Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN MOBILITAS FISIK

OLEH :

DWI WAHYUNI NOVITA ULFAH

20173230032

PROGARAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIkes) BINA SEHAT PPNI

KAB.MOJOKERTO

TH 2017
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

I. Konsep kebutuhan mobilitas fisik

1.1. Definisi
a. Mobilisasi
 Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang (Ansari, 2011).
 Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan
dengan bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009)
 Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas
dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong
untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
 Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006)
 Mobilitas/ mobilisatio adalah usaha gerak/ menggerakan(Brooker
Christine, 2001)
 Mobilitas fisik yaitu keadaan ketika seseorang mengalami atau bahkan
beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile
(Doenges, M.E, 2000)
 Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
b. Imobilisasi
 Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang
darimobilitas optimal (Ansari, 2011).
 Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat
tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan
pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan
sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus
selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo,
2009).
 Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed
rest) selama 3 hari atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan
kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang
(Pusva, 2009).
 Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
 Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami
keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari
atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan
fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa
kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
 Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan
tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada
munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas.
Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit,
menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus.
Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga
mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi,
menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh
Lindgren et al, 2004)

1.2 Tujuan Mobilisasi


 Memenuhi kebutuhan dasar manusia
 Mencegah terjadinya trauma
 Mempertahankan tingkat kesehatan
 Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
 Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

1.3 Batasan karakteristik


a. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk
mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
b. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
c. Keterbatasan rentang gerak.
d. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
e. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan
medis
f. Gangguan koordinasi

1.4 Jenis Mobilitas dan Imobilitas


a. Jenis Mobilitas :
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik
dan sensorik.
b. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan

c. Jenis Imobilitas :
1) Imobilisasi fisik,merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2) Imobilisasi intelektual,merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir.
3) Imobilitas emosional,merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial,merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
5) mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

1.5 Etiologi
a. Penyebab
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang usia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
(Setiati dan Roosheroe, 2007).
 Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
 Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain:
(Restrick, 2005)
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke
4) Postoperative bed rest
5) Dementia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi


1) Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan
untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena menderita penyakit tertentu
misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
4) Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
5) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.

c. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada usia lanjut, seperti pada tabel berikut:

Gangguan Artritis
muskuloskeletal Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti
werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada
keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada
keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan
obat antipsikotik)

1.7 Tanda Dan Gejala


a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:

EFEK HASIL
 Penurunan konsumsi oksigen maksimum  Intoleransi ortostatik
 Penurunan fungsi ventrikel kiri
 Penurunan volume sekuncup  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Perlambatan fungsi usus  Penurunan kapasitas kebugaran
 Pengurangan miksi  Konstipasi
 Gangguan tidur  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Bermimpi pada siang hari, halusinasi
b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ

ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI


Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot,
penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi
rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular,
berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard,
pembuluh darah intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen
maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan
volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru,
pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agresi
trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral

1.8 Penatalaksanaan Medis


a. Terapi
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan
dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/
kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Tatalaksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk
mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas
permanen.
b. Penatalaksanaan lain yaitu:
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-
posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik
(dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.

5) Latihan ROM Pasif dan Aktif


Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Infersi dan efersi kaki
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j) Fleksi dan ekstensi lutut
k) Rotasi pangkal paha
l) Abduksi dan adduksi pangkal paha
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak
terjadinya imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru
dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural
drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas
tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,
sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi
sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi
dan vibrasi dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara
berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan kebutuhan mobilitas fisik


2.1 Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh
yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis
klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang
digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak
yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan
sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik
dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan
tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang
dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak
teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam
waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung
kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia,
mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat,
tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat
menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas
termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan
pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat
meningkatakan mobilitas.

2.2.2 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer


Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
 Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

b. Pemeriksaan Penunjang
 Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang. Dll.
 Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT
↑ pada kerusakan otot.

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Gangguan mobilitas fisik
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktivitas
d. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)
RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan Latihan Kekuatan
berhubungan selama ...x 24 jam klien menunjukkan: Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan
dengan Kerusakan sensori Mampu mandiri total program latihan secara rutin
persepsi. Membutuhkan alat bantu
Membutuhkan bantuan orang lain Latihan untuk ambulasi
Membutuhkan bantuan orang lain dan alat Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien
Tergantung total dan keluarga.
Dalam hal : Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan
Penampilan posisi tubuh yang benar walker
Pergerakan sendi dan otot Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang
Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring aman.
kanan-kiri, berjalan, kursi roda
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda
& cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.

Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar


Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh
yg benar untuk menghindari kelelahan, keram &
cedera.Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Asuhan keperawatan


dengan cedera fisik selama …. x 24 jam: Pain Management
Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
Pain control, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Comfort level Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Kriteria Hasil : Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab pengalaman nyeri pasien
nyeri, mampu menggunakan tehnik Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
mencari bantuan) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Melaporkan bahwa nyeri berkurang Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dengan menggunakan manajemen nyeri dukungan
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
berkurang Tingkatkan istirahat
Tanda vital dalam rentang normal Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Asuhan keperawatan Managemen Energi


berhubungan selama …. x 24 jam : Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas, perawatan ,
denganKelemahan umum Klien mampu mengidentifikasi aktifitas pengobatan
dan situasi yang menimbulkan kecemasan Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
yang berkonstribusi pada intoleransi 
aktifitas. Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan
Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas aktifitas.
fisik tanpa disertai peningkatan TD, N, RR Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi,
dan perubahan ECG disritmia, dispnea, diaforesis, pucat.
Klien mengungkapkan secara verbal, Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber
pemahaman tentang kebutuhan oksigen, energi.
pengobatan dan atau alat yang dapat Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung,
meningkatkan toleransi terhadap aktifitas. frekuensi Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.
Klien mampu berpartisipasi dalam Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang
perawatan diri tanpa bantuan atau dengan mudah dijangkau
bantuan minimal tanpa menunjukkan Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan makanan,
kelelahan cairan, kenyamanan / digendong untuk mencegah tangisan yang
menurunkan energi.
Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang menyebabkan
kelelahan.

Terapi Aktivitas
Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.
Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.
Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah
posisi, perawatan personal, sesuai kebutuhan.
Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang
adekuat
Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai indikasi

4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva,
berhubungandenganKerusakan selama... x24 jm rambut, kulit
neurovaskuler Klien mampu : Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus
Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan
mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, kuku, rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi
berpakaian, toileting, makan-minum, Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene
ambulasi sesudah makan dan bila perlu
Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi,
kecemasan kekeringan mukosa mulut, dan gangguan integritas kulit.
Terbebas dari bau badan dan
mempertahankan kulit utuh Bantuan perawatan diri : berpakaian
Mempertahankan kebersihan area perineal Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
dan anus Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada
Berpakaian dan melepaskan pakaian ektremitas yang sakit/ terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian
sendiri yang longgar
Melakukan keramas, bersisir, bercukur, Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan
membersihkan kuku, berdandan aktivitas berpakaian sesuai indikasi
Makan dan minum sendiri, meminta
bantuan bila perlu Bantuan perawatan diri : Makan-minum
Mengosongkan kandung kemih dan bowel Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan
makanan
Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri: Toileting


Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik
(inkontinensia), kognitif (menahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel),
nyaman dan jaga privasi selama toileting
Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah
dijangkau
Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara
teratur
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi
4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai