Anda di halaman 1dari 6

A.

LATAR BELAKANG
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh Corynebacterium
diptheriae dengan gejala klinis demam ± 38ºC, pseudomembran putih keabu-
abuan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring atau tonsil,
sakit waktu menelan, leher membengkak seperti leher sapi (Bullneck) dan
sesak nafas disertai stridor. Masa inkubasi antara 2-5 hari. Masa penularan
penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carrier
bisa sampai 6 bulan. Sumber penularan adalah manusia, baik sebagai
penderita maupun carrier. Seseorang dapat menyebarkan bakteri difteri melaui
droplet infection dan difteri kulit yang mencemari tanah sekitarnya. Penyakit
difteri merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Penyakit Difteri dapat dicegah dengan pemberian imunisasi DTP (Difteri
Tetanus Pertusis) sebanyak empat kali untuk anak sampai usia 18 bulan dan
diulang saat anak di kelas 1, 2 dan 5 sekolah dasar (Bulan Imunisasi Anak
Sekolah) agar anak mendapat perlindungan yang optimal.
Penyakit Difteri tersebar di seluruh dunia, pada tahun 2014 tercatat
sebanyak 7347 kasus dan 7217 kasus di antaranya (98%) berasal dari negara-
negara anggota WHO South East Asian Region (SEAR). Jumlah kasus Difteri
di Indonesia pada tahun 2014 dilaporkan sebanyak 430 kasus. Pada tahun
2015 sebanyak 529 kasus yang tersebar di 89 Kabupaten/Kota dan pada tahun
2016 sebanyak 591 yang tersebar di 100 Kabupaten/Kota.
Berdasarkan laporan dari Kabupaten/Kota kejadian kasus difteri di Jawa
Barat selama tiga tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan baik
jumlah kasus maupun luas penyebaran nya yaitu pada tahun 2015 sebanyak
46 kasus yang tersebar di 11 Kabupaten/Kota (CFR 13,04%), sedangkan pada
tahun 2016 sebanyak 121 kasus tersebar di 18 Kabupaten/Kota (CFR 8,26%),
dan pada tahun 2017 sampai dengan akhir bulan November sebanyak 116
kasus tersebar di 18 Kabupaten/Kota (CFR 11,20%)
Sehubungan dengan adanya peningkatan kasus difteri di beberapa
wilayah, diperlukan penanggulangan segera untuk memutuskan rantai
penularan, menurunkan jumlah kasus difteri dan mencegah agar penyekit
tersebut tidak semakin meluas, yaitu melalui tindakan Outbreak Response
Immunization (ORI) dengan vaksin yang mengandung Difteri
Outbreak Response Immunization (ORI) adalah kegiatan imunisasi
tambahan dalam rangka penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu
penyakit dengan pemberian imunisasi. ORI merupakan strategi untuk
mencapai kekebalan individu dan komunitas hingga sebesar 90% – 95%,
sehingga KLB Difteri bisa diatasi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberikan kekebalan terhadap penyakit Difteri
2. Tujuan Khusus
a. Memutuskan rantai penularan dengan segera
b. Menurunkan jumlah kasus Difteri
c. Mencegah agar penyakit tersebut tidak semakin meluas dengan
cara pemberian imunisasi Difteri kepada kelompok usia tertentu.
C. SASARAN
Sasaran kegiatan Outbreak Response Immunization (ORI) adalah anak usia 1
s/d < 19 tahun di Wilayah Kabupaten Bandung sebanyak 1.225.541 anak (sesuai
dengan data dari Pusdatin)
D. WAKTU PELAKSANAAN
a. Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) dilaksanakan
di wilayah Kabupaten Bandung . Pelayanan Imunisasi dilakukan di
pos - pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yaitu di
posyandu dan di sekolah - sekolah yaitu SD/MI/sederajat, SMP/MTs/
sederajat, SMU/sederajat, kampus, dan komunitas lainnya.
b. Waktu dan Periode Pelaksanan Outbreak Response Immunization
(ORI)
Pelaksanaan ORI dilaksanakan sebanyak 3 putaran dengan
interval 0 – 1 – 6 bulan, dengan ketentuan pemberian vaksin adalah :
- DPT-HB-Hib untuk anak usia 1 tahun sampai dengan < 5 tahun
- DT untuk anak usia 5 tahun sampai dengan < 7 tahun
- Td untuk anak usia 7 tahun sampai dengan < 19 tahun

Waktu pelaksanaan di Kabupaten Bandung direncanakan pada bulan Februari


2018 (setelah ketersediaan logistik dari pusat)

E. BIAYA
Sumber dana berasal dari APBD II (DAU) Kabupaten Bandung, DAK non
fisik/BOK, dan Anggaran BLUD
F. SASARAN
Sasaran kegiatan Outbreak Response Immunization (ORI) adalah anak usia 1
s/d < 19 tahun di Wilayah Kabupaten Bandung sebanyak 1.225.541 anak (sesuai
dengan data dari Pusdatin)
G. DIFTERI
Definisi
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-
kadang konjungtiva atau vagina.

Penyebab
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheria.

Cara Penularan
Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita
maupun sebagai karier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan
penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan karier. Caranya melalui
pernafasan atau droplet infection. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari,
masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa
penularan karier bisa sampai 6 bulan.
Gambaran Klinis

Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk
ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini
meliputi:

 Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan


dan amandel.
 Demam dan menggigil.
 Sakit tenggorokan dan suara serak
 Sulit bernapas atau napas yang cepat.
 Pembengkakan kelenjar limfe pada leher.
 Lemas dan lelah.
 Pilek. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang
bercampur darah.

Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka seperti
borok (ulkus). Ulkus tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya
akan meninggalkan bekas pada kulit.

Diagnosis

Mengambil sampel apusan membran tenggorokan untuk diuji kultur

Komplikasi

a. Masalah pernapasan.
Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri akan
membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan.
Partikel-partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini
berpotensi memicu inflamasi pada paru-paru sehingga fungsinya akan
menurun secara drastis dan menyebabkan gagal napas.
b. Kerusakan jantung.
Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan
menyebabkan inflamasi otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat
menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal
jantung dan kematian mendadak.
c. Kerusakan saraf.
Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit menelan,
masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta
pembengkakan saraf tangan dan kaki.

Pencegahan
a. Isolasi Penderita
Penderita difteria harus di isolasi dan baru dapat dipulangkan setelah
pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat
lagi Corynebacterium diphtheriae.
b. Imunisasi
Pencegahan dilakukan dengan memberikan imunisasi DPT (difteria,
pertusis, dan tetanus) pada bayi, dan vaksin DT (difteria, tetanus) pada
anak-anak usia sekolah dasar.

Pengobatan
a. Pengobatan Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan
tenggorok negatif 2 kali berturut – turut. Pada umumnya pasien tetap
diisolasi selama 2 – 3 minggu. Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2 –
3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat. Khusus pada difteria
laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan
menggunakan humidifier.
b. Pengobatan Khusus
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan
pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita
kurang dari 1%. Namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6
menyebabkan angka kematian ini bisa meningkat sampai 30%. Kemudian
dilanjutkan dengan pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan bukan sebagai
pengganti antitoksin,melainkan untuk membunuh bakteri dan menghentikan
produksi toksin. Pengobatan untuk difteria digunakan eritromisin, Penisilin,
kristal aqueous pensilin G, atau Penisilin prokain.
c. Pengobatan Penyulit
Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang
progresif merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
d. Pengobatan Kontak
Pada anak yang kontak dengan pasien sebaiknya diisolasi sampai tindakan
berikut terlaksana, yaitu biakan hidung dan tenggorok serta gejala klinis
diikuti setiap hari sampai masa inkubasi terlampaui, pemeriksaan serologi
dan observasi harian. Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan
booster toksoid difteria.
e. Pengobatan Karier
Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai
uji laboratorium negatif tetapi mengandung basil difteria dalam
nasofaringnya. Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin 100
mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama satu
minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.

H. PENUTUPAN
Kerangka acuan pelaksanaan ORI adalah acuan dalam pelaksanaan kegiatan
orientasi agar dapat berjalan dengan baik. Kerangka acuan orientasi menjadi acuan
bagi petugas dalam menjalankan tugak pokok dan fungsinya.

Mengetahui, 9 Februari 2018


Kepala Puskesmas Rahayu,

Dr. Rina Faiza Fitriana


NIP. 19701202 200212 2 005

Anda mungkin juga menyukai

  • Instrumen Survei
    Instrumen Survei
    Dokumen1 halaman
    Instrumen Survei
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Analisa Kebutuhan Masyarakat
    Analisa Kebutuhan Masyarakat
    Dokumen48 halaman
    Analisa Kebutuhan Masyarakat
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Visualisasi Data Januari 2018
    Visualisasi Data Januari 2018
    Dokumen1 halaman
    Visualisasi Data Januari 2018
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Pasien Resiko Tinggi
    Pasien Resiko Tinggi
    Dokumen2 halaman
    Pasien Resiko Tinggi
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam
    Kejang Demam
    Dokumen3 halaman
    Kejang Demam
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • HIS BIRDEM
    HIS BIRDEM
    Dokumen2 halaman
    HIS BIRDEM
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Hasil Analisa
    Hasil Analisa
    Dokumen20 halaman
    Hasil Analisa
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Angina Pectoris
    Angina Pectoris
    Dokumen2 halaman
    Angina Pectoris
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Pedo Man
    Pedo Man
    Dokumen6 halaman
    Pedo Man
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • SPO Luka Robek
    SPO Luka Robek
    Dokumen3 halaman
    SPO Luka Robek
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Spo Orientasi
    Spo Orientasi
    Dokumen2 halaman
    Spo Orientasi
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Rapat Diare
    Rapat Diare
    Dokumen1 halaman
    Rapat Diare
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Reka Pan
    Reka Pan
    Dokumen47 halaman
    Reka Pan
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Frajtur Tertutup
    Frajtur Tertutup
    Dokumen3 halaman
    Frajtur Tertutup
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Pasien Resiko Tinggi
    Pasien Resiko Tinggi
    Dokumen2 halaman
    Pasien Resiko Tinggi
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Pedo Man
    Pedo Man
    Dokumen6 halaman
    Pedo Man
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Asma Bronkhiale
    Asma Bronkhiale
    Dokumen2 halaman
    Asma Bronkhiale
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Benda Asing
    Benda Asing
    Dokumen2 halaman
    Benda Asing
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • PEDOMAN PELAYANAN BP
    PEDOMAN PELAYANAN BP
    Dokumen14 halaman
    PEDOMAN PELAYANAN BP
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Luka Robek
    Luka Robek
    Dokumen3 halaman
    Luka Robek
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • JADUAL ORIENTASI
    JADUAL ORIENTASI
    Dokumen3 halaman
    JADUAL ORIENTASI
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • SPM
    SPM
    Dokumen4 halaman
    SPM
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Alur Igd
    Alur Igd
    Dokumen1 halaman
    Alur Igd
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • AJARAN ISLAM LINGKUNGAN
    AJARAN ISLAM LINGKUNGAN
    Dokumen14 halaman
    AJARAN ISLAM LINGKUNGAN
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Rencana Usulan Kegiatan Diare
    Rencana Usulan Kegiatan Diare
    Dokumen2 halaman
    Rencana Usulan Kegiatan Diare
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Kebijakan Kabid
    Kebijakan Kabid
    Dokumen24 halaman
    Kebijakan Kabid
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • PEDOMAN PELAYANAN BP
    PEDOMAN PELAYANAN BP
    Dokumen14 halaman
    PEDOMAN PELAYANAN BP
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Pedoman Diare
    Pedoman Diare
    Dokumen22 halaman
    Pedoman Diare
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Pedo Man
    Pedo Man
    Dokumen6 halaman
    Pedo Man
    anggun larasati
    Belum ada peringkat
  • Kebijakan Kabid
    Kebijakan Kabid
    Dokumen24 halaman
    Kebijakan Kabid
    anggun larasati
    Belum ada peringkat