendokumentasikan sifat virus moluskum kantagiosum.

Moluskum kontagiosum adalah tumor epidermis jinak yang hanya terdapat

pada manusia. Agen penyebab digolongkan sebagai satu-satunya anggota genus

Molluscipoxvirus. Virus ini dapat masuk melalui abrasi kecil pada kulit. Penyakit

ini terjadi di seluruh dunia dalam bentuk sporadis maupun endemik dan lebih

sering pada anak-anak daripada orang dewasa. Penyakit disebarkan melalui

kontak langsung dan tidak langsung (misal, melalui tukang cukur, penggunaan

handuk bersama, kolam renang). Periode inkubasi dapat memanjang sampai 6

bulan dan menetap sampai 2 tahun tetapi akhirnya akan menghilang spontan.

1
Diagnosis moluskum kontagiosum biasanya dapat ditegakkan secara klinis.

Namun bahan kaseosa semipadat dapat ditunjukkan dari lesi dan digunakan untuk

diagnosis laboratorium.1

Virus ini berbentuk batu bata, memiliki inti Dna berbentuk lonceng, dan

beukuran 300 nm dalam dimensi terbesarnya sehingga merupakan poxvirus

patogenik terbesar pada manusia dan salah satu virus terbesar di alam.4

Prognosis penyakit ini baik dan biasanya sembuh spontan. Dengan

menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang residif. 2

Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh

Molluscum Contagiosum Virus (MCV); kelompok Pox virus dari genus

Molluscipox virus. Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan virus double

stranded DNA, berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Terdapat 4

subtipe utama Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II,

MCV III, dan MCV IV. Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis

serupa berupa lesi papul miliar yang terbatas pada kulit dan membran mukosa.1,2

MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga subtipe

lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV I. Akan

tetapi pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi MCV II

sebesar 60%. Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan imunogen yang

lemah. Sekitar sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi terhadap MCV,

sehingga seringkali didapatkan serangan berulang.1,2,3

Pada infeksi moluskum kontagiosum, secara klinis ditemukan papul (berisi

massa yang mengandung badan moluskum) berukuran miliar, kadang lentikular,

2
berwarna putih seperti lilin, bentuk kubah yang tengahnya terdapat lekukan

(delle), jika ditekan akan keluar massa yang putih seperti nasi. Lokasi penyakit

pada anak adalah muka, badan, dan ekstremitas. Kadang dapat terjadi infeksi

sekunder sehingga timbul supurasi. Pada pemeriksaan histopatologi di daerah

epidermis dapat ditemukan badan moluskum yang mengandung partikel virus.3

Banyak dokter yang mendiagnosis moluskum kontagiosum ini sebagai

varisela, mungkin karena kesalahan dalam melihat efloresensi yaitu papul

berwarna putih yang dikira pustul, sehingga diagnosis menjadi salah. Pada

makalah ini akan dibahas mengenai epidemiologi, etiologi, gejala klinis,

patofisiologi, penegakkan diagnosis serta tatalaksana. Dengan harapan agar para

pembaca mengetahui, mengenali, dan memahami tentang infeksi moluskum

kontagiosum sehingga dapat diaplikasikan dalam praktek sehari-hari.

B. DEFINISI

Moluskum kontagiosum adalah sejenis tumor virus yang terbatas pada

manusia dank era, disebabkan oleh virus DNA yang tergolong pox virus.3

moluskum kontagiosum memiliki ciri membrane mukus. Manifestasi penyakitnya

asimptomatis, diskret, appul licin. Biasanya penyakit ini berkembang dari lesi

berpedunkel berdiameter sampai 5 mm. Masa inkubasi moluskum kontagiosum di

dapatkan satu sampai beberapa minggu hingga 6 bulan.2

C. ETIOLOGI

3
Etiologi dari penyakit ini adalah virus (genus Molluscipoxvirus) yang

menyebabkan moluskum kontagiosum menjadi angoota dari family poxviridae,

yang juga terdapat anggota smallpox. Molluscum Contagiosum Virus (MCV)

merupakan virus double stranded DNA,berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x

330 nm. Terdapat 4 subtipe utama Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu

MCV I, MCV II, MCV III dan MCV IV.Keempat subtipe tersebut menimbulkan

gejala klinis serupa berupa lesi papul milier yang terbatas pada kulit dan membran

mukosa. MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga

subtipe lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV

I. Akan tetapi pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi

MCV II sebesar 60 %. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan

imunogen yang lemah. Sekitar sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi

terhadap MCV, sehingga seringkali didapatkan serangan berulang. iga subtipe

dari MCV telah diidentifikasi, semuanya memiliki presentasi klinis yang mirip

dan tidak terlokalisir pada bagian tubuh tertentu (misalnya genital). Molluscum

contagiosum virus tipe-1 (MCV-1) adalah subtipe yang paling ditemukan pada

pasien, sedangkan MCV-3 jarang ditemukan. Sebagai contoh, analisis dari 106

MCV terisolasi secara klinis mengindikasikan kemunculan MCV-1, -2, dan -3

dengan perbandingan 80 : 25 : 1.2

Virus ini telah dipelajari pada manusia dengan mikroskop elektron. Virus

murni berbentuk lonjong atau berbentuk bentuk bata dan berukuran 230 x 330 nm,

virus ini menyerupai vaksinia. Antibodi terhadap virus ini tidak bereaksi silang

dengan pox virus lainnya.2,4

4
Meskipun virus moluskum kontangiosum belum dapat dibiakkan secara

berturut-turut dalam biakan sel, virus ini dapat menginfeksi sel manusia dan

primata yang akan mengakibatkan suatu infeksi yang abortif.2

Terjadi pelepasan selubung dan dihasilkan inti, yang diikuti efek sitopatik

sementara yang khas. Perubahan seluler yang terjadi dapat disangka ditimbulkan

oleh HSV (herpes simpleks virus), karena itu bahan isolat yang dicurigai

mengandung HSV harus diidentifikasi secara khusus dengan metode imunologi.

Pada tahun 1985, pada penelitian terhadap 137 bahan yang dibiakkan untuk HSV

dengan menggunakan sel fibroblas manusia, 49 mengandung HSV, 6 lainnya

menunjukkan efek sitopatik tetapi negatif untuk antigen HSV. Mikroskop elektron

memastikan adanya virus moluskum kontangiosum pada bahan yang bersifat HSV

negatif tetapi berefek sitopatik positif tersebut.2

5
Pox virus penyebab penyakit pada manusia2

Genus Virus Inang primer Penyakit

Orthopoxvirus Variola Manusia Cacar (punah)

Vaksinia Manusia Untuk vaksinasi cacar

Cacar monyet Monyet Infeksi pada manusia jarang,

penyakit umum

Cacar sapi Sapi Infeksi pada manusia jarang,

lesi borok terlokaslisasi

Parapoxvirus Orf Biri-biri Infeksi pada manusia jarang,

Nodus pemerah susu Sapi lesi terlokalisasi

Tidak Moluskum Manusia Nodul kulit jinak yang

digolongkan kontangiosum banyak

Tanapox Monyet Infeksi pada manusia jarang,

lesi terlokalisasi

Yabapox Monyet Infeksi pada manusia amat

jarang, tumor kulit

terlokalisasi

Sifat-sifat penting pox virus:2

a. Virion : struktur kompleks, oval atau bentuk bata, permukaan luar

memperlihatkan lekukan, mempunyai inti dan badan lateral.

b. Komposisi : DNA (3%), protein (90%), lemak (5%)

6
c. Genom : DNA untai ganda, linear dengan BM 85-150 juta, mempunyai

lenkung terminal, mempunyai kandungan guanin plus sitosin (30-40%)

keculai parapoxvirus (63%)

d. Protein : virion mengandung lebih dari 100 polipeptida pada inti terdapat

banyak enzim, termasuk sistem transkripsi.

e. Selubung : selaput luar virion disintesis oleh virus, beberapa partikel

mendapatkan selubung tambahan dari sel (tidak diperlukan untuk

menginfeksi)

f. Replikasi : “Pabrik Sitoplasma”

g. Karakter yang menonjol : virus terbesar dan paling kompleks, sangat

resisten terhadap inaktivasi. Cacar merupakan penyakit virus pertama yang

dibasmi dari muka bumi

D. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Terutama menyerang anak-anak

namun kadang mengenai orang dewasa, dan pasien dengan imunokompremise.

Pada pasien anak, lesi biasanya ditemukan di wajah, badan, dan ekstremitas, pada

pasien dewasa biasanya disebarkan melalui transmisi seksual. Informasi yang

pasti tentang berapa prevalensi dari penyakit ini belum diketahui. Ini disebabkan

penelitian tentang penyakit ini hanya pada kasus-kasus yang lebih serius. Faktor

7
utama dalam penyebarannya adalah kontak kulit langsung. Faktor lain yang yang

mempengaruhi penyebaran tidak diketahui, tapi dicurigai lingkungan tropis turut

memfasilitasi penyebarannya. Insiden moluskum kontagiosum diperkirakan 1%

dari semua diagnosis dermatologi. Informasi yang pasti tentang berapa prevalensi

dari penyakit ini belum diketahui. Ini disebabkan penelitian tentang penyakit ini

hanya pada kasus-kasus yang lebih serius. 2

Data epidemiologi dari moluskum kontagiosum kualitasnya masih rendah

dimana, insidensi terbesar yaitu pada anak-anak yang berusia antara 0 hingga 14

tahun, di mana insidensi berkisar antara 12 hingga 14 episode per 1000 anak per

tahun. Angka terbesar di Amerika yaitu pada anak berusia 1-4 tahun. Penelitian

meta analisis menyebutkan bahwa prevalensi pada anak 0-16 tahun berkisar antara

5,1% dan 11,5%. Di Amerika Serikat, angka kejadian hanya 1% dari seluruh

penyakit kulit yang lain. Meningkat menjadi 5- 18% pada pasien HIV dan 33%

pada pasien yang memiliki jumlah sel CD4 di bawah 100/μL.1

Mortalitas / Morbiditas

Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri pada orang yang

imunokompeten, tanpa ada komplikasi jangka panjang atau sequelae. Sebaliknya,

pada pasien yang terinfeksi HIV, infeksi moluskum kontagiosum dapat

mengakibatkan deformitas kosmetik yang mencolok dan memiliki efek merugikan yang

signifikan pada psikologis. Meskipun superinfeksi dan selulitis telah dilaporkan terjadi

pada penderita HIV yang terinfeksi moluskum kontagiosum, tetap tidak ada

kematian yang dapat dikaitkan langsungdengan virus moluskum kontagiosum.

8
Ras

Tidak ada predileksi rasial.

Jenis kelamin

Insiden pada pria dilaporkan lebih besar dibandingkan dengan wanita, ini mungkin dikaitkan

dengan pria yang memiliki pasangan lebih dari satu .

Umur

Moluskum kontagiosum dapat terjadi pada semua kelompok umur tapi paling

umum terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang aktif secara seksual.

Moluskum kontagiosum bisa terjadi pada setiap usia pada pasien dengan

immunocompromised

D. Patogenesis

Virus moluskum tergolog virus DNA genus Molluscipox, ditemukan 4

subtipe, dan tipe 1 dianggap dapat menyerang individu yang imunokompeten.

Masa inkubasi antara 2-8. Berberapa toll like receptors (TLRs) mampu mengenali

struktur dan merespons infeksi virus.tersebut. Molluscum Contagiosum (MC)

adalah infeksi virus kulit yang umumdisebabkan oleh virus DNA Pox yang

mengenai orang dewasadan anak-anak. MC terutama adalah infeksi pada anak-

anak yang sedang sekolah(1-5 tahun) dan kadang-kadang orang dewasa dan

individu dengan immunocompromised. MC terjadi pada 2% -10% populasi dunia.

9
Kejadiannya meningkat pada individu dengan immunocompromised seperti yang

terinfeksi HIV, meningkat hingga 5% -18%. MC pertama kali dijelaskan pada

tahun 1817 dan etiologi virusnya ditemukan oleh Juliusberg. Virus ini diketahui

dari family poxviridae. Virus ini berbentuk bulat atau persegi panjang dengan

rantai dna ganda. Virus ini menginfeksi keratinosit epidermis. Virus ini

menggunakan sitoskeleton mikrotubulus sel eukariotik untuk gerakan

menyebabkan penyebaran infeksi virus secara terus-menerusAda 4 strain virus

MC (MCV) [1-3]. MCV 1 adalah yang paling umum di seluruh dunia dan juga

mempengaruhi anak-anak muda paling umum.MCV-2 terutama menginfeksi

orang dengan immunocompromised.3

Virus moluskum kontagiosum, yang berisi linier double-stranded DNA,

menyebabkan penyakit kulit moluskum kontagiosum. Restriksi endonuklease

menjelaskan 4 subtipe virus: virus moluskum kontagiosum subtipe I, II, III, dan

IV. Semua subtipe diklasifikasikan sebagai anggota dari genus Orthopoxvirus atau

sebagai poxvirus yang tidak spesifik.2 Ketika infeksi pada manusia terjadi,

keratinosit epidermis yang diserang. Replikasi virus terjadi dalam sitoplasma sel

yang terinfeksi, menghasilkan karakteristik badan inklusi sitoplasma. Histologi,

badan-badan inklusi yang paling nyata terlihat dalam stratum granulosum dan

lapisan stratum korneum pada epidermis. Hiperproliferasi epidermis juga terjadi

karena terjadi peningkatan dua kali lipat dalam devisi seluler lapisan basal

epidermis.4,6

Virus moluskum kontagiosum menyebabkan 3 pola penyakit berbeda

dalam 3 populasi pasien yang berbeda yaitu anak-anak, orang dewasa yang

10
imunokompeten, dan pasien dengan imunokompremais (anak-anak atau orang

dewasa). Anak-anak tertular virus moluskum kontagiosum dapat melalui kontak

langsung kulit dengan kulit atau kontak tidak langsung kulit dengan benda yang

terkontaminasi seperti peralatan olahraga dan pemandian umum. Lesi biasanya

terjadi di dada, lengan, badan, kaki, dan wajah. Pada orang dewasa, moluskum

kontagiosum dianggap sebagai penyakit menular seksual (PMS). Pada hampir

semua kasus yang mengenai orang dewasa sehat, pasien menunjukan beberapa

lesi, yang terbatas pada perineum, genital, perut bagian bawah, atau pantat.

Umumnya, pada populasi imunokompeten, moluskum kontagiosum adalah

penyakit yang dapat sembuh sendiri.1,4,5

Diagnosis moluskum kontagiosum lebih banyak ditegakkan melalui

pemeriksaan fisik. Lesi yang ditimbulkan oleh MCV biasanya berwarna putih,

pink, atau warna daging, umbilikasi, papul yang meninggi (diameter 1 – 5 mm)

atau nodul (diameter 6 – 10 mm).1,2,4-7,9-12 Lesi moluskum kontagiosum dapat

timbul sebagai lesi multipel atau single (biasanya <30 papul). Walaupun pada

pasien biasanya asimtomatis, mungkin muncul ekzema di sekitar lesi dan pasien

bisa mengeluhkan gatal atau nyeri. Lesi moluskum kontagiosum pada pasien HIV

tidak sembuh secara cepat, dan mudah menyebar ke lokasi lain (seperti wajah) dan

biasanya terjadi kekambuhan jika diobati dengan terapi biasa.

5 Lesi jarang didapatkan pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Pada orang

dewasa lesi dapat pula ditemui di daerah perigenital dan perianal.

Hal ini berkaitan dengan penularan virus melalui hubungan seksual. Lesi

moluskum kontagiosum harus dapat dibedakan dengan verucca vulgaris,

11
kondiloma akuminata, varisela, herpes simpleks, papiloma, syringoma

dan tumor adneksa lain.1,3,7,10-12Penegakan diagnosis moluskum kontagiosum

secara pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik lesi yang cermat.

Pemeriksaan histopatologi moluskum kontagiosum menunjukkan gambaran

proliferasi sel-sel stratum spinosum yang membentuk lobules disertai central

cellular dan viral debris. Lobulus intraepidermal dipisahkan oleh septa jaringan

ikat dan didapatkan badan moluskum di dalam lobulus berupa sel berbentuk bulat

atau lonjong yang mengalami degenerasi keratohialin. Pada stratum basalis

dijumpai gambaran mitosis sel dengan pembesaran nukleus basofilik. Pada fase

lanjut dapat ditemui sel yang mengalami proses vakuolisasi sitoplasmik dan

didapatkan globi eosinofilik. Beberapa kasus lesi moluskum kontagiosum dengan

infeksi sekunder, didapatkan gambaran inflamasi predominan limfosit dan

neutrophil pada pemeriksaan histopatologi

Pasien yang terinfeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) atau

pasien yang kekebalannya menurun perjalanan penyakitnya lebih lama dengan lesi

lebih luas dan atipikal. Pada pasien terinfeksi HIV, lesi umumnya terdistribusi

secara lebih luas, sering terjadi pada wajah, dan mungkin timbul dalam jumlah

ratusan. 3,6

12
E. Gejala klinis

Moluskum kontagiosum biasanya asimtomatik; Namun, lesi individu

mungkin lunak atau pruritus. Secara umum, pasien tidak mengalami gejala

sistemik, seperti demam, mual, atau malaise.Lokasi penyakit ini yaitu di daerah

wajah, leher, ketiak, badan,dan ekstremitas (jarang ditelapak tangan atau telapak

kaki), sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna.5,6

Pasien mungkin pernah kontak dengan pasangan seksual yang terinfeksi,

anggota keluarga, atau orang lain. Pasien yang dilaporkan memiliki banyak

pasangan seksual atau seks tanpa kondom dapat meningkatkan risiko infeksi.

Kontak dapat dilaporkan pada anak-anak yang berbagi bak mandi atau pada atlet

yang berbagi peralatan gimnasium dan bangku.6

Kelainan kulit berupa papul berbentuk bulat mirip kubah, berkuran miliar

sampai lentikular dan berwarna putih dan berkilat seperti lilin.Papul tersebut

setelah beberapa lama membesar kemudian di tengahnya (delle).

Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna putih mirip butiran

nasi. Kadang- kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.

Sebagian papul dapat berukuran besar hingga 10-15 mm disbut giant molloscum.

Komplikasi dapat terjadi berupa infeksi sekunder akibat garukan.6

Pada pasien immunocompromised , misalnya HIV/AIDS, lesi moluskum

menjadi cepat tumbuh, berjumlah sampai ratusan, besar-besar dan tersebar.5

13
14
F. Diagnosis

Anamnesis

Akne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemerisaan fisis.

Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia (oleh FKUI/RSCM) untuk

menentukan derajat akne vulgaris, yaitu ringan, sedang, dan berat, adalah

klasifikasi mnurut Lehmann dkk (2002). Klasifikasi tersebut diadopsi dari 2nd

Acne Round Table Meeting (South East Asia), Regional Consensus on Acne

Management, 13 Januari 2003, Ho Chi Minh City-Vietnam.5

Pemeriksaan fisik

Lesi adalah papula berbentuk diskrit, agak keras , berwarna seperti

daging, berbentuk kubah yang menunjukkan umbilikasi sentral (yang lebih

jelas bila lesi membeku dengan nitrogen cair).7

15
Gambar.1.Ditemukan pada gambar adalah papul-papul klasik dari lesi

moluskum kontagiosum di pipi anak kecil. Lesi wajah sering terjadi pada

anak-anak, meski lesi umumnya sedikit.7

Lesi biasanya berdiameter 2-5 mm (jarang sampai 1,5 cm dalam giant

molluscum) dan mungkin ditemukan berkelompok atau meluas. Pada keadaan

immunokompeten pada anak-anak dan orang dewasa biasanya didapakan

kurang dari 20 lesi. Lesi yang lebih besar mungkin memiliki beberapa badan

moluskum yang berbeda.Lesi dengan inti putih yang berisi tubuh moluskum.

Beberapa lesi menjadi konfluen untuk membentuk plak (bentuk agregat).7

16
Gambar.2. Lesi yang lebih besar merupakan gabungan dari beberapa badan

moluskum. Hal ini mungkin membuat lesi ini sulit dikenali sebagai

moluskum kontagiosum.7

Lesi dapat ditemukan dimana saja; Namun, kecenderungan untuk

wajah, badan, dan ekstremitas didapatkan pada anak-anak dan

kecenderungan untuk di daerah selangkangan dan alat kelamin didapatkan

pada orang dewasa. Lesi jarang ditemukan di telapak tangan dan jarang

didapatkan pula di telapak kaki, mukosa mulut, atau konjungtiva.7

Distribusi dipengaruhi oleh cara infeksi, jenis pakaian yang

dikenakan, dan iklim. Pada individu yang aktif secara seksual, lesi mungkin

terbatas pada penis, pubis, dan paha bagian dalam moluskum kontagiosum

yang luas dan terus-menerus dapat terjadi pada pasien AIDS dan mungkin

ditemukan keluhan yang menyertainya.7

Karakteristik lain dari moluskum kontagiosum untuk dipertimbangkan

meliputi:

 Daerah intertrigininosa : Ratusan lesi dapat berkembang di daerah

intertriginosa, seperti daerah axilla dan intercrural.

17
 Dermatitis atopik: Pasien dengan dermatitis atopik terkadang

didapatkan lesi dalam jumlaah besar, yang terbatas pada area kulit

yang mengalami likenifikasi atau penebalan.

 Eksim: Sekitar 10% pasien timbul eksim di sekitar lesi, ini

dikaitkan dengan zat beracun yang dihasilkan oleh virus atau

reaksi hipersensitif terhadap virus; Eksim yang terkait dengan lesi

moluskum mereda secara spontan setelah pengangkatan.

 Proses peradangan: Inflamasi menghasilkan supurasi, krusta, dan

bentuk akhir dari lesi; tahap inflamasi ini biasanya tidak

menyebabkan infeksi sekunder dan jarang memerlukan terapi

antibiotik.7

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Manusia adalah satu-satunya host yang rentan dan virus tidak bisa

tumbuh di telur, kultur jaringan atau binatang. Titer antibodi tidak membantu

diagnosis. Sebagian besar dilakukan secara klinis. Pseudokimia dan lesi giant

molloscum lebih sulit didiagnosis secara klinis. Infeksi virus terbatas pada

area lokal di epidermis.6

Diagnosis ditegakkan dengan biopsi eksisi danPemeriksaan di bawah

mikroskop daya rendah menunjukkan ovoid,massa sitoplasma homogen

berdinding halus yangterutama terdiri dari virion dewasa, belum matang dan

tidak lengkap disertai puing-puing seluler. Ini disebut badan moluskum

18
berukuran 20-30μm, yang menggantikan nukleus kepinggiran sel. Pada badan

moluskum, jumlahnya partikel virus banyak tertanam dalam matriks protein.

Badan moluskum adalah badan inklusi virus molloscum contagiosum. Strain

Giemsa Wright, Haematoxylin& pewarnaan eosin bisa dilakukan. Bagian ini

menunjukkan acanthoma dengan proliferasi bawah rete ridges. Badan

moluskum mencapai tingkat lapisan sel granular,Reaksi pewarnaam berubah

dari eosinofilik ke basofilik di lapisan sel tanduk, tubuh moluska basophilic

dan disebut sebagai Henderson-patterson bodies. Stratum korneum di bagian

tengah lukanya terpecah dan melepaskan badan moluskum dan terbentuknya

kawah pusat. Biasanya, tidak ada reaksi inflamasi yang terlihat di dermis.

Reaksi inflamasi terlihat saat lesi pecah, dan isi lesi habis ke dalam dermis.

Lesi secara spontan menunjukkan infiltrasi mononuklear yang mengelilingi

lesi, yang juga menyusup di antara sel epidermis yang terinfeksi. Sebenarnya

histologis bagian yang diwarnai dengan hematoxyline dan eosin

menunjukkan berbentuk indentasi epidermis ke dalam dermis. Lesi

moluskum biasanya sembuh dalam waktu 6-9 bulan tapi bisa bertahan selama

2 tahun. Molloscum contangiosu virus (MCV) tidak bersifat laten di dalam

tubuh seperti virus herpes, saat lesi kulit sembuh, lesi tidak akan muncul pada

bekas luka. Tapi tidak ada kekebalan permanen terhadap MCV dan individu

dapat kembali terinfeksi dengan paparan orang yang terinfeksi.6

Polymerase chain reaction (PCR) juga bisa dilakukan untuk

mendiagnosa. Lydia dkk menjelaskan tekniknya yaitu persiapan squash

19
menggunakan Giemsa untuk diagnosis moluskum. Dalam persiapan Squash,

eksudat selular dapat diamati di bawah mikroskop.6

Pada tahun 2011 Lydia dkk telah menjelaskan bahwa setelah sayatan

dengan ukuran 19 jarum, ekstraktor komedo digunakan untuk mengluarkan

delle yang di jepit atau dengan menekan antara 2 slide mikroskop kaca.

Cairan diwarnai dengan 5-7 tetes cairan giemsa dan diamati di bawah

mikroskop kemudian pehatikan Henderson -Paterson. bodies Pewarnaan

lainnya dengan teknik misalnya Wright, KOH 10%, gram dan papanicolaou

telah dijelaskan.6

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Intradermal nevus

Nevus adalah istilah umum yang menggambarkan adanya bercak

berpigmen ada kulit. Nevus terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain yang

disebut nevus melanositik dan giant hairy nevus. Nevus jenis ini merupakan

kelainan yang jinak. Nevus melanositik oleh orang awam dikenal sebagai istilah

“tahi lalat” (nevus pigmentosus).

Giant hairy nevus menjadi penting karena sekitar 10-15% dapat

berkembang menjadi ganas. Insiden keganasan Hairy nevus adalah 1: 100 (Shear,

2006). Pada dasarnya nevus tidak memberikan gejala apa – apa jika memang

20
nevus jinak. Namun tanda – tanda nevus menjadi ganas antara lain Ulserasi (luka)

dan perdarahan spontan, Membesar dan warna lebih gelap, Pigmen menyebar dari

ke kulit sekitarnya, Disekitarnya ada lesi-lesi yang lebih kecil mengelilinginya,

Inflamasi tanpa didahului trauma, Nyeri dan gatal. Nevus yang mengalami

perubahan mempunyai risiko 400 kali lebih tinggi untuk menjadi ganas (putra,

2008).

Sejalan dengan meningkatnya risiko dari hairy nevus maka peran perawat

dalam membantu perawatan menjadi sangat penting. Para perawat ini dituntut

untuk berperan aktif dalam asuhan keperawatan, mulai dari penyebaran informasi,

penyuluhan tentang penyebab, factor resiko dan cara perawatan baik di rumah

sakit maupun di rumah. Perawat merupakan faktor yang berperan sangat penting

dalam pengelolaan stress, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan

koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya.

Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan sosial berupa

dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996;

Folkman dan Lazarus, 1988).

Nevus pigmentusomu merupakan bentukan dari nevus melanositik,

namun memiliki derajat pigmentasi yangsama dengan kulit sekitarnya.1,2Nevus

intradermal tidak mempengaruhi pigmentasi kulit karena ia terletak di dalam

dermis.1-3 Nevus intradermal bisa menyerang segala usia, terutama usia anak

menginjak remaja, dewasa, namun jarang pada usia 60 tahun ke atas.4,5

Karakteristiknya dapat berupa lesi berwarna serupa dengan kulit sekitarnya,

ukurannya kecil (5mm – 1cm), peninggian dari permukaan kulit (berbentuk bulat,

21
domeshaped, bertangkai atau permukaan kasar (wart)). Terkadang ditumbuhi

rambut, biasanya pada pasien usia yang lebih tua.8

2. Granuloma pyogeni

Granuloma merupakan lesi vaskular jinak yang paling sering terjadi pada

kulit acral anak-anak. Sebenarnya, lesi tersebut diduga disebabkan oleh infeksi

bakteri, namun etiologi belum diketahui. Gambaran histopatologis memiliki

karakteristik agak baik, lesi ini pada kenyataannya adalah hemangioma kapiler

lobular.

Pengetahuan mengenai granuloma yang dibatasi secara klinis sebagai lesi

polypoid atau exophytic merupakan hal penting bagi dokter dan ahli patologi

karena hal ini membedakan granuloma dari sebagian besar tumor ganas pembuluh

darah. Meskipun granuloma mungkin multipel (terutama pada kulit) dan nekrosis

adalah hal yang umum terjadi, invasi struktur yang berdekatan tidak diamati.

Lesi tumbuh dengan cepat dan sangat vaskular, perdarahan sering terjadi

baik secara spontan atau setelah trauma ringan. Mereka biasanya mudah diobati

dengan operasi pengangkatan, namun bisa kambuh.Variasi yang jarang termasuk

granuloma dengan satellitosis, granuloma intravena, granuloma subkutan, dan

granuloma erupsi. Lesi satelit dari granuloma yang lebih kecil mungkin

berkembang di waktu yang sama sebagai lesi primer atau mungkin terjadi setelah

perawatan lesi primer.

22
Granuloma biasanya lesi soliter. Jari-jari dan tangan adalah lokasi umum

untuk berkembang. Granuloma biasanya mengalami perdarahan dengan trauma

sedikit atau tidak ada. Pasien ini menunjukkan tanda positif perban. Karena lesi

begitu mudah mengalami perdarahan, pasien sering datang dengan perban

menutupi tempat luka. Granuloma biasanya memiliki tepi yang berbeda yang

terdiri dari tepi keratin (kulit kering). Perhatikan daerah kulit yang lembab yang

dihasilkan oleh perban, yang telah dihapus tak lama sebelum foto itu diambil.

Granuloma dapat pedunkulata dan cukup besar. Daerah nekrosis pada lesi juga

umum terjadi. Granuloma dapat terjadi di berbagai tempat. Lebih dari 60% dari

semua lesi berkembang di kepala dan leher.

Merupakan bagian dari hemangioma kapiler. Lesi ini terjadi akibat proliferasi

kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, tidak disebabkan oleh proses

peradangan. Sering mengenai anak – anak dan terutama bagian tubuh distal yang

rentan terhadap trauma. Lesi berupa papul eritematosa, berkembang cepat hingga

mencapai ukuran 1 cm, bertangkai dan mudah berdarah. Lesi biasanya bersifat

soliter.8

3. Karsinoma Sel basal

Adalah merupakan tumor ganas kulit, bersifat destruktif, dan invasi

setempat, serta sangat jarang metastasis. Gejala klinik pada KSB dini ditemukan

23
papul, nodus, permukaan mengkilap, seperti lilin, berpigmen atau kemerahan dan

di temukan telangiektasis. Etiopatogenesis KSB sering muncul pada kulit yang

banyak terpajan sinar matahari, parut luka bakar, dan kontak dengan arsen.

Pengaruh sinar matahari ini dapat terjadi karena rekreasi terutama masa kanak-

kanak dan remaja. Bila dihubungkan dengan riwayat kanker kulit dalam keluarga

menunjukkan adanya pengaruh genetic. Tumor ini diduga berasal dari sel

pluripotensial di epidermis.9,10

Karsinoma sel basal terdiri atas sel tumor epithelial dan elemen stroma.

Komponen epithelial berasal dari sel primitive selubung akar rambut, sedangkan

komponen stroma menyerupai lapisan papilaris dermis dan terdiri dari kolagen,

fibroblast, dan substansia dasar yang sebagian besar berupa berbagai jenis glukosa

aminoglikans (GAGs). Kedua komponen ini saling ketergantungan, sehingga

tidak bisa berkembang tanpa komponen yang lainnya. Hubungan ketergantungan

ini sifatnya unik, sehingga dapat menjelaskan alasan karsinoma sel basal sangat

jarang bermetastasis dan pertumbuhannya pada kultur sel dan jaringan sulit

terjadi. Hal tersebut disebabkan oleh bolus metastase yang besar dengan

komponen sel dan stroma didalamnya sulit memasuki sistem limfatik ataupun

sistem vaskuler. Hal ini membedakan karsinoma sel basal dengan melanoma

maligna dan karsinoma sel skuamousa yang keduanya sering mengadakan

metastasis

Karsinoma sel basal dianggap berasal dari sel-sel pluripotensial (sel

yang dapat berubah menjadi sel-sel lain) yang ada pada stratum basalis epidermis

atau lapisan folikuler. Sel ini diproduksi sepanjang hidup dan membentuk kelenjar

24
sebasea dan kelenjar apokrin. Tumo rtumbuh dari epidermis dan muncul di bagian

luar selubung akar rambut dan sel stem folikel rambut tepat dibawah duktus

glandula sebasea. Sinar ultraviolet menginduksi mutasi pada gen supresor tumor

p53 yang terletak pada kromosom 17p. Mutasi gen supresor tumor pada lokus

9q22 yang menyebabkan sindrom nevoid basalioma, suatu keadaan autosomal

dominan ditandai dengan timbulnya karsinoma sel basal secara dini. 3,6,9

Pada hampir semua tipe karsinoma sel basal terjadi mutasi gen

yang mengkode molekul reseptor Hedgehog (Hh), jalur signal yang berperan

dalam diferensiasi sel. Ada tiga jenis yang diketahui yaitu sonic HH (SHH),

Indian HH (IHH), dan desert HH (DHH). Terjadi aktivasi yang tidak sesuai pada

jalur signal hedgehog (HH) yang ditemukan secara sporadik pada kasus

karsinoma sel basal familial. Awalnya dikenali sebagai penentu pada segmen

polarity dalam spesies lalat Drosophila melanogaster, jalur signal HH memainkan

peranan penting dalam pertumbuhan makhluk bertulang belakang. SHH yang

disekresi akan mengikat protein patched tumor-supressor homologue 1 (PTCH1),

maka menghapuskan supresi signal intraseluler yang disebabkan oleh PTCH1

oleh protein transmemran yang lain, smoothed G-rotein-coupled receptor (SMO).

Target berikutnya bagi SMO termasuk faktor transkripsi family GLI. 8

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

25
Diagnosis biasanya dapat langsung ditegakkan. Evaluasi dengan konten

sentra menggunakan persiapan crush dan pewarnaan Giemsa dan pemeriksaan

histopatologik dapat dilakukan jika diperlukan. Pada pemeriksaan histopatologis

akan ditemukan epidermis hipertropi dan hiperplastik. Di atas lapisan basal, dapat

dilihat sel yang membesar berisi inklusi intrasitoplasmik besar (Henderson-

Paterson bodies). Hal ini dapat meningkatkan ukuran sel sehingga dapat

menyentuh Horny layer.8

I. PENATALAKSANAAN

Sangatlah penting untuk mendiskusikan risiko dan keuntungan bagi terapi

pasien dengan keluarga pada fase jinak karena moluskum kontagiosum sendiri

akan sembuh tanpa komplikasi pada individu tanpa komplikasi imunokompeten.

Pemberian terapi dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan meliputi

kebutuhan pasien, rekurensi penyakit serta kecenderungan pengobatan yang

meninggalkan lesi pigmentasi atau jaringan parut. Sebagian besar pengobatan

moluskum kontagiosum bersifat traumatis pada lesi.Terapi yang sering

diaplikasikan pada pasien moluskum kontagiosum seperti kuretase dan kryoterapi,

bagaimanapun kedua terapi ini menyakitkan bagi pasien.

Bedah Beku (Cryosurgery) merupakan salah satu terapi yang umum dan

efisien digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada lesi

predileksi perianal dan perigenital.Bahan yang digunakan adalah nitrogen

cair.Aplikasi menggunakan lidi kapas pada masing-masing lesi selama 10-15

detik.Pemberian terapi dapat diulang dengan interval 2-3 minggu.Efek samping

26
meliputi rasa nyeri saat pemberian terapi, erosi, ulserasi serta terbentuknya

jaringan parut hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi.

Terapi lainnya berupa eviserasi yang merupakan metode yang mudah

untuk menghilangkan lesi dengan cara mengeluarkan inti umbilikasi sentral

melalui penggunaan instrumen seperti skalpel, ekstraktor komedo dan jarum

suntik. Penggunaan metode ini kebanyakan tidak dapat ditoleransi oleh anak-

anak.

Suspensi podofilin 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat

diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi kapas, dibiarkan selama 1 -4

jam kemudian dilakukan pembilasan dengan menggunakan air bersih. Pemberian

terapi dapat diulang sekali seminggu.Terapi ini membutuhkan perhatian khusus

karena mengandung mutagen yaitu quercetin dan kaempherol.Efek samping lokal

akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi pada permukaan kulit normal serta

timbulnya jaringan parut. Efek samping sistemik akibat penggunaan secara luas

pada permukaan mukosa berupa neuropati saraf perifer, gangguan ginjal, ileus,

leukopeni dan trombositopenia. Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih

aman dibandingkan 8podofilin. Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5%

diaplikasikan pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut kedua

bahan ini pada wanita hamil.

Sedangkan cantharidin merupakan agen keratolitik berupa larutan yang

mengandung 0,9% collodian dan acetone. Telah menunjukkan hasil memuaskan

pada penanganan infeksi Molluscum Contagiosum Virus (MCV). Pemberian

bahan ini terbatas pada puncak lesi serta didiamkan selama kurang lebih 4 jam

27
sebelum lesi dicuci. Cantharidin menginduksi lepuhan pada kulit sehingga perlu

dilakukan tes terlebih dahulu pada lesi sebelum digunakan.Bila pasien mampu

menoleransi bahan ini, terapi dapat diulang sekali seminggu sampai lesi

hilang.Efek samping pemberian terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri

dan terbakar pada daerah lesi.Kontraindikasi penggunaan Cantharidin pada lesi

moluskum kontagiosum di daerah wajah.

Medikamentosa lainnya adalah Cimetidine yang merupakan antagonis

reseptor histamine H2 yang menstimulasi reaksi hipersensitifitas tipe

lambat.Mekanisme kerja Cimetidine pada terapi moluskum kontagiosum masih

belun diketahui secara jelas.Sebuah studi menunjukkan keberhasilan penggunaan

cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral / hari dosis terbagi dua pada pengobatan

moluskum kontagiosum dengan lesi ekstensif. Cimetidine berinteraksi dengan

berbagai pengobatan sistemik lain, sehingga perlu dilakukan anamnesis riwayat

pengobatan pada pasien yang akan mendapat terapi obat ini. 8

Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik atau kuret. Cara

lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO2, N2 dan

sebagainya.

Pada orang dewasa harus juga dilakukan terapi terhadap pasangan

seksualnya. Pada individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang normal,

moluskum kontagiosum akan sembuh sendiri tanpa pengobatan dalam waktu

beberapa bulan sampai tahun. Setiap satu lesi muncul sampai 2 bulan tetapi untuk

mencegah autoinokulasi atau kontak langsung, pengobatan dapat berguna. Tujuan

dari pengobatan adalah menghilangkan lesi. Obat-obatan topikal yang dapat

28
diberikan adalah anti virus, tretinoin krim 0,1% untuk menghambat pembentukan

mikrokomedo dan menghilangkan lesi, asam trikloroasetat untuk kauterisasi kulit,

keratin dan jaringan lainnya. Terapi sistemik dapat berupa pemberian antagonis

histamine H2 untuk mengatasi rasa gatal jika ada rasa gatal.

J. PROGNOSIS

Pasien akan sembuh spontan, tapi biasanya setelah waktu yang lama,

berbulan – bulan sampai tahunan. Dengan menghilangkan semua lesi, penyakit ini

jarang atau tidak residif.8

K. EDUKASI

Menerangkan kepada pasien tentang sifat infeksi dan penularan penyakit untuk

mengurangi transmisi moluskum kontagiosum kepada orang lain, serta untuk menghindari

infeksi ulang dimasa depan dan meminimalkan autoinokulasi. Menyuruh pasien

untuk menghindari menyentuh atau menggaruk lesi karena bisa menimbulkan

infeksi sekunder, tidak pinjam meminjam barang yang dapat terkontaminasi

seperti handuk, baju dan sisir.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Yana E, Seorang Anak Usia 10 Tahun Dengan Moluskum

Kontangiosum.Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.2016. Hal 56

2. Haeriyoko AW,Igk , Darmada, Diagnosis dan Tata Laksana Moluskum

Kontagiosum, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal 2-3

3. R.S. Siregar. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.

EGC:Jakarta:2009. Hal 79.

4. Mitchell R.N., Kumar V, Abbas K, Fausto N, Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit Robbin & Cotran. Edisi ke 7 (Terj), EGC:Jakarta:2006, hal 1291.

5. Sitohan IBS, Wasitatmadja SM, Moluskum Kontangiosum. Dalam : Menaldy

SL SW, Bramono K, Indriatnmi W (editors), Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin, ed.7. FKUI: Jakarta; 2017. Hal 124-26.

6. Rajurkar MN. Molluscum Contangiosum. Departement of Microbiology,

Jawarlal Nehru Medical College, Wardha ( M.S), India. Juli 2017. p 276-78.

7. Bhatia AC. Molloscum Contangiosum Clinical Presentation.

Https://emedicine.medscape.com/article/910570-clinica. Diakses {8/01/ 2018,

13:20 WITA}.

8. Arista H Winda, Darmada, Diagnosis dan Tatalaksana Moluskum

kontagiosum, Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Denpasar.

30
9. Linuwih Sri Menaldi SW, Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin; Fakultas

Kedokteran Indonesia; Jakarta 2017. Hal 121-124

10. Siregar SR, Wijaya C, Anugrah P (editors). Atlas Berwarna Saripati Penyakit

Kulit.Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005. Hal 84-86

31

Anda mungkin juga menyukai