Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengujian ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Material Teknik
dengan judul “Uji Tarik Material Sintetis” dan ditujukan untuk mengetahuii daya
tahan atas beban tarik dan enam sifat mekanis dari material yang diujikan.
Suatu material mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas sifat fisik
dan mekanik. Salah satu yang penting dari sifat tersebut adalah sifat mekanik. Sifat
mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat mekanik
merupakan salah satu acuan untuk melakukan proses selanjutnya terhadap suatu
material, contohnya untuk dibentuk dan dilakukan proses permesinan. Untuk
mengetahui sifat mekanik pada suatu material harus dilakukan pengujian terhadap
material tersebut. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik.
Dalam pembuatan suatu konstruksi diperlukan material dengan spesifikasi dan
sifat-sifat yang khusus pada setiap bagiannya. Sebagai contoh dalam pembuatan
konstruksi sebuah sepeda motor. Diperlukan material yang kuat untuk menerima
beban diatasnya. Material juga harus elastis agar pada saat terjadi pembebanan
standar atau berlebih tidak patah. Salah satu contoh material yang sekarang banyak
digunakan pada konstruksi kendaraan bermotor atau umum adalah polymer.
Meskipun dalam proses pembuatannya telah diprediksikan sifat mekanik dari
polymer tersebut, kita perlu benar-benar mengetahui nilai mutlak dan akurat dari sifat
mekanik polymer tersebut. Oleh karena itu, sekarang ini banyak dilakukan pengujian-
pengujian terhadap sampel dari material.
Pengujian ini dimaksudkan agar kita dapat mengetahui besar sifat mekanik dari
material, sehingga dapat dlihat kelebihan dan kekurangannya. Material yang
mempunyai sifat mekanik lebih baik dapat memperbaiki sifat mekanik.
Pengujian tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Karena
dengan pengujian tarik dapat diukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis

1
yang diberikan secara perlahan. Pengujian tarik ini merupakan salah satu pengujian
yang penting untuk dilakukan, karena dengan pengujian ini dapat memberikan
berbagai informasi mengenai sifat-sifat material. Dalam bidang industri diperlukan
pengujian tarik ini untuk mempertimbangkan faktor metalurgi dan faktor mekanis
yang tercakup dalam proses perlakuan terhadap material jadi, untuk memenuhi proses
selanjutnya.
Oleh karena pentingnya pengujian tarik ini, kita sebagai Mahasiswa Teknik
Industri hendaknya mengetahui mengenai pengujian ini. Dengan adanya kurva
tegangan regangan kita dapat mengetahui kekuatan tarik, kekuatan luluh, keuletan,
modulus elastisitas, ketangguhan, dan lain-lain. Pada pegujian tarik ini kita juga harus
mengetahui dampak pengujian terhadap sifat mekanis dan fisik suatu material.
Dengan mengetahui parameter-parameter tersebut maka kita dapat data dasar
mengenai kekuatan suatu bahan atau logam.

1.2. Tujuan Praktikum


Pengujian tarik ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu
material, khususnya polymer dan sintetis diantara sifat-sifat mekanis yang dapat
diketahui dari hasil pengujian tarik adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan tarik
b. Kuat luluh dari material
c. Keuletan dari material
d. Modulus elastic dari material
e. Kelentingan dari suatu material
f. Ketangguhan.

1.3. Batasan Masalah


a. Bahan yang diujikan berbahan dasar sintetis campuran yang bermacam-
macam spesifikasinya, hal ini membuat hasil uji yang diperoleh sangat variatif
dan berbeda satu dengan lainnya. Selain itu proses pembuatan dan pengukuran

2
bahan uji sesuai dengan ketentuan untuk uji tarik yang belum sempurna dan
sedikitnya bahan uji yang tersedia membuatt seringnya terjadi gagal atau
rusaknya bahan uji tersebut.
b. Alat uji tarik yang digunakan adalah berupa alat manual, bernama Manual
Tensile Test. Proses pengamatan dan pengambilan data pada setiap bahan
ujinya yang tidak konstan karena beban yang diberikan berasal dari putaran
manual.

1.4. Sistematika Penulisan


 BAB I
Pada bab ini berisi pendahuluan pembuatan makalah yang berisi
tentang latar belakang pembuatan makalah agar pembaca dapat memahami
dasar – dasar uji tarik pada material.
 BAB II
Pada bab ini berisi tinjauan pustaka yang berisi dasar – dasar metode
yang digunakan pada praktik umum uji tarik material.
 BAB III
Pada bab ini terdapat metode percobaan yang memuat diagram alir
percobaan, alat dan bahan yang digunakan pada praktikum serta prosedur-
prosedur percobaan.
 BAB 1V
Pada bab ini terdapat data hasil dari kedua specimen yang diuji dan
dilengkapi dengan perhitungan rumus metode serta kurva regangan dan
tegangan.
 BAB V
Pada bab ini memuat isi tentang kesimpulan dari keseluruhan isi
laporan praktikum uji tarik material dan saran yang ditujukan kepada pembaca
dan penulis.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metode Uji Tarik (Tensile Test)

Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985].
Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan
desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik
digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang
diberikan secara lambat.
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Uji tarik juga
dapat diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Percobaan ini
untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
lambat. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa
teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji
tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang
diberikan secara lambat.Salah satu cara untuk mengetahui besaran sifat mekanik dari
logam adalah dengan uji tarik. Sifat mekanik yang dapat diketahui adalah kekuatan
dan elastisitas dari logam tersebut. Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi
informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan. Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat dilihat dari
kurva uji tarik.

2.1.1. Teori Uji Tarik (Tensile Test)


Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik
suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan profil

4
tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.1.
Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.
Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.

Gambar 2.1. Gambaran Sederhana Uji Tarik dan Data

Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan


tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile
Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik
maksimum.
a) Hukum Hooke (Hooke’s Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang
bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva
pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
“rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan”
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah
pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.
Stress: σ = F/A
F: Gaya tarikan,
A: Luas penampang

Strain: ε = ΔL/L
ΔL: Pertambahan panjang,

5
L: Panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E=σ/ε
Untuk memudahkan pembahasan, Gambar.2.2. penulis modifikasi sedikit dari
hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara
tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan Gambar.2.2 yang
merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien
kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε)
selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva
yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva
SS (SS curve).

Gambar 2.2. Kurva Standar Regangan Tegangan


Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding
pengujian lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai
yang valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen uji, pemilihan grips dan lain-lain
a) Bentuk dan Dimensi Spesimen uji
Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau
D638. Bentuk dari spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah
atau retak pada daerah grip atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen
uji dimaksudkan agar retak dan patahan terjadi di daerah gage length.
b) Grip and Face Selection

6
Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang
tidak tepat, spesimen uji akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah
grip (jaw break). Ini akan menghasilkan hasil yang tidak valid. Face harus
selalu tertutupi di seluruh permukaan yang kontak dengan grip. Agar
spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face.
Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada
pegangan bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan
dengan standar baku pengujian. Uji tarik banyak digunakan untuk menguji
kekuatan suatu bahan atau material dengan cara memberikan gaya yang
sesumbu. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk
rekayasa teknik dan rekayasa teknik dan desain produk, karena menghasilkan
data kekuatan material pengujian tarik yang digunakan untuk mengukur
ketahanan suatu material.
Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen
dengan dimensi seperti pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2. 3. Dimensi spesimen uji tarik (JIS Z2201)

Pengujian tarik relative sederhana, murah dan sangat terstandarisasi di


bandingkan pengujian lain. Hal-hal yang perlu di perhatiakan agar pengujian
menghasilkan nilai yang valid adalah bentuk dan specimen lain yang di uji,
pemilihan gips dan lain-lain.

7
Untuk mendapatkan data-data pengujian lain dan mengkonversi ke
kurva tegangan-renggangan (α - e) dapat menggunakan rumus-rumus di
bawah ini :

𝐹
𝜎=
𝐴𝑜

Keterangan :
F : Beban yang diberikan (kg)
A0 : Luas penampang awal benda uji (mm2)

Gambar 2.4. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.

Kurva tegangan-regangan teknik dibuat dari hasil pengujian yang didapatkan.

8
Gambar 2.5. Contoh Kurva Uji Tarik

Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata


dari pengujian tarik. Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban
yang diberikan dibagi dengan luas awal penampang benda uji. Dituliskan seperti
dalam persamaan 2.1 berikut:
s= P/A0
Keterangan ; s : besarnya tegangan (kg/mm2)
P : beban yang diberikan (kg)
A0 : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan-regangan teknik adalah
regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan yang
dihasilkan setelah pengujian dilakukan dengan panjang awal. Dituliskan seperti
dalam persamaan 2.2 berikut.

Keterangan ; e : Besar regangan


L : Panjang benda uji setelah pengujian (mm)
Lo : Panjang awal benda uji (mm)
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung
pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastik, laju regangan, temperatur dan

9
keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang
digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan
tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan dan pengurangan luas. Dan
parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan dua yang terakhir
menyatakan keuletan bahan.
Bentuk kurva tegangan-regangan pada daerah elastis tegangan berbanding
lurus terhadap regangan. Deformasi tidak berubah pada pembebanan, daerah
remangan yang tidak menimbulkan deformasi apabila beban dihilangkan disebut
daerah elastis. Apabila beban melampaui nilai yang berkaitan dengan kekuatan luluh,
benda mengalami deformasi plastis bruto. Deformasi pada daerah ini bersifat
permanen, meskipun bebannya dihilangkan. Tegangan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan deformasi plastis akan bertambah besar dengan bertambahnya
regangan plastik.
Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus
elastisitas. Persamaannya dituliskan dalam persamaan

Keterangan ; E : Besar modulus elastisitas (kg/mm2),


e : regangan
σ : Tegangan (kg/mm2)
Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk
mengimbangi penurunan luas penampang lintang benda uji dan tegangan teknik
(sebanding dengan beban F) yang bertambah terus, dengan bertambahnya regangan.
Akhirnya dicapai suatu titik di mana pengurangan luas penampang lintang lebih besar
dibandingkan pertambahan deformasi beban yang diakibatkan oleh pengerasan
regang. Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu titik dalam benda uji
yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa beban. Seluruh
deformasi plastis berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan benda uji mulai
mengalami penyempitan secara lokal. Karena penurunan luas penampang lintang
lebih cepat daripada pertambahan deformasi akibat pengerasan regang, beban

10
sebenarnya yang diperlukan untuk mengubah bentuk benda uji akan berkurang dan
demikian juga tegangan teknik pada persamaan (1) akan berkurang hingga terjadi
patah.
Dari kurva uji tarik yang diperoleh dari hasil pengujian akan didapatkan beberapa
sifat mekanik yang dimiliki oleh benda uji, sifat-sifat tersebut antara lain [Dieter,
1993]:
1. Kekuatan tarik

2. Kuat luluh dari material

3. Keuletan dari material

4. Modulus elastic dari material

5. Kelentingan dari suatu material

6. Ketangguhan.

2.2 Kekuatan Tarik


Kekuatan yang biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik adalah
kuat luluh (Yield Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile Strength). Kekuatan tarik
atau kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength / UTS), adalah beban
maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji.

Di mana, Su = Kuat tarik


Pmaks = Beban maksimum
A0 = Luas penampang awal
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban
maksimum dimana logam dapat menahan sesumbu untuk keadaan yang sangat
terbatas.
Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil suatu
uji tarik, tetapi pada kenyataannya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam
kaitannya dengan kekuatan bahan. Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya

11
harus dikaitkan dengan beban maksimum, di mana logam dapat menahan beban
sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas. Akan ditunjukkan bahwa nilai tersebut
kaitannya dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaannya untuk tegangan yang
lebih kompleks, yakni yang biasanya ditemui. Untuk berapa lama, telah menjadi
kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan
faktor keamanan yang sesuai.
Kecenderungan yang banyak ditemui adalah menggunakan pendekatan yang
lebih rasional yakni mendasarkan rancangan statis logam yang liat pada kekuatan
luluhnya. Akan tetapi, karena jauh lebih praktis menggunakan kekuatan tarik untuk
menentukan kekuatan bahan, maka metode ini lebih banyak dikenal, dan merupakan
metode identifikasi bahan yang sangat berguna, mirip dengan kegunaan komposisi
kimia untuk mengenali logam atau bahan. Selanjutnya, karena kekuatan tarik mudah
ditentukan dan merupakan sifat yang mudah dihasilkan kembali (reproducible).
Kekuatan tersebut berguna untuk keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas bahan.
Korelasi empiris yang diperluas antara kekuatan tarik dan sifat-sifat bahan misalnya
kekerasan dan kekuatan lelah, sering dipergunakan. Untuk bahan-bahan yang getas,
kekuatan tarik merupakan kriteria yang tepat untuk keperluan perancangan.
Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati
tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami
perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit,
dan titik di mana deformasi plastik mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
Telah digunakan berbagai kriteria permulaan batas luluh yang tergantung pada
ketelitian pengukuran regangan dan data-data yang akan digunakan.
1. Batas elastik sejati berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala
regangan 2 X 10-6 inci/inci. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan
dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.

2. Batas proporsional adalah tegangan tertinggi untuk daerah hubungan


proporsional antara tegangan-regangan. Harga ini diperoleh dengan cara
mengamati penyimpangan dari bagian garis lurus kurva tegangan-regangan.

12
3. Batas elastik adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa
terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan.
Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya
menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh
dengan cara pengukuran regangan mikro. Dengan ketelitian regangan yang
sering digunakan pada kuliah rekayasa (10-4 inci/inci), batas elastik lebih besar
daripada batas proporsional. Penentuan batas elastik memerlukan prosedur
pengujian yang diberi beban-tak diberi beban (loading-unloading) yang
membosankan

2.3. Kekuatan Luluh (yield strength)


Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian tarik
adalah kuat luluh (Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield strength) merupakan titik
yang menunjukan perubahan dari deformasi elastis ke deformasi plastis [Dieter,
1993]. Besar tegangan luluh dituliskan seperti pada persamaan, sebagai berikut.

Keterangan ; Ys : Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)


Py : Besarnya beban di titik yield (kg)
Ao : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Tegangan di mana deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati
tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami
perubahan sifat dari elastik menjadi plastis yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan
titik di mana deformasi plastis mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Definisi yang sering digunakan
untuk sifat ini adalah kekuatan luluh ditentukan oleh tegangan yang berkaitan dengan
perpotongan antara kurva tegangan-regangan dengan garis yang sejajar dengan elastis
ofset kurva oleh regangan tertentu. Di Amerika Serikat offset biasanya ditentukan
sebagai regangan 0,2 atau 0,1 persen (e = 0,002 atau 0,001)

13
Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda
uji diberi pembebanan hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan kemudian pada saat
beban ditiadakan maka benda ujinya akan bertambah panjang 0,1 sampai dengan
0,2%, lebih panjang daripada saat dalam keadaan diam. Tegangan offset di Britania
Raya sering dinyatakan sebagai tegangan uji (proff stress), di mana harga ofsetnya
0,1% atau 0,5%. Kekuatan luluh yang diperoleh dengan metode ofset biasanya
dipergunakan untuk perancangan dan keperluan spesifikasi, karena metode tersebut
terhindar dari kesukaran dalam pengukuran batas elastik atau batas proporsional.

2.4. Pengukura Keuletan


Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada saat
diberikan penetrasi dan akan kembali ke baentuk semula.Secara umum pengukuran
keuletan dilakukan untuk memenuhi kepentingan tiga buah hal [Dieter, 1993]:
a) Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam dapat berdeformasi tanpa
terjadi patah dalam suatu proses suatu pembentukan logam, misalnya
pengerolan dan ekstrusi.
b) Untuk memberi petunjuk secara umum kepada perancang mengenai
kemampuan logam untuk mengalir secara pelastis sebelum patah.
c) Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi
pengolahan
2.5. Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan keelastisitasannya.
Makin besar modulus, makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan.Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom, karena gaya-gaya
ini tidak dapat dirubah tanpa terjadi perubahan mendasar pada sifat bahannya. Maka
modulus elastisitas salah satu sifat-sifat mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini
hanya sedikit berubah oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas, atau
pengerjaan dingin. Secara matematis persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai
berikut.

14
Dimana, σ = tegangan
ε = regangan

2.6. Kelentingan (resilience)


Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada
waktu berdeformasi secara elastis dan kembali kebentuk awal apabila bebannya
dihilangkan [Dieter, 1993]. Kelentingan biasanya dinyatakan sebagai modulus
kelentingan, yakni energi regangan tiap satuan volume yang dibutuhkan untuk
menekan bahan dari tegangan nol hingga tegangan luluh σo. Energi regangan tiap
satuan volume untuk beban tarik satu sumbu adalah :
Uo = ½ σxеx

Dari definisi diatas, modulus kelentingan adalah :

Persamaan ini menunjukan bahwa bahan ideal untuk menahan beban energi
pada pemakaian di mana bahan tidak mengalami deformasi permanen, misal pegas
mekanik, adalah data bahan yang memiliki tegangan luluh tinggi dan modulus
elastisitas rendah

2.7. Ketangguhan (Toughness)


Ketangguhan (Toughness) adalah kemampuan menyerap energi pada daerah
plastik. Pada umumnya ketangguhan menggunakan konsep yang sukar dibuktikan

15
atau didefinisikan. Salah satu menyatakan ketangguhan adalah meninjau luas
keseluruhan daerah di bawah kurva tegangan-regangan. Luas ini menunjukan jumlah
energi tiap satuan volume yang dapat dikenakan kepada bahan tanpa mengakibatkan
pecah. Ketangguhan (S0) adalah perbandingan antara kekuatan dan kueletan.
Persamaan sebagai berikut.
UT ≈ su ef
atau

Untuk material yang getas

Keterangan; UT : Jumlah unit volume


Tegangan patah sejati adalah beban pada waktu patah, dibagi luas penampang
lintang. Tegangan ini harus dikoreksi untuk keadaan tegangan tiga sumbu yang
terjadi pada benda uji tarik saat terjadi patah. Karena data yang diperlukan untuk
koreksi seringkali tidak diperoleh, maka tegangan patah sejati sering tidak tepat nilai.

2.8. Pengertian Bahan Pengujian


2.8.1.Plastik (Polymer)

Plastik adalah polimer rantai-panjang dari atom yang mengikat satu sama lain.
Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau "monomer". Plastik dapat
dibentuk menjadi film atau fiber sintetik. Plastik didesain dengan variasi yang sangat
banyak dalam properti yang dapat menoleransi panas, keras, "reliency" dan lain-lain.
Digabungkan dengan kemampuan adaptasinya, komposisi yang umum dan beratnya
yang ringan memastikan plastik digunakan hampir di seluruh bidang industry.

16
17
.

A. Plastik dapat digolongkan berdasarkan:

1. Termoplastik

Merupakan material yang melunak jika di panaskan (dan akhirnya akan


mencair) dan mengeras jika didinginkan, dan reaksinya dapat balik. Materialnya
merupakan jenis plastik yang bisa didaur-ulang/dicetak lagi dengan proses pemanasan
ulang. Terdapat dua jenis termoplastik, Jenis termoplstik yang pertama adalah
termoplastik yang berstruktur gelas (amorf). Jenis termolastik ini sangat berguna pada
lingkungan dibawah suhu transisi gelasnya. Jenis yang kedua adalah termoplastik
berstruktur semi-kristalin. Terminology semi-kristalin digunakan karena rantai-rantai
polimer termoplastik dapat tersusun teratur dalam tingkatan tertentu, dimana dapat
menyerupai tingkat struktur Kristal pada logam. Polimer jenis ini lebih tahan terhadap
senyawa-senyawa kimia. Contoh termoplastik adalah PE, PVC, Polstiren (PS), dan
Nilon.

2. Termoset
Merupakan jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang/dicetak lagi. Pemanasan
ulang akan menyebabkan kerusakan molekul-molekulnya. Termoset lebih keras dan
lebih kuat daripada termoplastik dan memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik.
Aplikasi termoset biasanya pada komponen-komponen yang digunakan pada suhu
tinggi. Contoh: resin epoksi, bakelit, resin melamin, urea-formaldehida.

B. Sifat dan Jenis Plastik


Masing-masing plastik memiliki sifat-sifat yang berbeda, berikut beberapa
karakteristik sifat plastik.

1. PET atau PolyEthylene Terephthalate


Adalah Jenis Plastik yang hanya bisa sekali pakai, seperti biasa Botol air
Mineral dan hampir semua Botol minuman lainnya. PET bersifat jernih, kuat, tahan
bahan kimia dan panas, serta mempunyai sifat elektrikal baik yang Jika.

18
Pemakaiannya dilakukan secara berulang, terutama menampung air panas, lapisan
polimer botol meleleh mengeluarkan zat karsinogenik dan dapat menyebabkan
Kanker. Pengunaan PET sangat luas antara lain : Botol-botol untuk air mineral, soft
drink, kemasan sirup, saus, selai, minyak makan.

2. HDPE atau High Density PolyEthylene


Merupakan Jenis Plastik yang aman jika dibandingkan dengan Jenis Plastik
PET karena memiliki sifat tahan terhadap suhu tinggi. Sering dipakai untuk Botol
susu yang berwarna putih susu, Tupperware, Botol Galon air minum, dan lain-lain.
Meski demikian, jenis plastik disarankan untuk tidak dipakai berulang.

3. PVC atau PolyVinyl Chloride


Merupakan Jenis Plastik yang sulit didaur ulang, seperti botol-botol Plastik
dan Plastik Pembungkus. Jangan gunakan Plastik jenis ini untuk membungkus
makanan karena jenis plastik ini memiliki kandungan PVC atau DEHA yang
berbahaya untuk Ginjal dan Hati.

4. LDPE atau Low Density PolyEthylene


Merupakan Jenis Plastik yang bisa didaur Ulang, baik dipakai untuk tempat
minuman maupun makanan.

5. PP atau PolyPropylene
Memiliki sifat tahan terhadapbahan kimia (chemical Resistance) yang baik
tetapi ketahan terhadap pukul (Impact Strenght) rendah. Juga baik digunakan untuk
tempat minuman maupun makanan. Jenis Plastik semacam ini lebih kuat dan ringan
dengan daya tembus uap yang rendah dan biasanya digunakan untuk botol minum
bayi.

6. PS atau PolyStyrene
Merupakan Jenis Plastik yang digunakan untuk tempat minum atau makanan
sekali pakai. Mengandung bahan bahan Styrine yang berbahaya untuk kesehatan otak,

19
mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi
dan sistem saraf.

C. Berdasarkan sumbernya

1. Polimer alami : Kayu, kulit binatang, kapas, karet alam, rambut

2. Polimer sintetis (Tidak terdapat secara alami) : Nylon, poliester, polipropilen,


polist.

2.8.2. Kain Sintetik

Pakaian yang Anda kenakan sekarang ini, telah melalui serangkaian proses
yang cukup panjang sebelum menjadi selembar baju yang siap pakai, dan semua
pakaian jenis apapun berasal dari kain yang dibuat dari serat serat kapas dan bahan
lainnya yang diproses dengan cara cara tertentu dan tentunya dengan bantuan mesin
mesin jenis tertentu yang bisa membuat serat serat kapas tersebut menjadi benang,
lalu menjadi kain hingga akhirnya bisa dipotong dan bisa dibuat menjadi baju atau
pakaian.

A. Pengertian Kain
Kain adalah suatu bahan dari hasil tenunan benang, baik dari benang kapas,
sutra atau sintesis, dimana prosesnya disebut dengan tekstil, biasanya digunakan
sebagai bahan untuk membuat baju ataupun produk tertentu yang menggunakan
bahan dasar kain dan memiliki banyak jenis yang diperuntukkan untuk fungsi serta
maksud tertentu dengan kualitas yang berbeda-beda.
Jenis-jenis kain sangat beragam dengan berbagai macam karakteristik, fungsi
dan kualitasnya. Dari berbagai ragam jenis-jenis kain yang tersedia, tidak bisa
sembarang kain digunakan untuk semua model pakaian, dikarenakan setiap model
pakaian memiliki karakteristik, fungsi dan tujuannya tersendiri. Pemilihan jenis-jenis
kain sangat menentukan kesesuaian dan kenyamanan dari model pakaian. Apabila
pemilihan jenis-jenis kain tersebut tidak sesuai, akan mengakibatkan pakaian menjadi
unfashionable dan uncomfortable. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sangat
penting bagi kita untuk mengetahui masing-masing karakteristik dari kain terutama

20
bagi para pelaku usaha yang bergerak dalam bidang industri pakaian. Dikarenakan
kain ini sangat beragam dan akan membingungkan bagi orang awam, mari kita
mengenal lebih jauh karakteristik, fungsi dan kualitas dari jenis-jenis kain tersebut.

B. Proses dan Cara Pembuatan Kain


Proses dan cara pembuatan kain dimulai dari proses yang bertahap, dimulai
dari proses pembuatan benang, proses pembuatan kain, dan selanjutnya adalah proses
penyempurnaan tekstil. Namun, sebelum melewati kesemua proses tersebut, hal yang
paling penting untuk dilakukan adalah dengan menyiapkan bahan baku dalam
pembuatan benang sampai menjadi kain adalah serat. Serat ini memegang peranan
yang sangat penting karena serat akan mempengaruhi sifat sifat benang, baik benang
yang nantinya akan dioleh secara mekanik ataupun kimia, semua akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi seratnya.
1. Ginning atau penjeratan
Proses produksi kain yang pertama harus dilakukan setelah musim panen di
ladang kapas selesai, karena setelah itu kapas akan diproses di mesin ginning dengan
cara memisahkan serat kapas dari polong dan biji yang melekat. Serat kapas
kemudian dikeringkan dan ditampung ke dalam tas besar untuk diangkut ke pabrik
tekstil.

2. Spinning atau pemintalan


Bola kapas hasil kiriman tersebut selanjutnya akan melewati proses spinning
ini yaitu membuka bola kapas dan pemintalan benang dicampur dari berbagai serat
kapas agar bisa menyatu, selanjutnya kapas akan masuk ke mesin carding untuk
melewati proses pembersihan.

3. Weaving atau penenunan


Proses weaving ini adalah proses utama dari mengubah benang menjadi kain.
Untuk melewati proses ini, benang perlu dianyam hingga berbentuk anyaman kain.
Setelah itu, kita bisa menambahkan benang buatan ke dalam kain katun sehingga bisa
menghasilkan jenis kain katun yang berbeda kadar kapasnya

21
4. Treatments atau perawatan
Untuk meningkatkan kualitas kain, maka proses yang satu ini sangat penting,
yaitu proses treatments. Proses pada treatments ini dapat berupa penggosokan pada
beberapa area spesifik kain untuk dibersihkan. Selain itu, juga bisa dilakukan
pemutihan, atau penambahan warna pada kain. Ada juga industry yang melakukan
pemutihan kapas sebelum ditenun.

5. Finishing atau penyelesaian


Pada proses finishing atau penyelesaian ini dilalui dengan cara penambahan
bahan kimia dan bahan lainnya untuk menghasilkan kain yang lebih berkualitas dan
dapat terlindung dari paparan sinar UV atau matahari.

Penjelasan tersebut adalah proses dan cara pembuatan kain secara singkat
yang bisa memberikan gambaran secara umum pada Anda untuk dapat lebih
memudahkan Anda dalam membayangkan bagaimana sehelai baju yang Anda
kenakan saat ini awalnya adalah serat serat bahan baku kapas yang perlu untuk
dipisahkan dulu dari biji dan polong nya sebelum menjadi benang, hingga akhirnya
menjadi kain dan pakaian yang Anda kenakan sehari hari. Semoga hal tersebut dapat
membantu Anda untuk lebih bersukut atas semua pakaian yang Anda miliki saat ini.

Jenis jenis kain sangat beragam dan selain memberikan kenyamanan, fungsi
juga bisa mendukung model dari suatu baju atau pakaian. Pada kesempatan kali ini,
kita akan membahas mengenai jenis jenis kain pada baju yang sangat berperan
penting dalam industri pakaian khususnya usaha konveksi. Dikatakan memiliki peran
penting, dikarenakan kain menjadi faktor penentu dari pakaian yang akan dibuat. Bila
tidak menguasai karakteristik dari kain, bisa mengakibatkan pakaian yang dibuat
menjadi tidak sesuai dengan model dan fungsinya. Sebelum kita membahas mengenai
jenis-jenis kain, mari kita terlebih dahulu mengenal arti dari kain itu sendiri.

C. Jenis-Jenis Kain dan Karakteristik Bahan

1. Katun combed ( cotton combed )

22
Jenis Kain Katun Combed ini disusun dari benang kapas dimana pada saat
pemintalannya / spinning menggunakan mesin combing yang berfungsi untuk
membuang serat-serat pendek dari kapas yang tidak optimal pada mesin carding serta
telah melalui proses washing sehingga hasil kainnya lembut dan halus. Bahan ini
adalah yang terbaik dan biasa digunakan oleh produsen kaos internasional maupun
lokal. Kain katun combed adalah kain yang sangat umum dipakai produsen kaos baik
oleh merek clothing ataupun distro.
Sifat dari Kain Katun Combed :

a) Serat benang halus.

b) Hasil Rajutan dan tekstur kainnya rata tidak berbulu.

c) Kainnya lembut halus sehingga nyaman untuk digunakan.

d) Menyerap keringat sehingga terasa sejuk / tidak panas.

e) Tidak mudah kusut.

f) Tidak mudah luntur.

g) Mudah untuk proses sablon.

2. Katun carded ( cotton carded )


Jenis Kain Katun Carded ini kualitasnya dibawah kain Katun combed.

D. Jenis benang
Bila kita mendengar jenis-jenis Kain Katun Combed seperti 20S, 24S, 30S
dan 40S, maka hal itu adalah berkaitan dengan ketebalan atau gramasi dari bahan
kain katun combed. Berikut sedikit penjelasannya;

23
1. Benang 20S

Biasanya dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan


kaos atara 180 sampai dengan 220 Gram/Meter persegi untuk jenis rajutan Single
Knitt.

2. Benang 24S
Biasa dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan kaos
antara 170 sampai dengan 210 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Single Knitt.

3. Benang 30S
Biasa dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan kaos
antara 140 sampai dengan 160 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Single Knitt
atau gramasi 210 sampai dengan 230 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Double
Knitt.

4. Benang 40S
Biasa dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan kaos
antara 110 sampai dengan 120 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Single Knitt
atau gramasi 180 sampai dengan 200 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Double
Knitt.

24
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1. Diagram Alir Percobaan

Gambar 3.1. Diagram alir percobaan

3.2. Alat dan Bahan

25
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
sebagai berikut :
1. Manual Tensile Tester

Gambar 3.2. Manual Tensile test

2. Neraca Massa Digital

Gambar 3.3. Neraca massa digital


3. Polymer

Gambar 3.4.Bahan Polymer

26
4. Kain Sintetis

Gambar 3.5. Bahan Kain sintetis

` 5. Jangka Sorong

Gambar 3.6. Alat Ukur Jangka Sorong

3.3. Prosedur percobaan


a. Menyiapkan alat & bahan yang akan di uji (Manual tensile test, Polymer dan
Kain sintetis).
b. Mengaitkan lubang bahan uji ke pengait alat uji.
c. Setting neraca ke kalibrasi awal dengan ditandai angka (0).
d. Memutar tuas searah jarum jam untuk memberikan gaya tarik pada benda uji
dengan beban.
e. Lakukan pengamatan dan pencatatan data.
f. Melakukan perekaman video pada percobaan.

27
g. Melakukan percobaan sampai bahan uji didapatkan putus area
penampangnya.
h. Percobaan dinyatakan selesai.

28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan


Dari hasil pengamatan uji tarik yang telah dilakukan dengan menggunakan
bahan uji polimer dan kain sintetis, maka diperoleh data hasil percobaan sebagai
berikut.

Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan Uji Polimer dan Kain Sintetis

Benda Uji Polimer Sintetis


Diameter/tebal benda uji (mm) 2 1,5
Luas Penampang (mm) 6 10.5
Beban Panjang Beban Panjang
(kg) (mm) (kg) (mm)

0 130 0 170
1.3 133 0.105 174
3.31 134 0.205 178
5.72 135 0.305 181
7.26 136 0.42 184
9.145 136 0.51 185
11.21 137 0.615 188
12.39 138 0.715 189
11.93 138 0.83 191
9.17 138 0.92 193
7.475 138 1.1 195
5.14 139 1.325 198

29
3.255 140 1.105 199
0.98 140 0.075 199

4.2. Hasil Perhitungan


4.2.1. Perhitungan pada Spesimen Uji Polimer
Dari data percobaan yang diperoleh pada tabel 4.1. maka dapat dihitung nilai
luas penampang, tegangan, dan regangan pada bahan uji polimer dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Luas penampang
A0 = P x L

di mana, A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

P = Panjang penampang (mm)

L = Lebar penampang (mm)

Berikut perhitungan luas penampang pada spesimen uji polimer :

A0 = P x L
=3x2
= 6 mm2
b. Tegangan

𝑷
𝐒=
𝐀𝟎

di mana, S = besarnya tegangan (kg/mm2)

P = beban yang diberikan (kg)

30
A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan tegangan pada spesimen uji polimer :

0 1.3 3.31
S = = 0 kg/mm2 S= = 0.216 kg/mm2 S= = 0.551 kg/mm2
6 6 6

5.72 7.26 9.145


S= = 0,953 kg/mm2 S = = 1,210 kg/mm2 S = = 1..524 kg/mm2
6 6 6,8

c. Regangan

𝑳 − 𝑳𝟎
𝒆=
𝑳𝟎

di mana, e = Besar regangan (mm)

L = Panjang benda uji setelah pengujian (mm)

Lo = Panjang awal benda uji (mm)

Berikut perhitungan regangan pada spesimen uji polimer :

130-130 133-130 134-130


𝑒= 𝑒= 𝑒=
130 130 130
e =0 e = 0.023 e= 0.030

135-130 136-130 136-130


𝑒= 𝑒= 𝑒=
130 130 130
e = 0.038 e = 0.046 e= 0.046

31
4.2.2. Perhitungan pada Spesimen Uji Kain Sintetis
Dari data percobaan yang diperoleh pada tabel 4.1. maka dapat dihitung nilai
luas penampang, tegangan, dan regangan pada bahan uji kain sintetis dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Luas penampang
A0 = P x L

di mana, A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

P = Panjang penampang (mm)

L = Lebar penampang (mm)

Berikut perhitungan luas penampang pada spesimen uji kain sintetis :

A0 = P x L
= 7 x 1.5
= 10.5 mm2

b. Tegangan

𝑷
𝐒=
𝐀𝟎

di mana, S = besarnya tegangan (Kg/mm2)

P = beban yang diberikan (kg)

A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan tegangan pada spesimen uji kain sintetis :

0 0.105 0.205
S= = 0 kg/mm2 S= = 0,01 kg/mm2 S = = 0.195 kg/mm2
10.5 10.5 10.5

32
0.305 0.42 0.51
S= = 0.029 kg/mm2 S= = 0.04 kg/mm2 S= = 0.048 kg/mm2
10.5 10.5 10.5

c. Regangan

𝑳 − 𝑳𝟎
𝒆=
𝑳𝟎

di mana, e = Besar regangan (mm)

L = Panjang benda uji setelah pengujian (mm)

Lo = Panjang awal benda uji (mm)

Berikut perhitungan regangan pada spesimen uji kain sintetis :

170-170 174-170 178-170


𝑒= 𝑒= 𝑒=
170 170 170
e =0 e = 0.023 e= 0.047

181-170 184-170 185-170


𝑒= 𝑒= 𝑒=
170 170 170
e = 0.064 e = 0.082 e= 0.088

Dari data yang diperoleh hasil perhitungan diatas, maka didapatkan hasil
perhitungan pada spesimen uji polimer dan kain sintetis dalam bentuk tabel dan
grafik sebagai berikut.
Tabel 4.2. Data Hasil Perhitungan pada Spesimen Uji Polimer

Luas
Beban Panjang Tegangan Regangan
No Penampang
(Kg) (mm) (kg/mm2) (kg/mm2)
(mm2)

33
1 0 130 0 0
2 1.3 133 0.217 0.023
3 3.31 134 0.552 0.031
4 5.72 135 0.953 0.038
5 7.26 136 1.210 0.046
6 9.145 136 1.524 0.046
7 11.21 137 1.868 0.054
6
8 12.39 138 2.065 0.062
9 10.52 138 1.753 0.062
10 9.17 138 1.528 0.062
11 7.475 138 1.246 0.062
12 5.14 139 0.857 0.069
13 3.255 140 0.543 0.077
14 0.98 140 0.163 0.077

KURVA TEGANGAN - REGANGAN PADA


UJI PERCOBAAN POLIMER
2.5

2
Tegangan ( Kg/mm2)

1.5

0.5

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1

Regangan ( Kg/mm2)

Gambar 4.1. Kurva Tegangan – Regangan Spesimen Uji Polimer

Dari kurva tegangan dan regangan pada gambar 4.1. dapat diperoleh data yang
saling berhubungan dengan sifat-sifat uji tarik sebagai berikut :

34
a. Kekuatan Tarik
Pmax
Su =
Ao

dimana, Su = Kekuatan tarik

Pmax = Besarnya tegangan maksimal (kg/mm2)

A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan kekuatan tarik pada spesimen uji polimer.

12.39
Su =
6

= 2.065 Kg/mm2

b. Kekuatan Luluh
Py
Ys =
Ao

dimana, Ys = Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)

Py = Besarnya beban di titik yield (kg)

A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan kekuatan luluh pada spesimen uji polimer.

11.21
Ys =
6
= 1.868 Kg/mm2

c. Modulus Elastisitas
𝑴𝒐 = 𝝉̅. 𝒆̅

35
dimana, 𝜏̅ = Rata-rata tegangan

𝑒̅ = Rata-rata regangan

Berikut perhitungan modulus elastis pada spesimen uji polimer.

𝑀𝑜 = 1.034 𝑥 0.051

= 0.053 Kg/mm2

d. Tegangan Patah
Pt
Pf =
Ao

dimana, Pf = Besarnya tegangan Patah (kg/mm2)

Pt = Besarnya beban Saat Patah (kg)

A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan tegangan patah pada spesimen uji polimer.

0.98
Pf =
6

= 0.163 Kg/mm2

e. Elongasi
Lf - Lo
Ef = x 100 %
Lo

dimana, Ef = Besarnya tegangan Patah (kg/mm2)

Lf = Panjang akhir benda uji (mm)

L0 = Panjang awal benda uji (mm)

36
Berikut perhitungan elongasi pada spesimen uji polimer.

140 – 130
Ef = x 100 %
130

= 7.69 %

f. Kelentingan
𝝁𝒐 = 𝟏⁄𝟐 𝝉̅. 𝒆̅

dimana, 𝜏̅ = Tegangan luluh

𝑒̅ = Regangan luluh

Berikut perhitungan kelentingan pada spesimen uji polimer.

𝜇𝑜 = 1⁄2 x 1.034 x 0.051


= 0.026 Kg/mm2

Tabel 4.3. Data Hasil Perhitungan Spesimen Uji Kain Sintetik

Luas
Beban Panjang Tegangan Regangan
No Penampang
(Kg) (mm) (kg/mm2) (kg/mm2)
(mm2)
1 0 170 0 0
2 0.105 174 0.010 0.024
3 0.205 178 0.020 0.047
4 0.305 181 0.029 0.065
5 0.42 184 0.040 0.082
6 0.51 185 10.5 0.049 0.088
7 0.615 188 0.059 0.106
8 0.715 189 0.068 0.112
9 0.83 191 0.079 0.124
10 0.92 193 0.088 0.135
11 1.1 195 0.105 0.147

37
12 1.325 198 0.126 0.165
13 1.105 199 0.105 0.171
14 0.075 199 0.007 0.171

KURVA TEGANGAN - REGANGAN PADA


UJI PERCOBAAN KAIN SINTETIK
0.14

0.12
Tegangan ( Kg/mm^2)

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2

Regangan ( Kg/mm^2)

Gambar 4.2. Kurva Tegangan – Regangan Spesimen Uji Kain Sintetis

Dari kurva tegangan dan regangan pada gambar 4.2. dapat diperoleh data yang
saling berhubungan dengan sifat-sifat uji tarik sebagai berikut :
a. Kekuatan Tarik
Pmax
Su =
Ao

dimana, Su = Kekuatan tarik

Pmax = Besarnya tegangan maksimal (kg/mm2)

A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan kekuatan tarik pada spesimen uji kain sintetis.

38
1.325
Su =
10.5

= 0.126 Kg/mm2

b. Kekuatan Luluh
Py
Ys =
Ao

dimana, Ys = Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)

Py = Besarnya beban di titik yield (kg)

A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan kekuatan luluh pada spesimen uji kain sintetis.

1.1
Ys =
10.5
= 0.105 Kg/mm2

c. Modulus Elastisitas
𝑴𝒐 = 𝝉̅. 𝒆̅

dimana, 𝜏̅ = Rata-rata tegangan

𝑒̅ = Rata-rata regangan

Berikut perhitungan modulus elastis pada spesimen uji kain sintetis.

𝑀𝑜 = 0.056 𝑥 0.103

= 0.006 Kg/mm2

39
d. Tegangan Patah
Pt
Pf =
Ao

dimana, Pf = Besarnya tegangan Patah (kg/mm2)

Pt = Besarnya beban Saat Patah (kg)

A0 = Luas penampang awal benda uji (mm2)

Berikut perhitungan tegangan patah pada spesimen uji kain sintetis.

0.075
Pf =
10.5

= 0.007 Kg/mm2

e. Elongasi
Lf - Lo
Ef = x 100 %
Lo

dimana, Ef = Besarnya tegangan Patah (kg/mm2)

Lf = Panjang akhir benda uji (mm)

L0 = Panjang awal benda uji (mm)

Berikut perhitungan elongasi pada spesimen uji kain sintetis.

199 – 170
Ef = x 100 %
170

= 17 %

f. Kelentingan
𝝁𝒐 = 𝟏⁄𝟐 𝝉̅. 𝒆̅

dimana, 𝜏̅ = Tegangan luluh

40
𝑒̅ = Regangan luluh

Berikut perhitungan kelentingan pada spesimen uji kain sintetis.

𝜇𝑜 = 1⁄2 x 0.056 x 0.103


= 0.003 Kg/mm2

4.3. Pembahasan
Pada praktikum uji tarik ini, kami membahas tentang seberapa kuat bahan
spesimen mampu mempertahankan beban yang diberikan oleh pemutar tuas sampai
terjadi fracture pada bahan uji. Adapun praktikum yang dilakukan di Laboratorium
FT UNSERA ini, bahan yang digunakan dalam uji percobaan yaitu bahan polymer
dan bahan sintetik.
Sebelum melakukan percobaan, pengamat mempersiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan, kemudian membentuk bahan uji sesuai dengan sketsa dan ukuran
yang sudah ditentukan oleh pembimbing. Setelah dibentuk sesuai sketsa dan ukuran
tersebut, pengamat mengukur kembali luas penampang dan diameter pada bahan uji,
yang mana didapat luas penampang pada bahan polimer 6 mm2 dan bahan kain
sintetik 10.5 mm2. Setelah itu, dilakukan kalibrasi uji tarik alat tensile dengan
memposisikan bahan uji pada pengait alat hingga mencapai beban 0 kg. Kemudian
dilakukan pengamatan pada bahan uji dengan memutar tuas secara perlahan dan
continue sampai bahan uji mengalami fracture. Adapun bahan uji yang sampai tidak
mengalami fracture dalam pengamatan, dapat mengulangi percobaan dengan
membentuk dan mengukur kembali bahan uji dan memutar tuas hingga pengujian
dapat berhasil mengalami fracture . Adapun hasil yang didapat pada bahan uji pada
polimer dan kain sintetis akan kami bahas diantaranya sebagai berikut.

4.3.1. Uji Tarik pada Polimer

Berdasarkan hasil pengamatan pada spesimen uji polimer yang telah dilakukan,
dalam gambar 4.1. menunjukkan bahwa kurva tegangan dan regangan pada specimen uji
polimer mengalami kenaikan secara bertahap hingga pada titik tertentu, kemudian menurun

41
hingga mendapatkan uji tarik 2.065 kg/mm2 pada titik tegangan 0.163 kg/mm2 dan titik
regangan 0.77 kg/mm2. Sebelum mengalami penurunan, bahan uji menghasilkan beban
maksimal sebesar 12.39 Kg dengan panjang 138 mm hingga pada akhir pengujian mengalami
penurunan sebesar 0.98 Kg dengan panjang 140. Hal ini menunjukkan bahwa bahan uji
memiliki tingkat deformasi elastis menjadi tingkat deformasi plastis karena terlihat dari hasil
pengujian bahan polimer tersebut mengalami pertambahan panjang sekitar 7.69 %.

4.3.2. Uji Tarik pada Kain Sintetik

Dalam gambar 4.2. menunjukkan bahwa kurva tegangan dan regangan pada
specimen uji sintetis mengalami kenaikan secara signifikan dan bertahap hingga pada titik
tertentu, kemudian semakin naik langsung mengalami penurunan hingga mendapatkan uji
tarik 0,126 kg/mm2 pada titik tegangan 0.003 kg/mm2 dan titik regangan 0.1 kg/mm2.
Sebelum mengalami penurunan, beban maksimalyang diberikan sebesar 1,325 Kg dengan
panjang 19,8 cm.

42
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan uji tarik, maka didapat hasil pengujian yang bervariatif, yang
mana pada specimen uji kain sintetis diperoleh hasil lebih cepat putus dan cenderung
lebih lama prosesnya tanpa mengalami penurunan beban secara bertahap, lain halnya
dengan dengan bahan polymer yang mengalami penurunan beban secara bertahap,
setelah tercapainya beban maksimum.
Adapun nilai yang diperoleh dari hasil pengujian uji tarik dari masing-masing
bahan uji diantaranya:
1) Polimer
a. Modulus elatisitas = 0.053 Kg/mm2
b. Kekuatan Tarik = 2.065 Kg/mm2
c. Kekuatan Luluh = 1.868 Kg/mm2
d. Elongasi = 7.69 %
e. Kelentingan = 0.026 Kg/mm2
f. Tegangan Patah = 0.007 Kg/mm2

2) Kain Sintetis
a. Modulus elatisitas = 0.006 Kg/mm2
b. Kekuatan Tarik = 0.126 Kg/mm2
c. Kekuatan Luluh = 0.105 Kg/mm2
d. Elongasi = 17 %
e. Kelentingan = 0.003 Kg/mm2
f. Tegangan Patah = 0.007 Kg/mm2

43
Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi uji tarik pada kelompok
kami antara lain;
a. Lubang pengait yang terlalu besar .
b. Ukuran yang tidak sesuai spesifikasi.
c. Interfal pemutaran tuas beban yang terlalu cepat atau terlalu pelan.
d. Keakuratan alat dokumentasi (kamera perekam) yang tidak mampu
menangkap momentum putusnya bahan uji serta bebannya..

5.2. Saran

Supaya hasil uji tarik dapat optimal, sebaiknya bahan uji memiliki ukuran
yang ideal sesuai dengan spesifikasi bahan uji tersebut. Jika bahan tidak di buat
sesuai dengan ketentuan akan mempengaruhi hasil pengambilan data / hasil uji tarik
yang akan berdampak pada gagal nya praktikum. Dikarenakan alat uji tarik masih
tergolong manual penulis menyarankan agar praktikan selanjutnya diharapkan lebih
teliti dan konsentrasi untuk melakukan praktikum uji tarik ini. Berdasarkan
kesimpulan praktikum bahan yang disarankan dari kedua bahan uji praktikum
material yaitu dengan nilai uji tarik yang baik adalah polymer.

44

Anda mungkin juga menyukai