Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biostratigrafi adalah pengelompokan batuan berdasarkan kandungan fosilnya, tanpa
melihat atau memperhatikan ciri- ciri fisik, kandungan mineral maupun komposisi dari pada
batuan. Biostratigrafi juga adalah cabang stratigrafi yang didasarkan pada pengetahuan
tentang fosil yang ada dalam batuan. Ilmu ini memanfaatkan kisaran kronostratigrafi dari
berbagai spesies fosil untuk (1) mengkorelasikan penampang-penampang stratigrafi; dan (2)
menafsirkan lingkungan pengendapan. Sebelum ada data seismik, metoda biostratigrafi
merupakan satu-satunya cara yang dimiliki para ahli geologi untuk meng-korelasikan bagian-
bagian penampang yang umurnya "sama" (dalam batas resolusi biostratigrafi). Walau
demikian, kebanyakan fosil yang digunakan para ahli paleontologi sebelum pertengahan abad
ini bukan organisma yang hidup di dalam kolom air laut (plankton), melainkan organisma
dasar laut (bentos). Dengan demikian, korelasi-korelasi yang dibuat waktu itu sebenarnya
lebih menunjukkan kesamaan kondisi lingkungan dan fasies pengendapan; bukan kesamaan
waktu (Loutit dkk, 1988). Karena itu, tidak mengherankan jika banyak satuan litostratigrafi
lama mengandung kumpulan fosil bentonik yang sifatnya khas.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan penulisan ini yaitu:
1. Untuk menentukan umur Batuan berdasarkan kandungan Fosil Planktonik
2. Menentukan Lingkungan pengendapan berdasarkan kandungan fosil Bentonik
3. Pembuatan Kolom Biostratigrafi dan Kurva Batrimetri
4. Dan proses pembentukan/ sejarah proses terbentuknya Batuan

1.3 Batasan Masalah


Batasan Masalah hanya berhubungan dengan Biostratigrafi berdasarkan Metode
analisa semi Kualitatif dan Kuantitatif

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Biostratigarfi

Biostratigrafi merupakan satuan yang menggolongkan batuan di bumi


secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan kandungan dan penyebaran
fosil. Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan batuan yang dipersatukan berdasarkan
kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda terhadap tubuh batuan
sekitarnya. (kandungan fosil yang dimaksud disini ialah fosil yang terdapat dalam batuan
yang seumur dengan pengendapan batuan Satuan biostratigrafi dapat ditentukan oleh
penyebaran kandungan fosil yang mencirikannya Agar dapat menyusun kolom statigrafi atau
biostratigrafi menggunakan metode satuan biostratigrafi yaitu berdasar metoda semi
kualitatif dan kuantitatif. Satuan biostratigrafi satuannya memiliki tingkat-tingkat satuan
yaitu Super-Zona, Zona, Sub-Zona dan Zonula.

2.2 Satuan Biostratigrafi


 Azas Tujuan:
1. Pembagian biostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan lapisan-lapisan batuan di
bumi secara bersistem menjadi satuan satuan bernama berdasar kandungan dan
penyebaran fosil.
2. Satuan biostratigrafi ialah tubuh lapisan batuan yang dipersatukan berdasar
kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda terhadap tubuh
batuan sekitarnya.
 Satuan Resmi dan Tak Resmi: Satuan biostratigrafi resmi ialah satuan yang memenuhi
persyaratan Sandi sedangkan satuan biostratigrafi tak resmi adalah satuan yang tidak
seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.
 Kelanjutan Satuan Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran
kandungan fosil yang mencirikannnya.
 Tingkat dan Jenis Satuan Biostratigrafi
1. Zona ialah satuan dasar biostratigrafi
2. Zona adalah suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu takson fosil atau
lebih.
3. Urutan tingkat satuan biostratigrafi resmi, masing-masing dari besar sampai kecil
ialah: Super-Zona, Zona, Sub-Zona, dan Zenula,
4. Berdasarkan ciri paleontologi yang dijadikan sendi satuan biostratigrafi, dibedakan:
Zona Kumpulan, Zona Kisaran, Zona Puncak, dan Zona Selang
 Zona Kumpulan
1. Zona Kumpulan ialah kesatuan sejumpah lapisan yang terdiri oleh kumpulan alamiah
fosil yang hkas atau kumpulan sesuatu jenis fosil.
2. Kegunaan Zona Kumpulan, selain sebagai penunjuk lingkungan kehidupan purba
dapat juga dipakai sebagai penciri waktu.
3. Batas dan kelanjutan zona Kumpulan ditentukan oleh batas terdapat bersamaannya
(kemasyarakatan) unsur-unsur utama dalam kesinambungan yang wajar.
4. Nama Zona Kisaran harus diambil dari satu unsur fosil atau lebih yang menjadi
penciri utama kumpulannya.
 Zona Kisaran:
1. Zona Kisaran ialah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi untur
terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada.
2. Kegunaan Zona Kisaran terutama ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan batuan dan
sebagai dasar untuk penempatan batuan batuan dalam skala waktu geologi
3. Batas dan Kelanjutan Zona Kisaran ditentukan oleh penyebaran tegak dan mendatar
takson (takson-takson) yang mencirikannya.
4. Nama Zona Kisaran diambil dari satu jenis atau lebih yang menjadi ciri utama Zona.
 Zona Puncak
1. Zona Puncak ialah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan
maksimum suatu takson tertentu.
2. Kegunaan Zona Puncak dalam hal tertentu ialah untuk menunjukkan kedudukan
kronostratigrafi tubuh lapisan batuan dan dapat dipakai sebagai petunjuk lingkungan
pengendapan purba, iklim purba
3. Batas vertikal dan lateral Zona Puncak sedapat mungkin bersifat obyektif
4. Nama-nama Zona Puncak diambil dari nama takson yang berkembang secara
maksimum dalam Zona tersebut.
 Zona Selang 1.
1. Zona Selang ialah selang stratigrafi antara pemunculan awal/akhir dari dua takson
penciri.
2. Kegunaan Zona Selang pada umumnya ialah untuk korelasi tubuh-tubuh lapisan
batuan
3. Batas atas atau bawah suatu Zona Selang ditentukan oleh pemunculan awal atau akhir
dari takson-takson penciri.
4. Nama Zona Selang diambil dari nama-nama takson penciri yang merupakan batas
atas dan bawah zona tersebut. Zona Rombakan:Zona Rombakan adalah tubuh lapisan
batuan yang ditandai oleh banyaknya fosil rombakan, berbeda jauh dari pada tubuh
lapisan batuan di atas dan di bawahnya.
 Zona Padat ialah tubuh lapisan batuan yang ditandai oleh melimpahnya fosil dengan
kepadatan populasi jauh lebih banyak dari pada tubuh batuan di atas dan dibawahnya.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Semi Kualitatif dan Kuantitatif


Analisis semi kualitatif dan kuantitatif ini didasarkan pada setiap kandungan Fosil
Plantonik dan Bentonik yang terkandung pada litologi setiap Stasiun, adalah sebagai
berikut :
a. Berdasarkan interprertasi hubungan plagik rasio (77%), kedalaman (700 – 1100
m), dan lingkungan batimetri ( Tipsword et al, 1966 ) pada stasiun 1, maka
lingkungan pengendapan sampel adalah pada lingkungan : upper slope – deep
marine
b. Berdasarkan interprertasi hubungan plagik rasio (41%), kedalaman (100 - 600 m),
dan lingkungan batimetri ( Tipsword et al, 1966 ) pada stasiun 2, maka
lingkungan pengendapan sampel adalah pada lingkungan : outer shelf – deeper
open marine
c. Berdasarkan interprertasi hubungan plagik rasio (55%), kedalaman (550 - 700 m),
dan lingkungan batimetri ( Tipsword et al, 1966 ) pada stasiun 3, maka
lingkungan pengendapan sampel adalah pada lingkungan : upper slope – deep
marine
d. Berdasarkan interprertasi hubungan plagik rasio (69%), kedalaman (680 – 825 m),
dan lingkungan batimetri ( Tipsword et al, 1966 ) pada stasiun 4, maka
lingkungan pengendapan sampel adalah pada lingkungan : upper slope – deep
marine
e. Berdasarkan interprertasi hubungan plagik rasio (60%), kedalaman (680 – 825 m),
dan lingkungan batimetri ( Tipsword et al, 1966 ) pada stasiun 5, maka
lingkungan pengendapan sampel adalah pada lingkungan : upper slope – deep
marine
f. Berdasarkan interprertasi hubungan plagik rasio (83%), kedalaman (900 – 1200
m), dan lingkungan batimetri ( Tipsword et al, 1966 ) pada stasiun 6, maka
lingkungan pengendapan sampel adalah pada lingkungan : lower slope – deep
marine

3.2. Umur Batuan dan Lingkungan pengendapan


a. Untuk menentukan umur Relatif batuan, Fosil yang digunakan di setiap stasiun yaitu fosil
Planktonik (Gambar1.2.a)
b. Untuk menentukan Lingkungan pengendapan, Fosil yang digunakan di setiap stasiun
yaitu fosil Bentonik (Gambar1.2.b)

3.3. Kurva Batimetri


Berdasarkan data yang sudah ada yaitu Umur Relatif Batuan dan Lingkungan
Pengendapan maka, dapat di lihat umur batuan serta kedalam dan lingkungan
pengendapannya.

3.4. Biostratigrafi
Dari data penentuan umur batuan dan Lingkungan pengendapan maka dapat
dibuat kolom Biostratigrafi guna dapat membedakan umur batuan dari yang tertua hingga
termuda berdasarkan kandungan fosil (Gambar 1.4).

3.5. Proses Pembentukannya


Berdasarkan hasil dari data dari kolom Biostratigrafi maka dapat di lihat bahwa
proses pembentukan batuan pada Lokasi Penelitian yaitu daerah amban memiliki satuan
batuan yang paling tua berdasarkan kandungan fosil Foriminifera yaitu satuan
batulempung karbonat dengan nilai N5-N9 memiliki texture klastik, ukuran butir 1/256
dan diendapkan pada lingkungan Abisal dengan kedalman 4.000m. kemudian ada 2
selang waktu yang terlewati disebabkan karna adanya tektonik dan kemudian regresi
penurunan muka air laut dan selanjutnya diendapkan satuan batulempung berdasarkan
fosil indekx dengan nilai N12 memiliki texture klastik, ukuran butir 1/256 dan
diendapkan di lingkungan Neritik tepi dengan kedalam 20m. kemudian diwaktu yang
sama juga terbentuk satuan batu gamping klastik dengan ukuran butir1/4-14 dan di
endapkan di lingkungan neritic tepi dan Neritik tengah dengan kedalaman 20m- 100m,
semakin keatas maka ukuran butir makin mengkasar dikarenakan proses regresi
menyebabkan organisme- organisme laut mati dan membentuk batu gamping klastik.
Berdasarkan fosil indekx dengan N13 selanjutnya diendapkan lagi satuan
batulempung sisipan batu gamping. Satuan ini terendapkan disebabkan oleh factor
toktonik yang menyebabkan kenaikan muka air laut (transgresi) secara tiba, penurunan
muka air (regresi), dan kemudian kenaikan muka air laut (transgrasi) lagi. Pertama
kenaikan muka air laut menyebabkan butiran lempung karbonatan ukuran butir terubah
menjadi lebih halus setelah itu penurunan muka air laut secara tiba- tiba menyebabkan
terbentuknya satuan batu gamping ukuran butirnya berubah mengkasar setelah itu di
endapkan satuan batulempung lagi karena kenaikan muka air laut menyebabkan ukuran
butir tersebut berubah.
Proses pengendapan masih terus berlanjut mengendapkan satuan batu napal
dengan N14 - N17 namun ukururan butirnya sudah berbeda yaitu 1/6mm dan di endapkan
pada lingukangan Neritik tepi dengan kedalam 20m. setelah itu adanya proses
vulkanisme yang mengganggu proses pengendapan proses vulkanisme ini terjadi pada
lingkungan abysal dimana antara satuan napal dan satuan tufa terlewatkan 1 waktu
pengendapan. Ada terjadi vulkanik bawah laut sehingga terbentuknya satuan tufa hasil
dari letusan gunung api yaitu batuan piroklastik dengan N19 dan ukurann butirnya 1/8-
1mm.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang penulis ambil berdasarkan tujuan, hasil dan pembahasan bahwa:
1. Berdasarkan dari data penerikan umur yang telah diolah,dapat disimpulkan kisaran umur
relative fosil foraminifera plantonik terdapat di kisaran umur Miosen awal sampai akhir
dan pliosen awal.
2. Berdasarakan data penentuan lingkungan pengendapan dari fosil bentonik disimpul
kisaran lingkungan pengendapan yang terdapat adalah Abisal dan Neritik tepi sampai
tengah.
3. Penentuan kurva batimetri berdasarkan penarikan garis hubung antar lingkungan
pengendapan dan umur batuan.
LAPORAN PRINSIP STRATIGRAFI
“ BIOSTRATIGRAFI “

DISUSUN OLEH :

OKTOVIANUS YUNIOR ARONGGEAR

2013 – 69 – 045

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PAPUA

MANOKWARI

2017

Anda mungkin juga menyukai