Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Definisi
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Umar Kasan (2008)
2. Etiologi
a. Trauma tumpul
b. Trauma tembus
luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
1. Jatuh dari ketinggian
2. Cedera akibat kekerasan
a. Cedera otak primer
adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat
langsung dari trauma.
b. cedera otak sekunder
kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Doengos,
Marilyn (2007),
3. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar. Umar Kasan
(2008)
4. Manifestasi Klinis
a. Pada geger otak, kesadaran sering kali menurun.
b. Pola napas dapat menjadi abnormal secara progresif.
c. Respons pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami
deteriorasi.
d. Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama penignkatan
tekanan intrakranial.
e. Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial.
f. Perubahan prilaku, kognitif, dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara
dapat terjadi dengan segera atau lambat, amnesia yang berhubungan
dengan kejadian ini biasa terjadi.
Sumarmo Makam et.,al (2012),
5. Pathway
Djoko Listiono, Dr (2011)
6. Komplikasi
a. Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
b. Edema Cerebral : Terutama besarnya massa jaringan di otak di dalam
rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup.
c. Peningkatan tekanan intrakranial : terdapat perdarahan di selaput otak
d. Infeksi
e. Hidrosefalus
f. Prognosis
Umar Kasan (2008)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)
mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
b. Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/ edema)
d. AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan intracranial
e. Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan
tekanan intracranial.
Sumarmo Makam et.,al (2012)
8. Asuhan keperawatan
a. Pengakajian
1. Pengkajian primer
a) Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah
karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b) Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka
tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji
adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
c) Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi,
takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik,
penurunan produksi urin.
d) Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e) Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
2. Pengkajian skunder
a) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
b) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
c) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
d) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan
jantung, pemantauan EKG
e) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma
tumpul abdomen
f) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma,
memar dan cedera yang lain
b. Diagnosis
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke
serebral, edema serebral
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
3. Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan adanya jaringan
trauma.
4. mobilitas fisik berhubungan intoleran aktivitas
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
adanya jalan nafas buatan pada trakea, dan ketidakmampuan batuk
efektif sekunder akibat nyeri dan kelelahan,
6. Kerusakaan integritas kulit berhubungan dengan tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
c. Intervensi
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran
darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi
motorik dan sensorik
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan
TIK
b. Monitor status neurologis
c. Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
d. Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
e. Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk
mencegah peningkatan TIK
f. Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi,
pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan
indikasi
Intervensi:
Tujuan :
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau
tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas
normal.
Intervensi :
a. Kaji dalam nafas
b. Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi
penghisapan dengan 15 detik atau lebih..
c. Atur/rubah posisi klien secara teratur(tiap 2 jam).
d. Berikan minuman hangat jika keadaan memungkinkan.
e. Kolaborasi dengan dokter pemberian ekspektoran, antibiotik,
fisioterapi dada dan konsul foto thoraks.
Tujuan :
Rencana tindakan :
Umar kasan (2009), Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera
Kepala Pidato Pengukuhan Guru Besar Airlangga Univ. Press.
Doengos, Marilyn (2007), Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III, EGC, Jakarta