Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ada dua masalah dalam bidang kedokteran atau kesehatan yang berkaitan

dengan aspek hukum yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu,

sehingga dapat digolongkan ke dalam masalah klasik dalam bidang kedokteran

yaitu tentang abortus provokatus dan euthanasia. Dlam lafal sumpah dokter yang

disusun oleh Hippokrates (460-377 SM), kedua masalah ini telah ditulis dan telah

diingatkan. Sampai kini tetap saja persoalan yang timbul berkaitan dengan

masalah ini tidak dapat diatasi atau diselesaikan dengan baik, atau dicapainya

kesepakatan yangdapat diteroma oleh semua pihak. Di satu pihak tindakan abortus

provokatus dan euthanasia pada beberapa kasus dan keadaan memang diperlukan

sementara di lain pihak tindakan ini tidak dapat diterima, bertentangan dengan

hukum, moral dan agama.

Masalah makin sering dibicarakan dan menarik banyak perhatian karena

semakin banyak kasus yang dihadapi kalangan kedokteran dan masyarakat

terutama setelah ditemukannya tindakan didalam dunia pengobatan dengan

mempergunakan tegnologi canggih dalam menghadapi keadaan-keadaan gawat

dan mengancam kelangsungan hidup. Banyak kasus-kasus di pusat pelayanan

kesehatan terurtama di bagian gawat darurat dan di bagian unit perawatan intensif

yang pada masa lalu sudah merupakn kasus yang sudah tidak dapat dibantu lagi.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1. Apa itu isu euthanasia yang berhubungan dengan landasan etika

keperawatan profesional?

1.2.2. Apa itu aborsi yang berhubungan dengan landasan etika keperawatan

profesional?

1.3.TUJUAN

1.3.1. mengidentifikasi isu euthanasia yang berhubungan dengan landasan

etika keperawatan profesional dari Euthanasia

1.3.2. mengidentifikasi isu aborsi yang berhubungan dengan landasan etika

keperawatan profesional dari Euthanasia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. EUTHANASIA

1. PENGERTIAN EUTHANASIA

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata

eu berarti baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati. Dengan demikian

euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada yang

menerjemahkan mati cepat tanpa derita.

Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa

penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan

untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan

penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti yang

demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia untuk

mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi

persoalan dari segi kesusilaan. Artinya dari segi kesusilaan dapat

dipertanggungjawabkan bila orang yang bersangkutan menghendakinya.

Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih

menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut

pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan

yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan

penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang

menjadi kematian atas dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah

3
yang ditimbulkan dari euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena

definisi dari kematian itu sendiri telah menjadi kabur.

Beberapa pengertian tentang terminologi euthanasia:

a. Menurut hasil seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis,

hukum dan psikologi, euthanasia diartikan:

 Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang

pasien.

 Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang

hidup pasien

 Dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan

atau tanpa permintaan pasien.

b. Menurut kode etik kedokteran indonesia, kata euthanasia dipergunakan

dalam tiga arti:

 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan,

untuk yang beriman dengan nama Allah dibibir.

 Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan

memberinya obat penenang.

 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas

permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

Dari beberapa kategori tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur euthanasia

adalah sebagai berikut:

1) Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

4
2) Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang

hidup pasien.

3) Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali.

4) Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.

5) Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

2. JENIS-JENIS EUTHANASIA

Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya,

dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain. Secara garis

besar euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan

euthanasia pasif. Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia:

a. Euthanasia aktif

Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk

mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya

dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.

Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan

i. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui

tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup

pasien. Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang

segera mematikan

ii. Euthanasia aktif tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis

yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi

5
diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien.

Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya

b. Euthanasia Pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala

tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia,

sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan

dihentikan.

c. Euthanasia volunter

Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau

mempercepat kematian atas permintaan sendiri.

d. Euthanasia involunter

Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada

pasien dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan

keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas

penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan

kriminal.

Selain kategori empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga

mempunyai macam yang lain, hal ini diungkapkan oleh beberapa tokoh,

diantaranya Frans magnis suseno dan Yezzi seperti dikutip Petrus Yoyo Karyadi,

mereka menambahkan macam-macam euthanasia selain euthanasia secara garis

besarnya, yaitu:

6
i. Euthanasia murni, yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang

tanpa memperpendek kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha

perawatan agar yang bersangkutan dapat mati dengan "baik".

ii. Euthanasia tidak langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian

dengan efek samping, bahwa pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di

sini ke dalamnya termasuk pemberian segala macam obat narkotik,

hipnotik dan analgetika yang mungkin "de fakto" dapat memperpendek

kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja.

iii. Euthanasia sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau

permintaan pasien. Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan

pernyataan tertulis dari pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien.

iv. Euthanasia nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan

keinginan pasien yang disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga

(misalnya keluarga), atau atas keputusan pemerintah.

3. TINJAUAN ETIS EUTHANASIA

a. Tinjauan Kedokteran

Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab

profesi kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan.

Profesi medis adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak

kehidupan. Sumpah Hipokrates jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan

memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal

ini kepada mereka yang memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar

7
sumpah seluruh dokter di dunia, termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini

bukan Hipokrates sendiri yang membuatnya.

Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban

dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa

mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa

menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup

seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan

sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian batang

otak atau kehilangan fungsi otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara

keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih berdenyut. Penghentian

tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang berpengalaman yang

mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan

setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus pula

dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik

yang diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia

adalah memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri

hidup pasien. Sampai saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang

mengatur tentang euthanasia. Pasal-pasal KUHP justru menegaskan bahwa

euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan dilarang. Demikian pula dengan

euthanasia aktif dengan permintaan. Hakikat profesi kedokteran adalah

menyembuhkan dan meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan

radikal dengan hakikat itu.

8
Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan

melakukan perawatan medis yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat

dianggap sebagai penganiayaan. Ini berkaitan dengan batas ilmu kedokteran yang

dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran tersebut

dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan

medis. Apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada gunanya lagi, dokter tidak

lagi berkompeten melakukan perawatan medis.

b. Tinjauan Filosofis-Etis

Dari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan erat dengan

pandangan otonomi dan kebebasan manusia di mana manusia ingin menguasai

dirinya sendiri secara penuh sehingga dapat menentukan sendiri kapan dan

bagaimana ia akan mati (hak untuk mati). Perdebatan mengenai euthanasia dapat

diringkas sebagai berikut: atas nama penghormatan terhadap otonomi manusia,

manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga

seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia

menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna.

Banyak pakar etika menolak euthanasia dan assisted suicide. Salah satu

argumentasinya menekankan bahaya euthanasia disalahgunakan. Jika kita

mengizinkan pengecualian atas larangan membunuh, sebentar lagi cara ini bisa

dipakai juga terhadap orang cacat, orang berusia lanjut, atau orang lain yang

dianggap tidak berguna lagi. Ada suatu prinsip etika yang sangat mendasar yaitu

kita harus menghormati kehidupan manusia. Tidak pernah boleh kita

9
mengorbankan manusia kepada suatu tujuan tertentu. Prinsip ini dirumuskan

sebagai “kesucian kehidupan” (the sanctity of life). Kehidupan manusia adalah

suci karena mempunyai nilai absolut dan karena itu dimana-mana harus

dihormati.

Masing-masing orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri yang ada

secara intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia dan berakhir bersama

dengan berakhirnya manusia). Keberadaan martabat manusia ini terlepas dari

pengakuan orang, artinya ia ada entah diakui atau tidak oleh orang lain. Masing-

masing orang harus mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan oleh

karena itu masing-masing orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu,

manusia tidak pernah boleh dipakai hanya sebagai alat/instrumen untuk mencapai

suatu tujuan tertentu oleh orang lain.

Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia.

Argumentasi yang banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the right to die.

Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta

agar penderitaannya segera diakhiri. Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh

penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan hanya sekedar

mempercepat kematiannya, sekaligus memungkinkan “kematian yang baik”,

tanpa penderitaan yang tidak perlu.

4. TINJAUAN YURIDIS EUTHANASIA

Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang

belum ada pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap

10
tentang euthanasia. Tetapi bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut

soal keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan

atau pasal yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu.

Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang

terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana

atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun

karena kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung

dengan euthanasia aktif tedapat padapasal 344 KUHP.

Pasal 344 KUHP:

Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri,

yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara

selama-lamanya dua belas tahun.

Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun

terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien

mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus

dihadapinya.

Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa

pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter, yaitu:

Pasal 338 KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena

makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

11
Pasal 340 KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa

orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan

hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-

lamanya dua puluh tahun.

Pasal 359 KUHP:

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang

mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus

euthanasia, yaitu:

Pasal 345 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk membunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh

diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap

nyawa manusia dalam KUHP tersebut, maka dapatlah kita dimengerti betapa

sebenarnya pembentuk undang-undang pada saat itu (zaman Hindia Belanda)

telah menganggap bahwa nyawa manusia sebagai miliknya yang paling berharga.

Oleh sebab itu setiap perbuatan apapun motif dan macamnya sepanjang

12
perbuatan tersebut mengancam keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka

hal ini dianggap sebagai suatu kejahatan yang besar oleh negara.

suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa membedakan agama, ras,

warna kulit dan ideologi, tentang keamanan dan keselamatan nyawa manusia

Indonesia dijamin oleh undang-undang. Demikian halnya terhadap masalah

euthanasia ini.

B. ABORSI

1. PENGERTIAN ABORSI

Pengguguran kandungan atau aborsi atau abortus menurut:

a. Medis : abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun

sebelum janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20

minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau

berat janin kurang dari 500 gram ( Obstetri Williams, 2006).

b. b)Kamus Besar Bahasa Indonesia : terjadikeguguran janin, melakukan

abortus (dengan sengaja karena tidak menginginkan bakal bayiyang

dikandung itu).

c. Keguguran adalah pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di

luar kandungan (Rustam Muchtar, 1998).

d. d)Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang

terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat

badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang

13
dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka

abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin

mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2005).

2. PENYEBAB ABORSI

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.

Biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Kelainan

hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan

muda. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :

1) Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X

Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk abortus

dini dan kejadian ini kerap kali disebabkan oleh cacat kromosom. Kelainan yang

sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan

kemungkinan pula kelainan kromosom seks.

2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.

Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna

sehinga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. Endometrium

belum siap untuk menerima implasi hasil konsepsi. Bisa juga karena gizi ibu

kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.

3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan tembakau dan alcohol.

Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil

konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya

14
dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau,

alkohol, kafein, dan lainnya.

b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena

hipertensi menahun.

Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi

plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian

janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi

menahun.

Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta tidak dapat

berfungsi.

Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada diabetes melitus. Hipertensi

menyebabkan gangguan peredaran darah palsenta sehingga menimbulkan

keguguran.

c. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan

dan toksoplasmosis.

Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat : penyakit menyangkut infeksi

virus akut, panas tinggi dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi terhadap penyakit

cacar . nefritis kronis dan gagal jantung dapat mengakibatkan anoksia janin.

Kesalahan pada metabolisme asam folat yang diperlukan untuk perkembangan

janin akan mengakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat

sitotoksik akan mengganggu proses normal pembelahan sel yang cepat.

Prostaglandin akan menyebabkan abortus dengan merangsang kontraksi uterus.

15
Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus abdominalis,

pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat

melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin,

kemudian terjadi abortus.

Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol

metabolik pada trimester pertama.selain itu juga hipotiroidism dapat

meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana autoantibodi tiroid menyebabkan

peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidism yang nyata.

d. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk

abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan

kelainan bawaan uterus.

Abnoramalitas uterus yang mengakibatkan kalinan kavum uteri atau halangan

terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid, malformasi

kongenital, prolapsus atau retroversio uteri.

Kerusakan pada servik akibat robekan yang dalam pada saat melahirkan atau

akibat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi).

Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal

dalam bentuk mioma uteri, uterus arkatus, uterus septus, retrofleksi uteri, serviks

inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan

serviks postpartum.

16
e. Trauma.

Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual

khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan

riwayat keguguran yang berkali-kali.

f. Faktor-faktor hormonal.

Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab

terjadinya abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta

mengambil alih funngsi korpus luteum dalam produksi hormon.

g. Sebab-sebab psikosomatik.

Stress dan emosi yang kat diketahui dapat mempengarhi fungsi uterus lewat

hipotalamus-hipofise.

h. Penyebab dari segi Maternal

1) Penyebab secara umum:

(1) Infeksi

a. Virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.

b. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.

c. Parasit, misalnya malaria.

(2) Infeksi kronis

a. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.

b. Tuberkulosis paru aktif.

c. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.

d. Penyakit kronis, misalnya : Hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat,

penyakit jantung, toxemia gravidarum

17
e. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.

f. Trauma fisik.

2) Penyebab yang bersifat lokal:

(1) Fibroid, inkompetensia serviks.

(2) Radang pelvis kronis, endometrtis.

(3) Retroversi kronis.

(4) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan

hiperemia dan abortus.

i. Penyebab dari segi Janin

1) Kematian janin akibat kelainan bawaan.

2) Mola hidatidosa.

3) Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

4) Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa

pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi

malformasi pada tubuh janin.

5) Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah

kelainan chromosomal.

6) Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan

implantasi dengan adekuat.

18
3. MACAM-MACAM ABORSI

a. Abortus imminens - threatened abortion (kegugurang mengancam).

Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20

minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi

serviks.

Pada tipe ini terlihat perdarahan pervaginam. Pada 50% kasus, perdarahan

tersebut hanya sedikit serta berangsur-angsur akan berhenti setelah berlangsung

beberapa hari dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian,

wanita yang mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat

perdarahan pada bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan

menjelaskan kalu janin mengalamin gangguan, maka kehamilannya tidak akan

berlanjut.

Abortus imminens merupakan abortus yang paling banyak terjadi. Pada

abortus ini, perdarahan berupa bercak yang menunjukkan ancaman terhadap

kelangsungan kehamilan. Namun, pada prinsipnya kehamilan masih bisa berlanjut

atau dipertahankan.

Setengah dari abortus ini akan menjadi abortus inkomplit atau komplit,

sedangkan sisanya kehamilan akan berlangsung. Beberapa kepustakaan

menyatakan bahwa abortus ini terdapatadanya risiko untuk terjadinya prematuritas

atau gangguan pertumbuhan dalam rahim.

19
b. Abortus insipiens - inevitable abortion (Keguguran Berlangsung)

Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan

adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam

uterus.

Abortus insipiens diatandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,

kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan

dilatasi serviks.

Abortus insipiens merupakan keadaan dimana perdarahan intrauteri

berlangsung dan hasil konsepsi masih berada di dalam cavum uteri. Abortus ini sedang

berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, OUE terbuka, teraba ketuban, dan

berlangsung hanya beberapa jam saja.

c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap).

Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu

dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkompletus berkaitan

dengan retensi sebagian produk pembuahan (hampir selalu plasenta) yang tidak

begitu mudah terlepas pada kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm.

Dalam keadaan ini perdarahan tidak segera berkurang sementar serviks tetap

terbuka.

Abortus inkompletus merupakan suatu abortus di mana hasil konsepsi telah

lahir atau teraba pada vagina (belum keluar semua) dan masih ada sisa-sisa

jaringan yang tertinggal (biasanya jaringan plasenta).

20
d. Abortus kompletus (Keguguran Lengkap)

Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi telah keluar semua dari cavum uteri.

Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-

lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam massa ini

luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai Semua hasil konsepsi sudah

dikeluarkan.

Abortus kompletus terjadi kalau semua produk pembuahan – janin, selaput

ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan

berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.

e. Abortus habitualis

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih

berturut-turut. Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab

abortus spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan

reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien

dengan reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami abortus.

Kalau janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2 bulan

atau lebih, maka keadaan itu disebut missed abortion. Sekitar kematian janin

kadang-kadang ada perdarahan per vaginam sedikit hingga menimbulkan

gambaran abortus imminens.

Kalau tidak terjadi abortus dengan pitocin infus ini,sekurang kurangnya

terjadi pembukaan yang memudahkan curettage. Dilatasi dapat juga dihasilkan

dengan pemasangan laminaria stift.

21
Gejala-gejala selanjutnya ialah :

(1) Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban

dan macerasi janin.

(2) Buah dada mengecil kembali.

(3) Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya ammenorhoe

berlangsung terus.

Biasanya keaddan ini berakhir dengan abortus yang spontan selambat-

lambatnya 6 minggu setelah janin mati. Kalau janin mati pada kehamilan yang

masih muda sekali, maka janin lebih cepat dikeluarkan. Sebalikya kalau

kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama. Sebagai batas maksimal retensi

janin diambil 2 bulan, kalau dalam 2 bulan belum lahir disebut missed abortion

(abortus tertunda).

f. Abortus infeksiosa, abortus septik

Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia,

sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran

kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

Penyulit serius pada abortus umumnya terjadi akibat abortus kriminalis.

Perdarahan hebat, sepsis, syok bakterial, dan gagal ginjal akut pernah terjadi pada

abortus legal tetapi dengan frekuensi yang jauh lebih kecil.

Hasil biasanya adalah metritis, tetapi dapat juga terjadi parametritis,

peritonitis, endokarditis, dan septikemia. Dari 300 abortus septik di Parkland

Hospital, bahkan darah posotif pada seperempatnya. Hampir dua pertiga adalah

22
bakteria anaerob sedangkan koliform juga sering dijumpai. Organisme lain yang

dilaporkan menjadi penyebab abortus septik antara lain adalah haemophilus

influenzae, campylobacter jejuni, dan streptokokus grup A. Terapi infeksi antara

lain adalah evakuasi segera produk konsepsi disertai anti mikroba spektrum luas

secara intravena. Apabila timbul sepsis dan syok, perlu diberikan terapi suportif.

Abortus septik juga pernah dilaporkan menyebabkan koagulopati intravaskular

diseminata

g. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)

80 % dari semua abortus, Yaitu: Abortus provokatus adalah pengakhiran

kehamilan sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan.

Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada

umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan

belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram,

walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.

Macam-macam abortus provokatus :

1) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus.

Abortus provocatus artificialis adalah Pengguguran kehamilan, biasanya

dengan alat-alat, dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut

bagi ibu, misalnya karena ibu berpenyakit berat.

Abortus provocatus pada hamil muda (di bawah 12minggu) dapat dilakukan

dengan pemberian prostaglandin atau curettage dengan penyedotan (vakum) atau

dengan sendok curet.

23
Pada hamil yang tua (di atas 12 minggu) dilakukan hysterotomi juga dapat

disuntikkan garam hypertonis (20%) atau prostaglandin intra-amnial.

Indikasi untuk abortus therapeuticus misalnya : penyakit jantung (rheuma),

hypertensi essensial, carcinoma daro cervik.

Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin

mampu hidup (viabel). Beberapa indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya

adalah penyakit jantung persisten dengan riwayat dekompensasi kordis dan

penyakit vaskuler hipertensi tahap lanjut. Yang lain adalah karsinoma serviks

invasif. American College Obstetricians and Gynecologists (1987) menetapkan

petunjuk untuk abortus terapeutik :

(1) Apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau

mengganggu kesehatan secara serius. Dalam menentukan apakah memang

terdapat resiko kesehatan perlu dipertimbangkan faktor lingkungan pasien.

(2) Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest. Dalam hal ini

pada evaluasi wanita yang bersangkutan perluditerapkan kriteria medis yang

sama.

(3) Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar menyebabkan

lahirnya bayi dengan retardasi mental atau deformitas fisik yang berat.

2) Abortus provocatus criminalis.

Abortus provocatus criminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan

medis yang syah dan dilarang oleh hukum.

Abortus provokatus kriminalis adalah interupsi kehamilan sebelum janin

mampu hidup atas permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan karena

24
alasan penyakit janin atau gangguan kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang

dilakukan saat ini termasuk dalam katagori ini.

4. PROSEDUR ABORSI

Pendekatan untuk mengakhiri kehamilannya bervariasi sesuai dengan usia

kehamilannya. Sebelum 12 minggu, aborsi merupakan suatu prosedur melalui

vagina yang relatif tanpa komplikasi dengan menggunakan kuretase vakum,

D&E,atau D&K.dilatasi serviks pertama kali menggunakan laminaria, gel

prostaglanudin dapat digunakan dalam bentuk suppoeitoria vagina, injeksi

intramaskular atau dimasukkan transservikal untuk menginduksikan aborsi.

Setelah dalam 12 minggu, terminasi kehamilan membutuhkan berbagai

prosedur yang lebih rumit. D&E, metode yang paling sering digunakan yang

merupakan prosedur paling aman untuk usia kehamilan 13 sampai 16

minggu,tetapi singkat morbiditas dan mortilitasnya lebih tinggi dibandingkan jika

aborsidilakukan dalam trismester pertama.

Amnioinfusion digunakan untuk kehamilan berusia 16 minggu atau lebih.

Prosedur ini sangat efektif untuk terminasi kehamilan 16 sampai 18 minggu.

Larutan amniofusion dapat berupa prostaglanudin, saline hipertonik (20%)atau

urea. Pemberi perawatan banyakn melakukan aborsi di trisemester kedua dengan

menggunakan teknikkombinasiuntuk efek dilatasi, fetocidal dan kontriksi uteri.

(reeder, 2003)

25
5. FAKTOR PSIKOLOGIS DALAM KEHAMILAN DAN ABORSI

Tujuan untuk mendapatkan kehamilan (makna dan nilai kompleks yang

berhubungan dengan reproduksi dan menjadi seorang ibu). (reeder,2003)

a. Simbol kemampuan, vitalitas, atau hubungan kembali dengan ketentuan-

ketentuan utama ari dalam jiwa.

b. Simbol dari kejantanan pria, kemampuan

c. Kematanga, seksualitas, konsep diri

d. Penghapusan perasaan tidak mampu atau keraguan mengenai feminitas

e. Penghindaran dari kondisi kehilangan kemampuan reproduksi pada wanita

usia lanjut

Alasan mengakhiri kehamilan (reeder,2003), yaitu:

a. Status pernikahan

b. Kualitas hubungan pria-wanita

c. Kesadaran bahwa motivasi untuk mendapatkan kehamilan tidak tepat

d. Kesehatan fisik dan mental buruk

e. Tujuan profesional atau edukasi

f. Konsepsi terjadi terlalu dini dalam perkawinan

g. Konsepsi dengan jarak terlalu dekat dengan kelahiran anak sebelumnya

h. Ketidakmampuan emosional untuk menghadapi masa menjadi orang tua

i. Perkosaan atau inses yang menghasilkan kehamilan

j. Defek genetika herediter

k. Kemungkinan terdapat anormali pada janin

l. Kemungkinan reaksi dari teman sebaya, keluarga, masyarakat

26
6. EFEK ABORSI

Pada kasus aborsi terdapat efek dari aborsi. Efek aborsi di bagi menjadi 2 yaitu :

1. Efek Jangka Pendek

 Rasa sakit yang intens

 Terjadi kebocoran uterus

 Pendarahan yang banyak

 Infeksi

 Bagian bayi yang tertinggal di dalam

 Shock/Koma

 Merusak organ tubuh lain

 Kematian

2. Efek Jangka Panjang

 Tidak dapat hamil kembali

 Keguguran Kandungan

 Kehamilan Tubal

 Kelahiran Prematur

 Gejala peradangan di bagian pelvis

 Hysterectom

27
7. RESIKO ABORSI

Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan

maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa

seseorang yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung

boleh pulang “. Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko

kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko

kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat

melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah ;

 Kematian mendadak karena pendarahan hebat.

 Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.

 Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.

 Rahim yang sobek (Uterine Perforation).

 Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan

cacat pada anak berikutnya.

 Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada

wanita).

 Kanker indung telur (Ovarian Cancer).

 Kanker leher rahim (Cervical Cancer).

 Kanker hati (Liver Cancer).

 Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat

pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.

28
 Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic

Pregnancy).

 Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).

 Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

8. DAMPAK ABORSI

a. timbul luka-luka dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan

merusak organ-organ di dekatnya seperti kandung kencing atau usus.

b. Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi

karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya,

tetapi juga kalau tersentuh, maka ia menguncup kuat-kuat. Kalau dicoba

untuk memasukinya dengan kekerasan maka otot tersebut akan menjadi

robek.

c. Dinding rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam

rahim.

d. Terjadi pendarahan. Biasanya pendarahan itu berhenti sebentar, tetapi

beberapa hari kemudian/ beberapa minggu timbul kembali. Menstruasi

tidak normal lagi selama sisa produk kehamilan belum dikeluarkan dan

bahkan sisa itu dapat berubah menjadi kanker.

9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi,

infeksi, dan syok.

29
1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan

dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam

posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan

teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung

dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.

3. Infeksi

Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus.

Brucella abortus dan Campylobacter fetus merupakan kausa abortus pada sapi

yang telah lama dikenal,tetapi keduanya bukan kausa signifikan pada manusia.

Bukti bahwa toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada manusia kurang

meyakinkan.tidak terdapat bukti bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia

trachomatis menyebabkan abortus pada manusia. Herpes simpleks dilaporkan

berkaitan dengan peningkatan insidensi abortus setelah terjadi infeksi genital pada

awal kehamilan. Abortus spontan secara independen berkaitan dengan antibodi

virus imunodefisiensi manusia (HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas sifilis

pada ibu, dan kolonisasi vagina pada ibu oleh streptokokus grup B.

30
4. Syok

Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank

karena infeksi berat (syok endoseptik).

10. HUKUM ABORSI MENURUT UNDANG – UNDANG

Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) :

Pasal 229

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya

supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa

karenapengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau

menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia

seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian

maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 314

Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak

dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,

31
diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama

tujuh tahun.

Pasal 342

Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan

ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama

kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan

anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain

yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan

rencana.

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun.

Pasal 347

32
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama

dua belas tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana

penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun enam bulan.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349

Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang

tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu

kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang

ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak

untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

33
Pasal 535

Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk

menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta

menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa

diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian

itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah.

34
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus
(buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan
menjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi
provokatus kriminalis (buatan ilegal). Dalam perundang-undangan
Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang
yaitu KUHP & UU Kesehatan. Dalam KUHP & UU Kesehatan diatur
ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran kandungan, tidak
disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal
(terapetikus atau medisinalis), diatur dalam UU Kesehatan.
2. Jika seorang wanita yang tengah mengandung mengalami kesulitan saat
melahirkan, ketika janinnya telah berusia enam bulan lebih, lalu wanita
tersebut melakukan operasi sesar. Penghentian kehamilan seperti ini
hukumnya boleh, karena operasi tersebut merupakan proses kelahiran
secara tidak alami. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa ibu dan
janinnya sekaligus. Hanya saja, minimal usia kandungannya enam bulan.
Aktivitas medis seperti ini tidak masuk dalam kategori aborsi; lebih tepat
disebut proses pengeluaran janin ( melahirkan ) yang tidak alami.
3. Euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas

kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat

diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya

merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan.

4. Euthanasia dapat dikelompkkan menjadi euthanasia aktif, euthanasia pasif,

euthanasia volunter, dan uethanasia involunter.

35
5. Menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri

hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman

tidak akan sembuh lagi

6. Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum

ada pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap

tentang euthanasia. Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai

landasan hukum, adalah apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana Indonesia.

B. SARAN

Dalam pembuat makalah kami tidak lepas dari kesalahan dan demi kesempurnaan

makalah kami mengharap kritik dan saran agar pembuatan makalah selanjutnya

kami bisa lebih baik dan cermat

36
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah Jusuf: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta, 2005

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.

Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002.

Aprilins. 2010. Teori Etika. Diakses 26 Desember 2011 pukul 21.00 WIB.

Diposkan 23 Februari 2010 pukul 10.02 PM. URL

: http://aprillins.com/2010/1554/2-teori-etika-utilitarisme-deontologi/

Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third

Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.

Geoffry hunt. 1994. Ethical issues in nursing. New york: press (padstow) Ltd.

Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

k_2 nurse. 2009. Etika Keperawatan. Unpad Webblog. Diakses tanggal 13

November 2011.Diposkantanggal 16 Januari

2009. http://blogs.unpad.ac.id/k2_nurse/?tag=etika-keperawatan

Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J. 2004. Fundamentals of Nursing

Concepts,Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.

Jakarta : EGC

PPNI. 2000. Kode Etik Keperawatan Indonesia. Keputusan Munas VI.

Rubenfeld, M. Gaie. K. Scheffer, B. 2006. Berpikir Kritis dalam Keperawatan.

Edisi 2. Jakarta : EG

37
Aborsi di Indonesia. http://situs.kesrepro.info/gendervaw/jun/2002/utama03.htm,

akses tanggal 15 oktober 2008, 17:34

http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/p4/bk/aborsi.htm

38

Anda mungkin juga menyukai