Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim (IUGR) berdasarkan definisinya terjadi


bila berat lahir dari bayi neonatus berada di bawah persentil ke sepuluh selama umur gestasi
tertentu. Keadaan ini penting karena dapat mengenali satu kelompok bayi kecil yang beresiko
tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal.
Janin yang mempunyai keterbelakangan dalam pertumbuhan sangat rentan terhadap
terhadap masalah-masalah seperti aspirasi mekoneum, asfiksia, polisitemia, hipoglikemia dan
mungkin juga dapat mengalami keterbelakangan mental.Pengenalan dini pada
keterbelakangan pertumbuhan ini menawarkan peluang untuk dapat meminimalkan efek
buruk dari banyak komplikasi ini.
Bayi baru lahir dengan keterbelakngan pertumbuhan dalam rahim sering terlihat
kurus, pucat dan kulitnya kering. Tali pusat lebih sering terlihat tipis dan suram.Bayi-bayi ini
kadang-kadang mempunyai pandangan mata yang lebar. Beberapa bayi tidak mempunyai
penampilan kelainan gizi, tetapi secara keseluruhan kecil.
Pada bayi dengan keterlambatan pertumbuhan perubahan tidak hanya terhadap ukuran
panjang, berat dan lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan pun mengalami
perubahan misalnya Drillen (1975) menemukan berat otak, jantung, paru dan ginjal
bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thimus berkurang dibandingkan
bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai
dengan masa gestasinya.

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT


II. 1 DEFINISI1,2
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) adalah bayi yang berat badannya di bawah
persentil ke 10 untuk usia gestasinya. Usher dan McLean menggunakan batasan PJT bila
berat lahir dibawah 2 standar deviasi (SD) dari berat rata-rata. Sedangkan Seeds (1984)
mendefinisikan PJT bila berat lahir dibawah persentil 5.
Sebagian besar yang kita ketahui tentang pertumbuhan janin manusia normal dan
abnormal sebenarnya didasarkan atas standar berat lahir yang merupakan titik akhir
pertumbuhan janin. Standar ini tidak memperlihatkan kecepatan pertumbuhan janin.
Sebenarnya, kurva berat lahir seperti itu hanya memperlihatkan pertumbuhan yang terganggu
pada gangguan pertumbuhan yang ekstrem saja. Yang penting, kurva-kurva ini sekarang ini
tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi janin yang gagal mencapai ukuran potensial
atau yang diharapkan, tetapi berat lahirnya lebih dari persentil ke-10. Jadi, persentil berat
lahir adalah alat ukur kegagalan pertumbuhan yang tidak sempurna. Battaglia dan Lubchenco
(1967) menggolongkan bayi-bayi kecil untuk masa kehamilannya terbukti mengalami
peningkatan resiko kematian neonatal.
Namun tidak semua janin dengan berat lahir dibawah persentil 10 dari berat distribusi
pada usia kehamilannnya memiliki komplikasi perinatal; beberapa kasus janin dengan berat
dibawah persentil 10 merupakan janin kecil yang konstitusional. Sehingga terdapat dua
istilah yaitu pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan kecil masa kehamilan (KMK).Janin
dengan pertumbuhan terhambat merupakan janin yang kecil masa kehamilan dengan
menunjukkan adanya tanda hipoksia atau malnutrisi.Janin dengan kecil masa kehamilan
didefinisikan sebagai janin yang memiliki berat kurang dari persentil 10, baik disebabkan
karena pertumbuhan terhambat atau hanya kecil yang konstitusional.

II.2 INSIDENSI3,7
Di Jakarta dalam suatu survei ditemukan bahwa pada golongan ekonomi rendah,
prevalensi PJT lebih tinggi (14%) jika dibandingkan dengan golongan ekonomi menengah ke
atas.Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28 minggu. Smith
dkk, melakukan observasi pada 4.229 kasus dan menemukan bahwa pertumbuhan yang
suboptimal sejak trimester pertama berkaitan dengan kelahiran preterm dan kejadian PJT3.

Kejadian dan hasil perinatal7 :


PJT PJT
Kejadian Sesuai usia gestasi
Asimetris Simetris

Anomalies 14% 4% 3%

Morbiditas tidak serius 86% 95% 95%

Induksi persalinan (<36 wk) 12% 8% 5%

Tekanan darah tinggi dalam


7% 2% 1%
kehamilan (<32 wk)

Intubasi dalam VK 6% 4% 3%

Neonatal ICU 18% 9% 7%

Respiratory distress syndrome 9% 4% 3%

Perdarahan intraventrikular
2% <1% <1%
(grade III atau IV)

Kematian Neonatal 2% 1% 1%

36.6 mgg ± 37.8 mgg 37.1 mgg ± 3.3


Usia gestasi saat persalinan
3.5 mgg ±2.9 mgg mgg

Kelahiran preterm <32 mgg 14% 6% 11%

II.3 PERTUMBUHAN JANIN NORMAL INTRAUTERIN4


Pertumbuhan janin intrauterine merupakan suatu perubahan yang terjadi sebagai
akibat bertambahnya ukuran janin dan peningkatan fungsi sistem organ yang berlangsung
selama kehamilan.
Proses pertumbuhan janin dibagi menjadi 3 fase pertumbuhan sel yang berturutan, yaitu :
1. Fase hiperplasia, terjadi pada 16 minggu pertama kehamilan. Pada fase ini ditandai
dengan jumlah sel bertambah dengan cepat
2. Fase hiperplasia dan hipertrofi, terjadi pada usia kehamilan 16-32 minggu. Pada fase
ini terjadi peningkatan jumlah dan ukuran sel.
3. Fase hipertrofi sel, terjadi mulai usia kehamilan 32 minggu sampai aterm. Pada fase
inilah sebagian besar deposisi lemak dan glikogen janin terjadi.
Laju Pertumbuhan janin yang setara selama tiga fase pertumbuhan sel ini adalah 5 g/hari pada
usia 15 minggu, 15-20 g/hari pada minggu ke-24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi 34
minggu.

II.4 KLASIFIKASI PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT2,3


Pada tahun 1977, Campbell dan Thomas menjelaskan penggunaan rasio lingkar
kepala-terhadap-lingkar perut (LK/LP) secara ultrasonografik untuk membagi janin menjadi
subtipe ‘‘simteris“ yang berarti kecil proporsional dan ‘‘asimetris‘‘, yang merujuk pada janin
yang mempunyai pertumbuhan abdomen yang mengalami perlambatan tidak proporsional.
II.4.1 Pertumbuhan janin terhambat simetris atau PJT tipe 1
- Terjadi pada kira-kira 23% dari semua kasus PJT
- Pada gangguan dini, akibat pajanan kimiawi, infeksi virus atau
abnormalitas perkembangan selular inheren yang disebabkan oleh
aneuploidi secara teoritis dapat menyebabkan penurunan relative jumlah
serta besar sel.
- Terjadi penurunan proporsional besar kepala dan badan yang dihasilkan
- Hambatan pertumbuhan simetris lebih menggambarkan perawakan kecil
normal yang telah ditentukan secara genetis.

II.4.2 Pertumbuhan Janin Terhambat Asimetris


- Secara keseluruhan PJT ternyata hanya 80% saja yang asimetrik pada
penelitian yang telah dilakukan.
- Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta
yang abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil
metabolik menjadi abnormal.
- Janin yang pasokan oksigen dan nutrisi yang kurang pada trimester akhir
akan menimbulkan PJT yang asimetrik. PJt asimetrik yaitu lingkar perut
yang jauh lebih kecil daripada lingkar kepala.
- Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat seluler
berupa kelainan nukleus dan mitokondria.
- Gangguan pada kehamilan lanjut, seperti insufisiensi plasenta yang timbul
akibat hipertensi secara teoritis terutama akan mengganggu besar sel.
Insufisiensi plasenta à penurunan transfer glukosa dan penyimpanan di
hepar à lingkar abdomen janin – mencerminkan besarnya hepar à akan
mengecil.
II.5 ETIOLOGI5,6
Etiologi dalam gangguan pertumbuhan janin dibagi menjadi 3 kategori :
Faktor Ibu
 Berat badan sebelum hamil dan status nutrisi yang kurang
 Berat badan yang kurang selama kehamilan
 Nutrisi yang kurang
 Pengguna obat-obatan dan alkoholik.
 Merokok
 Penyakit Paru
 Penyakit Jantung
 Penyakit Ginjal
 Diabetes Mellitus
 Anemia
 Hipertensi
Faktor Uterus dan Plasenta
 Preeclampsia
 Kehamilan Multiple
 Malformasi Uterus
Faktor Janin
 Abnormal kromosom
 Infeksi Intaruteri

Penyebab retardasi pertumbuhan berdasarkan tipe retardasi;


1. tipe simetris
a. Pertambahan berat badan maternal yang jelek.
Wanita dengan berat badan rendah atau peningkatan berat badan salam
kehamilan kuran/peningkatan berat badan terhenti setelah kehamilan 28 minggu
akan mempunyai resiko mengalami retardasi pertumbuhan janin.
Akan tetapi pada wanita yang mempunyai tubuh besar dan penambahan berat
badan kurang / dibawah rata-rata tanpa penyakit maternal mungkin tidak disertai
retardasi pertumbuhan janin yang nyata.
b. Infeksi janin (virus, bakteri, protozoa)
Infeksi tersebut; virus rubella, sitomegalovirus, hepatitis A dan B, (berkaitan
dengan persalinan preterm), toksoplasmosis,malaria.
c. Malformasi kongenital
Semakin berat malformasi semakin besar pula bayi kemungkinan mengalami
retardasi pertumbuhan.
d. Kelainan kromosom
Trisomi, (13,21), sindrom turner.
e. Sindrom dwarf
2. Kombinasi tipe simetris dan asimetris
a. Obat-obat teratogenik
Temakau, narkotik alkohol, preparat anti konvulsan; fenitoin(dilantin),
trimetadion(tridion).
b. Malnutrisi berat
3. Tipe asimetris
a. Penyakit vaskuler
Penyakit vaskuler kronis dan disertai preeklamsia dapat menyebabkan retardasi
pertumbuhan janin.
b. Penyakit ginjal kronis
c.Hipoksia kronis
Ibu yang tinggal didataran tinggi bayi yang dilahirkan mempunyai berat badan
rendah dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tinggal didataran
yang lebih rendah. Dan ibu dengan penyakit jantung sianotik akan mengalami
pertumbuhan janin yang terhambat.
d. Anemia maternal
e.Abnormalitas plasenta dan tali pusat
f. Solutio plasenta lokal yang kronis, infark yang luas, korioangioma dapat
menyebabkan
retarasi pertumbuhan.
g. Janin multipel
h. Kehamilan preterm
i. Kehamilan ekstra uterine

Pada kasus PJT,pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas. Ketika
aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya sejumlah kecil oksigen,
ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal, dan janin berisiko tinggi
mengalami kematian. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan
berikut :
a. Penurunan level oksigenasi
b. Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi bayi
segera setelah lahir)
c. Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam kandungan)
yang dapat berakibat sindrom gawat nafas
d. Hipoglikemi (kadar gula rendah)
e. Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin
f. Polisitemia (kebanyakan sel darah merah

II.6 MORTALITAS DAN MORBIDITAS2


Angka kesakitan dan kematian perinatal cukup besar pada pertumbuhan janin
terhambat. Kematian janin akibat asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium dan hipoglikemia
serta hipotermia neonatal meningkat, demikian pula prevalensi timbulnya kelainan
neurologis. Hal ini terjadi pada bayi aterm ataupun preterm. Usia kehamilan kurang dari 32
minggu memiliki resiko kematian yang tinggi akibat pertumbuhan janin terhambat.
Bayi dengan hambatan pertumbuhan akibat faktor virus kongenital, kromosom, atau
konstitusional dari ibu akan tetap berperawakan kecil sepanjang hidupnya. Bayi-bayi dengan
hambatan pertumbuhan in utero akibat insufisiensi plasenta sering akan mengejar
pertumbuhannya kembali setelah lahir dan mendekati potensial pertumbuhan herediternya
jika hidup di lingkungan yang optimal.

II.7 DIAGNOSIS 2,3


II.7.1 Faktor Ibu
Penetapan usia gestasi secara dini, perhatian pada penambahan berat badan ibu
serta pengukuran pertumbuhan fundus uteri dengan cermat selama kehamilan
akan menolong identifikasi kasus pertumbuhan janin terhambat. Kemudian
identifikasi tentang riwayat pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan
sebelumnya.

II.7.2 Tinggi fundus Uteri


Cukup akurat untuk mendeteksi banyak janin yang kecil untuk masa
kehamilan. Kekurangannya adalah ketidak tepatannya. Jensen dan Larsen
(1991) serta Walferen (1995) menemukan bahwa pengukuran simfisis-fundus
membantu mengidentifikasi hanya 40%. Meskipun demikian, hasil-hasil ini
tidak mengurangi pentingnya pengukuran fundus uteri. Antara usia gestasi 18
dan 30 minggu, tinggi fundus uteri dalam sentimeter bertepatan dengan minggu
gestasi. Bila ukurannya lebih 2 sampai 3 cm dari tinggi seharusnya,
pertumbuhan janin yang tidak sesuai dapat dicurigai.

II.7.3 Pengukuran Ultrasonik


Semua kehamilan harus mendapatkan pemeriksaan ultrasonik secara rutin
dengan tujuan dapat membantu mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat.
Pemeriksaan Ultrasonografi yang rutin pada usia gestasi 16 sampai 20 minggu
untuk menetapkan usia kehamilan dan menyingkirkan anomali yang tampak,
diikuti oleh pemeriksaan pada minggu ke 32 sampai 34 untuk mengevaluasi
pertumbuhan janin. Metode Ultrasonografi optimal untuk memperkirakan
ukuran janin dan adanya pertumbuhan janin terhambat. Menggabungkan
ukuran kepala, abdomen dan femur secara teoritis akan meningkatkan akurasi
peramalan ukuran janin.
Lingkar abdomen yang diukur secara langsung pada bayi baru lahir juga
ternyata merupakan penanda anatomis penting untuk hambatan pertumbuhan.
Pada janin yang didiagnosis mengalami hambatan pertumbuhan karena lingkar
abdomen ultrasonik kurang dari persentil 5 untuk usianya. Observasi-observasi
yang sudah dilakukan menekankan bahwa pengukuran sonografik lingkar
abdomen dapat secara bermakna emnunjukkan pertumbuhan janin terhambat
patologis.
Penggunaan Ultrasonografi untuk mendeteksi pertumbuhan janin terhambat
tidak mencegah luputnya diagnosis. Larsen dkk (1992) melakukan pemeriksaan
ultrasonografi mulai minggu ke 28 dan setiap 3 minggu sesudahnya pada 1000
kehamilan dengan resiko pertumbuhan janin terhambat.
Menyatakan hasil perkiraan pertumbuhan janin secara ultrasonografik pada
trimester ketiga amat meningkatkan diagnosis janin-janin yang kecil untuk
masa kehamilan. Pada kelompok ini, pelahiran efektif juga meningkat, tetapi
tanpa perbaikan angka kematian atau kesakitan neonatal secara keseluruhan.

Berikut batasan pengukuran Ultrasonografi yang ditemukan pada PJT :


Diameter Biparietale. Memiliki variasi fisiologi yang sangat tinggi dengan
semakin bertambahnya usia kehamilan,sehingga bukan merupakan penentu
yang ideal. Hal ini disebabkan oleh lambatnya penurunan pertumbuhan tulang
tengkorak karena malnutrisi dan adanya berubah bentuk tengkorak oleh
4
kekuatan luar (oligohidramnion, presentasi bokong). Campbell (1972) ,
mengenali dua pola teknik pemeriksaan. Pada pola low-profile, pertumbuhan
kepala terus rendah di sepanjang kehamilan dan keadaan ini berkaitan dengan
anomali kongenital,infeksi serta abnormalitas kromosom, sedangkan pada pola
late-flattening ditandai dengan pertumbuhan kepala janin yang sebelumnya
normal diikuti dengan perlambatan pada trimester ketiga. Pola ini berkaitan
dengan faktor maternal dan plasental seperti hipertensi.
Rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen. Normalnya lingkar kepala
lebih besar dari lingkar abdomen sampai kehamilan mencapai usia kurang dari
32 minggu. Pada usia kehamilan antara 32 dan 36 minggu, kedua
sirkumferensia tersebut sama besarnya. Setelah usia 36 minggu, sirkumferensia
abdomen biasanya melampaui sirkuferensia kepala. Lingkar perut (AC),diukur
melewati hati. Merupakan parameter yang paling baik dengan sensitivitas
mencapai 82 % dan berguna secara klinik untuk menggambarkan status nutrisi
janin. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi retardasi pertumbuhan
janin, disamping itu dapat pula di bedakan pola pertumbuhan yang simetris
ataupun yang tidak simetris.
Perkiraan kualitatif terhadap volume cairan amnion. Dapat digunakan untuk
mengenali retardasi pertumbuhan janin. Manning dkk mengemukakan bahwa
kantong cairan yang ukurannya kurang dari 1 cm, memiliki korelasi yang erat
dengan retardasi pertumbuhan janin. Basticle (1986) menegaskan bahwa
oligohidroamnion merupakan tanda yang mengkhawatirkan dan kalau
keadaannya berat, sering menjadi indikasi persalinan bayi.
Berat janin. Berbagai rumus yang berbeda berdasarkan hasil pengukuran
diameter janin, sikumferensia dan daerah dari semua bagian tubuh dapat
digunakan untuk mengukur taksiran berat janin yang dapat pula digunakan
untuk mendeteksi adanya retardasi pertumbuhan.
Derajat plasenta. Plasenta derajat III berhubungan dengan hampir 60% janin
dengan PJT. Derajat plasenta ditentukan berdasarkan lempeng korion.
Derajat I memiliki lempeng korion yang halus, biasanya terdapat pada
kehamilan 30-32 minggu dan dapat bertahan hingga aterm. Derajat II memiliki
densitas berbentuk koma dan derajat III memiliki indentasi lempeng korion.

II.7.4 Velosimetri Doppler


Velosimetri Doppler arteri umbilikalis abnormal ditandai dengan tidak ada atau
berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukkan tahanan yang meninggi,
secara unik telah dikaitkan dengan hambatan pertumbuhan janin. Penggunaan
velosimetri doppler dalam penatalaksanaan pertumbuhan janin terhambat telah
direkomendasikan sebagai kemungkinan pendukung untuk teknik pemeriksaan
janin lainnya seperti uji non-stres atau profil biofisik.

Profil biofisik menurut Manning :


Variebel biofisik* Skor normal (skor =2) Skor abnormal
(skor=0)
Gerakan nafas Paling sedikit 1 gerakan Tidak terdapat gerakan
nafas dalam 30 detik nafas lebih dari 30
detik
Gerakan badan janin Paling tidak 3 gerakan 2 atau ebih sedikit
badan janin yang jelas geraka
Tonus Paling tidak 1 episode Ekstensi perlahan
ekstensi aktif yang diikuti diikuti fleksi sebagian
fleksi pada badan atau atau gerakan tungkai
tungkai janin, termasuk tanpa fleksi atau tidak
membuka tutup tangan terdapat gerakan janin
Denyut jantung janin < 26 minggu, paling tidak Kurang dari 2 episode
2 akselerasi pada ³ 10 akselerasi dan selama
denyut selama ³ 10 detik waktu yang telah
26-36 minggu, paling ditentukan

tidak 2 akselerasi pada ³


10 denyut selama ³ 15
detik
> 36 minggu, paling tidak
2 akselerasi pada ³ 20
denyut selama ³ 20 detik
Volume cairan amnion Paling tidak 1 kantung Tidak terdapat kantung
cairan amnion dengan cairan amnion
ukuran 2x2 cm berukuran 2x2 cm
* semua parameter dinilai dalam 30 menit

Fungsi Dinamik Janin – Plasenta


Skor 2 0
Reaktivitas DJJ ≥2 <2
Akselerasi-stimulasi ≥2 <2
Rasio SDA.Umbilikal <3 ≥3
Gerak Napas-stimulasi ≥2 <2
Indeks Cairan Amnion ≥ 10 < 10

Kurangi 2 nilai pada PJT dan Deselerasi


Apabila hasil Fungsi Dinamik Janin-Plasenta sebagai berikut :
 < 5 → Seksio Sesaria
 ≥ 5 → Usia gestasi < 35 minggu ulangi FDJP dalam 2 minggu dan bila usia gestasi ≥
35 terminasi kehamilan.

II.8 Komplikasi Pertumbuhan Janin Terhambat


II.8.1 Dampak jangka pendek pada pertumbuhan janin terhambat
Bayi dengan PJT memiliki mortalitas lebih besar dibandingkan bayi dengan
berat lahir sesuai usia kehamilan. Risiko kematian neonatal dengan berat lahir
2000-2499 g empat kali lebih besar dibandingkan dengan neonatal yang berat
lahirnya 2500-2999g, dan risiko kematian sepuluh kali lebih besar
dibandingkan dengan neonatal yang berat lahirnya 3000-3499g.Di Brazil 67%
dari seluruh kematian neonatus disebabkan karena pertumbuhan janin
terhambat, di Indonesia sebesar 40% dan di Sudan sekitar 35 %.
Morbiditas neonatal pada PJT adalah asfiksia, aspirasi mekonium,
hipoglikemia, hipotermia, polisitemia, hipertensi pulmonal, infark serebral,
necrotizing enterocolitis,dan sepsis.
Bayi dengan PJT memiliki gangguan fungsi imunitas, sehingga risiko untuk
sakit diare 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang berat lahirnya
sesuai usia kehamilan. Selain itu risiko untuk sakit pneumonia atau infeksi
saluran pernapasan akut pada bayi dengan PJT hampir 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan bayi yang berat lahir normal, dan memiliki risiko 3 kali
lebih besar bila berat lahirnya kurang dari 2000g.
Gangguan neurologik berupa penurunan konsentrasi, hiperaktif, penurunan
intelegensia, cerebral palsy bahkan skizofrenia ditemukan sebagai komplikasi
dari pertumbuhan janin terhambat. Penelitian oleh Martikainen (1992)
ditemukan bahwa bayi dengan pertumbuhan janin terhambat memiliki
gangguan neurologik 2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat
lahir sesuai dengan usia kehamilannya. Gangguan neurologik tersebut lebih
banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita.Selain itu pada pertumbuhan
janin terhambat tipe simetrik lebih menyebabkan gangguan neurologik
dibandingkan PJT tipe asimetrik.

II.8.2 Dampak Jangka Panjang


Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan
janin terhambat dengan penyakit pada saat dewasa nantinya seperti hipertensi
(Barker et al.1990), resistensi insulin (Phillips et al.1994), disfungsi vaskuler
(Martyn et al.1995), obesitas (Yajnik,2000), stroke (Sheffield, 1997), dan
dislipidemia (Barker et al.1993). Selain itu didapatkan penelitian yang
menyatakan bahwa pada pertumbuhan janin terhambat akan menyebabkan
risiko terjadinya kanker yang berhubungan dengan hormonal seperti kanker
payudara (Le Marchand et al.1988; Ekbom et al.1992; Sanderson et al.1996;
Michels et al.1996), kanker testis (Depue et al.1983; Brown et al.1986; Akre et
al.1996), kanker ovarium (Walker et al.1998), dan kanker prostate (Ekbom et
al.1996; Tibbin et al.1995).
The Foetal Origins of Disease Hypothesis menyatakan bahwa keadaan kurang
gizi fetus pada periode perkembangan yang kritis in utero dapat menyebabkan
perubahan permanen pada struktur tubuh, fisiologi dan metabolisme.
Perubahan ini menyebabkan peningkatan kemungkinan penyakit jantung
koroner (PJK) dan non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) pada saat
dewasa nantinya.

II.9 PENATALAKSANAAN8
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah membedakan
janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah
menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan
persalinan di bawah kondisi optimal.

Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil,
diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan
riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan
pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan
taksiran usia gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada
pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia gestasinya. Pertumbuhan janin yang
suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut mengandung janin PJT.

Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling
efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi
terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :

II.9.1 Pertumbuhan Janin Terhambat pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus
dilakukan adalah segera dilahirkan

II.9.2 Pertumbuhan Janin Terhambat jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ
harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka
amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan
pemeriksaan darah janin dianjurkan

a.Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom
serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan
nutrisi yang baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi
dengan menambah 300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat
membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat
dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin
termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin
menggunakan USG setiap 3-4minggu
b.Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan,
hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi
ibu hamil tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok
berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan

c.Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur.


Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi
setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta
perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan.
Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT
karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang
diperparah dengan proses melahirkan

II.10 PENCEGAHAN9,10
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti
diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang serius
selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari dokternya; makan
makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkotik;
mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi
dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan
dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi
yang terjadi harus baik.
Hal-hal yang harus diperhatikanuntuk mencegah PJT pada janin untuk setiap ibu
hamil sebagai berikut :
1. Usahakan hidup sehat.
Konsumsilah makanan bergizi seimbang.Untuk kuantitas, makanlah seperti biasa
ditambah ekstra 300 kalori/hari.
2. Hindari stress selama kehamilan.
Stress merupakan salah satu faktor pencetus hipertensi.
3. Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan.
Setiap akan mengkonsumsi obat, pastikan sepengetahuan/resep dokter kandungan.
4. Olah raga teratur.
Olah raga (senam hamil) dapat membuat tubuh bugar, dan mampu memberi
keseimbangan oksigenasi, maupun berat badan.
5. Hindari alkohol, rokok, dan narkoba.
6. Periksakan kehamilan secara rutin.
Pada saat kehamilan, pemeriksaan rutin sangat penting dilakukan agar kondisi ibu
dan janin dapat selalu terpantau.Termasuk, jika ada kondisi PJT, dapat diketahui
sedini mungkin. Setiap ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan setiap 4
minggu sampai dengan usia kehamilan 28 minggu. Kemudian, dari minggu ke 28-
36, pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap 2 minggu sekali. Selanjutnya, lakukan
pemeriksaan setiap 1 minggu sampai dengan usia kelahiran atau 40 minggu.
Semakin besar usia kehamilan, semakin mungkin pula terjadi hambatan atau
gangguan. Jadi, pemeriksaan harus dilakukan lebih sering seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan.

II.10 PROGNOSIS10
Prognosis PJT (terutama tipe II) lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, tetapi
sering pada anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah lahir.Prognosis PJT
tipe I (terutama dengan kelainan multipel) buruk.

PERAWATAN DAN PENATALAKSANAAN PERTUMBUHAN JANIN


TERHAMBAT PADA KEHAMILAN TRIMESTER KETIGA4,11
Penatalaksanaan pada Pertumbuhan janin terhambata pada trimester akhir, harus
ditentukan apakah ada anomali pada janin atau janin memiliki kondisi fisiologi yang buruk.
Penentuan waktu persalinan sangat penting, sering kali harus dipertimbangkan antara risiko
kematian janin atau terjadinya persalinan prematur.
Beberapa terapi yang dapat dilakukan sebelum persalinan:
1. Istirahat
Mungkin merupakan satu-satunya terapi yang paling sering direkomendasikan. Secara teori
istirahat akan menurunkan aliran darah ke perifer dan meningkatkan aliran darah ke
sirkulasi uteroplasenta, yang diduga dapat memperbaiki pertumbuhan janin. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Laurin Dkk, menunjukkan bahwa rawat inap di rumah sakit
tidak bermanfaat, tidak terdapat perbedaan berat badan lahir antara pasien yang dirawat
inap dengan rawat jalan.
2. Suplementasi Nutrisi Ibu
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa kurangnya nutrisi ibu memilki sedikit efek
pada berat lahir. Kekurangan kalori yang berat hingga lebih kecil 1500 kalori per hari
dihubungkan dengan penurunan berat bayi lahir rata-rata hampir 300 gram. Terdapat data
yang menunjukkan bahwa suplementasi nutrisi dalam bentuk asupan kalori oral dan atau
suplemen protein memilki sedikit efek dalam meningkatkan berat badan lahir.
Defisiensi beberapa logam pada asupan makanan ibu juga dihubungkan dengan PJT.
Walles Dkk. membuktikan bahwa kadar seng pada leukosit perifer, yang merupakan
indikator sensitif keadaan seng jaringan, menurun pada ibu dengan janin dengan PJT.
Asam eikosapentanoid yang terdapat pada minyak ikan, diduga dapat meningkatkan
berat lahir dan dapat digunakan dalam pencegahan dan terapi PJT. Asam ini bekerja
secara kompetisi dengan asam arakhidonat yang merupakan substrat dari enzim
siklooksigenase. Zat vasoaktif, tromboksan A2 (TxA2) dan prostasiklin I2 (PGI2) telah
diteliti sebagai mediator yang dapat menurunkan aliran uteroplasenta pada PJT idiopatik.
Prostasiklin merupakan vasodilator, dan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang
kuat. Keseimbangan antara dua zat ini menghasilkan tonus vaskuler pada uteroplasenta.
Konsumsi minyak ikan diduga menghasilkan penurunan sintesis tromboksan dan
meningkatkan konsentrasi prostasiklin. Perubahan rasio ini akan menghasilkan
vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah utreroplasenta dan
meningkatkan berat lahir, sehingga berguna dalam pencegahan dan terapi PJT.
3. Terapi Farmakologi
Aspirin dan Dipiridamol
Aspirin atau asam asetilsalisilat, menghambat enzim siklooksigenase secara
ireversibel. Pemberian aspirin dosis rendah 1-2 mg/kg/hari menghambat aktifitas
siklooksigenase dan menghasilkan penurunan sintesis tromboksan. Pemberian aspirin
dosis rendah berkaitan dengan peningkatan berat lahir rata-rata sebesar 516 gram. Juga
ditemukan peningkatan yang bermakna pada berat plasenta.
Dipiridamol, merupakan inhibitor enzim fosfodiesterase, dapat menghambat
penghancuran cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Ini akan meningkatkan
konsentrasi cAMP yang dapat menyebabkan trombosit lebih sensitif terhadap efek
prostasiklin dan juga merangsang sintesis prostasiklin yang menghasilkan vasodilatasi.
Beta mimetik
Obat ini memilki berbagai efek pada aliran daerah uteroplasenta. Salah satunya adalah
merangsang adenilat siklase miometrium yang menyebabkan relaksasi uterus. Relaksasi
ini akan menurunkan resistensi aliran darah uterus dan meningkatkan perfusi. Efek
vasodilatasi langsung pada arteri uterina juga meningkatkan perfusi uterus. Secara teori
hal ini bermanfaat pada pengobatan PJT11.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap L.C, Hauth J.C, Wenstrom K.D.2014.
Obstetri Williams. Edisi23. Jakarta : EGC.
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan 2014. Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai