Anda di halaman 1dari 7

The Tragedy of The Commons:

Analisis dari Perspektif Teori Permainan dan Contoh Kasus di Indonesia

Eko Yulianto

FEB Universitas Gadjah Mada

“Freedom in the commons brings ruin to all.”

(Hardin, 1968)

The tragedy of the commons merupakan sebuah istilah yang dipopulerkan oleh seorang ahli
ekologi, Garrett Hardin, untuk menggambarkan berkurangnya sumber daya bersama
(commons) karena setiap individu bertindak secara bebas dan rasional untuk kepentingan diri
sendiri tanpa individu tersebut menyadari bahwa berkurangnya sumber daya bersama
bertentangan dengan kepentingan kelompok dalam jangka panjang.Hardin (1968)
menggunakan istilah itu sebagai landasan analisisnya mengenai dampak yang ditimbulkan
dari kelebihan jumlah penduduk (overpopulation). Argumentasi mengenai dampak tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa dunia ini memiliki batas tertentu untuk menopang kehidupan
manusia.Untuk itu, pertumbuhan jumlah penduduk harus dibatasi dan solusi yang ditawarkan
oleh Hardinuntuk mengatasi hal itu akan berbentuk paksaan yang disepakati bersama
(mutualcoercion mutually agreed upon).

Meskipun dikembangkan dalam lingkungan ilmu demografi dan ekologi, konsep tragedy of the
commonsyang digambarkan oleh Hardin sebenarnya juga merupakan fenomena ekonomi
yang dapat dilihat dari perspektif teori permainan (game theory).Tragedy of the commons
adalah contoh kasus pengambilan keputusan kelompok dalam lingkungan yang tidak
kooperatif(non-cooperative).Paper ini ditulis dalam rangka memberikan analisis tragedy of the
commons dalam perspektif tersebut. Untuk memulai pembahasan, penulis akan mengurai
terlebih dahulu mengenai konsep tragedy of the commons, yang akan dilanjutkan dengan
ulasan mengenai teori permainan yang relevan, yaitu dilema narapidana (prisoner’s
dilemma).Setelah itu, kesimpulan akan menjadi penutup paper ini.

1
Tragedy of the Commons

Ide dasar mengenai tragedy of the commons,menurut Hardin (1968), yaitu sumber daya yang
dimiliki bersama, seperti lautan, sungai, udara, dan bahkan tempat parkir, dapat mengalami
degradasi karenaeksploitasi yang berlebihan yang dilakukan oleh manusia. Konsep ini
sebenarnya sudah dicetuskan sejak 1830-an oleh William Lloyd. Sedangkan dua ahli ekonomi
yang menyatakan pertama kali mengenai teori konvensional mengenai sumber daya yang
dimiliki bersama (conventional theory of commons) adalah Gordon (1954) dan Scott (1955)
(dalam Feeny, et al., 1990).

Ketertarikan Hardin pada konsep tragedy of the commons dimulai ketika menemukan
keyakinan bahwa tidak semua masalah yang dihadapi manusia memiliki solusi teknis (Hardin,
1968). Logika ini juga berlaku pada masalah kelebihan penduduk yang dikuatirkannya akan
mengancam keberlangsungan hidup manusia. Masalah kelebihan penduduk ini akan memicu
terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam dan memunculkan dampak
negatif seperti polusi. Bumi, yang memiliki daya dukung terbatas (finite),pada akhirnya akan
rusak dan hal ini akan mengancam kehidupan manusia itu sendiri.

Untuk mendukung argumen tersebut Hardin menggunakan metafora untuk eksperimen pikiran
(thought experiment). Dalam eksperimen ini, ia menggambarkan sebuah desa yang memiliki
sebuah bidang tanah berumput milik bersama yang digunakan untuk menggembalakan ternak
oleh warga. Ia bertanya pada peserta mengenai apa yang akan terjadi apabila setiap
penggembala menambah beberapa hewan gembalaanya. Metafora ini dibuat untuk
menekankan divergensiantara rasionalitas individualdan rasionalitas kolektif. Bila setiap
penggembala menganggap lebih menguntungkan untuk memperoleh keuntungan dari
menambah gembalaannya yang melebihi kapasitas atau daya dukung bidang tanah
berumput(overgrazing), maka yang akan terjadi adalah para penggembala akan kehilangan
sumber daya bersama tadi. Hardin kemudian menyatakan bahwa freedom in the commons
brings ruin to all (Hardin, 1968, hal. 1244).

Untuk menghindari tragedi, Hardin (1968)menyimpulkan bahwa sumber daya bersama dapat
diprivatisasi maupun dipelihara sebagai public property yang hak untuk masuk dan
menggunakannya dapat dialokasikan. Hardin telah secara bijaksana menyatakan bahwa
degradasi sumber daya merupakan hal yang tidak dapat dihindari kecuali bila common
property dikonversi menjadi private property, atau peraturan pemerintah mengenai
penggunaan dan pengguna dilembagakan. Terkait kelembagaan ini, dalam paper lain, Hardin
(1978) (dalam Feeny et al., 1990, hal. 3) secara khusus mengajukan solusi umum: perusahaan

2
privat dan sosialisme (dikendalikan oleh pemerintah). Hardin menyatakan bahwa bila kita tidak
bertindak dan memilih salah satu di antara dua cara tersebut, kita akan dinilai sebagai telah
membiarkan penghancuran sumber daya bersama (Hardin, 1968, hal. 1245).

Karakteristik Sumber Daya Bersama

Sumber daya bersama memiliki dua karakteristik penting. Pertama adalah excludability atau
pengendalian akses(control of access), yaitu sifat fisik sumber daya yang sulit dikuasai oleh
seseorang. Artinya, seseorang tidak mungkin menguasai sendiri suatu sumber daya bersama
yang dapat menghalangi orang lain untuk mengakses sumber daya tersebut. Perpindahan ikan
dilaut, hewan liar dan aliran air bawah tanah tidak mungkin dikendalikan oleh seseorang.
Demikian juga, meniadakan hak akses orang lain pada atmosfer global dan frekuensi radio
juga tidak mungkin dilakukan.

Kedua adalah substractability atau rivalry. Artinya konsumsi seseorang akan suatu sumber
daya akan mengurangi kesejahteraan orang lain. Bahkan jika seseorang bekerja sama untuk
meningkatkan produktivitas dari sumber daya yang mereka miliki, misalnya menanam kembali
pohon, sifat sumber daya adalah bahwa level eksploitasi oleh seseorang akan berdampak
pada pengurangan kemampuan eksploitasi orang lain akan sumber daya tersebut.
Substractability merupakan sumber divergensi potensial antara rasionalitas individu dan
rasionalitas kolektif.

Gambar 1. Tipologi Barang (Sumber daya)

Substactability (Rivalry)
Yes No
Yes Pure private Natural monopoly
Excludability
No Common resource Pure public
Sumber: Pradiptyo (2013)

Dilema Narapidana

Gardiner (2001) menyatakan bahwa dilema narapidana (prisoner’s dilemma), yangmerupakan


salah satu bentuk dalam teori permainan, adalah sebuah situasi dengan struktur tertentu.
Bentuk teori permainan ini menggambarkan dua narapidana yang akan menghadapi sidang
pengadilan atas sebuah tindak kejahatan yang dituduhkan kepada mereka berdua. Setiap
orang menghadapi kemungkinan situasi sebagai berikut. Seseorang dapat mengakui atau
tidak mengakui tuduhan tersebut. Jika keduanya mengaku, maka setiap orang akan dapat
hukuman lima tahun penjara. Jika tidak ada satu pun yang mengaku, maka mereka akan
dipenjara satu tahun. Tetapi bila satu mengakui dan yang lain tidak mengakui, maka yang

3
mengaku akan dibebaskan, sedangkan yang tidak mengaku akan memperoleh hukuman
sepuluh tahun. Dalam situasi ini, tidak seorang pun tahu apa yang akan dilakukan orang lain.

Dengan skenario ini, setiap orang akan memiliki urutan preferensi sebagai berikut.

(1) Saya mengaku, narapidana lain tidak (bebas).


(2) Saya dan narapidana lain tidak mengaku (1 tahun).
(3) Saya dan narapidana lain mengaku (5 tahun).
(4) Saya tidak mengaku, narapidana lain mengaku (10 tahun).

Diagram yang dapat menggambarkan hal ini sebagai berikut.

Narapidana A
Tidak mengaku Mengaku
Tidak 1,1 (kedua, kedua) 10,0 (keempat, pertama)
Narapidana B mengaku
Mengaku 0, 10 (pertama, keempat) 5,5 (ketiga, ketiga)

Gambar 2. Matriks Dilema Narapidana

Alasan mengapa situasi ini sebuah dilema adalah sebagai berikut. Anggap saya salah seorang
narapidana. Saya tidak dapat menjamin bahwa narapidana lain akan melakukan hal yang
sama, dan tidak ada cara efektif untuk memungkinkan saya melakukan hal itu. Sehingga saya
perlu mempertimbangkan setiap kemungkinan. Anggap dia mengaku, lalu akan lebih baik saya
juga mengaku (karena lima tahun lebih baik daripada sepuluh tahun). Andai dia tidak mengaku,
maka itu lebih baik bagi saya untuk mengaku (karena bebas lebih baik daripada satu tahun
penjara). Jadi, apa pun yang dia lakukan, saya harus mengaku. Tetapi situasi ini juga akan
sama untuk dia. Dengan memiliki alasan yang sama dengan saya, dia juga akan mengaku.
Oleh karena itu, hasilnya akan suboptimal. Setiap dari kami memilih hasil yang datang dari
tidak mengaku dua-duanya (masing-masing satu tahun) daripada mengaku dua-duanya
(masing-masing lima tahun).

Untuk mempermudah analisis, persoalan di atas dapat disederhanakan sebagai berikut.

P1. Secara kolektif lebih rasional untuk bekerjasama (semua lebih memilih
hasil terbaik dengan bekerja sama daripada tidak bekerja sama).

P2. Secara individual lebih rasional untuk tidak bekerjasama (setiap individu
memiliki kekuasaan untuk memilih apakah bekerjasama atau tidak, setiap
individu secara rasional akan memilih tidak bekerjasama, apapun yang
dilakukan oleh yang lain).

4
P1 dan P2 menghasilkan paradoks sebagai berikut. Dalam dilema narapidana ini, setiap
individu memiliki kemampuan memutuskan apakah akan bekerja sama (cooperative) atau
tidak bekerjasama (non-cooperative). Oleh karena itu, dengan P2, bila setiap orang rasional,
maka masing-masing akan memilih tidak bekerja sama, karena tidak ada jaminan bahwa
narapidana lain akan bekerja sama. Dengan demikian, pada akhirnya mereka akan memilih
hasil yang tidak terlalu baik dari pilihan yang tersedia.

Dilema dalam Tragedy of the Commons

Uraian Hardin mengenai tragedy of the commons, baik terkait ilustrasi penggembala ternak
dan masalah penduduk, cocok dengan situasi dilema narapidana. Yang akan terjadi adalah hal
yang buruk. Dalam dihadapkan pilihan apakah akan menambah jumlah ternak atau tidak,
setiap penggembala pada akhirnya akan memilih menambah, yang berarti tidak bekerjasama.
Penggembala akan menggunakan rasionalitas individu dalam membuat keputusan ini,
sehingga yang akan terjadi pada lahan rumput adalah kerusakan. Demikian juga, terkait
masalah penduduk, setiap orang yang rasional akan menggunakan kekuasaannya untuk
memilih tidak bekerja sama dengan memiliki keluarga besar. Hal ini tentu saja akan memiliki
hasil akhir yang buruk, yaitu ledakan jumlah penduduk.

Contoh Kasus di Indonesia

Fenomena tragedy of the commons sangat mudah ditemukan di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan banyaknya gejala yang menunjukkan berbagai “kerusakan” pada sumber daya
bersama baik itu terkait dengan sumber daya alam, ruang publik, dan keuangan negara.
Contoh kerusakan alam di Indonesia dapat berupa banjir yang disebabkan oleh kehancuran
ekosistem hutan sebagai akibat dari penebangan liar dan eksploitasi besar-besaran yang
dilakukan oleh masyarakat setempat dan pengusaha (Tempo, 2013).

Contoh kedua adalah berkurangya fungsi tempat wisata Pantai Kuta sejak tahun 2011 lalu
yang disebabkan oleh banyaknya tumpukan sampah sehingga banyak turis yang tidak
menikmati indahnya kuta atau membatalkan rencana mengunjungi pantai kuta (Wonderlust,
2011). Contoh ketiga adalah kasus korupsi anggaran negara yang terjadi baik di pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Dalam Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2011,
misalnya, BPK melaporkan bahwa total nilai kasus penyalahgunaan keuangan negara
mencapai 12.947 kasus senilai Rp. 9,72 triliun (BPK, 2013).

Dengan logika yang sama, ketika contoh kasus tersebut juga dapat diklasifikasikan sebagai
tragedy of the commons. Alasannya karena hutan, pantai, dan keuangan negara memiliki

5
karakteristik atau memenuhi kriteria sebagai sumber daya bersama, yaitu excludability dan
substractability. Seseorang tidak dapat mengendalikan akses hutan, pantai, dan keuangan
negara agar orang lain tidak memanfaatkannya. Demikian juga, penggunaan atau akses
seseorang terhadap ketiga sumber daya tersebut dapat mengurangi penggunaan atau akses
orang lain pada ketiga barang tersebut. Orang yang menebang pohon secara liar, akan
mengurangi hak orang lain (anak cucu) dalam menikmati manfaat pohon tersebut pada masa
yang akan datang. Hal yang sama juga terjadi pada pantai. Sampah yang dibuang akan
mengotori pantai sebagai tempat wisata dan mengurangi kenikmatan orang lain di pantai
tersebut. Terakhir, korupsi yang dilakukan aparat pemerintah, telah mengurangi hak
masyarakat untuk memperoleh manfaat dari anggaran pemerintah. Korupsi pada
pembangunan fasilitas publik, misalnya jalan, telah mengurangi kualita jalan dimaksud dan
merampas hak masyarakat untuk memperoleh fasilitas publik yang memadai. Semakin banyak
individu mementingkan diri sendiri akan semakin cepat kerusakan yang terjadi di hutan, pantai,
dan fasilitas publik. Jika hal ini berlanjut terus, tidak menutup kemungkinan hal itu akan
menjadi bencana yang lebih buruk pada masa yang akan datang. Kondisi terburuk ini terjadi
karena semua individu telah memilih untuk memaksimalkan utilitas mereka tanpa
mempertimbangkan orang lain, yang sama-sama memiliki kepentingan untuk mengakses dan
menggunakan ketiga sumber daya tersebut.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari paparan singkat ini adalah bahwa fenomena tragedy of the
commons yang digambarkan oleh Hardin (1968) dapat dianalisis dari perspektif teori
permainan, khususnya dilema narapidana.Tragedi dimaksud secara logis akan terjadi
manakala setiap individu hanya mementingkan diri sendiri, dengan menggunakan rasionalitas
individual dan kekuasaan memilih, hasil akhir yang diperoleh adalah buruk. Lahan rumput akan
musnah dan ledakan penduduk akan terjadi karena setiap individu akan memilih tidak
bekerjasama dengan individu lain dalam kelompoknya. Pilihan ini membawa konsekuensi
tersendiri, yaitu tidak tercapainya solusi yang terbaik dari solusi-solusi yang tersedia.

Hal serupa berupa hasil yang buruk terkait pengelolaan hutan, pantai, dan keuangan negara di
Indonesia juga terjadi sebagai akibat dari individu-individu yang memaksimalkan utilitas demi
kepentingan sendiri. Rasionalitas kolektif yang dapat menciptakan solusi yang lebih baik tidak
tercapai karena para pengusaha, pelancong, dan aparat negara memilih menggunakan
kekuasaannya dalam membuat keputusan rasional pada level individual.

6
Bahan Bacaan

BPK RI (2013). BPK RI menyerahkan ikhtisar hasil pemeriksaan semeter II tahun 2012
kepada DPR RI. http://www.dpd.go.id/berita-bpk-ri-menyerahkan-ikhtisar-hasil-
pemeriksaan-semester-ii-tahun-2012-kepada-dpd-ri (Diakses 5 Mei 2013).

Feeny, D., F, Berkes, B.J. McCay, dan J.M. Acheson. (1990). The Tragedy of the Commons:
Twenty-Two Years Later. Human Ecology 18 (1), 1 – 19.

Gardiner, S.M. (2001). The Real Tragedy of the Commons. Philosophy & Public Affairs 30 (4),
387 – 416.

Hardin, G. (1968). The Tragedy of the Commons. Science 162 (3859), 1241 – 1248.

Pradipto, R. (2013). Game Theory: Suatu Pengantar. Handout Matakuliah Mikroekonomi.

Tempo (2013). Kerusakan Hutan Perparah Banjir di Mentawai.


http://www.tempo.co/read/news/2013/04/12/058472871/Kerusakan-Hutan-Perparah-
Banjir-di-Mentawai (Diakses 5 Mei 2013).

Wonderlust (2011) Bali's Kuta Beach closed due to pollution.


http://www.wanderlust.co.uk/magazine/news/balis-kuta-beach-closed-due-to-pollution
(Diakses 5 Mei 2013).

Anda mungkin juga menyukai