Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 pasal 3 tentang kesehatan

menyatakan bahwa Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

sosial dan ekonomis.(UU Kesehatan, 2009)

Salah satu indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari Angka

Kematian Ibu (AKI), oleh karena itu persalinan ibu hamil mendapatkan

fasilitas dan partisifasi seperti tenaga profesional, pelayanan kesehatan,

partisipasi masyarakat setempat dan lainnya. (Sarwono, 2009)

Berdasarkan penilian World Health Organization (WHO) AKI di

dunia pada tahun 2012 adalah 585.000 jiwa pertahun. Secara global 80 %

kematian ibu tergolong kematian ibu secara langsung, yaitu perdarahan (25

%), sepsis (15 %), hipertensi dalam kehamilan (12 %), partusmacet (8 %).

Sedangkan AKB 10.000.000 jiwa pertahun penyebannya antara lain asfiksia,

trauma kehamilan, infeksi, prematuritas, dan kelainan bawaan dan sebab-

sebab lain.(Depkes RI, 2012)

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada

tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 359/100.000

1
2

kelahiran hidup, penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) adalah perdarahan 40-

60%, eklampsia 35-40% dan infeksi 30-40%.(Depkes RI, 2012)

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) di

Propinsi Jawa Barat menyatakan jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) pada

tahun 2013 sebanyak 781 (7%) orang, jumlah ini turun bila dibandingkan

dengan kejadian tahun 2012 yaitu sebanyak 804 kasus.(12%) dari kelahiran

hidup (Dinkes Jabar, 2013)

Pada tahun 2014 AKI di Kabupaten Subang terdapat 11 kasus. Dari

11 kasus kematian ibu berdasarkan beberapa penyebab diantaranya :

perdarahan 5 kasus (45,5%), Eklampsia 3 kasus (27,3%), Decompensasi

Cordis 2 kasus (18,2%) dan emboli 1 kasus (9,1%). Sedangkan pada tahun

2015 Angka Kematian Ibu di Kabupaten Subang terdapat 16 kasus dengan

penyebab utama adalah Eklamsia sebanyak 6 kasus, Perdarahan sebanyak 3

kasus, Ruptur uteri sebanyak 2 kasus, Emboli air ketuban sebanyak 2 kasus,

Decomp (Decompensasi cordis) sebanyak 2 kasus dan PEB sebanyak 1 kasus

(Dinkes Subang, 2015).

Berdasarkan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA Puskesmas

Purwadadi, sepanjang tahun 2015 tidak terdapat kematian ibu, karena setiap

terdapat komplikasi baik kehamilan, persalinan dan nifas selalu di rujuk ke

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Subang. Sedangkan cakupan

persalinan oleh tenaga kesehatan dari 1.280 sasaran dengan target 86%

cakupan 1.073 (83,83%) terdapat kesenjangan -2,17 yaiitu persalinan

dilakukan oleh tenaga non kesehatan (paraji/dukun bayi), terdapat 8 bidan


3

puskesmas, 10 bidan desa, dan terdapat 6 orang paraji dan rata-rata jarak dari

rumah ke puskesmas dari ± 200 m sampai ± 2 KM. (KIA Puskesmas

Purwadadi, 2015).

Tiga faktor utama penyebab kematian ibu di Indonesia adalah :

1) Faktor medis (langsung dan tidak langsung), 2) Faktor sistem pelayanan

(sistem pelayanan antenatal, sistem pelayanan persalinan dan sistem

pelayanan pasca persalinan dan pelayanan kesehatan anak), 3) Faktor

ekonomi, sosial budaya dan peran serta masyarakat (kurangnya pengenalan

masalah, terlambatnya proses pengambilan keputusan, kurangnya akses

terhadap pelayanan kesehatan, dan peran masyarakat dalam kesehatan ibu dan

anak).

Berbagai upaya departemen kesehatan dalam mempercepat penurunan

AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe

Motherhood”. Dewasa ini, program Keluarga Berencana sebagai pilar

pertama telah di anggap berhasil. Namun, untuk mendukung upaya

mempercepat penurunan AKI diperlukan penajaman sasaran agar kejadian 3

terlambat dan 4 terlalu dan kehamilan yang tidak diinginkan dapat di tekan

serendah mungkin.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan Angka

Kematian Ibu adalah peningkatan keterjangkauan (akses) dan kualitas

pelayanan kesehatan maternal dan peningkatan kualitas pelayanan pada saat

dan pasca persalinan (13% kematian martenal disebabkan oleh aborsi dan di

dunia terjadi 55000 kali aborsi setiap harinya, 95% diantaranya terjadi di
4

negara berkembang). Selain itu penurunan angka kematian ibu dapat

dilaksanakan melalui beberapa fase atau tahapan yaitu : 1) Pada masa

sebelum masa kehamilan, yaitu perilaku sehat termasuk nutrisi, aktivitas fisik,

perawatan sebelum konsepsi, menghindari substansi yang membahayakan

alat reproduksi, 2) Perencanaan masa kehamilan, yaitu dengan perawatan

kehamilan awal yang berkualitas, pengetahuan gejala dan timbulnya tanda

munculnya masalah, 3) Pada masa persalinan yaitu melakukan persalinan

yang sehat, persalinan disaat yang tepat dengan intervensi minimal, serta

bantuan pada pasca persalinan yang disertai penyuluhan serta pemeliharaan

kualitas kesehatan lingkungan.

Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya juga

merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar

daerah akan berbeda satu sama lain. Rendahnya kesadaran masyarakat

tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian,

meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani

masalah ini. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting.

Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang

pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik,

kebijakan juga berpengaruh. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap

kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar

perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya

peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun


5

masyarakat terutama suami. Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia

adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh

tenaga kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Data absolut kematian ibu di Kabupaten Subang pada tahun 2014 –

2015 menunjukkan kasus AKI mengalami peningkatan. Dalam upaya

menurunkan AKI, indikator cakupan pelayanan kesehatan dasar meliputi :

Kunjungan ibu hamil K4, Persalinan oleh tenaga kesehatan, Komplikasi

kebidanan dan Pelayanan nifas paripurna, karena 85 persen kematian ibu

disebabkan faktor tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan sesuai porsinya

terutama kesehatan ibu dan anak.

Berdasarkan keadaan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka fokus

dari kegiatan magang ini adalah : “Bagaimanakah Gambaran Penyebab

Pertolongan Persalinanoleh Non Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Purwadadi

Tahun 2016?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran penyebab pertolongan persalinan oleh non

tenaga kesehatan di Puskesmas Purwadadi tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Gambaran Penyebab Pertolongan Persalinanoleh Non

Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Purwadadi Tahun 2016.


6

b. Identifikasi masalah-masalah tentang Cakupan pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Purwadadi tahun 2016

c. Mengetahui prioritas masalah dengan memakai teori PAHO CENDES

d. Mengetahui alternatif pemecahan masalah.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat

tentang kegiatan magang mengenai cakupan pelayanan kesehatan dasar

yang meliputi kunjungan ibu hamil, persalinan oleh teganag kesehatan,

komplikasi kebidanan dan pelayanan nifas

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas Purwadadi

Menambah kepustakaan bagi pengelola program kesehatan ibu

dan balita sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan program

selanjutnya di bidang kesehatan ibu dan balita, khususnya pelayanan

ibu hamil, bersalin dan nifas.

b. Bagi Stikes Bhakti Kencana Bandung

Dapat dijadikan sebagai acuan guna mengajak kerjasama

dengan LPPM Stikes Bhakti Kencana untuk dapat melakukan

penelitian terkait cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Pelayanan Ibu Hamil

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga

kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan

standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan

Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,

pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin

dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risko yang ditemukan

dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas :

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

b. Ukur tekanan darah

c. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

d. Ukur tinggi fundus uteri

e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

f. Skrining status immunisasi Tetanus dan berikan immunisasi Tetanus (TT)

bila diperlukan

g. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

h. Test laboratorium (Rutin dan khusus) dan tes HIV/ AIDS

i. Tatalaksana Kasus

j. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB Pasca salin (Vivian, 2011)

7
8

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan

darah, haemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus

dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berisiko,

pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, sifilis, malaria,

tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.

Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal

disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi

standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah

minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian

pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :

- Minimal 1 kali pada triwulan pertama

- Minimal 1 kali pada triwulan kedua

- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk

menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,

pencegahan dan penanganan komplikasi. Tenaga kesehatan yang

berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah :

dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.(Depkes RI, 2010)

B. Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan

persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan

tenaga kesehatan dan dilakukan diluar fasilitas kesehatan. Oleh karena itu
9

secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan

kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

a. Pencegahan infeksi

b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar

c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih

tinggi

d. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

e. Memberikan Injeksi HB0, Vit. K1 dan salep mata pada bayi baru lahir

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan

pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan

serta perawat terlatih.

Dalam memberikan pertolongan persalinan dibutuhkan18 Penapisan

Asuhan Persalinan Normal (JNPK-KR, 2008), yaitu Penapisan Riwayat

bedah sesar, pedarahan pervaginam, persalinan kurang bulan (usia kehamilan

kurang dari 37 minggu), ketuban pecah disertai dengan mekonium yang

kental, ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam), ketuban pecah pada

persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu), ikterus,

anemia berat, tanda/gejala infeksi, pre-eklampsia/hipertensi dalam kehamilan,

tinggi fundus 40 cm atau lebih, gawat janin, primipara dalam fase aktif kala

satu persalinan dan kepala janin masih 5/5, presentasi bukan belakang kepala,
10

presentasi ganda (majemuk), kehamilan ganda atau gemeli, tali pusat

menumbung, dan syok.

C. Pertolongan Oleh Tenaga Kesehatan

Periode persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi

besar terhadap Angka Kematian Ibu. Sedangkan dalam target MDG’s salah

satu yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu adalah

menurunkan angka kematian ibu. Pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan dengan kompetensi kebidanan.

Upaya peningkatan cakupan persalinan perlu dilakukan melalui upaya

pelaksanaan program unggulan kesehatan ibu, diantaranya adalah kemitraan

bidan dan dukun, peningkatan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan

melalui jaminan program persalinan, model rumah tunggu di kecamatan,

revitalisasi bidan koordinator melalui pelaksanaan supervise fasilitatif untuk

peningkatan mutu dan kualitas tenaga penolong persalinan, serta Pemantauan

Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA).

Persalinan yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan dapat

menurunkan angka kematian ibu saat persalinan karena di tempat tersebut

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan tersedia sarana kesehatan yang

memadai sehingga dapat menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada

saat persalinan yang membahayakan nyawa ibu dan bayi.

Rendahnya angka pertolongan persalinan oleh tenaga medis,

ditenggarai oleh beberapa faktor antara lain :


11

1. Ekonomi

2. Sosial / Budaya

3. Kebijakan Pemerintah

4. Tingkat Pendidikan

5. Sarana Prasarana

6. Aksesibiltas

7. Pelayanan Kesehatan

8. Tenaga Medis, dll

Berbagai faktor penyebab tersebut muncul karena adanya interaksi

antara masyarakat, pemerintah, dan swasta. Untuk itu upaya-upaya

peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga medis, membutuhkan

keberpihakan ke tiga pihak tersebut, sehingga akan terjalin komunikasi yang

baik, guna menciptakan koordinasi dalam perencanan, pembiayaan,

pelaksanaan dan pengawasaannya.

Faktor ekonomi secara umum, menyangkut turunya pendapatan

keluarga, sehingga akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara

optimal, tidak tercapai dengan baik.

D. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas

Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai

standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga

kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan


12

pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas minimal sebanyak 3 kali dengan

ketentuan waktu :

1. Kunjungan nifas pertama : 6 jam s/d 3 hari

2. Kunjungan nifas kedua : 2 minggu setelah persalinan (8-14 hari)

3. Kunjungan nifas ketiga : 6 minggu setelah Persalinan (36-42 hari)

Pelayanan yang diberikan adalah :

a. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan tensi

b. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uteri)

c. Pemeriksaan lochia dan pengeluaran pervaginam lainnya

d. Pemeriksaan payudara dan anjuran asi eksklusif 6 bulan

e. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali (pertama segera

setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemeberian kapsul

vitamin A pertama

f. Pelayanan KB Pasca salin

Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas

adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

E. Deteksi Dini Faktor Risiko, Komplikasi Kebidanan & Neonatus

1. Deteksi Dini Faktor Risiko

Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang

dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan

komplikasi kebidanan. Kehaimlan merupakan proses reproduksi yang

normal, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh


13

karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang

adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat

sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka

kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.

Faktor risiko ibu hamil adalah :

a. Primigravida kurang 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

b. Anak lebih dari 4

c. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun

d. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari

23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.

e. Anemia dengan Haemoglobin < 11 g/dl

f. Tinggi Badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk

panggul atau tulang belakang

g. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau kehamilan ini

h. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis,

kelainan jantung, ginjal, hati, psikosis, kelainan endokrin (DM, SLE

dll), tumor dan keganasan.

i. Riwayat kehamilan buruk : keguguran berulang, KET, Mola

Hidatidosa, KPD, bayi dengan cacat kongenital

j. Riwayat persalinan dengan komplikasi : Persalinan dg SC, Ekstraksi

vacuum/Forceps.

k. Riwayat nifas dengan komplikasi : Perdarahan pasca persalinan,

Infeksi nifas, psikosis post partum (post partum blues)


14

l. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan

riwayat cacat congenital.

m. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, mpnster

n. Kelainan besar janin : IUGR, bayi besar

o. Kelainan letak dan posisi janin : lintang/oblique, sungsang pada usia

lebih dari 32 minggu

Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :

a. Ketuban Pecah Dini

b. Perdarahan pervaginam :

- Ante Partum : Keguguran, plasenta previa, solusio plasenta

- Intra Patum : Robekan jalan lahir

- Post Partum : Atonia Uteri, Retensi plasenta, plasenta inkarserata,

kelainan pembekuan darah, sub involusi uteri

c. HDK : Sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg dengan atau tanpa

edema pre tibial

d. Ancaman persalinan prematur

e. Infeksi berat dalam kehamilan : Demam berdarah, tifus abdominalis,

Sepsis

f. Distosia : Persalinan macet, persalinan tak maju

g. Infeksi masa nifas

Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat

penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu


15

dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk

kasus risiko tinggi. Oleh karenanya deteksi risiko pada ibu baik oleh

tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya

penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.

Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada

ibu hamil, ibu hamil yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan

risiko terjadinya komplikasi pada neonatus. Deteksi dini untuk

Komplikasi pada neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala

sebagai berikut :

a. Tidak mau minum/menyusu atau memuntahkan semua

b. Riwayat kejang

c. Bergerak hanya jika dirangsang/letargis

d. Frekuensi nafas < 30 menit atau > 60 menit

e. Suhu tubuh < 35,5 C dan > 37,5 C

f. Tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat

g. Merintih

h. Ada pustul kulit

i. Nanah banyak dimata

j. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut

k. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat

l. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat

m. Berat badan menurut umur rendah dan atau masalah pemberian ASI

n. BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram


16

o. Kelainan kongenital : seperti ada celah di bibir dan langit-langit

Komplikasi pada neonatus antara lain :

a. Prematuritas dan BBLR

b. Asfiksia

c. Infeksi bakteri

d. Kejang

e. Ikterus

f. Diare

g. Hipotermi

h. Tetanus Neonatorum

i. Masalah pemberian ASI

j. Trauma Lahir, sindroma gangguan pernafasan, kelainan kongenital dll

2. Penanganan Komplikasi Kebidanan

Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu

dengan komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan difinitif sesuai

standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan

rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20% ibu hamil akan mengalami

komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak

selalu dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus

ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera

dideteksi dan ditangani.


17

Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi

kebidanan maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang

mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara

berjenjang mulai dari Bidan, Puskesmas mampu PONED sampai Rumah

Sakit PONEK 24 jam.

Pelayanan Medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu

PONED meliputi :

a. Pelayanan Obstetri

- Penanganan perdarahan kehamilan, persalinan dan nifas

- Pencegahan dan penanganan HDK (Pre Eklamsi/Eklamsi)

- Pencegahan dan penanganan Infeksi

- Penanganan Partus lama/macet

- Penanganan Abortus

- Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi

rujukan

b. Pelayanan Neonatus

- Pencegahan dan penanganan asphixia

- Pencegahan dan penanganan hipotermi

- Penanganan BBLR

- Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus,

ikterus ringan dan sedang

- Pencegahan dan penanganan gangguan minum


18

- Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi

rujukan.

3. Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi

Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan

neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan

kesakitan, kecacatan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di

Polindes, Puksesmas, Puskesmas PONED, RB dan RS Pemerintah dan

swasta.

Diperkirakan 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami

komplikasi neonatal. Hari pertama kelahiranm bayi sangat penting oleh

karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri

dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan diluar rahim. Bayi baru

lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila

tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi

sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan

pertama kehidupannya.

Kebijakan Kementrian Kesehatan dalam peningkatan akses dan

kualitas penanganan komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan

Puskesmas mampu PONED dengan target setiap Kabupaten/Kota harus

mempunyai 4 (empat) Puskesmas mampu PONED.

Puskesmas PONED adalah Puskesmas rawat inap yang memiliki

kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan

pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan

bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas
19

rujukan kader/masyarakat, Bidan di desa, Puskesmas dan melakukan

rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.

Dengan adanya Puskesmas mampu PONED dan RS mampu

PONEK maka kasus-kasus komplikasi kebidanan dan neonatus dapat

ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan

neonatus.

F. Paraji yang Boleh Melakukan Persalinan

Kemitraan bidan dengan dukun/paraji adalah suatu bentuk kerjasama

bidan dengan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaan,

kesetaraan, dan kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi,

dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan

mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam

merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang

telah dibuat antara bidan dengan dukun, serta melibatkan seluruh

unsur/elemen masyarakat yang ada.

Di beberapa daerah, keberadaan dukun bayi sebagai orang

kepercayaan dalam menolong persalinan, sosok yang dihormati dan

berpengalaman, sangat dibutuhkan oleh masyarakat keberadaannya. Berbeda

dengan keberadaan bidan yang rata-rata masih muda dan belum seluruhnya

mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Sehingga perlu dicari suatu kegiatan yang dapat membuat kerjasama

yang saling menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi, dengan harapan

pertolongan persalinan akan berpindah dari dukun bayi ke bidan. Dengan


20

demikian, kematian ibu dan bayi diharapkan dapat diturunkan dengan

mengurangi risiko yang mungkin terjadi bila persalinan tidak ditolong oleh

tenaga kesehatan yang kompeten dengan menggunakan pola kemitraan bidan

dengan dukun.

Dalam pola kemitraan bidan dengan dukun berbagai elemen

masyarakat yang ada dilibatkan sebagai unsur yang dapat memberikan

dukungan dalam kesuksesan pelaksanaan kegiatan ini.

Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara Bidan dengan

dukun perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka.

Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada

beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam

nota kesepakatan antara bidan – dukun) yaitu :

 Mekanisme rujukan informasi ibu hamil.

 Mekanisme rujukan kasus persalinan.

 Mekanisme pembagian biaya persalinan .

 Jadwal pertemuan rutin bidan dengan dukun.

Di dalam kemitraan ini, bidan dan dukun bayi mempunyai peran dan

tanggung jawab masing-masing. Oleh sebab itu, perlu diberi pengertian

bahwa peran dukun bayi tidak kalah penting dibandingkan perannya dahulu.

Proses perubahan peran dukun menuju peran barunya yang berbeda,

memerlukan suatu adaptasi dan hubungan interpersonal yang baik antara

bidan dukun.
21

Di dalam konsep kemitraan ini, dukun bayi perlu diberikan wawasan

dan pengetahuan dalam bidang kesehatan ibu dan bayi baru lahir, terutama

tentang tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas, serta persiapan

yang harus dilakukan oleh keluarga dalam menyongsong kelahiran bayi.


BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Rencana Kegiatan

Rencana kegiatan magang ini yaitu untuk mengetahui dan menilai

cakupan pelayanan kesehatan dasar tentang pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan di Puskesmas Purwadadi Kabupaten Subang.

Kegiatan magang di Puskesmas Purwadadi ini berlangsung selama 4

minggu yaitu berlangsung dari tanggal 25 Januari 2016 sampai tanggal 22

Februari 2016 dan pada minggu pertama melakukan permohonan ijin magang

kepada kepala puskesmas yang dilanjutkan dengan melakukan pengambilan

data untuk dijadikan masalah dalam penyusunan laporan magang.

Pada minggu kedua dilanjutkan dengan pengamatan kembali mengenai

kasus yang diambil dengan mencari sumber informasi dan mulai menyusun

laporan magang BAB I yang berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan,

dan manfaat magang.

Pada minggu ketiga dilanjutkan kembali melakukan penyusunan BAB

II yang berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan masalah yang ada dan

BAB III yang berisi pelaksanaan kegiatan magang serta melakukan bimbingan

dengan pembimbing lapangan.

Pada minggu keempat dilanjutkan dengan penyusunan laporan magang

tentang cakupan pelayanan kesehatan dasar tentang pertolongan persalinan

22
23

oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Purwadadi Kabupaten Subang

selanjutnya dan melakukan bimbingan dengan pembimbing akademik.

B. Lokasi Magang

Lokasi tempat magang dilaksanakan di Ruang KIA dan Kebidanan

Puskesmas Purwadadi yang terletak di Desa Pasirbungur Kecamatan

Purwadadi Kabupaten Subang, sekitar 30 km dari ibukota kabupaten. Luas

wilayah 260,37 Ha yang berbentuk areal pedataran sebagian kecil

bergelombang dan berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Ciasem dan Patokbeusi

Sebelah Selatan : Kecamatan Kalijati

Sebelah Barat : Kecamatan Pabuaran

Sebelah Timur : Kecamatan Cikaum

Wilayah kerja Puskesmas meliputi 10 desa, 85 RW dan 276 RT yang

secara umum dapat dilalui kendaraan baik roda dua maupun roda empat.

Nama desa-desa tersebut antara lain:

 Purwadadi  Koranji

 Purwadadi barat  Blendung

 Pasirbungur  Wanakerta

 Rancamahi  Pagon

 Panyingkiran  Parapatan
24

PETA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWADADI


KABUPATEN SUBANG

VISI, MISI dan STRATEGI PUSKESMAS

1. Visi Puskesmas

Visi Puskesmas Purwadadi adalah Mewujudkan terbentuknya

Puskesmas Purwadadi yang mendukung terwujudnya Desa Mandiri

Gotong Royong (DMGR) melalui CIATer.

Adapun maknanya sebagai berikut:

C : Cepat dalam melayani masyarakat dan cepat merespon

kejadiaan dimasyarakat

I : Inovatif, berusaha selalu memberikan ide-ide terbaru dalam

memberikan pelayanan

A : Akurat, pemberian pelayanan dan penyelesaian masalah

kesehatan Masyarakat harus sesuai dengan penyebab yang

ditemukan
25

Ter : Tertib, pemberian pelayanan harus sesuai prosedur dan

dokumentasinya harus tersusun rapih dan awet.

Desa Mandiri Gotong Royong adalah gambaran masyarakat desa

di wilayah kecamatan purwadadi kabupaten Subang ,di masa depan

penduduknya mengutamakan kemandirian dan gotong royong dalam

Prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Subang dimasa yang akan

datang penduduknya hidup dalam lingkungan dan prilaku sehat, dapat

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta

memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya untuk mendukung

terwujudnya kabupaten Subang sebagai daerah agrobisnis, pariwisata

dan industri.

2. Misi Puskesmas

Misi Puskesmas Purwadadi adalah sebagai berikut:

a. Mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup bersih

dan sehat.

b. Menyelenggarakan pelayanan Kesehatan secara terpadu dengan

seluruh lapisan masyarakat diwilayah kerjanya.

c. Meningkatkan profesionalisme SDM Puskesmas.

d. Meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor diwilayah kerja.

3. Strategi Puskesmas

Untuk mencapai Visi dan Misi Puskesmas tersebut diatas

digunakan strategi sebagai berikut :


26

a. Pertanggungjawaban wilayah.

b. Pemberdayaan masyarakat.

c. Keterpaduan Lintas program.

d. Keterpaduan Lintas Sektor

e. Sistem Rujukan :

 Rujukan upaya kesehatan perorangan.

 Rujukan upaya kesehatan masyarakat.

C. Waktu dan Jadwal Kegiatan

Kegiatan magang di Puskesmas Purwadadi ini berlangsung selama 4 minggu

yaitu berlangsung dari tanggal 25 Januari 2016 sampai tanggal 22 Februari

2016.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Puskesmas Purwadadi

Kabupaten Subang

No Tanggal Jenis Kegiatan


1 25 Januari 2016 Menyerahkan surat ijin magang
2 26 Januari 2016 Orientasi dengan kepala puskesmas
3 27 Januari 2016 Mencari data awal
4 28 Januari 2016 Melengkapi data yang kurang
5 1 Februari 2016 - Mengamati pelayanan di KIA
6 2 Februari 2016 - Diskusi dengan bidan coordinator di
puskesmas
7 3 Februari 2016 - Mengamati pelayanan di poned
8 4 Februari 2016 Menyusun laporan magang
9 5 Februari 2016 - Bimbingan laporan magang dengan
pembimbing akademik
27

10 9 Februari 2016 - Bimbingan laporan magang dengan bidan


koordinator
11 10 Februari 2016 - Perbaikan laporan magang
12 11 Februari 2016 - Mengamati pelayanan di KIA
13 12 Februari 2016 - Bimbingan laporan magang dengan
pembimbing akademik
14 15 Februari 2016 - Perbaikan laporan magang
15 16 Februari 2016 - Melengkapi data yang kurang
16 17 Februari 2016 - Mengamati pelayanan di poned
17 18 Februari 2016 - Bimbingan laporan magang dengan bidan
koordinator
18 19 Februari 2016 - Bimbingan laporan magang dengan
pembimbing akademik
19 22 Februari 2016 - Perbaikan laporan magang
BAB IV

HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Situasi Umum Puskesmas Purwadadi

1. Analisis Situasi Umum Di Ruang Pelayanan KIA/KB

Puskesmas mempunyai kegiatan Pokok/ upaya kesehatan wajib

sebagai berikut:Program KIA, Program Pencegahan Penyakit ( imunisasi ),

Program Promkes, Program Gizi, Program Kesling dan Program

Pengobatan.

Program Kesehatan Ibu dan Anak bertujuan meningkatkan

mutu pelayanan terhadap Ibu Hamil, Ibu Nifas, WUS, PUS, bayi dan

balita. Kegiatan yang menunjang tujuan tersebut diantaranya:

a. Pelayanan ANC Ibu hamil meliputi

1) Melaksanakan pemeriksaan antenatal minimal 4 kali

2) Melaksanakan imunisasi ibu hamil

3) Menimbang berat badan

4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil dan nifas

5) Penyuluhan resiko tinggi dan konseling terhadap ibu hamil

b. Melaksanakan rujukan resiko tinggi ke rumah sakit

c. Penjaringan ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi dan medeteksi

dini resiko tinggi pada ibu hamil

d. Melaksanakan pelayanan nifas dan neonatal

e. Melakukan pemeriksaaan laboratorium sederhana

28
29

f. Melaksanakan pemasangan alat kontrasepsi serta kontrol ulang alat

Kontrasepsi

g. Melaksanakan Pancabutan alat kontrasepsi IUD dan implant

2. Analisis Situasi Umum Pelayanan Pertolongan Persalinan Oleh

Tenaga Kesehatan

Kegiatan yang dilakukan unit pelayanan KIA Puskesmas

Purwadadi salah satunya pelayanan pertolongan persalinan, karena

Puskesmas Purwadadi memiliki PONED dengan pelayanan 24 jam dan

memadai untuk melakukan pelayanan pertolongan persalinan dengan baik.

Berdasarkan alur pelayanan, pasien masuk melalui tahap

pendaftaran dan kemudian pelayanan persalinan diberikan di ruang bagian

pelayanan persalinan. Sebelum memberikan pelayanan di ruang pelayanan

persalinan melakukan penyuluhan tentang persiapan persalinan kepada

keluarga dengan mengkondisikan ibu dan keluarga sebelum melakukan

proses persalinan.

Dalam pelaksanaannya pelayanan pertolongan persalinan telah

dilaksanakan dengan baik, namun dalam kenyataannya masih banyak

pertolongan persalinan dilakukan diluar PONED puskesmas. Hal ini

terbukti dengan tidak tercapainya cakupan pelayanan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan, disebabkan oleh masih adanya yang

melahirkan di paraji. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dari 1.280

sasaran dengan target 86% cakupan 1.073 (83,83%) terdapat kesenjangan -

2,17 yaitu persalinan yang dilakukan oleh tenaga non kesehatan


30

(paraji/dukun bayi), terdapat 8 bidan puskesmas, 10 bidan desa, dan

terdapat 6 orang paraji dan rata-rata jarak dari rumah ke puskesmas dari ±

200 m sampai ± 2 KM. Terdapatnya persalinan oleh tenaga non nakes

(Paraji) dikarenakan bidan desa yang tidak aktif, pada saat ibu mau

bersalin tidak memiliki cukup uang dan terjadi persalinan premature

(tidak sempat ke petugas kesehatan).

Tabel 4.1 Rekapitulasi Pencapaian Indikator Program KIA

CAKUPAN KESEN
TARGET
NO KEGIATAN SASARAN JANGAN
(%) ABSOLUT %
(%)
1 K1 1.341 98 1.324 98,73 + 0,73
2 K4 1.341 90 1.213 90,45 + 0,45
3 LINAKES 1.280 86 1.073 83,83 - 2,17
4 KN1 1.219 85 1.058 86,79 + 1,79
5 KN
LENGKAP 1.219 85 1.000 84,03 - 0,97
6 KF1 1.280 86 1.068 84,44 - 1,56
7 KF
LENGKAP 1.280 86 1.024 85 -1
8 KOMPLIKASI
MATERNAL 268 95 434 161,82 + 66,82
9 KOMPLIKASI
NEONATAL 183 95 103 56,33 - 38,67
10 KBY1 1.219 85 1.007 81,61 - 1,39
11 KBY
LENGKAP 1.219 85 1.029 84,41 - 0,59
12 LIN NON
Nakes 2,17
31

Sebagian besar indikator program KIA sudah mencapai target.

Namun masih ada yang belum sesuai target persalinan oleh tenaga

kesehatan (Linakes), KN lengkap, KF1, KF lengkap, penanganan

komplikasi neonatal, KBY1, dan KBY lengkap.

B. Hasil Kegiatan dan Temuan Masalah

Kabupaten Subang yang diperoleh adalah rendahnya cakupan

pertolongan persalinan oleh tenaga Dari pelaksanaan selama magang di

Wilayah kerja Puskesmas Purwadadi.

Rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan ini

disebabkan oleh :

1. Bidan desa yang tidak aktif,

2. Pada saat ibu mau bersalin tidak memiliki cukup uang

3. Terjadi persalinan premature (tidak sempat ke petugas kesehatan).

C. Studi Kasus dan Prioritas Masalah

Berdasarkan temuan masalah diatas mengenai gambaran cakupan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Purwadadi tahun

2016, maka perlu dilakukan pembobotan atau prioritas masalah.

Prioritas masalah merupakan masalah yang paling penting untuk

diselesaikan terlebih dahulu dan diikuti dengan penyelesaian masalah –

masalah selanjutnya. Hal ini disebabkan faktor kemungkinan adanya

keterikatan antar masalah yang teridentifikasi dan kemampuan yang dimiliki,

sehingga memerlukan penyelesaian secara bertahap oleh karena itu cara yang
32

dilakukan dengan menggunakan salah satu dari berbagai cara yang biasanya

digunakan, biasanya digunakan salah satunya adalah metode PAHO-

CENDES.

Metode PAHO – CENDES dikembangkan oleh Pan American Health

Organization Center for Development Studies.

Rumus metode tersebut adalah :

𝑚𝑎𝑔𝑛𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 𝑥 𝑖𝑚𝑝𝑜𝑟𝑡𝑎𝑛𝑐𝑦 𝑥 𝑣𝑢𝑙𝑛𝑒𝑟𝑎𝑙𝑖𝑏𝑖𝑡𝑦


𝑝𝑟𝑖𝑜𝑟𝑖𝑦 =
𝑐𝑜𝑠𝑡

Keterangan :

Magnitude (M) : Besarnya masalah

Importancy (I) : Pentingnya masalah

Vulnerability (V) : Kerentanan terhadap cara intervensi

Cost (C) : Besarnya biaya

Importancy terdiri dari :

a. Severity (S) adalah berat ringannya masalah tersebut terhadap

masalah kesehatan pada umumnya (semakin berat, nilai

semakin tinggi).

b. Rate of Increase (RI) adalah berat ringannya hambatan jika

masalah tersebut tidak segera ditangani (semakin berat

hambatan, nilai semakin tinggi).

c. Public Concern (Pco) adalah banyak sedikitnya masalah

tersebut menjadi perhatian masyarakat(semakin menjadi

perhatian, nilai semakin tinggi).


33

d. Political Climate (PC) adalah banyak sedikitnya perhatian

politik terhadap masalah tersebut (semakin menjadi perhatian

politik, nilai semakin tinggi).

e. Social Benefit (SB) adalah banyak sedikitnya masalah tersebut

memberikan manfaat sosial jika ditangani (semakin banyak

memberi manfaat sosial, nilai semakin tinggi).

Tabel 4.2
Pembobotan Prioritas Masalah Pertolongan Persalinan oleh Tenaga
Kesehatan Berdasarkan Metode PAHO CENDES
Efektivitas Efisiensi Nilai
Prioritas/
No Masalah MIV /
M I V C Rangking
C
1. Bidan desa yang tidak
4 3 3 3 12 2
aktif,

2. Pada saat ibu mau bersalin


4 4 3 3 16 1
tidak memiliki cukup uang

3. Terjadi persalinan

premature (tidak sempat ke


4 3 2 3 8 3
petugas kesehatan).

Keterangan :

1. Kriteria masalah :

Magnitude (M) : besarnya masalah

Importancy (I) : pentingnya masalah

Vulnerability (V) : Ketersediaan (sulit/rentang)

Cost (C) : besar biaya


34

2. Skor Masalah :

1 = Sangat Kecil

2 = Kecil

3 = Sedang

4 = Besar

5 = Sangat besar

Setelah dilakukan pembobotan maka diketahui prioritas masalah

sebagai berikut :

1. Bidan desa yang tidak aktif,

Peranan bidan adalah memberikan pengarahan dan

pertolongan, serta bantuan bagi ibu hamil dan bayi, serta untuk dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak. Dengan

kurang atau bahkan tidak aktifnya bidan desa setempat, juga

dipengaruhi oleh rendahnya SDM masyarakat akan sangat berpengaruh

terhadap pengetahuan masyarakat (pasangan usia subur) terutama ibu

hamil dan keluarga, untuk menyadari bahwa pentingnya kunjungan

pada masa kehamilan dan menjelang persalinan pada bidan desa

setempat.

Masalah yang ditemukan selain dari rendahnya SDM, juga

jarangnya sosialisasi tentang pentingnya pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan khususnya bidan karena biaya dan rendahnya

informasi mengenai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.


35

Untuk dapat mengatasi masalah tersebut maka di perlukanya konseling

dan penyuluhan ke masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Purwadadi.

2. Pada saat ibu mau bersalin tidak memiliki cukup uang

Faktor penting yang dapat menyebabkan rendahnya cakupan

persalinan oleh tenaga kesehatan adalah rendahnya angka perkapita

pada masyarakat, sehingga masyarakat enggan melakukan persalinan

oleh tenaga kesehatan selain membutuhkan biaya yang lebih mahal,

maka masyarakat lebih memilih pelayanan yang diberikan dengan

biaya yang lebih murah yaitu ke dukun bayi/ paraji. Karena pada saat

tibanya persalinan ibu bersalin tiak memiliki uang cukup.

Untuk dapat menanggulangi masalah di atas maka sangat

diperlukan kerjasama atau adanya mitra bidan dengan dukun bayi guna

memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa melakukan

persalinan di tenaga kesehatan tidak memerlukan biaya mahal karena

akan dapat ditanggulangi oleh pemerintah dengan syarat adanya surat

keterangan dari desa setempat. Bidan mensosialisasikan pentingnya

tabulin (tabungan ibu bersalin) guna mempersiapkan keuangan pada

saat persalinan tiba.

3. Terjadi persalinan premature (tidak sempat ke petugas kesehatan).

Rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

disebabkan oleh persalinan yang dilakukan oleh paraji/dukun bayi

yang tidak memiliki kemitraan dengan bidan, hal ini karena


36

kuranganya sosialisasi bidan dengan paraji, sehingga tidak terjalin

kemitraan.

Untuk dapat menjalin kemitraan antara bidan dengan paraji,

maka diperlukannya peran pemerintah khususnya pemerintah desa dan

tokoh masyarakat agar dapat memberikan penjelasan kepada dukun

bayi/paraji untuk dapat pelatihan pertolongan persalinan sesuai dengan

kaidah kesehatan.

D. Pembahasan dan Alternatif Masalah

Dari hasil prioritas menurut PAHO – CENDES didapat alternative

penyelesaian masalah seperti berikut :

1. Bidan desa yang tidak aktif

Peran bidan sebagai penyuluh bagi ibu hamil, ibu bersalin dan kesehatan

anak sangat diperlukan. Aktifnya bidan dipengaruhi oleh kerjasama

masyarakat dengan tokoh masyarakat untuk dapat melakukan kerjasama

atau menjadi mitra antara bidan dengan paraji/dukun bayi. Namun hal

tersebut juga diperlukannya sumber daya masyarakat akan dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dirinya,

terutama kesehatan ibu hamil untuk selalu memeriksakan kehamilan

melaui kunjungan antenatal hingga menjelang persalinan, sehingga

mendapatkan informasi yang benar melalui tenaga kesehatan dan dapat

melakukan persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan terkait.


37

2. Pada saat ibu mau bersalin tidak memiliki cukup uang

a. Peran penting pemerintah dan tokoh masyarakat untuk dapat

memberikan penjelasan kepada masyarakat, terutama ibu hamil dan

keluarga, agar dapat memeriksakan kehamilan hingga melakukan

persalinan dengan didampingi petugas kesehatan dan dapat

menjelaskan bahwa persalinan oleh tenaga kesehatan tidak mahal atau

dengan menganjurkan tabungan ibu bersalin (tubulin)

b. Tokoh masyarakat dapat membantu pemerintah dalam

mensosialisasikan peran bidan atau petugas kesehatan/bidan dalam

pertolongan persalinan, untuk dapat menurunkan angka kematian ibu

dan bayi.

3. Terjadi persalinan premature (tidak sempat ke petugas kesehatan).

a. Menjalin kemitraan antara bidan dan paraji/dukun bayi melalui

pemerintah setempat, agar dapat terjalinnya hubungan baik antara

bidan dengan paraji. Sehingga jika terjadi hal seperti di atas dapat di

beritahukan kepada bidan desa untuk dapat memantau persalinan ibu

yang tidak sempat berkunjung ke bidan karena prematuritas.

b. Peran serta tokoh masyarakat dalam menanggulangi persalinan oleh

tenaga non nakes (bidan) yang tidak terlapor ke puskesmas atau tenaga

kesehatan setempat.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah melakukan praktek magang di ruang KIA puskesmas

Purwadadi tentang Gambaran Penyebab Pertolongan Persalinanoleh Non

Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Purwadadi Tahun 2016, maka diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyebab rendahnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di

Puskesmas Purwadadi tahun 2016, dikarenakan kurangnya informasi

mengenai pertolongan persalinan baik dari segi biaya ataupun pelayanan

yang diberikan oleh tenaga kesehatan terkait.

2. Identifikasi masalah-masalah tentang cakupan pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan di Puskesmas Purwadadi tahun 2016, belum terjalinnya

kemitraan antara bidan dan paraji/dukun bayi, serta peran serta tokoh

masyarakat.

4. Prioritas masalah dengan memakai teori PAHO-cendes, diketahui bahwa

masalah utama adalah Bidan desa yang tidak aktif, Pada saat ibu mau

bersalin tidak memiliki cukup uang dan terjadi persalinan premature

(tidak sempat ke petugas kesehatan).

3. Alternative pemecahan masalah yang terpenting adalah kerjasama

berbagai pihak terkait pentingnya pemeriksaan persalinan untuk dapat

38
melanjutkan pada tahap proses persalinan yang di tolong oleh tenaga

kesehatan, untuk dapat mengurangi angka kematian ibu dan bayi.

B. Saran

1. Bagi Puskesmas Purwadadi

Sebaiknya kepala puskesmas memberikan teguran kepada bidan desa yang

kurang aktif atau kepada bidan desa yang cakupan persalinan tenaga

kesehatan rendah.

2. Bagi Stikes Bhakti Kencana Bandung

Dapat dijadikan masukan guna penelitian selanjutnya, dalam hal referensi

dan sumber pustaka, terutama penelitian tentang rendahnya cakupan

persalinan oleh tenaga kesehatan.

3. Bagi Masyarakat

Setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan, sehingga dapat

menurunkan kasus kesakitan dan kematian ibu dan anak.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Sarwono, P., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC

3. Depkes RI, 2012. SKRT dan SDKI. Jakarta

4. Dinkes Jabar, 2013. Laporan Tahunan Dinkes Jawa Barat. Bandung

5. Dinkes Subang, 2015. PWS KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun

2015.

6. KIA Puskesmas Purwadadi, 2015. Pemantauan Wilayah Setempat Puskesmas

Purwadadi Tahun 2015.

7. Dewi, Vivian Nany Lia. 2011. Asuhan Kehamilan Untuk Kebidanan. Jakarta :

Salemba Medika. Hal. 108-110

8. Depkes RI. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu

dan Anak (PWS-KIA). Jakarta : Depkes RI.

9. Depkes RI, 2010. Standar Pelayanan Kehamilan. JNP-KR. Jakarta

10. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai