Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri manusia. Perkembangan
merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat
manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra
sekolah merupakan masa keemasan sekaligus dengan masa kritis dalam
tahapan kehidupan manusia yang akan menentukan perkembangan anak
selanjutnya, masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakan dasar-dasar
pengembangan fisik, bahasa, sosial, emosional, moral dan nilai-nilai agama,
kognitif dan seni.
Aspek psikologi dari perkembangan antara lain aspek fisik yang termasuk
di dalamnya pertumbuhan tubuh, perkembangan otak dan motorik. Aspek
kognitif yang mencangkup kemampuan kognisi, kecerdasan, dan daya
tangkap. Serta ada pula aspek psikososial, dimana aspek ini mencangkup di
dalamnya kepribadian dan emosi individu.
Selain itu perkembangan juga memiliki beberapa faktor, yaitu faktor
bawaan atau genetik, faktor lingkungan dan yang paling berpengaruh di dalam
faktor lingkungan ini adalah lingkungan keluarga, dan ada juga faktor
kematangan dari individu itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi anak usia pra sekolah?
2. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia pra sekolah?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi anak usia pra sekolah
2. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia pra sekolah

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun (Wong,
2000), anak usia prasekolah memiliki karakteristik tersendiri dalam segi
pertumbuhan dan perkembangannya.

2.2 Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia pra sekolah


A. Pertumbuhan
Dalam hal pertumbuhan, secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi
penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg.penambahan TB
berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.
Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hampir sama dengan
tahun sebelumnya.BB mencapai 16,7 kg dan TB 103 cm sehingga TB
sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi dan
pernafasan turun sedikit demi sedikit. Pertumbuhan pada tahun kelima
sampai akhir masa pra sekolah BB rata-rata mencapai 18,7 kg dan TB 110
cm, yang mulai ada perubahan adalah pada gigi yaitu kemungkinan
munculnya gigi permanent sesudah dapat terjadi.
Beberapa aspek pertumbuhan fisik terus menjadi stabil dalam
tahun prasekolah. Waktu rata-rata denyut jantung dan pernapasan
menurun hanya sedikit mendekati 90x/menit dan pernapasan 22-
24x/menit. TD meningkat sedikit ke nilai rata-rata 95/58mmHg. Berat
badan anak meningkat kira-kira 2,5 kg per tahun, berat rata-rata pada usia
5 tahun adalah kira-kira 21 kg, hampir 6 kali berat badan lahir. Prasekolah
bertumbuh 2-3 inci per tahun, panjang menjadi dua kali lipat panjang lahir
pada usia 4 tahun,dan berada pada tinggi rata-rata 43 inci pada ulang
tahun kelima mereka. Perpanjangan tungkai kaki menghasilkan
penampilan yang lebih kurus. Kepala sudah mencapai 90% dari ukuran
orang dewasa pada ulang tahun ke enam. Perbedaan kecil terjadi antara
jenis kelamin, walaupun anak laki-laki sedikit lebih besar dengan lebih
banyak otot dan kurang jaringan lemak. Kekurangan nutrisi umunya

2
terjadi pada anak-anak berusia dibawah 6 tahun adalah kekurangan
vitamin A dan C serta zat besi.
B. Perkembangan
1. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan berkembangnya
kemampuan atau keterampilan motorik, baik yang kasar maupun yang
lembut. Kemampuan motorik tersebut dapat dideskripsikan sebagai
berikut.
USIA KEMAMPUAN MOTORIK KEMAMPUAN
KASAR MOTORIK LEMBUT /
HALUS
3–4 tahun 1. Naik dan turun tangga 1. Menggunakan krayon
2. Meloncat dengan dua kaki 2. Menggunakan benda /
3. Melempar bola alat
3. Meniru bentuk ( meniru
gerakan orang lain )
4–6 tahun 1. Meloncat 1. Menggunakan pensil
2. Mengendarai sepeda anak 2. Menggambar
3. Menangkap bola 3. Memotong dengan
4. Bermain olahraga gunting
4. Menulis huruf cetak

2. Perkembangan intelektual
Secara ringkas perkembangan intelektual masa prasekolah ini dapat
dilihat pada tabel berikut.
PERIODE DESKRIPSI
Praoperasional 1. Mampu berpikir dengan menggunakan simbol
(symbolic function).
2. Berpikirnya masih dibatasi oleh persepsinya. Mereka
meyakini apa yang dilihatnya, dan hanya terfokus
kepada satu atribut / dimensi terhadap satu objek
dalam waktu yang sama. cara berpikir mereka

3
bersifat memusat ( centering ).
3. Berpikirnya masih kaku tidak fleksibel. Cara
berpikirnya berfokus kepada keadaan awal atau akhir
dari suatu transformasi, bukan kepada transformasi
itu sendiri yang mengantarai keadaan tersebut.
Contohnya: Anak mungkin memahami bahwa dia
lebih tua dari adiknya, tetapi mungkin tidak
memahaminya, bahwa adiknya lebih muda dari
dirinya.
4. Anak sudah mulai mengerti dasar – dasar
mengelompokkan sesuatu atau dasar satu dimensi,
seperti atas kesamaan warna, bentuk dan ukuran.

3. Perkembangan emosional
Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai
berikut.
1) Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui
tahapan:
a. mula – mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat
kemungkinan bahaya yang terdapat dalam objek,
b. timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya, dan
c. rasa takut bisa hilang kembali setelah mengetahui cara – cara
menghindar dari bahaya.
2) Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada
objeknya. kecemasan ini muncul mungkin dari situasi – situasi
yang dikhayalkan, berdasarkan pengalaman yang diperoleh, baik
perlakuan orangtua, buku – buku bacaan/komik, radio, atau film.
Contoh perasaan cemas: anak berda di dalam kamar yang gelap,
takut hantu dan sebagainya.
3) Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap
orang lain, diri sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam
4
bentuk verbal ( kata – kata kasar / makian / sumpah serapah ), atau
nonverbal ( seperti mencubit, memukul, menampar, menendang,
dan merusak ). Perasaan marah ini merupakan reaksi terhadap
situasi frustasi yang dialaminya, yaitu perasaan kecewa atau
perasaan tidak senang karena adanya hambatan terhadap
pemenuhan keinginannya. Pada masa ini rasa marah sering terjadi
karena:
 banyak stimulus yang menimbulkan rasa marah, dan
 banyak anak yang menemukan bahwa marah merupakan cara
yang baik untuk mendapatkan perhatian atau memuaskan
keinginannya. Berbagai stimulus yang menimbulkan perasaan
marah, di antaranya: rintangan atas kebutuhan jasmaniah,
gangguan terhadap gerakan – gerakan anak yang ingin
dilakukannya, rintangan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung, rintangan terhadap keinginan – keinginannya, atau
kejengkelan – kejengkelan yang menumpuk. Sumber perasaan
marah bisa berasal dari diri sendiri (seperti, ketidakmampuan
dan kelemahan/kecacatan diri), atau orang lain (orangtua,
saudara, guru dan teman sebaya).
4) Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang
dipandang telah merebut kasih saying dari seseorang yang telah
mencurahkan kasih saying kepadanya. Sumber yang menimbulkan
rasa cemburu selalu bersifat situasi sosial, hubungan dengan orang
lain. Seperti kakak cemburu kepada adiknya, karena dia telah
merebut kasih saying dari orangtuanya. Perasaan cemburu ini
diikuti dengan ketegangan, yang biasanya dapat diredakan dengan
reaksi – reaksi:
 agresif atau permusuhan terhadap saingan;
 regresif, yaitu perilaku kekanak – kanakan, seperti ngompol,
atau mengisap jempol;
 sikap tidak peduli; dan
 menjauhkan diri dari saingan.
5
5) kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif,
nyaman, karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan
perasaan gembira pada anak, diantaranya terpenuhi kebutuhan
jasmaniah (makan dan minum), keadaan jasmaniah yang sehat,
diperolehnya kasih sayang, ada kesempatan untuk bergerak
(bermain secara leluasa), dan memiliki mainan yang disenanginya.
6) Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian,
atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda. Perasaan
ini berkembang berdasarkan pengalamannya yang menyenangkan
dalam berhubungan dengan orang lain (orangtua, saudara, dan
teman), hewan (seperti, kucing dan burung), atau benda (seperti
mainan). Kasih sayang anak kepada orangtua atau saudaranya,
amat dipengaruhi oleh iklim emosional dalam keluarganya. Apabila
orangtua dan saudaranya menaruh kasih sayang kepada anak, maka
dia pun akan menaruh kasih sayang kepada mereka.
7) Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut
ditakutinya ( takut yang abnormal ), seperti takut ulat, takut kecoa,
dan takut air. Perasaan ini muncul akibat perlakuan orangtua yang
suka menakut – nakuti anak, sebagai cara orangtua untuk
menghukum, atau menghentikan perilaku anak yang tidak
disenanginya.
8) Ingin tahu ( curiosity ), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui
segala sesuatu atau objek – objek, baik yang bersifat fisik maupun
nonfisik. Perasaan ini ditandai dengan pertanyaan – pertanyaan
yang diajukan anak. Seperti anak bertanya tentang dari mana dia
berasal, siapa Tuhan, dan di mana Tuhan berada. Masa bertanya
(masa haus nama) ini dimulai pada usia 3 tahun dan mencapai
puncknya pada usia sekitar 6 tahun.
4. Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasikan
ke dalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya)
yaitu sebagai berikut.

6
1) Masa ketiga ( 2,0 – 6,0 ) yang bercirikan
a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang
sempurna.
b. Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan, misalnya
burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar
dari kucing.
c. Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana dan
dari mana.
d. Anak sudah banyak menggunakan kata – kata yang berawalan
dan yang berakhiran.
2) Masa keempat ( 2,6 – 6,0 ) yang bercirikan
a. Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak
kalimatnya.
b. Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak
menanyakan soal waktu – sebab akibat melalui pertanyaan –
pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan bagaimana.
5. Perkembangan sosial
Tanda – tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
a) Anak mulai mengetahui aturan – aturan, baik dilingkungan
keluarga maupun dalam lingkungan bermain.
b) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
c) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
d) Anak mulai dapat bermain bersama anak – anak lain, atau teman
sebaya (neer group).
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh sosiopsikologis
keluarganya. Apabila di lingkungan keluarga tecipta suasana yang
harmonis, saling memperhatikan, saling membantu (bekerja sama)
dalam menyelesaikan tugas – tugas keluarga atau anggota keluarga,
terjalin komunikasi antar anggota keluarga, dan konsisten dalam
melaksanakan aturan, maka anak akan memiliki kemampuan, atau
penyesuaian sosial dalam berhubungan dengan orang lain.

7
Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat terbantu, apabila
anak dimasukkan ke Taman Kanak – Kanak. TK sebagai “ jembatan
bergaul “ merupakan tempat yang memberikan peluang kepada anak
untuk belajar memperluas pergaulan sosialnya, dan menaati peraturan
( kedisiplinan ).
6. Perkembangan bermain
Usia anak pra sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain,
karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Yang
dimaksud dengan kegiatan bermain disini adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan.
Terdapat beberapa macam permainan anak (Abu Ahmadi, 1977), yaitu
sebagai berikut.
a. Permainan Fungsi (permainan gerak), seperti meloncat-loncat,
naik dan turun tangga, berlari-larian, bermain tali dan bermain bola.
b. Permainan Fiksi , seperti menjadikan kursi sebagai kuda, main
sekolah-sekolahan, dagang-dagangan, perang-perangan dan masak-
masakan.
c. Permainan Reseptif atau Apresiatif, seperti mendengarkan cerita
atau dongeng, melihat gambar dan melihat orang melukis.
d. Permainan Membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari
tanah liat, membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari
kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan
rumah-rumahan dai potongan-potongan kayu (plastik) dan
membuat senjata dari pelepah daun pisang.
e. Permainan Prestasi, seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan
bola basket.
Secara psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang
sangat berharga bagi anak, di antaranya :
a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga atau berkatarsis
(peredaan ketegangan),
b. Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab
dan kooperatif (mau bekerja sama)

8
c. Anak dapat mengembangkan daya fantasia tau kreativitas
(terutama permainan fiksi dan konstruksi).
d. Anak dapatmengenal aturan atau norma yang berlaku dalam
kelompok serta belajar untuk menaatinya,
e. Anak dapat memahami bahwa baik dirinya maupun orang lain,
sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan,
f. Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau
toleran terhadap orang lain.
7. Perkembangan kepribadian
Aspek-aspek perkembangan kepribadian anak itu meliputi hal-hal
berikut.
a. Dependency & Self-Image
Konsep anak pra sekolah tentang dirinya sulit dipahami dan
dianalisis, karena ketrampilan bahasanya belum jelas dan
pandangannya terhadap orang lain masih egosentris. Mereka
memiliki sistempandanga dan persepsi yang kompleks, tapi belum
dapat menyatakan. Perkembangan sikap “Independensi” dan
kepercayaan diri (self confidence) anak amat terkait dengan cara
perlakuan orang tuanya. Sebagai orang tua, mereka memberikan
perlindungan kepada anak dari sesuatu yang membahayakan dan
dari kefrustasian. Gaya perlakuan orang tua kepada anak, ternyata
sangat beragam, ada yang terlalu memanjakan, bersikap keras,
penerimaan dan kasih sayang, dan acuh tak acuh (permisif).
Masing-masing perlakukan itu cenderung memberikan dampak
yang beragam bagi kepribadian anak.
Anak yang biasa dihukum karena pelanggaran biasa dengan
tidak memberikan kasih sayang atau perhatian kepadanya, maka
anak tersebut cenderung lebih dependen daripada anak yang diikuti
keinginannya dengan pengasuhan atau perhatian yang cukup dari
orangtuanya dirumah, maka ia akan menuntut perhatian dari guru
pada saat dia sudah masuk TK.

9
Namun apabila perlindungan orang tua itu terlalu
berlebihan (terlalu memanjakan) maka anak cenderung kurang
bertanggung jawab dan kurang mandiri (senantiasa meminta
bantuan kepada orang lain). Salah satu penelitian Braumbrind
(Ambron, 1981) menemukan bahwa anak yang orang tuanya
memberikan pengasuhan atau perawatan yang penuh kehangatan
dan pemahaman serta memberikan arahan atau tuntunan
(pemberian tugas sesuai dengan umurnya), maka anak akan
memiliki rasa percaya diri (self-confidence), bersikap ramah,
mempunyai tujuan yang jelas dan mampu mengontrol
(mengendalikan) diri. Sementara anak yang di kembangkan dalam
keluarga yang memperturutkan semua keinginan anak dan bersikap
persimif, cenderung mengembangkan pribadi anak yang kurang
memiliki arah hidup yang jelas dan kurang percaya diri.
b. Initiative vs Guilt
Erik erikson mengemukakan suatu teori bahwa anak
prasekolah mengalami suatu krisis perkembangan, karena mereka
menjadi kurang dependen dan mengalami konfliks antara
“Initiative dan Guilt”. Anak berkembang, baik secara fisik maupun
kemampuan intelektual serta berkembangnya rasa percaya diri
untuk melakukan sesuatu. Mereka menjadi lebih mampu
mengontrol lingkungan fisik sebagaimana ia mampu mengotrol
tubuhnya. Anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki
perbedaan dengan dirinya, baik menyangkut persepsi maupun
motivasi (keinginan) dan mereka menyenangi kemampuan dirinya
untuk melakukan sesuatu.
Perkembangan ini semua mendorong lahirnya apa yang
disebut Erikson dengan initiative (inisiatif). Pada tahap ini, anak
sudah siap dan berkeinginan untuk belajar dan bekerja sama
dengan orang lain untuk mencapai tujuannya. Yang berbahaya pada
tahap ini, adalah tidak tersalurkannya energi yang mendorong anak
untuk aktif (dalam rangka memenuhi keinginannya), karena

10
mengalami hambatan atau kegagalan, sehingga anak mengalami
guilt (rasa bersalah). Perasaan bersalah ini berdampak kurang baik
bagi perkembangan kepribadian anak, dia bisa menjadi nakal atau
pendiam (kurang bergairah).
Faktor eksternal yang mungkin menghambat perkembangan
inisiatif anak, diantaranya :
 tuntutan kepada anak di luar kemampuannya,
 sikap keras orang tua/guru dalam memperlakukan anak,
 terlalu banyak larangan dan
 anak kurang mendapat dorongan atau peluang untuk berani
mengungkapkan perasaannya, pendapatnya atau keinginannya.
8. Perkembangan moral
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas
terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya).
Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain (orang tua,
saudara dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan
atau perilaku mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau
buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pemahamannya
itu, maka pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai
bagaimana ia harus bertingkah laku (seperti, mencuci tangan sebelum
makan, menggosok gigi sebelum tidur dan membaca basmalah
sebelum makan).
Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk, benar-salah,
atau menanamkan disiplin pada anak, orang tua atau guru hendaknya
memberikan penjelasan tentang alasannya. Seperti (1) mengapa
menggosok gigi sebelum tidur itu baik, (2) mengapa sebelum makan
harus memcuci tangan; atau (3) mengapa tidak boleh membuang
sampah sembarangan. Penanaman disiplin dengan disertai alasannya
ini, diharapkan akan mengembangkan self-control atau self-discipline
(kemampuan mengendalikan diri, atau mendisplinkan diri berdasarkan
kesadaran sendiri) pada anak. Apabila penanaman disiplin ini tidak
diiringi penjelasan tentang alasannya, atau bersifat doktriner, biasanya
11
akan melahirkan sikap disiplin buta, apalagi jika disertai dengan
perlakuan yang kasar.
Pada usia pra sekolah berkembang kesadaran sosial anak, yang
meliputi sikap empati, “generosity” (murah hati) atau sikap “altruism”
yaitu kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Sikap ini
merupakan lawan dari egosentris atau “selfishness” (mementingkan
diri sendiri).
Hasil pengamatan terhadap anak usia pra sekolah, membuktikan
bahwa mereka tidak hanya menyadari bahwa orang lain memiliki
perasaan, tetapi juga mereka aktif mencoba untuk memahami
perasaan-perasaan orang laintersebut. Contohnya, ada seorang anak
berusia 2,5 tahun memberikan boneka terhadap anak lain yang sedang
menangis. Ini menunjukan pemahaman anak, tidak hanya berkaitan
dengan kasih sayang dan pemeliharaan yang mereka terima, tetapi
juga berkaitan dengan pola atau gaya kedisiplinan orang tuanya
(Ambron, 1981 : 340-341).
Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak pra sekolah
ini, sebaiknya orang tua atau guru-guru TK, melakukan upaya-upaya
berikut.
 Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam berperilaku atau
bertutur kata.
 Menanakan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek
kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan dan tata
krama atau berbudi pekerti luhur.
 Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak,
baik melalui pemberian informasi atau melalui cerita seperti
tentang : riwayat orang-orang yang baik (para nabi dan pahlawan)
dunia bintang yang mengisahkan tentang nilai kejujuran,
kedermawanan, kesetiakawanan atau kerajinan.
9. Perkembangan kesadaran beragama
Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut.
12
 Sikap keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak
bertanya.
 Pandangan ketuhanannya bersifat anthropormorph
(dipersonifikasikan).
 Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam)
meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan ritual.
 Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan
pribadinya) sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih bersifat
egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya)(Abin
Syamsuddin Makmun, 1996)
Pengetahuan anak tentang agama terus berkembang berkat : (1)
mendengarkan ucapan-ucapan orang tua, (2) melihat sikap perilaku
orang tua dalam mengamalkan ibadah; dan (3) pengalaman dan
meniru ucapan atau perbuatan orang tuanya.
Sesuai dengan perkembangan intelektualnya (berpikirnya) yang
terungkap dalam kemampuan berbahasa, yaitu sudah dapat
membentuk kalimat, mengajukan pertanyaan dengan kata-kata: apa,
siapa, dimana, dari mana dan kemana: maka pada usia ini kepada anak
sudah dapat diajarkan syahadat, bacaan dan gerakan solat, doa-doa
dan Al Quran.
Mengajarkan salat pada usia ini dalam rangka memenuhi tuntunan
Rasulullah, bahwa orang tua harus menyuruh anaknya salat pada usia
tujuh tahun, “muruu auladakum bisholaat sab’u siniin”(suruhlah anak-
anakmu salat pada usia 7 tahun).
Dengan demikian, mengajarkan bacaan dan gerakan salat pada usia
ini adalah dalam rangka mempersiapkan dia untuk dapat
melaksanakan salat pada usia tujuh tahun tersebut.
Adapun doa-doa yang diajarkan : (1) doa sebelum makan dan
sesudahnya, (2) doa berangkat dari rumah, (3) doa tidur, (4) doa untuk
orang tua, (5) doa keselamatan/kebahagiaan di dunia dan di akherat.

13
Di samping mengajarkan hal-hal diatas, kepada anak pun diajarkan
atau dilatihkan tentang kebiasaan-kebiasaan melaksanakan akhlakul
karimah, seperti (1) mengucapkan salam; (2) membacakan basmalah
pada saat akan mengerjakan sesuatu; (3) membacakan hamdalah pada
saat mendapatkan kenikmatan dan setelah mengerjakan sesuatu; (4)
menghormati orang lain; (5) memberi shodaqoh; (6) memelihara
kebersihan (kesehatan) baik dari diri sendiri maupun lingkungan
(seperti mandi, menggosok gigi, dan membuang sampah pada
tempatnya).
10. Perkembangan motorik
Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang,
maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan
baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau
minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau
aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan
masa ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan mtorik
ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik (komputer),
berenang, main bola dan atletik.
11. Stimulasi yang diperlukan anak usia 4-5 tahun adalah:
1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak
melakukan permainan yang melakukan ketangkasan dan
kelincahan
2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak
belajar menggambar
3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak
mengerti satu separuh dengan cara membagikan kue
4. Bergaul dan mandiri dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya
bermain ke tetangga. (Suherman, 2000)

14
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Seorang ahli psikologi, Elizabeth B. Hurlock mengatakan bahwa kurun
usia pra sekolah disebut sebagai masa keemasan (the golden age). Karenanya
di usia ini anak mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan
berbagai karakteristik.
Ada dua teori atau pendekatan mengenai perkembangan, yaitu pendekatan-
pendekatan perkembangan kognitif, dan belajar atau lingkungan.
Dikemukakan juga pendekatan dari Imam Al-Ghazali.
Dalam upaya mendidik atau membimbing anak agar mereka dapat
mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin maka bagi para
pendidik, orangtua, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pendidikan
anak, perlu dianjurkan untuk memahami perkembangan anak
Ada 9 karakteristik fase pra sekolah anak:
1. Perkembangan Fisik
2. Perkembangan Intelektual
3. Perkembangan Emosional
4. Perkembangan Bahasa
5. Perkembangan Sosial
6. Perkembangan Bermain
7. Perkembangan Kepribadian
8. Perkembangan Moral
9. Perkembangan Kesadaran Beragama

3.2 Saran
Kami menyadari akan kekurangan dalam makalah ini, maka pembaca
dapat menggali kembali sumber-sumber lainnya, untuk menyempurnakannya.
Jadi kami harapkan kritik yang membangun dari anda sekalian, untuk kami
lebih bisa baik dan sempurna lagi dalam pembuatan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembacanya

15
DAFTAR PUSTAKA

Wati, Sukma. 2015. Makalah Anak Pra Sekolah.


http://sukma08nov.blogspot.co.id/2015/01/makalah-anak-pra-sekolah.html\

https://smksaqakraksaan.wordpress.com/2014/06/25/tahap-pertumbuhan-dan-
perkembangan-prasekolah/

16

Anda mungkin juga menyukai