Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RETENSIO PLASENTA

OLEH :

YULI AGUSTINA

1714901022

CO. PRESEPTOR PRESEPTOR

(Pusdikawati, SST) (Ns. Haifa Wabyu, S.Kep, M.Biomed)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA RETENSIO
PLASENTA
ASKEP RETENSIO PLASENTA
A. Konsep dasar

1. Pengertian

Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana uri/placenta


belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir. Retensio plasenta
(placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan
perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan
post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi
dalam 6-10 hari pasca persalinan. Menurut Sarwono Prawirohardjo Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Menurut Ida Bagus Gede
Manuaba (1998) retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta
selama setengah jam setelah persalinan bayi.
Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan
yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa
timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada
masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum,
terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan
baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar
placenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus,
dapat timbul perdarahan masa nifas.
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio placenta
memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan
penderita yang kurang. Oleh karena itu sebaiknya penanganan kala III pada
persalinan mengikuti posedur tetap yang berlaku.
2. Etiologi

Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :


A. belum lepas dari dinding uterus. Placenta yang belum lepas dari dinding
uterus. Hal ini dapat terjadi Karen
a. kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan
b. placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini
tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya

B. Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi
karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat
disebabkan karena
a. penanganan kala III yang keliru/salah dan
b. terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
placenta (placenta Inkaserata)

Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa


tingkatan yaitu sebagai berikut :
a. Placenta Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium lebih
dalam
b. Placenta Inkreta; placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh
lebih dalam menembus desidua sampai myometrium.
c. Placenta Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium
tetapi belum mencapai lapisan serosa.
d. Placenta Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa atau
peritonium dinding rahim.
e. Placenta Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena
kontraksi ostium uteri.
3. Patofisiologi

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi


dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi
lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya
daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang
tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah
yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang
saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah
dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan
berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru
tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi
ke dalam 4 fase, yaitu:

a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
c. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
d. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya
fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk
ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah Tanda dari tempat melekatnya maka tekanan
yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah
bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar
dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang
berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta
secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk
menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan
adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan
ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :


1. ring. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik
dari uterus; serta pembentukan constriction2.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta
previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.3.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari
uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang
tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan
menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.

4. Pemeriksaan penunjang

a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan


hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.

b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT)


dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
a. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
b. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan
penurunan perfusi organ.
c. Sepsis
d. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki
anak selanjutnya.

6. Penanganan
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan
retensio placenta adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien
b. Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai
berikut :
1) Sirkulasi :
 Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai
kehilangan darah bermakna)
 Pelambatan pengisian kapiler
 Pucat, kulit dingin/lembab
 Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa
tertahan
 Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
 Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan
darah.
2). Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3). Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal
(fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4). Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin
tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan
terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum;
robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah
vagina, atau robekan pada serviks.
5). Seksualitas :
 Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak
menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
 Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi
multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta
previa.
6). Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan
obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
7). Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)

2. Diagnosa dan Rencana Intervensi Keperawatan

a. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui


vaskuler yang berlebihan.
Intervensi :
1) Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatiakan
faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya
laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli
cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu)
2) Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat
dan memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi
terjadinya komplikasi.
3) Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung
pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya
bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan
menentukan kebutuhan penggantian.
4) Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh
horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi
aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik
vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih
besar.

b. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


Intervensi :
1) Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri.
Tinjau ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material
yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme
infeksious.
2) Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau
nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik,
kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak
teratasi.
Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan
(perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent),
mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine
keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
3) Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan
dan merusak sistem imun.

c. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.


Intervensi :
1) Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien
terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina,
kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode
tindakan. Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena
tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan perineal.
Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau
tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan
abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
2) Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamana.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas,
yang memperberat persepsi ketidaknyamanan.
3) Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada
perineum atau lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan
hematoma serta sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang
memudahkan resorbsi hematoma.
4) Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
5) Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasI.
DAFTAR PUSTAKA

Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and
Birth, Yayasan Essentia Medica, 1990.
Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 1995.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.

Anda mungkin juga menyukai