BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Ny. J
2. Umur : 65 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Kriwen, Sukoharjo
5. Pekerjaan : Pedagang
6. Agama : Islam
7. Suku : Jawa
8. Tanggal Masuk RD : 04 Juni 2016
9. Tanggal Pemeriksaan : 06 Juni 2016
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum datang ke Rumah Sakit pasien mengeluhkan sesak napas.
Pada saat masuk rumah sakit pasien masih mampu berjalan tetapi susah untuk
mengucapkan kalimat. Pasien lebih suka duduk dibanding tidur. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak dengan dahak berwarna putih kekuningan, perut
kembung ,mual, dan sakit kepala. Sesak nafas dan batuk tidak bergantung
waktu. Pada saat sudah dirawat pasien sudah mampu berbicara beberapa
kalimat. Pasien demam, menggigil maupun berkeringat pada malam hari.
Buang air besar dan buang air kecil lancar seperti biasa. Nafsu makan dan
minum baik, berat badan tidak menurun. Pasien pernah mengalami TB dengan
pengobatan telah selesai.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat pengobatan dengan OAT : diakui
b. Riwayat TB Paru : diakui
c. Riwayat asma : diakui
3
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum: sedang, compos mentis
2. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/60 mmHg
b. Nadi : 72 x/menit
c. Respirasi : 28 x/menit
d. Suhu : 36,2 0C
e. Bb : 45 Kg
3. Kepala
a. Konjungtiva anemis (-/-)
b. Sklera ikterik (-/-)
4
4. Leher
a. Pembesaran kelenjar limfe regional tidak ditemukan.
b. JVP dalam batas normal.
5. Thorax
a. Cor
1) Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak, tidak terlihat massa dan
tanda jejas.
2) Palpasi : Ictus Cordis teraba dan kuat angkat di SIC V linea
midclavicularis sinistra
3) Perkusi :
a) Kanan Atas : SIC II parasternalis dextra
b) Kanan Bawah : SIC IV parasternalis dextra
c) Kiri Atas : SIC II parasternalis sinistra
d) Kiri Bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
4) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II dalam batas normal, reguler,
tidak terdapat bising.
b. Pulmo
1) Inspeksi : pengembangan dada kiri dan kanan simetris,
ketinggalan gerak dada tidak ditemukan.
2) Palpasi :
a) Ketinggalan gerak (-/-)
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -
5
b) Fremitus
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N
3) Perkusi :
Depan Belakang
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Redup Redup Redup Redup
4) Auskultasi :
Depan Belakang
SDV dbn SDV dbn SDV dbn SDV dbn
SDV dbn SDV dbn SDV dbn SDV dbn
SDV dbn SDV dbn SDV dbn SDV dbn
Suara tambahan :
Ronkhi Wheezing
- - + +
- - + +
- - + +
6. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk abdomen simetris, ukuran normal, sikatriks (-).
b. Auskultasi : peristaltik usus dalam batas normal.
c. Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
d. Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen.
6
7. Extremitas
a. Clubbing finger tidak ditemukan.
b. Edema tidak ditemukan.
c. Akral hangat pada keempat anggota gerak
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi ( 5 Juni 2016)
Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Leukosit 11.5 3.6-11.0 H
Eritrosit 3.64 3.80-5.20 N
Hemoglobin 10.0 11.7-15.5 L
Hematokrit 30.8 35-47 L
Indeks eritrosit
MCV 84.6 80-100 N
MCH 27.5 26-34 N
MCHC 32.5 RMF
Trombosit 461 150-450 H
RDW-CV 13.0 11.5-14.5 N
PDW 9.8
MPV 9.7
P-LCR 20.9
PCT 0.45
Diff Count
NRBC 0.00 0-1 N
Neutrofil 95.2 53-75 H
Limfosit 3.9 25-40 L
Monosit 0.70 2-8 L
Eusinofil 0.00 2.00-4.00 L
Basofil 0.20 0-1 N
Ig 0.30
Golongan Darah A
7
* Ket : H = High
L = Low
N = Normal
4. EKG
5 Spirometri
Hasil : (----)
E. DIAGNOSIS
Penumonia dengan Asma Akut Sedang dan Bronkiektasis
F. TINDAKAN/PENATALAKSANAAN
- Ringer Asetat
- Aminophilin 20 tpm
- Ceftazidin 3 x 1
- Ofloxacin infuse 1x 400 mg
- Metil prednisolon injeksi 3 x 62,5 mg
- Omeprazole injeksi 2 x 1
- Combivent nebu/8 jam
- Pulmicort nebu/8 jam
- Codein 3 x 10 mg
- Ambroxol 3 x1
- Salbutamol 3x 1 gr
9
- Ulsafat syr 3x CI
- Betahistin 3x 1
- Alprazolam 0-0-0,25 mg
- Spironolakton 1x 25 mg
G. FOLLOW UP
Sabtu, 4 Juni 2016
S: A:
Sesak (+) Batuk (+) Dahak (+) Dypsneu
kehijauan Pusing (+) Status Asmatikus
O: P:
TD : 130/80 mmHg O2
HR : 120 x/menit Ventolin nebu
RR : 34 x/menit Pulmicort nebu
S : 38,20C GG 100 mg
KU/KS : sedang / CM Aminophilin 7 mg
KL : CA -/- SI -/- PKGB (-) Salbutamol 2 g
TH : wheezing +/+ rh +/+ BJ I-II CTM
reguler
ABD : Peristaltik (+) supel
EKS : akral hangat, udem tangan -/-
udem kaki -/-
10
Bricasma 3 x 1 tab
Sangobion 1x 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
1. Definisi
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri
dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi
nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan
nafsu makan berkurang). Pneumonia ditanyakan pada semua penduduk
untuk kurun waktu 1 bulan atau kurang dan dalam kurun waktu 12 bulan
atau kurang. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai
jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan
merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang sering menyebabkan
kematian. Penyebab Pneumonia adalah infeksi bakteri, virus maupun
jamur. Pneumonia mengakibatkan jaringan paru mengalami peradangan.
Akibatnya kemampuan paru untuk menyerap oksigen menjadi
berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel sel tidak bisa bekerja..
Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi,
dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai
senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua
umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua
dan penderita penyakit kronis.
2. Etiologi
Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam “Pneumonia:
The Forgotten Killer of Children”, Indonesia menduduki peringkat ke-6
dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita
mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus
kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh
bakteri pneumokokus.
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri
pneumokokus yang menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal.
14
15
B. Asma
1. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang
menyebabkan hiperesponsif jalan nafas dan dapat menimbulkan gejala
berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama malam
dan atau dini hari13.
2. Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok
faktor genetic ( hipereaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang
memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, dan ras/etnik) dan Faktor
lingkungan ( alergen, makanan, obat-obatan, bahan yang mengiritasi,
emosi, asap rokok dan polusi udara, aktivitas, perubahan cuaca)14.
3. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor,
antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons
inflamasi akut.Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis
dan saraf otonom.Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase
cepat dan fase lambat.Reaksi alergi timbul pada orang dengan
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal
dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi.Pada asma alergi,
antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
18
5. Klasifikasi
Klasifikasi asma menurut derajat serangan
6. Penatalaksanaan
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat 2
faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pelega dan pengontrol.
- Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas.
Termasuk pelega adalah :
Agonis beta2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,
dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai
kerja (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai onset cepat dan
durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian
inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/
tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot
polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel
mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma (bukti A). Penggunaan
agonis beta-2 kerja singkat direkomendasikan bila diperlukan untuk
mengatasi gejala. Kebutuhan yang meningkat atau bahkan setiap
hari adalah petanda perburukan asma dan menunjukkan perlunya terapi
antiinflamasi. Demikian pula, gagal melegakan jalan napas segera atau
respons tidak memuaskan dengan agonis beta-2 kerja singkat saat
serangan asma adalah petanda dibutuhkannya glukokortikosteroid oral.
22
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat,
bila tidak tersedia agonis beta-2, atau tidak respons dengan agonis beta-2
kerja singkat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada
penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian
intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
- Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut
pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
Glukokortikosteroid inhalasi
Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk
mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif
jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan
dan memperbaiki kualiti hidup (bukti A). Steroid inhalasi adalah pilihan
bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Steroid inhalasi
ditoleransi dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan.
Asma Persisten Ringan
Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol
setiap hari untuk mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak
bertambah bera; sehingga terapi utama pada asma persisten ringan adalah
antiinflamasi setiap hari dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah (bukti A). Dosis yang dianjurkan 200-400 ug BD/ hari atau 100-
250 ug FP/hari atau ekivalennya, diberikan sekaligus atau terbagi 2 kali
sehari (bukti B).
24
C. Bronkiektasis
1. Defenisi
Bronkiektasis adalah dilatasi kronis yang abnormal serta destruksi
dinding bronkus, dan dapat terjadi di seluruh percabangan trakeobronkial8.
2. Epidemiologi
Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada negara yang
kurang berkembang.Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi
antibiotika terbatas. Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan
umur rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60 – 80 tahun. Sebab
kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal
napas.Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan yang
bukan perokok15.
3. Etiologi
1) Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkiektasi terjadi sejak individu masih dalam
kandungan.Faktor genetik atau factor pertumbuhan dan perkembangan
fetus memegang peran penting.Bronkiektasis yang timbul kongenital
memiliki ciri sebagai berikut.Pertama, bronkiektasis mengenai hampir
seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis
kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya,
misalnya: Mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener
(bronkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal dan situs inversus), hipo
26
berat dan lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun
payah jantung kanan16.
Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat
kelainan bronkiektasis terjadi, dan kelainannya apakah local atau
difus.Pada pemeriksaan fisis paru kelainannya harus dicari pada tempat-
tempat predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronki basah
yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaanya menetap
dari waktu ke waktu, atau ronki basah ini hilang sesudah pasien
mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila
bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat
menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan
berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat
komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan
pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi
bronkus1.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada pasien ini umumnya tidak khas.Pada
keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat ditemukan
polisitemia sekunder.Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya
normal.Sering-sering ditemukan anemia, yang menunjukkan adanya
infeksi kronik atau ditemukannya leukositosis yang menunjukkan adanya
infeksi supuratif16.
Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi
amyloidosis akan ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum dengan
pengecatan langsung dapat dilakukan untuk menentukan kuman apa yang
terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensitivitas
terhadap antibiotic perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi
sekunder. Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya
dijumpai sputum pada hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang
berubah menjadi warna kuning atau hijau16.
29
7. Pencegahan
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada
bentuk kongenital tidak dapat dicegah. Menurut kepustakaan dicatat
beberapa usaha pencegahan antara lain : Pengobatan dengan antibiotik
atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua bentuk pneumonia yang
timbul pada anak, akan dapat mencegah (mengurangi) timbulnya
bronkiektasis.Tindakan vaksinasi terhadap pertussis dan lain-lain
(influenza, pneumonia) pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan
preventif terhadap timbulnya bronkiektasis16.
8. Komplikasi
Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis, Kor pulmonal kronik1.
9. Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya
serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali.Pemilihan
30
BAB III
PEMBAHASAN
30
31
DAFTAR PUSTAKA