Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus

Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). Virus Hepatitis C masuk ke sel hati,

menggunakan mutasi genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C,

kemudian menginfeksi banyak sel lainnya 15% dari kasus infeksi Hepatitis C

adalah akut, artinya secara otomatis tubuh membersihkannya dan tidak ada

konsekwensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis

dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa

rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker

hati.5

B. Virus Hepatitis C

Virus hepatitis C temasuk kelas Flaviviridae genus hepacivirus yang

memiliki selubung glikoprotein dengan RNA rantai tunggal.3

Gambar 1. Virus Hepatitis C.6

3
HCV merupakan virus RNA dari famili Flaviviridae. Ada 6 genotipe HCV

dan lebih dari 50 subtipe. Genotipe ini berbeda sebanyak 31-34 persen pada

urutan nukleotida mereka, sedangkan subtipe berbeda sebesar 20 sampai 23

persen berdasarkan full-length perbandingan urutan genom. Kurangnya respon T-

limfosit kuat dan kecenderungan tinggi virus untuk bermutasi muncul untuk

mempromosikan tingkat tinggi infeksi kronis. Heterogenitas genetik luas HCV

memiliki implikasi diagnostik dan klinis yang penting, mungkin menjelaskan

kesulitan dalam pengembangan vaksin dan kurangnya respon terhadap terapi.

Genotipe 1 menyumbang paling banyak 70 sampai 75 persen dari semua infeksi

HCV di Amerika Serikat dan berhubungan dengan tingkat yang lebih rendah dari

respon terhadap pengobatan.3

HCV bereplikasi istimewa dalam hepatosit tetapi tidak langsung sitopatik,

yang menyebabkan infeksi persisten. Selama infeksi kronis, HCV RNA mencapai

tingkat tinggi, umumnya berkisar 105-107 unit internasional (IU) / mL, namun

tingkat dapat berfluktuasi secara luas. Namun, dalam individu yang sama, tingkat

RNA biasanya relatif stabil.6

Target VHC adalah sel-sel hati dan mungkin juga limfosit B melalui

reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD81 yang terdapat di sel hati

maupun limfosit B atau reseptor LDL. Setelah berada dalam sitoplasma hati, VHC

akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan

translasi protein dan kemudian replica RNA. Struktur gen VHC adalah sebuah

RNA rantai tunggal, sepanjang kira-kira 10.000 pasang basa dengan daerah open

reading frame (ORF) diapit susunan nukleotida yang tidak ditranslasikan. Kedua

4
ujung VHC ini sangat terpelihara sehingga saat ini dipakai untuk identifikasi

adanya infeksi VHC. Transalasi protein VHC dilakukan oleh ribosom sel hati

yang akan membaca RNA VHC dari satu bagian spesifik tersebut.6

C. Faktor Risiko

Karena Hepatitis C menular dari orang ke orang melalui kontak dengan

darah yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang meningkatkan kontak

dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko. Faktor resiko

yang paling umum adalah pengguna obat injeksi (67%) dan darah serta produk

transfusi darah sebelum tahun 1992. Faktor resiko lain seperti tato dan tindik

tubuh. Tinta atau jarum tato yang digunakan untuk membuat tato atau menindik

dapat menjadi pembawa virus Hepatitis C dari satu pelanggan ke pelanggan

lainnya, jika pelaku tidak melakukan sterilasasi pada perlengkapannya. Faktor

resiko lainnya adalah luka tertusuk jarum, terutama pada pekerja kesehatan,

hemodialisis dan transplantasi organ sebelum tahun 1992. Luka karena jarum

suntik, yang seringkali terjadi pada petugas kesehatan, dapat menjadi alat

penularan virus Hepatitis C. Probabilitas penularan virus Hepatitis C melalui

jarum suntik lebih besar dibanding dengan virus HIV. Sekarang ini, pada

penderita HIV ada protokol standar dalam penanganan jarum suntik untuk

mengurangi resiko tertular HIV atau AIDS. Sayangnya, tidak ada protokol yang

sama untuk penanganan pada penderita Hepatitis C untuk menghindari penularan

melalui jarum suntik.3

Penularan Hepatitis C biasanya melalui kontak langsung dengan darah

atau produknya dan jarum atau alat tajam lainnya yang terkontaminasi. Dalam

5
kegiatan sehari-hari banyak resiko terinfeksi Hepatitis C seperti berdarah karena

terpotong atau mimisan, ataudarah menstruasi. Perlengkapan pribadi yang terkena

kontak oleh penderita dapat menularkan virus Hepatitis C (seperti sikat gigi, alat

cukur atau alat manicure). Resiko terinfeksi Hepatitis C melalui hubungan

seksual lebih tinggi pada orang yang mempunyai lebih dari satu pasangan.

Penularan Hepatitis C jarang terjadi dari ibu yang terinfeksi Hepatitis C ke bayi

yang baru lahir(4-8%). Walaupun demikian, jika sang ibu juga penderita HIV

positif, resiko menularkan Hepatitis C sangat lebih memungkinkan (17-25%).

Menyusui tidak menularkan Hepatitis C. Jika anda penderita Hepatitis C, anda

tidak dapat menularkan Hepatitis C ke orang lain melalui pelukan, jabat tangan,

bersin, batuk, berbagi alat makan dan minum, kontak biasa, atau kontak lainnya

yang tidak terpapar oleh darah. Seorang yang terinfeksi Hepatitis C dapat

menularkan ke orang lain 2 minggu setelah terinfeksi pada dirinya.4

Gambar 2. Persentasi faktor risisko hepatitis C.6

6
D. Patogenesis

Kerusakan sel hati akibat VHC atau partikel virus secara langsung masih

belum jelas. Namun beberapa bukti menunjukan adanya mekanisme imunologis

yang menyebabkan kerusakan sel sel hati. Protein core misalnya ditenggarai dapat

menimbulkan reaksi pelepasan radikal oksigen pada mitokondria. Selain itu,

protein ini diketahui pula mempengaruhi proses signaling dalam inti sel terutama

berkaitan dengan penekanan regulasi imunologik dan apoptosis, adanya bukti

bukti ini menyebabkan kontroversi apakah VHC bersifat sitotoksik atau tidak,

terus berlangsung.7

Gambar 3. Perjalanan penyakit hepatitis C.6

Reaksi cytokine T cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk

terjadinya eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik,

reaksi CTL yang relative lemah masih mampu merusak sel sel hati dan melibatkan

proses inflamasi di hati tetapi tidak bias menghilangkan virus maupun menekan

evolusi genetic VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus.

Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivasi limfosit sel T helper

7
(TH) spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th1 menjadi Th2

berakibat pada reaksi toleransi dan melemahnya respon CTL.6

Reaksi yang dilibatkan melaluai sitokin sitokin pro-inflamasi seperti TNF-

α, TGF-β1, akan menyebabkan reksutmen sel sel inflamasi lainnya dan

menyebabkan aktivitas sel sel Stelata diruang disse hati. Sel-sel yang khas ini

yang sebelumnya dalam keadaan “tenang” (quicent) kemudian berpoliferasi dan

menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblast, yang dapat menghasilkan matriks

kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-

sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus menerus karena reaksi

inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin

banyak dan sel sel yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan

kerusakan hati lanjut dan sirosis hati.6

Gambar 4. Patogenesis Hepatitis C.6

8
Pada gambaran histopatologis hepatitis kronik dapat ditemukan proses

inflamasi berupa neksosis gergit, maupun lobular, disertai dengan fibrosis di

daerah portal yang lebih lanjut dapat masuk ke lobules hati (fibrosis septal) dan

kemudian dapat menyebabkan nekrosis dan fibrosis jembatan (bridging

fibrosis/nekrosis) gambaran yang khas untuk infeksi VHC adalah agregat limfosit

di lobules hati namun tidak didapatkan pada semua kasus inflamasi akibat VHC.8

Gambaran histopatologis pada infeksi kronik VHC sangat berperan dalam

proses keberhasilan terapi dan prognosis. Secara histopatologis dapat dilakukan

scoring untuk inflamasi dan fibrosis dihati sehingga memudahkan untuk

keputusan terapi, evaluasi pasien maupun komunikasi antara ahli patologi. Saat ini

sistem scoring yang mempunyai variasi intra dan interoobserver yang baik

diantaranya adalah Metavir dan Ishak.8

9
Gambar 5. Sistem skoring Hepatitis C menurut Metavir dan Ishak.8

Sistem skoring Metavir digunakan untuk menilai pasien dengan hepatitis

C. Tingkatan tersebut berdasarkan derajat inflamasi yang terjadi pada hepar antara

lain:9

0 : yaitu tidak ada luka

1 : luka yang minimal

10
2 : luka yang terjadi dan meluas ke area dari hepar termasuk pembuluh darah

3 : fibrosis sudah mulai menyebar dan menghubungkan dengan area lain

4 : sirosis dengan luka tingkat lanjut

Gambar 6. Gambaran skoring Metavir pada Hepatitis C.9

11
E. Gambaran Klinis

Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi yang dibagi dalam empat

tahap yaitu:

1. Fase Inkubasi

Fase inkubasi merupakan waktu diantara masuknya virus dan saat

timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya tiap hepatitis virus

tergantung pada dosis inokulan yang ditularkan dan jalur penularan. Makin besar

dosis inokulan makin pendek fase inkubasinya.7

2. Fase Prodormal (Pre Ikterik)

Fase diantara timbulnya keluhan pertama dan gejala timbulnya ikterus.

Biasanya ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala

saluran napas atas dana anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia berhubungan

dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi.

Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau

epigastrium yang kadang diperberat dengan aktivitas.7

3. Fase Ikterus

Ikterus muncul setelah 5-10 hari timbunya gejala atau dapat bersamaan

dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah

timbulnya ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodormal dan justru akan

terjadi perbaikan klinis yang nyata.7

12
Gambar 7. Gejala ikterus yang sering terlihat pada pasien.7

4. Fase Konvalesen

Fase yang diawali dengan menghilangnya gejala dan ikterus, tetapi

hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Keadaan akut biasanya akan

membaik dalam 2-3 minggu. Pada 5%-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin

lebih sulit ditanganim hanya kurang dari 1% yang menjadi fulminan.8

Pada umumnya infeksi akut VHC tidak memberikan gejala atau bergejala

minimal. Hanya 20-30% yang menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7-8

minggu setelah terjadinya paparan. Walaupun demikian, infeksi akut sangat sukar

dikenali karena pada umumnya tidak terdapat gejala sehingga sulit pula

menentukan perjalanan penyakit akibat infeksi HCV.7

Beberapa laporan menyatakan bahwa pada infeksi hepatitis C akut

didapatkan adanya gejala malaise, mual dan ikterus seperti halnya hepatitis akut

karena virus lain. Hepatitis fulminan sangat jarang terjadi. ALT meningkat sampai

beberapa kali di atas batas normal tetapi umumnya tidak melebihi 1000U/ liter. 5

13
Sekitar 70-80% orang yang terinfeksi HCV menjadi carrier kronis dengan

morbiditas dan mortalitas yang signifikan serta merupakan penyebab utama sirosis

hati, penyakit hati stadium akhir dan kanker hati. Sering kali proses ini tidak

menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus.

Hilangya VHC setelah hepatitis kronis sangat jarang terjadi. Diperlukan waktu

sekitar 20-30 tahun untuk terjadi sirosis hati yang akan terjadi pada 15-20%

pasien hepatitis C kronis. Sekitar 15-25% dari orang yang terinfeksi dapat sembuh

tanpa pengobatan dengan alasan yang tidak diketahui.7

Kerusakan hati akibat infeksi kronik tidak dapat tergambar pada

pemeriksaan fisik maupun labaratorik kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada

pasien dimana ALT selalu normal, 18-20% sudah terdapat kerusakan hati

bermakna, sedangkan diantara pasien dengan peningkatan ALT, hampir semua

sudah mengalami kerusakan hati sedang sampai berat. Progesivitas hepatitis

kronis menjadi sirosis tergantung beberapa faktor antara lain asupan alcohol,

koinfeksi dengan hepatitis B atau HIV, jenis kelamin laki-laki dan usia tua saat

terjadinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka dapat timbul kanker hati

dengan frekuensi 1-4% tiap tahunnya. Kanker hati dapat terjadi tanpa melalui

sirosis hati walaupun kondisi seperti ini jarang terjadi. 3

Koinfeksi HCV dengan HIV diketahui menjadi masalah karena dapat

memperburuk perjalanan penyakit hati yang kronik, mempercepat terjadinya

sirosis hati dan mungkin pula mempercepat penurunan sistem kekebalan tubuh.

Adanya koinfeksi tersebut juga mempersulit pengobatan dengan antiretrovirus

karena memperbesar porsi pasien yang menderita gangguan fungsi hati

14
dibandingkan dengan pasien tanpa koinfeksi HIV. Di Indonesia, kasus ini sering

terjadi pada pengguna jarum suntik yang menggunakan alat suntik bergantian.5

Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra

hepatic antara lain crioglobunemia dengan komplikasi-komplikasinya

(glomerulopati, kelemahan, vaskulitis, purpura dan atralgia), sicca syndrome,

lichen planus dan porphyria cutanea tarda. Patofisiologi manifestasi gejala ekstra

hepatic belum diketahui dengan jelas namun dihubungkan dengan kemampuan

VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid sehingga mengganggu respon sistem

imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah sifatnya menjadi ganas

karena dilaporkan tingginya kejadian limfoma non Hodgin pada pasien dengan

infeksi HCV.5

Gambar 8. Kumpulan gejala pada penyakit Hepatitis C.5

15
F. Pemeriksaan Penunjang

1.Penanda serologis hepatitis C (metode ELISA atau chemilunescent

immunoassay [CLIA]).3

Infeksi oleh VHC dapat diidentifikasikan dengan memeriksa antibodi yang

dibentuk tubuh terhadap VHC bila virus menginfeksi pasien. Antibodi ini akan

bertahan lama setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektif.

Walaupun pasien dapat menghilangkan infeksi VHC pada infeksi akut, namun

antibodi terhadap VHC masih terus bertahan bertahun tahun (18-20 tahun).

Apabila didapatkan anti-HCV positif, maka individu dinyatakan terinfeksi HCV

dan perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan RNA VHC. Namun, anti-VHC

negative palsu dapat ditemukan pada HIV, pasien hemodialisis, dan pengguna

imunosupresan. Pada kelompok pasien tersebut dianjurkan untuk selalu

memeriksa RNA VHC.selain untuk diagnosis, juga digunakan untuk memantau

terapi antivirus. Jumlah VHC dalam serum maupun dalam hati relative sangat

kecil sehingga diperlukan teknik amplifikasi agar terdeteksi. Teknik polymerase

chain reaction (PCR) dimana gen VHC digandakan oleh enzyme polymerase

digunakan sejak ditemukan virus ini dan sat ini umumnya digunakan untuk

menentukan adanya VHC (secara kualitatif) maupun untuk mengetahui jumlah

virus VHC (secara kuantitatif). Teknik ini juga dipakai dalam menentukan genotip

VHC. Oleh sebab itu, RNA VHC sebaiknya diukur dengan metode realtime PCR

yang mampu mendeteksi VHC hingga muatan virus minimal <50 IU/mL untuk

dual terapi dan <15 IU/mL untuk triple terapi.3

16
Teknik lain adalah dengan menggadakan signal yang didapat dari gen

VHC yang terikat pada probe RNA sehingga dapat dihitung jumlah kuantitativ

VHC . hasil kedua pemeriksaan ini sulit dibandingkan satu dengan yang lainnya

walupun saat ini ada standarisasi dalam satuan pemeriksaan sehingga dimasa

datang diharapkan satu pemeriksaan dapat diikuti atau dilakukan pemeriksaan

ulang dengan pemeriksaan lain dengan hasil yang dapat dibandingkan. Untuk

menentukan genotip VHC selain dengan teknik VCR, juga digunakan teknik

hibridasi atau dengan melakukan sequencing gen VHC.3

2. Biokimia hati. Pemeriksaan ALT, AST, gamma globutamyl transpeptidase

(GGT), alkaline posfatase, bilirubin, albumin, globulin serta pemeriksaan darah

perifer lengkap dan waktu protrombin.3

3. USG dan biopsi hati. Menilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus

infeksi kronis dan sirosis hati.3

4. Pemeriksaan untuk mendeteksi penyebab hati lain, bila diperlukan termasuk

kemungkinan ko-infeksi hepatitis B dan/atau HIV.3

G. Penatalaksanaan

Indikasi terapi pada hepatitis C kronik apabila didapatkan peningkatan

nilai ALT lebih dari batas atas nilai normal. Menurut panduan penatalaksanaan,

nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas nilai normal. Hal ini mungin tidak berlaku

mutlak karena berapapun nilai ALT di atas batas nilai normal biasanya sudah

menunjukan adanya fibrosis yang nyata bila dilakukan biopsi hati. Bila nilai ALT

normal, harus diketahui terlebih dahulu apakah nilai normal ini menetap

17
(persisten) atau berfluktuasi dengan memonitor nilai ALT setiap bulan untuk 4 – 5

kali pemeriksaan. Nilai ALT yang berfluktuasi merupakan indikasi untuk,

melakukan terapi namun bila nilai ALT tetap normal, biopsi hati perlu dilakukan

agar dapat lebih jelas diketahui fibrosis yang sudah terjadi.11

Tabel 1. Indikasi pengobatan pada Hepatitis C.12

Pada pasien yang tidak terjadi fibrosis hati (F0) atau hanya merupakan

fibrosis hati ringan (F1), mungkin terapi tidak perlu dilakukan karena mereka

biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi

HCV. Niali fibrosis hati pada tingkat menengah atau tinggi, sudah merupakan

indikasi untuk terapi sedangkan apabila sudah terdapat sirosis hati, maka

pemberian interferon harus berhati-hati karena dapat menimbulkan penurunan

fungsi hati secara bermakna. Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan

menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya disepakati bila genotype

HCV adalah genotype 1 dna 4, maka terapi perlu diberikan selama 48 minggu dan

bila genotype 2 dan 3, terpai cukup diberikan selama 24 minggu.12

18
Tabel 2. Sediaan obat untuk tatalaksana Hepatitis C.12

Kontraindikasi terapi adalah berkaitan dengan penggunaan interferon dan

ribavirin tersebut. Pasien yang berumur lebih dari 60 tahun, Hb <10 g/dL, lekousit

darah <2500/uL, trombosit <100.000/uL, adanya gangguan jiwa yang berat, dan

adanya hipertiroid tidak diindikasikan untuk terapi dengan interferon dan

ribavirin. Pasien dengan gangguan ginjal juga tidak diindikasikan menggunakan

ribavirin karena dapat memperberat gangguan ginjal yang terjadi.Untuk interferon

alfa yang konvensional, diberikan setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis

3 juta unit subkutan setiap kali pemberian. Interferon yang telah diikat dengan

poly-ethylen glycol (PEG) atau dikenal dengan Peg-Interferon, diberikan setiap

minggu dengan dosis 1,5 ug/kg BB/kali (untuk Peg-Interferon 12 KD) atau 180 ug

(untuk Peg-Interferon 40 KD). Pemberian interferon diikuti dengan pemberian

ribavirin dnegan dosis pada pasien dengan berat badan <50 kg 800 mg setiap hari,

50-70kg 1000 mg setiap hari, dan >70kg 1200mg setiap hari dibagi dalam 2 kali

pemberian. Obat Hepatitis C ini sekarang juga tersedia dalam bentuk pena (Peg

Intron Redipen). Bentuk pena dari obat Hepatitis C ini akan memberikan kemudahan

pada pasien dalam penyuntikan. Kemudahan ini akan meningkatkan kepatuhan pasien

19
dalam pengobatan Hepatitis C. Kepatuhan dalam pengobatan Hepatitis C merupakan

faktor penting dalam meningkatkan keberhasilan terapi dari penyakit Hepatitis C. 13

Gambar 9. Bentuk sediaan Peg-Intron Redipen.13

Pada akhir terapi dengan interferon dan ribavirin, perlu dilakukan

pemeriksaan RNA HCV secara kualitatif untuk mengetahui apakah HCV resisten

terhadap pengobatan dengan interferon dan tidak memerlukan pemeriksaan RNA

HCV 6 bulan kemudian. Keberhasilan terapi dinilai 6 bulan setelah pengobatan

dihentikan dengan memeriksa RNA HCV kualitatif. Bila RNA HCV tetap negatif,

maka pasien dianggap mempunyai respons virologik yang menetap (sustained

virological response atau SVR) dan RNA HCV kembali positif, pasien dianggap

kambuh (relapser). Mereka yang tergolong kambuh ini dapat kembali diberikan

Interferon dan ribavirin nantinya dengan dosis yang lebih besar atau bila

sebelumnya menggunakan Interferon konvensional, Peg Interferon mungkin akan

bermanfaat. Beberapa peneliti menganjurkan pemeriksaan RNA HCV kuantitatif

12 minggu setelah terapi dimulai untuk menentukan prognosis keberhasilan terapi

dimana prognosis dikatakan baik bila RNA HCV turun >2 log.13

Efek samping penggunaan interferon adalah demam dan gejala-gejala

menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak nafsu makan, dan sejenisnya), depresi

dan gangguan emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi sumsum

20
tulang, hiperurisemia, kadang-kadang timbul tiroiditis. Ribavirin dapat

menyebabkan penurunan Hb. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping

tersebut, pemantauan pasien mutlak dilakukan. Pada awal pemberian interferon

dan ribavirin dilakukan pemantauan klinis, laboratories (Hb, lekousit, trombosit,

asam urat dan ALT) setiap 2 minggu yang kemudian dapat dilakukan setiap bulan.

Terapi tidak boleh dilanjutkan bila Hb<8 gr/dL, lekousit <1500/uL atau kadar

neutrofil <500/uL, trombosit <50.000/uL, depresi berat yang tidak teratasi dengan

pengobatan anti depresi, atau timbul gejala-gejala tiroiditis yang tidak teratasi.13

Keberhasilan terapi dengan interferon dan ribavirin untuk eradikasi HCV

lebih kurang 60%. Tingkat keberhasilan terapi tergantung pada beberapa hal. Pada

pasien dengan genotype 1 hanya 40% pasien yang berhail dieradikasi sedangkan

untuk genotype lain, tingkat keberhasilan terapi dapat mencapai lebih dari 70%.

Peg Interferon dilaporkan mempunyai tingkat keberhasilan terapi yang lebih baik

daripada interferon konvensional. Hal lain yang juga berpengaruh dalam

kurangnya keberhasilan respons terapi dengan interferon adalah semakin tua

umur, semakin lama infeksi terjadi, jenis kelamin laki-laki, berat badan berlebih

(obesitas), dan tingkat fibrosis hati yang berat.10

Pada hepatitis C akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik

daripada pasien pasien hepatitis C kronik hingga mencapai 100%. Pada kelompok

pasien ini interferon dapat digunakan secara monoterapi tanpa ribavirin dan lama

terapi pada satu laporan hanya 3 bulan. Namun sulit untuk menentukan infeksi

akut HCV karena tidak adanya gejala akibat infeksi virus ini sehingga umunya

tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi. Apabila jelas infeksi akut

21
tersebut terjadi misalnya pada tenaga medis yang secara rutin dilakukan anti HCV

dengan hasil negatif dan kemudian setelah tertusuk jarum anti-HCV menjadi

positif maka monoterapi dengan interferon dapat diberikan.11

Pada ko-infeksi HCV-HIV, terapi dengan interferon dan ribavirin dapat

diberikan bila jumlah CD4 pasien ini <200 sel/mL. bila CD4 kurang dari nilai

tersebut, respons terapi sangat tidak memuaskan. Untuk pasien dengan ko-infeksi

HCV-HBV, dosis pemberian interferon untuk HCV sudah sekaligus mencukupi

untuk terapi HBV sehingga kedua virus dapat diterpai bersama-sama sehingga

tidak diperlukan nukleosida analog yang khusus untuk HBV.13

H. Prognosis.

Sekitar 10-20% pasien hepatitis C akan mengalami menjadi sirosis dalam

waktu 20 tahun. dan setidaknya 1-5% kasus sirosis dengan hepatitis C akan

berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler (KHS) setiap tahunnya, khususnya

pada infeksi VHC ≥30 tahun. Mortalitas akibat komplikasi penyakit sirosis hati

terkait hepatitis C kronis mencapai sekitar 4% per tahun, sedangkan kematian

pada KHS terjadipada 1-5% pasien per tahun.3

I. Pencegahan.

Hepatitis C adalah melalui suntikan yang terkontaminasi oleh darah,

misalnya di saat memakai obat suntik. Jarum suntik dan alat suntik sebelum

digunakan harus steril dengan demikian menghentikan penyebaran penyakit

Hepatitis C di antara pengguna obat suntik.9

22
Meskipun resiko penularan melalui hubungan seksual kecil, anda

seharusnya menjalankan kehidupan seks yang aman. Penderita Hepatitis C yang

memiliki lebih dari satu pasangan atau berhubungan dengan orang banyak harus

memproteksi diri (misalnya dengan kondom) untuk mencegah penyebaran

Hepatitis C.9

Jangan pernah berbagi alat seperti jarum, alat cukur, sikat gigi, dan

gunting kuku, dimana dapat menjadi tempat potensial penyebaran virus Hepatitis

C. Bila melakukan manicure, tato dan tindik tubuh pastikan alat yang dipakai

steril dan tempat usahanya resmi.9

Orang yang terpapar darah dalam pekerjaannya, seperti pekerja kesehatan,

teknisi laboratorium, dokter gigi, dokter bedah, perawat, pekerja ruang emergensi,

polisi, pemadam kebakaran, paramedis, tentara atau siapapun yang hidup dengan

orang yang terinfeksi, seharusnya sangat berhati-hati agar tidak terpapar darah

yang terkontaminasi.5

Juga termasuk menggunakan peralatan tajam dan jarum dengan benar,

mencuci tangan secara teratur dan menggunakan sarung tangan dalam

pekerjaannya. Jika anda pernah mengalami luka karena jarum suntik, anda harus

melakukan tes ELISA atau RNA HCV setelah 4-6 bulan terjadinya luka untuk

memastikan tidak terinfeksi penyakit Hepatitis C.5

Pernah sembuh dari salah satu penyakit Hepatitis tidak mencegah

penularan penyakit Hepatitis lainnya. Orang yang menderita penyakit Hepatitis C

dan juga menderita penyakit Hepatitis A memilki resiko tinggi terkena penyakit

hepatits fulminant, suatu penyakit hati yang mematikan dan perkembangannya

23
sangat cepat. Dengan demikian, ahli kesehatan sangat merekomendasikan

penderita penyakit Hepatitis C juga melakukan vaksinasi Hepatitis A dan

Hepatitis B.3

24

Anda mungkin juga menyukai