Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Gonorrhea adalah suatu penyakit menular seksual paling tua pernah


dilaporkan , sudah tersirat dalam laporan-laporan di Alkitab, literatur hindu, dan
papirus mesir. Gonorrhea disebabkan oleh bakteri diplokokus gram negative,
Neisseria Gonorrheae yang pertama kali ditemukan dan diberi nama oleh ahli
dermatologi Polandia, Albert Neisseria(1). Bakteri ini dapat ditemukan pada beberapa
mukosa pada saluran genital bawah, termasuk uretra, serviks, kelenjar Bartolini dan
Skene, dan juga kanal anorektal, faring, dan konjungtiva, dan dapat menyebar ke
saluran genital atas, tuba falopi, dan rongga abdomen. (2)
Wanita yang terinfeksi Gonorrhea biasanya tidak menunjukkan gejala atau
menyebabkan pengeluaran sekret vagina dan nyeri. Hal ini menyebabkan seorang
wanita penderita Gonorrhea tidak menyadari dirinya terinfeksi lalu menularknnya ke
orang lain. Sebagian besar dari kasus yang tidak menimbulkan gejala akan sulit untuk
dideteksi, maka dari itu sangat dianjurkan skrining berlanjut.
Jika Gonorrhea tidak diobati, maka Gonorrhea akan menjadi penyakit lebih
serius yang mempengaruhi epididymis, persendian, jantung dan organ reproduksi
wanita. Anak yang lahir dengan ibu yang menderita Gonorrhea berisiko lebih tinggi
untuk mengalami infeksi okular yang dapat berlanjut hingga kebutaan.(3,4)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Gonorrhea didefinisikan sebagai infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman
Neisseria Gonorrhoae,, suatu diplokokus gram negatif. Infeksi umumnya terjadi pada
aktivitas seksual secara genito-genital, namun dapat juga kontak seksual secara oro-
genital dan ano-genital. (5)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1975-1997, tingkat gonorrhea nasional menurun 74% setelah
pelaksanaan program pengendalian gonorrhea nasional. Setelah pengendalian
dihentikan untuk beberapa tahun, angka kasus gonorrhea jauh menurun hingga 98,1
kasus pada 2009. Ini adalah angka terendah sejak penghitungan angka kejadian
gonorrhea dilakukan. Namun angka kejadian meningkat di tahun 2010 menjadi 100,8
kasus per seratus ribu populasi dengan 309341 kasus terlapor di Amerika Serikat.
Peningkatan angka kejadian gonorrhea pada 2009-2010 diamati antara wanita dan
pria, dan antar ras atau etnik(6).
Dulu, pria lebih sering terkena Gonorrhea, tetapi pada tahun 1996 rasio antara
pria dan wanita mulai hampir seimbang dan angkanya tetap hampir sama sampai
sekarang. Pada tahun 2009, rasio Gonorrhea pada wanita lebih tinggi dari pada pria.
Sedangkang berdasarkan ras dan umur, rasio Gonorrhea paling tinggi pada orang
berkulit hitam dan pada 2009 rasio pada wanita berkulit hitam 17 kali lebih besar dari
pada wanita berkulit putih. Remaja dan dewasa muda menanggung beban terbesar
dari infeksi. Pada tahun 2009, wanita berkulit hitam usia 15-19 tahun dan 20-24 tahun
memiliki rasio tertinggi terinfeksi Gonorrhea (2614 dan 2549 per 100.000).(2)

2
2.3 ETIOLOGI
Gonorrhea disebabkan oleh gonokok yang dimasukkan ke dalam kelompok
Neisseria, sebagai Neisseria Gonorrhoeae. Gonokokus termasuk golongan
diplokokus berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 𝜇𝑚, panjang 6 𝜇𝑚, dan bersifat tahan
asam. Kuman ini bersifat gram negative , yang terlihat di luar atau di dalam sel
polimorfonuklear (leukosit), tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan
kering, tidak tahan suhu diatas 39°C dan tidak tahan terhadap zat desinfektan.
Afinitas kuman sangat baik pada mukosa yang dilapisi epitel silindris seperti vagina
atau epitel selapis gepeng yang belum berkembang (imatur, pada wanita prapubertas)
sedangkan epitel transisional dan belapsi pipih lebih resisten terhadap kuman
gonokokus ini.(5)
Kellog melaporkan secara morfologik gonokokus terdiri dari 4 tipe yaitu tipe I
dan II yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe III dan IV yang memiliki
pili yang bersifat non-virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan
menimbulkan reaksi radang. Hanya tipe I dan II yang patogen pada manusia.(5)

Gambar 1:. Gambaran mikroskopik N. Gonorrhoeae


2.4 FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang umum diketahui untuk penyakit menular seksual adalah
penggunaan kondom yang inkonsisten, memiliki pasangan seks lebih dari satu,
wanita, belum menikah dan orang dengan AIDS yang tidak mengonsumsi terapi anti-
retroviral .(7)

3
Kelompok perilaku risiko tertinggi dalam penyakit menular seksual ialah
perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko terbesar terserang penyakit,
dan jika dilihat dari segi usia, maka yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah 20-
24 tahun. Menurut J Richens, kemungkinan terjadinya infeksi gonokokus pada anak
yang tinggal di negara tropis lebih banyak disebabkan oleh penularan non-seksual.
Faktor lingkungan yang lembab, dan seringnya anak memakai pakaian, handuk, dan
seprei tempat tidur yang sama dengan orang tuanya yang menderita Gonorrhea patut
dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab.(5)
Cukup tingginya penderita Gonorrhea yang berstatus belum menikah
mencerminkan banyaknya pasangan yang melakukan hubungan seksual pra-nikah,
yang tidak menutupi kemungkinan juga dilakukan secara berganti-ganti pasangan.(5)
2.5 PATOFISIOLOGI
Neisseria Gonorrhoeae adalah bakteri gram negatif, intraseluler, diplokokus
yang mempengaruhi epitel kuboid atau kolumner host. Berbagai macam faktor akan
mempengarui virulensi dan patogenitasnya. Membran protein luar seperti protein
opacity-associated meningkatkan perlekatan antara gonokokus dan juga
meningkatkan perlekatan dengan fagosit. Gonokokus melekat pada sel mukosa host
kemudian penetrasi seluruhnya diantara sel dalam ruang sub-epitel.(8)
Gonokokus akan menghasilkan berbagai macam produk ekstraseluler yang
dapat mengakibatkan kerusakan sel, termasuk diantaranya enzim seperti fosfolipase,
peptidase, dan lainnya. Kerusakan jaringan ini tampaknya disebabkan oleh dua
komponen permukaan sel yaitu LOS (lipo-oligosaccharide, berperan menginvasi sel
epitel dengan cara menginduksi produksi endotoksin yang menyebabkan kematian sel
mukosa) dan peptidoglikan (mengandung beberapa asam amino dan “penicillin
binding component” yang merupakan sasaran antibiotik penisilin dalam proses
kematian kuman). Mobilisasi leukosit PMN menyebabkan terbentuk mikroabses sub-
epitelial yang pada akhirnya akan pecah dan melepaskan PMN dan gonokokus.(5)
Setelah terinokulasi infeksi dapat menyebar ke kelenjar skene, kelenjar
bartolini, endometrium, tuba falopii, dan rongga peritoneum yang menyebabkan

4
Pelvic Inflammatory Disease (PID) pada perempuan. PID adalah penyebab utama
infertilitas pada perempuan. Infeksi gonokokus dapat menyebar ke aliran darah,
menimbulkan bakteremia gonokokus. Bakteremia dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan tetapi apabila dibandingkan lebih sering terjadi pada perempuan.
Perempuan berisiko paling tinggi mengalami penyebaran infeksi saat haid. Penularan
perinatal kepada bayi saat lahir, melalui Os. Serviks yang terinfeksi dapat
menyebabkan konjungtivitis neonatorum dan akhirnya kebutaan pada bayi jika tidak
diketahui dan diobati.(1)
Untuk dapat menular, harus terjadi kontak langsung mukosa-ke-mukosa.
Tidak semua orang yang terpajan Gonorrhea akan terjangkit penyakit, dan risiko
penularan dari laki-laki kepada perempuan lebih tinggi dari pada perempuan kepada
laki-laki terutama karena lebih luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang
berdiam lama di vagina.(1)
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda dari pria.
Hal ini disebabkan perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan perempuan.
Gonorrhea pada perempuan kebanyakan asimptomatik sehingga sulit untuk
menentukan masa inkubasinya.(10)
Pada perempuan, gejala dan tanda timbul pada 7 sampai 21 hari, dimulai
dengan sekret vagina. Sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan
antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana. Infeksi pada wanita mulanya hanya
mengenai serviks, kadang-kadang menimbukan rasa nyeri di panggul bawah, nanah
terlihat lebih banyak dan sakit ketika berkemih. Pada pemeriksaan, serviks yang
infeksi tampak edema dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium. Infeksi N.
Gonorrhoeae tidak atau sedikit menimbulkan gejala pada 25% sampai 50%
perempuan. Perempuan yang sedikit atau tidak memperlihatkan gejala menjadi
sumber utama penyebaran infeksi dan berisiko mengalami penyulit.(1)
Apabila tidak diobati maka tanda-tanda infeksi meluas biasanya timbul dalam
10 sampai 14 hari. Tempat penyebaran tersering pada perempuan adalah uretra

5
dengan gejala urethritis, dysuria dan sering berkemih serta ke kelenjar Bartolini dan
Skene yang menyebabkan pembengkakan dan nyeri. Infeksi yang menyebar ke
endometrium dan tuba falopii menyebabkan perdarahan abnormal vagina, nyeri
panggul dan abdomen,dan gejala PID progresif apabila tidak diobati(1).
Bakteremia gonokokus akibat infeksi gonokokus jarang ditemui, gejala dan
tandanya dapat berupa lesi kulit papular dan pustular di tangan dan kaki, poliartritis
dan peradangan tendon tangan dan kaki yang nyeri.(1)
Penularan gonorrhea dapat ditransmisikan melalui kontak seksual maupun
saat melahirkan, sehingga dapat menyebabkan infeksi pada neonatus. Infeksi pada
neonatus ini mencakup konjungtivitis, kebutaan, sepsis, dan radang persendian.(2)

Gambar 2. Manifestasi klinis infeksi N.Gonorrhoeae pada wanita dan neonatus.

6
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Gonorrhea dapat ditegakkan dengan anamnesis, antara lain adanya
riwayat keluarnya duh tubuh urethra atau vagina, nyeri saat buang air kecil, riwayat
berhubungan seksual berisiko tinggi. Untuk menggali faktor risiko perlu ditanyakan
beberapa hal tersebut di bawah ini. Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh World
Health Organization (WHO) di beberapa negara, pasien akan dianggap berperilaku
berisiko tinggi apabila terdapat jawaban “ya” untuk satu atau lebih pertanyaan di
bawah ini:(5,9)
1. pasangan seksual >1 dalam 1 bulan terakhir
2. berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
3. mengalami 1 atau lebih episode infeksi menular seksual dalam 1 bulan
terakhir.
4. Perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.

Keluhan duh tubuh vaginal abnormal biasanya disebabkan oleh radang


vagina, tetapi dapat pula akibat radang serviks yang mukopurulen. Diagnosis
Gonorrhea akut dalam kehamilan tidak sulit bila ditemukan adanya gejala-gejala
klinis seperti dysuria, urethritis, servisitis, fluor albus seperti nanah encer agak
kuning atau kuning hijau, dan kadang bartholinitis akut atau vulvokolpitis. Deteksi
infeksi serviks berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar
wanita dengan Gonorrhea tidak merasakan keluhan atau gejala. Gejala duh tubuh
vagina abnormal merupakan petunjuk yang kuat untuk infeksi vagina.(4,9)
Di beberapa Negara, bagan alur penatalaksanaan sindrom telah digunakan
sebagai perangkat skrining untuk deteksi infeksi serviks pada wanita tanpa keluhan
genital sama sekali. Walaupun hal ini dapat membantu dalam mendeteksi wanita
dengan infeksi serviks, tetapi kemungkinan dapat terjadi diagnosis yang
berlebihan(9).

7
2.7.1 SKRINING
Amerika Serikat Preventive Services Task Force and the CDC yaitu
pemeriksaan rutin genitalia pada infeksi N.gonorrhoae direkomendasikan untuk :

1. Aktifitas seksual tinggi, wanita usia <25 tahun


2. Wanita tua dengan satu atau lebih faktor resiko seperti riwayat infeksi
gonorrhea sebelumnya, serta adanya manifestasi gejala STI yang lain,
3. Pasangan seksual baru atau >1,
4. Inkonsisten penggunaan kondom, pekerja seksual, pemakai obat-
obatan,
5. Infeksi HIV dengan aktifitas seksual.
6. Wanita hamil (+)  tes kembali dalam 3-6 bulan berikutnya dan
mereka yang memiliki resiko tinggi infeksi gonokokus termasuk
dewasa harus dilakukan tes kembali pada trimester ketiga(2)
Ada tiga cara untuk mendiagnosis Gonorrhea, yaitu kultur, Nucleic Acid
Hybridization, dan Nucleic Acid Amplification test (NAATs). NAATs dianggap
sebagai standar untuk skrining dan keperluan diagnosis. Kultur membutuhkan sel
yang terinfeksi dari permukaan mukosa dan satu-satunya metodologi yang di disetujui
untuk deteksi N. Gonorrhoeae dari permukaan mukosa genital (endoserviks, urethra)
maupun non-genital (anorektal, faringeal, dan konjungtiva). Prinsip dari pemeriksaan
NAATs adalah amplifikasi termediasi transkripsi, Polymerase Chain Reaction, dan
amplifikasi penggantian rantai, deteksi dan menyalin DNA gonokokal untuk
meningkatkan deteksi. (2)

2.7.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis Gonorrhea dapat dipastikan dengan menemukan N. Gonorrhoeae
sebagai penyebab, baik secara mikroskopis maupun kultur. Pemeriksaan mikroskopis
yang banyak dilakukan di laboratorium adalah pewarnaan Gram. Sensitivitas dan
spesifisitas dengan pewarnaan gram hanya berkisar antara 45-65%, 90-99%,

8
sedangkan sensitivitas dan spesifisitas kultur sebesar 85-95%,>99%. Oleh karena itu,
untuk mendiagnosis Gonorrhea pada perempuan perlu dilakukan kultur.(8,10)
Pemeriksaan penunjang yang memegang peranan penting dan sering
dilakukan adalah pemeriksaan sediaan langsung dengan membuat hapusan sekret
uretra atau serviks, dan biakan kuman. Dari pemeriksaan sediaan langsung yang dicat
dengan gram, akan tampak kuman diplokokus gram negative, berbentuk seperti ginjal
pada intraselular atau ekstraselular. Sedangkan biakan kuman dengan menggunakan
media Thayer-Martin memilik sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Pada
pengecatan Gram, Gonorrhea dikatakan positif bila dijumpai adanya diplokokus gram
negaif dengan bentuk morfologinya yang khas dan biasanya teridentifikasi di dalam
sel leukosit polimorfonuklear (intraselular) maupun dekat di sektar sel leukosit
(ekstraselular).(5,8)

Gambar 5. Gonococcus dengan leukosit PMN

2.8 DIAGNOSIS BANDING


1. Candidiasis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Candida Albicans. Kandidiasis terjadi
akibat reaksi radang akibat infeksi jamur di liang vagina dan vulva. Penderita
mengeluhkan kemaluan sangat gatal, kadang sukar tidur dan terdapat banyak bekas

9
garukan. Sekresi seperti susu kental dan berwarna putih kekuningan, sekret tidak
berbau.(4)
2. Chlamydia
Infeksi Chlamydia merupakan infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Manifestasi klinisnya berupa pengeluaran duh tubuh dan dapat
menyebabkan urtritis, servitis, endometritis, salpingitis, perihepatitis, dan seterusnya.
Pada wanita biasanya asimtomatik tapi biasanya koimplikasinya akan berat yaitu
pelvic inflammatory disease (PID), kemandulan dan kehamilan ektopik. Selain itu
bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi mempunyai risiko untuk menderita
konjungtivitis dan atau pneumonia(4)
3. Bakterial Vaginosis
Bakterial vaginosis adalah keadaan abnormal ekosistem vagina yang
disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan
Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
Sebanyak 50% yang menderita penyakit ini tidak mengalami keluhan atau
asimtomatik. Bila ada keluhan, umumnya berupa duh tubuh vagina normal, yang
terjadi setelah hubungan seksual.
Pada pemeriksaan klinis duh tubuh berwarna abu-abu homogen, viskositas
rendah atau normal, berbau amis, dan pH sekret vagina berkisar 4,5-5,5(4).
4. Trikomoniasis
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa persisten yang umum menyerang
saluran urogenital pada wanita ditandai dengan timbulnya vaginitis dengan bercak-
bercak berwarnamerah seperti “strawberry” disertai dengan sekret berwarna hijau
dan berbau. Trikomoniasis dapat menyebabkan uretrtitis atau cystitis dan umumnya
tanpa gejala.(4)

10
2.9 TERAPI
Gonorrhea dapat disembuhkan dengan penicillin mulai tahun 1940an; namun,
sekarang banyak berkembang galur-galur N.Gonorrhoeae yang resisten penisilin.
Terapi yang saat ini direkomendasikan adalah golongan sefalosporin dan
fluorokuinolon. Sayangnya, di banyak bagian dunia dilaporkan adanya galur-galur
N.Gonorrhoeae yang resisten. Semua kontak seksual pasien yang yang diterapi harus
dievaluasi dan diberikan terapi profilaktik(1).
Pengobatan oral untuk infeksi tanpa komplikasi dapat diobati dengan
Tiamfenikol 3,5 gram dosis tunggal, atau ofloxacin 400 mg dosis tunggal, atau
Ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal atau cefixime 400 mg dosis tunggal. Sementara
untuk obat yang diberikan perinjeksi, yang dapat dipilih adalah kanamisin 2 gram
intramuskuler dosis tunggal, atau Spektinomisin 2 gram intramuskuler dosis tunggal,
atau Ceftriaxone 250 mg intramuskuler dosis tunggal.(5)
Pada kasus Gonorrhea dengan komplikasi, pilihan pengobatan yang dapat
diberikan adalah pengobatan oral selama 5 hari sedangkan obat injeksi diberikan
selama 3 hari. Pilihan pengobatan oral tersebut antara lain, Tiamfenikol 3,5 gram
sekali sehari, atau Ofloxacin 400 mg sekali sehari, atau Ciprofloxacin 500 mg sekali
sehari, atau Cefixime 400 mg peroral sekali sehari. Sedangkan untuk obat injeksi,
preparat yang dapat dipilih adalah kanamisin 2 gram intramuskuler sekali sehari, atau
spektinomisin 2 gram intramuskuler sekali sehari, atau Ceftriaxone 1 gram
intramuskuler sekali sehari.(5)
Pilihan tatalaksana untuk infeksi gonokokal pada kehamilan sangat terbatas.
Obat golongan quinolone kontraindikasi terhadap kehamilan. Jadi pengobatan yang
dianjurkan pada kehamilan adalah Ceftriaxone 250 mg intramuskuler dosis tunggal,
atau Cefixime 400 mg peroral dosis tunggal. Koinfeksi Gonorrhea dengan C.
Trachomatis biasa terjadi sehingga dianjurkan untuk mengobati semua ibu hamil
dengan Gonorrhea dengan azithromycin atau amoxicillin sebagai presumtif infeksi
Klamidia.(11)

11
Pemeriksaan klinis dan laboratorium perlu diulang 3 hari atau lebih setelah
pengobatan selesai. Apabila terjadi kekambuhan maka penderita harus diobati lagi
dengan dosis 2 kali lipat.(4) Konjungtivitis gonokokal (ophtalmia neonatorum),
manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umumnya ditransmisikan selama proses
persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi kornea dan
panoftalmitis. Bila terjadi konjungtivitis gonokokal pada neonatus, pengobatan yang
dianjurkan adalah pemberian ceftriaxone 50-100 mg/kgBB intramuscular, dosis
tunggal dengan dosis maksimum 125 mg.(10)
2.10 KOMPLIKASI
Infeksi Gonorrhea selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic
inflammatory disease (PID). Infeksi ini sering ditemukan pada trimester pertama
sebelum korion berfusi dengan desidua dan mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut N.
Gonorrhoeae diasosiakan dengan ruptur membran yang prematur, kelahiran prematur,
korioamnotis dan infeksi pasca-persalinan. Selain itu bila infeksi mengenai urethra
dapat terjadi parauretritis, sedangkan pada kelenjar bartholin akan menyebabkan
bartholinitis.(5,10)
Konjungtivitis gonokokal (ophtalmia neonatorum), manifestasi tersering dari
infeksi perinatal, umumnya ditransmisikan selama proses persalinan. Jika tidak
diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi kornea dan panoftalmitis. Infeksi
neonatal lainnya yang lebh jarang termasuk meningitis sepsis diseminata dengan
arthritis, serta infeksi genital dan rektal.(10)

2.11 PROGNOSIS
Kebanyakan infeksi pada wanita tidak mempunyai gejala yang terlihat sampai
komplikasi seperti PID (Pelvic Inflamation Disease), infertilitas, timbulnya
kehamilan ektopik, endometritis, atau infeksi tuba. (12)
Jika seorang wanita hamil yang terinfeksi N. gonorrhoeae maka melahirkan
seorang anak akan membuat dia terinfeksi maka pengobatan yang baik akan
menurunkan resiko pada bayi. (12)

12
2.12 EDUKASI
Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada
keberhasilan pengobatan dan pencegahan karena Gonorrhea dapat menular kembali
dan dapat terjadi komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas.(13)
Tidak ada cara pencegahan terbaik kecuali menghindari kontak seksual
dengan pasangan yang berisiko. Penggunaan kondom masih dianggap yang terbaik.
Pendidikan moral, agama, dan seks perlu diperhatikan.(13)

13
BAB III
KESIMPULAN

1. Gonorrhea adalah infeksi purulen dari permukaan selaput lendir (mukosa)


yang disebabkan oleh gram-negatif Diplococcus Neisseria gonorrhoeae
2. Serviks merupakan jalur yang paling umum infeksi gonorrhea, mengakibatkan
endocervicitis dan uretritis, bermanifestasi menjadi penyakit radang panggul
(PID) menyebabkan sikatrik tuba atau penyumbatan pada tuba yang dapat
menyebabkan infetilitas dan kehamilan ektopik.
3. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta hasil
pemeriksaan laboratorium yang mendukung adanya bakteri penyebab infeksi
gonore.
4. Pada dasarnya pengobatan infeksi gonorrhea pada kehamilan baru diberikan
setelah diagnosis ditegakkan.
5. Pengobatan yang benar meliputi : pemilihan obat yang tepat serta dosis yang
adekuat untuk menghindari resistensi kuman.
6. Sebelum penyakitnya benar benar sembuh dianjurkan untuk tidak melakukan
hubungan seksual.
7. Pasangan seksual harus diperiksa dan diobati agar tidak terjadi fenomena
ping-pong.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Prince Nancy A. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit:


Infeksi Saluran Genital. Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2003. Pg. 1336-7.
Vol.2
2. Walker CK, Sweet RL. Gonorrhea infection in women : prevalence, effects,
screening, and management. International Journal of Women's Health.
2011;13. Pg. 197-206.
3. Ali Syed I, Hanif A, Tanwir F. Orally and Sexually Transmitted Gonorrhea.
Pakistan Oral and Dental Journal. September, 2014. Vol.34(3).
4. Agustini N.N.M, Arsini N.L.K.A. Infeksi Menular Seksual dan
Kehamilan.Seminar Nasional FMIPA Undiksha: 2013.
5. Jawas FA, Murtiastutik D. Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular
Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr.
Soetomo Tahun 2002-2006. SMF kesehatan Kulit dan Kelamin FK
Unair:2006.
6. Centers for Disease Control and Prenvention. STD Surveillance Gonorrhea:
CDC; 2010 [Diakses Tanggal Diakses tanggal 19 Januari 2017]. Available
from: https://www.cdc.gov/std/stats10/gonorrhea.htm.
7. Basera TJ, Takuva S, Muloongo K. Prevalence and Risk Factors for Self-
reported Sexually Transmitted Infections among Adults in the Diepsloot
Informal Settlement, Johannesburg, South Africa. Journal of AIDS and
Clinical Research: 2016.
8. Afriana N.Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Gonore
pada Wanita Penjaja Seks Komersial di 16 Kabupaten/Kota Indonesia
(Analisis Data Sekunder Survei Terpadu Biologi dan Perilaku 2011). Program
Studi Epidemiologi Komunitas Program Pasca Sarjana Universitas
Indonesia:2012. p. 13-16

15
9. Aditama YT.Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual.Kemenkes RI: 2011. p. 20
10. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
2008. p. 924-5
11. Latif AS, Moses S. Sexually Transmitted Infection During Pregnancy. Jones
& Barlett Learning, LLC: 2011. p.377-85
12. World Health Organization. Guidelines for the Treatment of Neisseria
Gonorrhoeae. WHO Library Catalouging: 2016. p.2
13. Ernawati. Uretritis Gonore Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma 2010 [Diakses Tanggal 2 Februari 2017]. Available from:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20De
sember%202010/URETRITIS%20GONORE.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai