Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ABSTRAK
Perawatan kesehatan gigi secara dini sangat berguna bagi anak yang masih dalam
taraf tumbuh kembang. Manajemen perilaku anak merupakan komponen integral
dalam perawatan kesehatan gigi anak dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan dari sebuah perawatan gigi untuk membentuk kerjasama dan
hubungan yang baik antara dokter gigi dan pasien anak. Metode manajamen
perilaku pada anak yang tepat akan menciptakan hubungan yang baik antara
dokter gigi dan pasien anak. Kasus: Anak laki-laki berusia 5 tahun datang ke
RSGM Maranatha diantar oleh ibunya ingin diperiksa giginya, dengan keluhan
seluruh gigi rahang atas dan rahangbawah anaknya berlubang besar. Namun anak
tersebut tidak pernah mengeluhkan rasa sakit pada giginya sekalipun makan atau
minum sesuatu yang dingin, pasien belum pernah datang ke dokter gigi karena
sangat takut ke dokter gigi. Ibu pasien khawatir konidsi gigi sulung anaknya akan
mempengaruhi gigi permanen anaknya. Oleh karena itu ibunya ingin dilakukan
pemeriksaan pada gigi anaknya.
ABSTRACT
Early dental care is very useful for children who are still in growth stage.
Children behavior management is an integral component of dental treatment and
one of the succeed keys of dental treatment and to establish a good cooperation
and relationships between dentist and pediatric patients. Appropriate behavior
management methods in children will create good relationships between dentists
and pediatric patients. Case report : The 5-year-old boy came togheter to RSGM
Maranatha with parent to have teeth examination, with the chief complaints of all
the maxillary teeth and lower jaws of his son with large cavities But the child
never complains of the pain in his teeth even when eating or drinking something
cold, the patient has never come to the dentist because he was really frightened to
come to dentist. The patient's mother is afraid that her child's oldest tooth's
conidy will affect her child's permanent teeth. Therefore her mother wanted to be
examined on her child's teeth.
1
2
PENDAHULUAN
Manajemen pemeriksaan gigi pada anak sangat berbeda terutama dari
sudut pandang klinisi dan prosedur teknis, serta terutama dari sisi sikap dan
perilaku. Di dalam praktik pediatrik, sering digunakan komunikasi verbal dan non
verbal. Non verbal, komunikasi multisenorik merupakan bagian penting dari
komunikasi antar manusia yang dapat menjadi cara sangat efisien untuk
mengarahkan dan membentuk perilaku dalam kedokteran gigi anak. Hal yang
paling penting adalah pasien menerima pesan yang diberikan oleh praktisi.1
Dalam melakukan perawatan terhadap pasien anak yang harus diperhatikan
adalah bagaimana sikap (perilaku) anak menerima suatu perawatan yang
diberikan oleh dokter gigi. Anak memiliki berbagai macam sifat yang dipengaruhi
oleh lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan praktik dokter gigi.
Perilaku anak tersebut ada kalanya dapat memudahkan atau menyulitkan dokter
gigi dalam melakukan perawatan. Dalam hal ini ada banyak cara yang bisa
dilakukan sehingga penting untuk seorang dokter gigi mengetahui perilaku anak
dan bagaimana cara berkomunikasi dengan anak sehingga perawatan yang
dilakukan menjadi lebih mudah.
Kunci keberhasilan perawatan gigi pada anak selain ditentukan oleh
pengetahuan klinis dan ketrampilan dokter gigi, sebagian juga ditentukan oleh
kesanggupan anak untuk bekerjasama selama perawatan. Hal tersebut
menyebabkan dokter gigi yang merawat pasien anak harus mampu melakukan
pengelolaan perilaku agar pasien bersikap kooperatif. Pada umumnya, anak yang
datang ke praktik dokter gigi berperilaku kooperatif dan dapat menerima
perawatan gigi dengan baik apabila diperlakukan dengan benar sesuai dengan
dasar-dasar pengelolaan perilaku. Namun, sebagian anak berperilaku non
kooperatif serta bersikap negatif pada perawatan gigi.1
Dalam melakukan perawatan gigi anak, terdapat tiga komponen yang harus
bekerja sama, agar perawatan dapat berlangsung dengan lancar. Komponen
tersebut digambarkan dalam bentuk segitiga yang dikenal sebagai segitiga
perawatan gigi anak. Pada segitiga tersebut, bagian sudut-sudutnya ditempati oleh
3
dokter gigi, keluarga (terutama ibu) dan anak sebagai pasien terletak pada puncak
segitiga. Segitiga tersebut saling berhubungan secara dinamik.2
Masalah yang dihadapi oleh dokter gigi, pertama adalah anak dengan
berbagai tingkah lakunya sesuai dengan perkembangan yang sedang berlangsung.
Masalah kedua, yang terletak disudut lain adalah keluarga (terutama ibu) yang
diharapkan memberi dukungan kepada dokter gigi dalam pelaksanaan perawatan
gigi anaknya yang terkadang memerlukan perhatian khusus sebelum perawatan
anak dimulai.
Rasa takut dan cemas pada anak merupakan suatu pengalaman pada
perawatan gigi yang tidak menyenangkan. Ketakutan dan kecemasan
mempengaruhi tingkah laku anak dan lebih jauh lagi menentukan keberhasilan
perawatan gigi. Kecemasan merupakan suatu ciri kepribadian dan ketakutan
terhadap antisipasi bahaya dari sumber yang tidak dikenal, sedangkan takut
merupakan respon emosional terhadap sesuatu yang dikenal berupa ancaman
eksternal.1
Strategi pengelolaan rasa takut pada anak adalah dasar untuk memulai
perawatan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap anak yang mau
menjalankan perawatan sehingga dicapai kesehatan gigi dan mulut tanpa
menimbulkan rasa takut. Selain itu, komunikasi merupakan dasar dari setiap
perawatan yang akan dilakukan. Efektivitas komunikasi dokter gigi-pasien dapat
mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepuasan serta kenyamanan
pasien. Strategi pengelolaan perilaku dibagi menjadi enam kategori dasar yaitu :
pendidikan, dukungan, kognitif-perilaku, paksaan, pembatasan dan farmakologi.3
Walaupun rasa takut terhadap perawatan gigi yang dilakukan dokter gigi
bukan masalah yang serius, tetapi merupakan hambatan bagi para dokter gigi
dalam usaha peningkatan kesehatan gigi di masyarakat. Maka dari itu
penanggulangan adanya rasa takut terhadap perawatan gigi perlu dicarikan jalan
keluarnya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis ingin membahas
mengenai strategi pengendalian tingkah laku anak dalam praktik kedokteran gigi.
4
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun datang ke RSGM Maranatha
diantar oleh ibunya ingin diperiksa giginya, dengan keluhan seluruh gigi rahang
atas dan rahang bawah anaknya berlubang besar. Namun anak tersebut tidak
pernah mengeluhkan rasa sakit pada giginya sekalipun makan atau minum sesuatu
yang dingin, pasien belum pernah datang ke dokter gigi karena sangat takut ke
dokter gigi. Ibu pasien khawatir konidsi gigi sulung anaknya akan mempengaruhi
gigi permanen anaknya. Oleh karena itu ibunya ingin dilakukan pemeriksaan pada
gigi anaknya.
Pasien tidak memiliki riwayat kebiasaan minum susu sebelum tidur menggunakan
botol susu.
Pada kunjungan awal, personality pasien pemalu namun masih kooperatif.
Usia mental sesuai dengan usia kronologis. Perilaku di kursi gigi positif
(menerima perawatan dengan waspada dan mengikuti instruksi). Dari tahapan gigi
geligi yaitu periode gigi sulung. Oklusi dan relasi gigi pada molar kanan kelas I
molar kiri kelas I, kaninus kanan kelas I dan kaninus kiri kelas I , overbite dan
overjet tidak dapat ditentukan, terdapat nursing bottle caries pada seluruh regio.
Urutan erupsi pada pasien normal.
Gambar 2. Karies media pada oklusal gigi molar sulung rahang atas
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI PERILAKU ANAK
Menurut Wright, perilaku anak diklasifikasikan menjadi:
1. Kooperatif
Anak yang kooperatif terlihat santai dan rileks. Mereka sangat antusias
menerima perawatan dari dokter gigi. Mereka dapat dirawat dengan
sederhana dan mudah tanpa mengalami kesulitan, pendekatan tingkah laku
(perilaku).4
2. Kurang kooperatif
Pasien ini termasuk anak yang sangat muda di mana komunikasinya belum
baik dan tidak dapat memahami komunikasi dengan baik. Karena umur
mereka, mereka tergolong ke dalam pasien yang kurang kooperatif.
Kelompok lain yang termasuk ke dalam pasien yang kurang kooperatif
adalah pasien yang memiliki keterbatasan yang spesifik. Untuk anak
golongan ini, suatu waktu tekhnik manajemen perilaku secara khusus
diperlukan. Ketika perawatan dilakukan, perubahan perilaku secara
imediat yang positif tidak dapat diperkirakan.4
3. Potensial kooperatif
Secara karakteristik, yang termasuk ke dalam kooperatif potensial adalah
permasalahan perilaku. Tipe ini berbeda dengan anak yang kooperatif
karena anak ini mempunyai kemampuan untuk menjadi kooperatif. Ini
merupakan perbedaan yang penting. Ketika memiliki ciri khas sebagai
pasien yang kooperatif potensial, perilaku anak tersebut bisa diubah
menjadi kooperatif.4
Menurut Finn, tingkah laku anak pada saat dilakukan perawatan gigi dan
mulut dapat bermacam – macam seperti sikap rendah diri atau malu, rasa cemas,
rasa takut, dan sikap melawan, dimana perilaku ini dilakukan karena pengalaman
yang dirasakan oleh diri sendiri maupun dari sesuatu yang dilihat, didengar,
maupun dirasakan oleh orang lain. Sedangkan menurut Wright, hanya ada 3
kelompok untuk tingkah laku anak saat dilakukan perawatan gigi dan mulut, yaitu
kooperatif, kurang atau belum mampu untuk kooperatif, dan kemampuan untuk
menjadi kooperatif. 1
Berbagai macam tingkah laku anak terhadap perawatan gigi dipengaruhi
oleh riwayat pengobatan seperti kesan menakutkan atau menyenangkan yang
diberikan dari pengalaman anak tersebut dalam berobat. Selain itu juga dapat
dipengaruhi sikap orang tua dari anak tersebut seperti sikap orang tua yang terlalu
protektif, terlalu khawatir, over authority, maupun acuh tak acuh terhadap
anaknya.1,3-5 Biasanya tingkah laku yang diturunkan orang tua kepada anaknya,
menggunakan perawatan sebagai suatu ancaman, menceritakan pengamalan yang
tidak menyenangkan pada waktu giginya dirawat kepada anaknya, dapat membuat
seorang anak menjadi kurang kooperatif dalam mengikuti perawatan gigi dan
mulut.
9
Dokter gigi dan staf harus memberi pengaruh positif dengan praktik dental.
Secara tidak langsung, dental team dapat menganjurkan sikap positif terhadap
kunjungan dental. Perilaku negatif, yang disebabkan oleh pengalaman medis dan
pengalaman dental yang buruk dapat dipengaruhi secara positif oleh cara
bijaksana keluarga dan prosedur perilaku yang dilakukan kembali oleh dental
team.4
Rasa Takut
Rasa takut merupakan salah satu dari sekian banyak emosi yang biasa
diperlihatkan anak pada perawatan gigi. Kebanyakan diperoleh pada masa anak
dan remaja. Rasa takut menghantarkan anak pada prosedur yang mungkin tidak
menyenangkan dan selanjutnya memperbesar rasa takut terhadap prosedur
perawatan gigi. Rasa takut mempengaruhi tingkah laku dan keberhasilan pada
perawatan gigi.3
Anak usia sekolah umumnya mempunyai rasa takut terhadap orang yang
masih asing seperti dokter, ataupun dokter gigi, rumah sakit, dan rasa takut ini
merupakan suatu hal yang normal. Sebagaimana diketahui bahwa peralatan yang
digunakan ataupun tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan gigi terlihat di
11
depan mata, di samping bunyi bur yang mengilukan merupakan factor penyebab
timbulnya rasa takut. 3
Rasa takut biasanya lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-
laki. Anak yang takut lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan
pengalaman perawatan gigi yang tidak menyenangkan dibandingkan dengan anak
yang kurang takut. Orang tua tidak boleh menggunakan perawatan gigi sebagai
ancaman dan membawa anak ke dokter gigi sebagai hukuman. Anak harus
diajarkan bahwa praktik dokter gigi bukan merupakan tempat untuk ditakuti. 3
3. Dokter Gigi
Rasa takut pada anak dapat disebabkan oleh pengelolaan yang kurang
tepat oleh dokter gigi. Sikap dokter gigi yang kaku atau keras, kurang
sabar, kurang menunjukkan kehangatan dan perhatian dapat menyebabkan
anak bersikap negatif. Dokter gigi harus bersikap lembut ketika merawat
pasien anak, mempunyai wibawa serta dapat menjelaskan perawatan yang
akan dilakukan dengan cara yang tidak membuat anak merasa takut. Selain
itu, ruangan praktik yang dianggap asing oleh anak dapat dibuat menjadi
lebih aman. Misalnya ruang tunggu yang dilengkapi beberapa mainan,
gambar maupun buku yang berhubungan dengan anak.3
dengan segala imajinasi yang dimilikinya, dan rasa takut menjadi bertambah
hebat.5
Ketika seorang anak datang ke dokter gigi mereka memiliki satu set
perilaku yang ada pada diri mereka untuk beradaptasi pada situasi. Pendekatan
pada anak sangat diperlukan agar anak dapat mempelajari perilaku yang baru dan
tidak menggunakan perilaku mereka yang kurang baik. Tujuan untuk membina
hubungan baik dengan anak adalah agar perawatan gigi yang diberikan kepada
anak tersebut adalah kualitas perawatan gigi yang paling baik.4
Pendekatan untuk manajemen perilaku di abad ke 20 adalah penekanan
pada komunikasi dan kemampuan empatik. Sampai saat ini, terdapat berbagai
variasi untuk praktisi dental untuk pemilihan teknik manajemen perilaku yaitu di
antaranya: tell-show-do, desensitasi, modeling, pujian positif, kontrol suara,
distraksi, ada atau tidaknya orang tua, stabilisasi, komunikasi non verbal, hand
over mouth, sedasi dan anestesi umum.3
Sebelum pasien datang ke rumah sakit, operator datang ke rumah anak
tersebut dan melakukan komunikasi dengan keluarga dan pasien tersebut. Melalui
hal ini diharapkan dijalin komunikasi yang efektif antara pasien, keluarga, dan
operator.
Komunikasi efeksif merupakan sebuah kebutuhan dinamika antara pasien
dan keluarga. Waktu yang digunakan untuk berkomunikasi akan membantu anak
untuk lebih mengerti dan membangun kepercayaan keluarga sehingga
meningkatkan motivasi untuk datang ke dokter gigi. Terdapat 3 elemen untuk
komunikasi antara orang tua, anak, dan operator yaitu: adanya informasi
(kuantitas dan kualitas dari informasi kesehatan yang diberikan), sensitivitas
interpersonal (perhatian operator dan ketertarikan kepada orang tua dan anak), dan
membangun kerja sama (operator berdiskusi dengan orang tua mengenai
kekhawatiran, perspektif, dan pendapat pada konsultasi).5
14
Ada beberapa teknik komukasi yang efektif terhadap anak, diantaranya yakni:
1. Menciptakan komunikasi
Yakni mengikutsertakan anak dalam percakapan, diperlukan selain agar
dokter gigi dapat memahami pasien, juga sekaligus membuat anak jadi
lebih rileks. Banyak cara untuk menciptakan komunikasi verbal, dan
keefektivan dari komunikasi ini tergantung dari usia anak. Tahap awal
yang sangat baik untuk memulainya ialah dengan memberikan komentar-
komentar yang bersifat pujian dan diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan
yang merangsang timbulnya jawaban dari anak, selain kata “ya” atau
“tidak”. 4
2. Melalui Komunikator
Biasanya, asisten dental yang berbicara dengan anak selama perjalanan
pasien dari ruang resepsionis sampai ke ruang operator dan juga selama
proses preparasi di dental unit. 4
3. Kejelasan pasien
Komunikasi ialah sesuatu yang kompleks dan multisensoris. Didalamnya
mencakup penyampai pesan (dokter gigi), media (kata-kata yang
diucapkan), dan penerima pesan (pasien). Pesan yang disampaikan harus
dapat dimengerti dengan satu pemikiran yang sama antara penyampai
pesan dan penerima pesan. Sangat sering digunakan eufimisme (pengganti
kata) untuk lebih dimengerti dalam menjelaskan prosedur terhadap pasien
muda. 4 Berikut contohnya:
Terminologi dental = Kata ganti
a. alginate = puding
b. crown = gigi robot
c. bur = sikat kecil
d. radiograf = gambar gigi
e. anestesi = obat penidur untuk gigi
f. karies = lubang gigi
15
4. Kontrol suara
Dokter gigi sebaiknya mengeluarkan kata-kata yang tegas tetapi lembut,
agar dapat menarik perhatian anak dan memberhentikan anak dari segala
aktivitas yang sedang dikerjakannya. 4
5. Komunikasi multisensory
Komunikasi verbal fokus pada apa yang diucapkan dan bagaimana kata-
kata itu diucapkan. Komunikasi non-verbal juga dapat disampaikan
melalui kontak tubuh.4 Contohnya, dokter gigi meletakkan tangannya pada
pundak anak saat duduk di dental chair agar merasakan kehangatan dan
lebih merasa bersahabat. Kontak mata juga penting. Dokter gigi sebaiknya
menatap anak dengan tatapan lembut dan tidak melotot.
6. Masalah kepemilikan
Pada suatu masa, adakalanya dokter gigi lupa dengan siapa dia
berhadapan. Mereka memanggil “kamu” kepada anak tersebut. Panggil
anak dengan panggilan di rumahnya karena kata “kamu” lebih
mengimplikasikan bahwa anak tersebut salah. 4
7. Aktif mendengarkan
Mendengarkan juga penting dalam merawat anak. Aktif mendengarkan
ialah tahap kedua terbaik yang diungkapkan Wepman dan Sonnenberg
dalam teknik berkomunikasi. Sehingga pasien terstimulasi untuk
mengungkapkan apa yang dirasakannya. 4
8. Respon yang tepat
Dokter gigi juga harus memberikan respon yang positif terhadap apa yang
diungkapkan anak. 4
Pada saat pertama kali pasien datang dilakukan manajemen perilaku pada
pasien berupa perkenalan kepada lingkungan Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Maranatha dan memperlihatkan teman-teman pasien tersebut yang sedang
dilakukan perawatan gigi. Pada saat tersebut dilakukan manajemen perilaku pada
pasien yaitu modeling. Pada kunjungan-kunjungan berikutnya dilakukan kontrol
16
perilaku berupa desensitasi, di sini perawatan diberikan dari yang paling tidak
invasif dan meningkat pada setiap perawatan. Ketika pasien akan dilakukan
sebuah prosedur selalu dilakukan tell-show-do sehingga pasien mengerti dan mau
untuk melakukan prosedur dental. Pasien anak ini memiliki karakter ingin tahu
tetapi takut, sehingga untuk prosedur-prosedur baru yang invasif diberikan teknik
manajemen perilaku distraksi dengan memberikan anak tersebut pekerjaan lain
yaitu menonton film. Pada setiap perawatan operator mencoba melakukan kontrol
suara agar anak tersebut dapat memercayai dan merasa tertarik dengan tindakan
dental yang dilakukan. Ketika seluruh penambalan telah selesai dilakukan pasien
diberikan hadiah agar menjadi pujian positif bagi anak tersebut dan diharapkan
agar anak tersebut termotivasi untuk menjaga kebersihan mulutnya dan tidak takut
untuk ke dokter gigi. Teknik desensitasi yang dilakukan pada pasien ini adalah
dengan mengatur rencana perawatan yang dilakukan pada setiap kunjungan anak.
Dibawah ini merupakan beberapa teknik yang dapat digunakan dalam manajemen
tingkah laku anak selama perawatan:
1.
Modeling merupakan teori pembelajaran sosial. Hal ini merupakan
observasi dan imitasi dari seorang model. Model yang diberikan harus
memiliki kemiripin status, usia, jenis kelamin, dengan dirinya sendiri.
Dengan adanya modeling diharapkan pasien ini dapat mempelajari
perilaku baik dari model yang diberikan kepada anak tersebut.4
2.
Desensitasi merupakan teknik tradisional yang digunakan pada anak pada
situasi dental. Prinsip dari teknik ini adalah untuk meminimalisasi
kemungkinan pasien menjadi panik. Ketakutan pasien ditangani dengan
mengekspos anak pada pengalaman dental terus menerus dengan
peningkatan prosedur ketika anak telah menerima prosedur sebelumnya
dengan tenang.4
3.
Tell-show-do merupakan metode memperkenalkan pasien anak setiap
tahap dari prosedur. Prosedur ini berupa mendeskripsikan kata atau frasa
yang dapat dimengerti oleh anak dan kemudian mendemonstrasikan cara
tersebut dan terakhir langsung mempraktikannya kepada anak tersebut.4
17
4.
Distraksi bertujuan untuk mengalihkan perhatian pasien dari prosedur
perawatan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pasien kartun,
buku, musik, atau cerita. Sebagai tambahan dapat dilakukan dengan
metode dokter gigi berbicara kepada pasien sehingga pasien tidak
memperhatikan apa yang dilakukan dokter gigi.3
5. Retraining
Tindakan ini dilakukan untuk anak yang memiliki rasa cemas yang tinggi.
Tindakan ini diperuntukkan bagi anak dengan sikap yang tidak kooperatif
sejak kunjungan pertama, namun tidak bagi anak usia < 3 tahun maupun
KESIMPULAN
Dalam merawat pasien anak dibutuhkan komunikasi atau pendekatan
khusus terhadap anak, khususnya anak yang memiliki masalah dengan kooperatif
atau tidaknya mereka. Perilaku anak di tempat praktik dokter gigi dipengaruhi
oleh hubungan antara dokter gigi – pasien anak – orang tua/ orang yang
mendampingi anak tersebut (one to two relationship). Selain itu juga terdapat
faktor lain yang mempengaruhi perilaku anak yaitu pertumbuhan dan
perkembangan, sosial budaya, keluarga, pengalaman medis dan dental
sebelumnya, tempat praktik dokter gigi, persiapan sebelum perawatan dan sumber
tingkah laku yang tidak kooperatif dalam keluarga. Strategi pengendalian tingkah
18
laku anak yang dapat diterapkan dalam praktik kedokteran gigi adalah strategi
modeling, desensitisasi dan kombinasinya. Metode Tell-Show-Do dan
reinforcement dapat digunakan untuk melengkapi strategi diatas. Sedangkan Hand
Over Mouth Exercise jangan dilakukan pada anak yang mengalami rasa takut.
DAFTAR PUSTAKA