Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi
hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang
mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Perawat dan bidan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien
baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim
kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping
peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit
pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor
tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit
tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien
sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang
pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk
melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan
perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap
suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
Setiap prosedur pembedahan penting untuk menempatkan pasien pada
posisi yang benar sesuai dengan prosedur pembedahan apa yang akan dilakukan.
Sehingga prosedur pembedahan dapat dilakukan dengan baik, aman, dan nyaman
tanpa menimbulkan resiko pasca bedah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fase intraoperatif?
2. Bagaimanakah peran perawat dalam kamar bedah?
3. Bagaimanakah cara memindahkan/mengatur posisi pasien yang tidak sadar
atau dibius?
4. Apakah yang dimaksud dengan posisi pasien di meja operasi?
5. Bagaimanakah cara mengatur posisi pasien di dalm kamar bedah?
6. Apa sajakah macam-macam posisi dalam operasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fase intraoperatif
2. Untuk mengetahui peran perawat dalam kamar bedah
3. Untuk mengetahui cara memindahkan/mengatur posisi pasien yang tidak
sadar atau dibius.
4. Untuk mengetahui pengertian dari posisi pasien di meja operasi
5. Untuk mengetahui cara mengatur posisi pasien di dalm kamar bedah
6. Untuk mengetahui macam-macam posisi dalam operasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fase Intraoperatif dimulai Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau


ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Perawatan

2
klien selama pembedahan berlangsung membutuhkan persiapan yang baik dan
pengetahuan tentang proses yang terjadi selama prosedur pembedahan
dilaksanakan.

A. PERAN PERAWAT PADA FASE INTRA OPERATIF


1. Pemeliharaan Keselamatan
a. Atur posisi pasien

1) Kesejajaran fungsional
2) Pemajanan area pembedahan
3) Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
b. Memasang alat grounding ke pasien
c. Memberikan dukungan fisik
d. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat
2. Pematauan Fisiologis
a. Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan secara
berlebihan pada pasien
b. Membedakan data kardiopumonal yang normal dengan yang abnormal
c. Melaporkan perubahan-perubahan pada nadi, pernafasan, suhu tubuh
dan tekanan darah pasien.
3. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan jika pasien sadar)
a. Memberikan dukungan emosional pada pasien
b. Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan induksi
c. Terus mengkaji status emosional pasien
d. Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota tim
perawatan kesehatan lain yang sesuai

4. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan keselamatan untuk pasien
b. Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol
c. Secara efektif mengelola sumber daya manusia.

3
B. PETUNJUK DASAR MEMINDAHKAN / MENGATUR POSISI PASIEN
YANG DIBIUS / TIDAK SADAR
1. Selalu meminta ijin ahli anestesi sebelum memindahkan pasien yang
dibius
2. Sediakan bantuan yang cukup untuk memindahkan pasien dengan aman
3. Lapisi semua daerah tulang yang menonjol dan daerah – daerah tersebut
bersentuhan dengan meja operasi. Kerusakan saraf yang serius dan
pembuluh dapt terjadi jika penangan perawatan tidak dilakukan. Catat
secara khusus bahwa siku tangan, lutut, jari – jari kaki dan daerah –daerah
aksilari yang rentan rusak. Permukaan bagian dalam lengan bagian atas
daerah saraf ulna, harus diposisikan diats meja atau menggunakan
armboard. Pleksus tangan, ditempatkan didalam bagian daerah aksilari,
harus selalu dilindungi dari ketegangan atau tekanan.
4. Lakukan dengan lemah lembut, ketika menggerakkan tulang – tulang
sendi. Memindahkan secara cepat sebuah anggota badan ke sebuah sudut
lebih dari 90o dapat menyebabkan luka. Dimana pasien yang tidak sadar
tidak dapat memberi tahu kita bila pasien dalam keadaan kesakitan.
5. Tetap jaga privasi pasien dengan menghindari pembukaan tubuh yang
tidak penting.
6. Luruskan leher dan tulang belakang setiap waktu ketika memposisikan
pasien. Hal ini mencegah luka pada tengkuk tulang belakang dan
mencegah jalan udara.
7. Lindungi jari – jari tangan pasien dari tersentuhnya patahan meja operasi
dengan melindungi lengan tangan dan tangan dalam selimut jangan pernah
meletakkan tangan dibawah pantat.
8. Pindahkan perlahan dan dengan hati – hati. Mengatur posisi pasien dengan
cepat dapat menyebabkan kecelakaan atau luka.
9. Siapkan semua perlengkapan – perlengkapan penting yang ada sebelum
pasien tersebut diindusi untuk menjaga waktu bius yang terlalu lama.
10. Lindungi I. V. Lanes, kateter, dan ET dari tekanan

4
11.Kerja TIM sangat oenting untuk memindahkan pasien dengan komando
(aba – aba) pada hitungan ke 3 ketika pasien sedang diangkut. Seseorang
harus melakukan langsung pindahan tersebut.
12. Lindungi diri sendiri dengan mengenakan pakaian dan APD yang
baik.

C. PENGERTIAN POSISI PASIEN DI MEJA OPERASI


Suatu posisi pasien yang aman dan nyaman tanpa menimbulkan resiko pasca
bedah.

D. PERSIAPAN MENGATUR POSISI


1. Petugas
a. Lihat kembali posisi yang dianjurkan
b. Yakinkan pada ahli anestesi, mengenai posisi berhubungan dengan
sirkulasi dan pernapasan
c. Konsultasikan segera kepada ahli bedah bila merasa tidak yakin
d. Susun alat yang diperlukan
e. Harus yakin terhadap cara kerja meja operasi
2. Peralatan
a. Safety belt (Sabuk pengaman)
b. Anesthetic Screen
c. Wrist of Arm Board Strap
d. Armboard
e. Lateral armboard
f. Elbow pads protector
g. Shoulder bridge
h. Kidney Rest
i. Body restraint strap
j. Elevating pad
k. Hemorrhoid Strap
l. Body restraint braces
m. Pillow (Bantal)
n. Towel (Handuk)

3. Hal-hal yang harus diperhatikan


a. Saat memindahkan pasien, meja operasi harus dalam keadaan terkunci
b. Papan tangan dijaga jangan sampai hiperektensi
c. Usia pasien

5
d. Tungkai tidak saling bersilang
e. Jenis posisi
f. Tidak menekan slang-slang yang terpasang
g. Tidak boleh merubah posisi tanpa izin ahli anestesi
h. Meja mayo, meja instrumen tidak boleh menekan tubuh pasien

4. Kriteria yang harus dipenuhi


a. Keamanan dan kenyamanan
b. Tidak terjadi gangguan respirasi
c. Tidak terjadi gangguan sirkulasi
d. Tidak terjadi penekanan syaraf
e. Pemenuhan kebutuhan individu
f. Pandangan daerah operasi

6
E. MACAM –MACAM POSISI PASIEN DALAM RUANG OPERASI
1. Suppine/Dorsal
Posisi terlentang dipergunakan untuk prosedur – prosedur yang berkaitan
dengan perut dan untuk hal itu menyangkut wajah dan leher, dada atau
bahu, pembedahan pembuluh juga dipergunakan posisi terlentang.
Prosedur – prosedur ortopedik dimana ada pembukaan yang cukup dapat
juga mempergunakan posisi ini.

Posisi Cholelithiasis (Operasi liver, bladder)

Thyroiditis Position
Operasi daerah leher (operasi thyroidectomy, operasi
Oessopogus, operasi Larynx, operasi tracheostomia)

7
2. Trendelenburg
Posisi Trendelenburg hampir sama dengan posisi terlentang terkecuali
meja operasi memiliki bagian yang miring sehingga kepala lebih rendah
daripada tubuh. Meja dipatahkan pada bagian yang lebih rendah. Posisi
ini terutama dipakai untuk prosedur – prosedur yang menyangkut organ –
organ panggul. Tujuannya mengijinkan isi perut jatuh pada arah kranial.
Posisi ini menekankan sekat rongga badan antara dada dan perut
(diafragma) dan akan membatasi pernafasan. Maka dari itu, pasien tidak
boleh tetap dalam posisi ini untuk waktu yang lama.

3. Reverse Tredelenburg
Kebalikan dari trendelenburg, dipakai untuk pembedahan wajah dan leher.
Hal ini juga membantu dalam prosedur – rosedur yang berkaitan dengan
sekat rongga anatar dada dan perut dan lubang perut, posisi ini membuat
isi perut jatuh dalam sebuah arah yang kaudal (menuju kaki). Dikarenakn
kemiringan ini, suatu tempat untuk kaki dilakukan untuk mencegah,
pasien melorot kebawah.

8
4. Fowler
Posisi fowler dipakai ketika pasien menjalani pembedahan tulang
belakang servikal, kraniotomi yang kemudian atau prosedur pada wajah
dan mulut. Posisi duduk ini dipertahankan selama pembiusan keseluruhan
melalui kepala yang mendukung jepitan – jepitan yang steril yang
menembus tengkorak dan menetapkan kepala pada posisi yang stabil.
Ketika posisi dipakai untuk prosedur – prosedur lainnya daripada
prosedur - prosedur tulang belakang yang kemudian atau kraniotomi,
penjepit – penjepit tidak dipakai, kepala pasien diletakkan pada sebuah
sandaran kepala yang dilapisi bantalan. Kedua lengan tangan disilangkan
bebas melalui perut dan dibalut atau istirahatkan pada sebuah bantal pada
pangkuan pasien tersebut. Sebuah tempat kaki membanu menstabilkan
dan mempertahankan posisi.

5. Lithotomy Position
Pada posisi ini dipakai pada pembedahn kelamin, perineal, dan rectal.
Posisi ini hanya mempergunakan sepasang pemijak kaki yang
menggantungkan kedua tungkai kaki yang sedikit dilenturkan dari tali
pengikat kanvas yang lembut. Tali –tali pengikat dilingkarkan memutar
dsri pergelangan kaki hingga melampaui tumit kaki paling atas. Posisi ini
membutuhkan 2 orang untuk menaikkan kedua tungkai kaki pasien.
Kedua tungkai kaki yang dinaikkan dengan rotasi eksternal kedua pinggul
yang lentur. Hal ini menyatkan bahwa kedua tungkai kaki dinaikkan
perlahan, semenjak suatu perubahan yang cepat pada tekanan darah dan

9
kejutan kemungkinan dapat terjadi jika perubahan tersebut dalam postur
dilakukan terlalu cepat.

6. Prone Position
Posisi ini dipakai untuk kraniotomi ketika ahli bedah meminta pasien
membaringkan wajahnya telungkup. Sandaran kepala yang
dipertunujukkan adalah berbentuk sepatu kuda. Pasien diposisikan dalam
posisi bertiarap yang rutin dan kepalanya meluas melebihi ujung meja
operasi, dengan dahi yang bersandar pada sandaran yang berbentuk sepatu
kuda yang dilapisi bantalan.

7. Jack Knife (Kraske) Position


Posisi kraske adalah suatu modifikasi posisi yang tengkurap dipergunakan
dalam pembedahan bagian yang berkaitan dengan dubur dan kosigeal.

10
Patahan sudut meja boleh sedang atau berat, tergantung kebutuhan ahli
bedah. Bagian lengan pada meja operasi terletak menuju kepala sehingga
siku tangan dapat diikat dengan nyaman.

8. Kidney Position
Posisi menyamping dipakai untuk pembedahan ginjal, saluran kencing
dan paru. Hal ini mungkin posisi paling sulit untuk dicapai secara aman.
Pasien dibaringkan pada sisi dengan kedua lengan tangannya diperluas
pada tempat lengan tangan yang ganda. Kaki yang pada posisi lebih
rendah dilenturkan. Panggul diangkat pada patahan meja operasi dan
dapat diberikan sanggahan tambahan dengan sebuah pengangkat mekanik
yang dirancang pada meja operasi atau dengan kantung – kantung yang
ditempatkan lebih besar dari kepala sangroiliac. Ada banyak resiko –
resiko yang potensial terjadi pada posisi ini dan perhatian yang ketat.

11
9. Laminektomi
Posisi dipakai untuk prosedur – prosedur tulang belakang khusunya
laminektomi bagian torako dan lumbal. Posisi ini boleh dipergunakan
sebuah penjepit lanektomi, yang mengangkat tubuh jatuh kebawah meja
operasi. Penjepit ini dirncang sehingg sebuah jarak yang berlubang anatar
dua baringan menyamping sehingga dapat perluasan dada maksimum dan
pernafasan yang cukup. Penjepit dilapisi dengan handuk – handuk yang
dilindungi oleh bantalan. Pasien diinduksi dalam posisi terlentang
sebelum diatur dalam posisi operasi.

10. Meja operasi ortopedik


Patahan – patahan meja operasi megizinkan pasien diposisikan kuku
pinggul dan prosedur –prosedur ortopedik lainnya. Posisi kuku panggul
yang biasa ditunjukkan dalam gambar. Paien terbaring dengan tungkai
kaki yang terluka direnggangkan kembali dalam sebuah peralatan yang
berbentuk sepatu bot. Tungkai kaki bisa diputar, ditarik ke alat penarik
atau dilepaskan seperti yangdiminta ahli bedah.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fase Intraoperatif dimulai Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau
ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Perawatan klien selama pembedahan berlangsung membutuhkan persiapan
yang baik dan pengetahuan tentang proses yang terjadi selama prosedur
pembedahan dilaksanakan.
Macam-macam posisi dalam kamar bedah berfungsi untuk menunjang
prosedur pembedahan sehingga mengurangi resiko cedera pads pasien.
Macam-macam posisi tersebut antara lain Suppine/Dorsal, Trendelenburg,
Reverse Tredelenburg, Fowler, Lithotomy Position, Prone Position, Jack Knife
(Kraske) Position, Kidney Position, Laminektomi, Meja operasi ortopedik.
Masing- masing posisi tersebut menyesuaikan dari jenis prosedur pembedahan
yang dilakukan.

B. Saran
Setelah mempelajari materi yang sudah dijelaskan di atas diharapkan
kita sebagai calon tenaga kesehatan khususnya perawat dapat lebih kompeten
dalam hal persiapan, pelaksanaan, maupun pasca operasi pada pasien sehingga
keselamatan serta kelancaran pelaksanaan operasi dapat sesuai dengan yang
diharapkan. Dan tujuan utama dari perawatan pasien yaitu membantu
kesembuhan penyakit pasien dapat tercapai.Untuk mencapai hal tersebut
diperlukan kerja keras dan semangat tinggi untuk mempelajari hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2008. Keperawatan perioperatif .Jakarta : EGC


Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8 Vol
1. EGC. Jakarta.

13
Muttaqin,Arif.2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta:Salemba Medika
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2.
EGC. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002,Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
http://debbynatalia-keperawatan.blogspot.co.id/2014/08/fase-intra-operatif.html
Diakses 23 Mei 2017
http://nurainieen08.blogspot.co.id/2016/09/makalah-asuhan-keperawatan-
intra_28.html Diakses 23 Mei 2017

14

Anda mungkin juga menyukai