Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses perpindahan massa merupakan salah satu proses yang cukup penting.
Perpindahan massa merupakan peristiwa yang dijumpai hampir dalam setiap
operasi dalam kegiatan teknik kimia. Salah satu proses tersebut adalah distilasi
yang merupakan proses pemisahan campuran cair-cair menjadi komponen-
komponennya dengan berdasarkan pada perbedaan kemampuan/daya penguapan
komponen-komponen tersebut. Adanya perbedaan kemampuan penguapan antara
komponen-komponen tersebut dikenal sebagai volatilitas relatif. Proses
pemisahan secara distilasi dapat dilakukan secara batch maupun kontinyu. Dalam
operasi distilasi secara batch, sejumlah massa larutan umpan dimasukkan ke
dalam labu distilasi kemudian dipanaskan. Selama proses distilasi berjalan,
larutan akan menguap. Uap yang terbentuk akan segera meninggalkan labu
distilasi untuk diembunkan. Dengan demikian, sejumlah komponen dalam umpan
yang memiliki titik didih rendah akan terpisah lebih dahulu menjadi distilat.
Operasi distilasi dilakukan untuk memisahkan campuran cair-cair menjadi
komponen-komponennya berdasarkan pada perbedaan titik didih. Di industri,
proses distilasi sering kita jumpai pada industri pengilangan minyak bumi,
pemurnian minyak atsiri, produksi etanol,metanol dan sebagainya.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Menentukan derajat pemisah dari suatu campuran biner dengan operasi
distilasi batch menggunakan kolom fraksinasi.
2. Mengetahui pengaruh rasio refluks terhadap jumlah tahap teoritis pemisah
dengan menggunakan metode Mc Cabe Thiele.
3. Menentukan karakteristik kolom Height Equivalen to Theoritical Plat
(HETP) pada distilasi batch

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Distilasi


Distilasi adalah suatu metode operasi pemisahan suatu komponen dari
campurannya yang didasarkan pada perbedaan titik didih atau tekanan uap murni
masing-masing komponen dengan menggunakan panas sebagai tenaga pemisah.
Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan komponen-
komponen dari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai perbedaan titik
didih dan tekanan uap yang cukup besar. Perbedaan tekanan uap tersebut akan
menyebabkan fasa uap yang ada dalam kesetimbangan dengan fasa cairnya
mempunyai komposisi yang perbedaannya cukup signifikan. Fasa uap
mengandung lebih banyak komponen yang memiliki tekanan uap rendah,
sedangkan fasa cair lebih benyak menggandung komponen yang memiliki tekanan
uap tinggi.
Kolom distilasi dapat berfungsi sebagai sarana pemisahan karena sistem
perangkat sebuah kolom distilasi memiliki bagaian-bagian proses yang memiliki
fungsi- fungsi:
1. menguapkan campuran fasa cair (terjadi di reboiler)
2. mempertemukan fasa cair dan fasa uap yang berbeda komposisinya (terjadi
di kolom distilasi)
3. mengondensasikan fasa uap (terjadi di kondensor)

Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan


peristiwa-peristiwa:
1. kesetimbangan fasa
2. perpindahan massa
3. perpindahan panas
4. perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. perpindahan momentum
Faktor-faktor yang mempengaruhi distilasi adalah:

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 2


1. Sifat dari campuran,
2. Karakteristik kolom,
3. Jenis kolom (plate, packed, vigreux) dan panjang kolom,
4. Besaran-besaran lainnya (laju uap naik, laju cairan turun/ reflux, luas
permukaan kontak antara fasa gas dan cair, dan effisiensi perpindahan massa).

2.2 Jenis-Jenis Distilasi


Distilasi sendiri dibagi menjadi tiga jenis proses yaitu kontinyu, batch, dan
semi batch/kontinyu.

1. Distilasi Kontinyu
Proses ini berlangsung terus-menerus yaitu pertama-tama cairan campuran
diumpankan ke dalam menara kolom. Selanjutnya cairan yang tidak berubah
menjadi uap menuju ke bawah akibat gaya gravitasi, sedangkan cairan yang
menjadi uap bergerak ke atas. Untuk cairan ke bawah selanjutnya keluar kolom
untuk diumpankan ke reboiler. Hasil reboiler yang berupa gas dikembalikan lagi
ke dalam kolom dan yang tidak langsung mengalir keluar menjadi produk bawah.
Untuk gas hasil distilasi selanjutnya dikondensasikan menjadi cairan yang disebut
dengan produk distilasi. Sedangkan gas yang tidak terkondensasi selanjutnya
dikembalikan ke dalam kolom distilasi untuk diproses kembali. Pada proses
distilasi secara kontinyu dikenal dengan istilah bagian rectifying dan bagian
stripping. Bagian rectifying adalah proses bagian atas setelah gas keluar dari
kolom distilasi dan bagian stripping adalah proses bagian bawah setelah cairan
keluar dari kolom distilasi. Biasanya dalam kolom ini digunakan untuk
memisahkan umpan multikomponen untuk menghasilkan dua atau lebih produk
murni.

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 3


2. Distilasi Batch
Proses distilasi ini merupakan proses yang paling tua yang diketahui untuk
memisahkan suatu cairan campuran. Pada zaman dahulu proses ini seering
digunakan untuk menyuling minuman beralkohol, minyak parfum, untuk farmasi
dan penghasil minyak tanah. Selain itu proses ini juga digunakan untuk
memproduksi bahan kimia yang bagus dan spesialis. Metode ini dipakai hanya
untuk sekali proses saja, setelah itu proses pembersihan alat kemudian proses
distilasi dapat dimulai kembali. Sekarang ini metode distilasi batch merupakan
metode yang sering digunakan dalam berbagai industri kimia.
Alat pada distilasi batch berbeda bentuknya dengan alat distilasi kontinyu
yaitu pada bagian stripping di distilasi kontinyu dihilangkan pada proses distilasi
batch. Pada bagian ini diganti dengan aliran umpan menuju kolom pada distilasi
batch. Selain itu pada bagian retifying output produk di distilasi kontinyu hanya
satu, sedangkan pada distilasi batch ada 2 produk dan 1 produk intermediet. Alat
ini digunakan pada proses distilasi batch secara konvensional. Tentu sekarang
sudah ada modifikasi terhadap metode distilasi batch saat ini dengan adanya
penelitian-penelitian mengenai optimasi distilasi batch.
Prinsip kerja dari distilasi bacth adalah pertama-tama umpan masuk
melalui bawah kolom. Setelah itu dipanaskan yang mana menghasilkan gas yang
akan naik keatas kolom. Cairan yang tidak menguap akan tetap dibawah sampai
pemanasan selesai. Gas hasil pemanasan akan keluar dari kolom lalu
dikondensasikan menjadi cairan yang diinginkan, sedangkan gas yang tidak dapat
terkondensai akan dikembalikan ke kolom. Akan tetapi hasil dari distilasi pertama
belum 100% murni. Untuk itu hasil distilasi pertama dapat didistilasi kembali
untuk mendapatkan produk dengan kemurnian yang lebih tinggi dari produk
sebelumnya.

3. Distilasi Semi-Batch/Kontinyu
Proses kerja dari distilasi semi batch/kontinyu adalah menggabungkan
prinsip kerja dari distilasi batch dan distilasi kontinyu. Contohnya adalah dimana
terjadi kesamaan antara prinsip kerja pada proses batch, akan tetapi terdapat

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 4


perbedaan pada pengumpanan bahan baku. Dimana pengumpanan bahan baku
hampir sama prinsip kerjanya pada proses distilasi kontinyu.

2.3 Prinsip Operasi Distilasi


Pada operasi distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila
campuran cair ada dalam keadaan setimbang dengan uapnya, komposisi uap dan
cairan berbeda. Uap akan mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah
menguap, sedangkan cairan akan mengandung lebih sedikit komponen yang
mudah menguap. Bila uap dipisahkan dari cairan dan uap tersebut
dikondensasikan, akan didapatkan cairan yang berbeda dari cairan yang pertama,
dengan lebih banyak komponen yang mudah menguap dibandingkan dengan
cairan yang tidak teruapkan. Bila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut
diuapkan lagi sebagian, akan didapatkan uap dengan kadar komponen yang lebih
mudah menguap lebih tinggi. Untuk menunjukkan lebih jelas uraian di atas,
berikut digambarkan secara skematis:

1. Keadaan mula
Campuran A dan B (fasa cair), A adalah komponen yang
lebih mudah menguap :
XA,0 = fraksi mol A di fasa cair
XB,0 = fraksi mol B di fasa cair
Gambar 2.1 XA + XB = 1 ……………………………………….(2.1)
2. Campuran diuapkan sebagian, uap dan cairannya dibiarkan dalam keadaan
setimbang :
XA,1 = Fraksi mol A di fasa cair (setimbang)
XB,1 = Fraksi mol B di fasa cair (setimbang)
YA,1 = Fraksi mol A di fasa uap (setimbang)
YB,1 = Fraksi mol B di fasa uap (setimbang)
Pada keadaan ini maka :
Gambar 2.2 YA,1 > XA,1
YB,1 < XB,1

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 5


Bila dibandingkan dengan keadaan mula :
XA,1 < XA,0 < YA,1
XB,1 > XB,0 > YB,1

3. Uap dipisahkan dari cairannya dan dikondensasikan, maka didapat dua


cairan, I dan II, cairan l lebih sedikit komponen A (lebih mudah menguap)
dibandingkan dengan cairan II.

Gambar 2.3 proses perpindahan massa pada peristiwa distilasi

2.4 Kesetimbangan Uap-Cair


Kesetimbangan suatu operasi distilasi tergantung pada keadaan setimbang
yang terjadi antara fasa uap dan fas cairan dari suatu campuran. Dalam hal ini
akan ditinjau campuran binner yang terdiri dari komponen A (yang lebih mudah
menguap) dan B (yang kurang mudah menguap). Karena pada umumnya proses
distilasi dilaksanakan pada keadaan temperatur didih (bubble temperatur) dan
suhu embun (dew temperatur) dengan komposisi ditunjukan pada Gambar 2.4,
sedangkan komposisi uap dan cairan yang ada dalam kesetimbangan ditunjukan
pada Gambar 2.5

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 6


Gambar 2.4. Kesetimbangan uap cair pada temperature buble dan dew

Dalam banyaknya biner, titik didih campuran terletak diantara titik didih
yang lebih mudah menguap (TA) dan titik didih komponen yang kurang mudah
menguap (TB) yang ditunjukan oleh Gambar 2.4 untuk setiap suhu harga yA selalu
lebih besar dari pada xA.
Ada beberapa campuran biner yang titik didihnya diatas atau dibawah titik
didih kedua komponennya. Campuran pertama disebut campuran azeotrop
minimum yang di tunjukan oleh Gambar 2.4 dan Gambar 2.5. Dalam kedua hal,
yA tidak selalu lebih besar dari xA, ada kesetimbangan uap cairan dengan yA lebih
kecil dari xA.
Pada titik azeotrop, sama dengan xA dan campuran cairan dengan
komposisi sama dengan titik azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi.
xA,1 dan yA,1 adalah komposisi cairan dan uap pada
keadaan setimbang

Gambar 2.5. Contoh kurva kesetimbangan dan garis operasi


Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 7
Gambar 2.6. titik azeotrop maksimum dalam kurva kesetimbangan

Gambar 2.7 titik azeotrop minimum dalam kurva kesetimbangan

2.5. Relative Volatility


Hubungan uap dan cairan dalam keadaan setimbang dapat dinyatakan
dengan relative volatility (α) yang definisinya adalah
 YA   YA 
   
 XA   X A 
α 
 YB   (1  YA ) 
   
 X B   (1  X A )  ................................................................................................. (2.2)

Persamaan di atas dapat ditulis sebagai :

αX A
YA  .................................................................................................... (2.3)
1  αX A   X A

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 8


Bila diketahui harga-harga sebagai fungsi suhu, maka pada tekanan tetap,
hubungan YA dan XA pada berbagai suhu pada tekanan setimbang dapat
ditentukan. Bila konstan dan diketahui harganya, maka harga-harga pada setiap
harga X1, dan sebaliknya dapat langsung ditentukan.

Hubungan kesetimbangan fasa uap-cair dapat pula ditentukan secara matematis


dengan menggunakan kombinasi antara Hukum Raoult dan Hukum Dalton,
dimana hubungan tersebut hanya berlaku pada campuran ideal.
Hukum Raoult :
P* A = PA . XA ..................................................................................................................................................................... (2.4)
P* B = PB . XB
= PB.(1 - XA) .......................................................................................................... (2.5)
Dimana : P*A = Tekanan parsial komponen A di fasa uap
P*B = Takanan parsial komponen B di fasa uap
P A = Tekanan uap murni komponen A
P B = Tekanan uap murni komponen B
Untuk sistem binner : PA + PB = P .................................................................................. (2.6)
Bila persamaan XA dan YA tersebutdigabungkan, didapat :
YA = P*A / P = PA . XA / P ............................................................................................. (2.7)
(1-YA) = P*B / P = PB ( 1 - XA) / P .................................................................................. (2.8)
YA / X A P
  A ............................................................................................... (2.9)
1  YA  /1  X A  PB

Bila harga YA = XA maka  = 1 dan campuran binner pada komposisi tersebut


tidak dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan cara distilasi.

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 9


2.6. Fraksionasi Batch
Prinsip fraksionasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap cairan dan
memisahkan uap dan cairan yang dalam keadaan setimbang tersebut.

Gambar 2.8 Skema aliran perpindahan massa pada proses distilasi

Misalkan cairan Ln-1 dengan komposisi xA,n-1 dicampur dengan uap Vn+1 dengan
komposisi yA,n+1, seperti pada Gambar 2.8. Pencampuran tersebut berlangsung
pada suatu tahap kesetimbangan n, yang ditunjukkan pada titik m dalam Gambar
8. Pada tahap kesetimbangan n, akan terbentuk uap dan cairan baru yang dalam
keadaan setimbang (Vn dan Ln). Uap Vn mempunyai komposisi yA,n sedang cairan
Ln yang mengandung lebih banyak komponen A (yA,n > yA,n+1) dan cairan baru Ln
yang mengandung lebih sedikit komponen A (xA,n < XA,n-1). Demikian operasi
kesetimbangan diulang berkali-kali, sehingga diperoleh uap yang sangat kaya A
dan cairan yang sangat miskin A

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 10


.

Gambar 2.9 Kurva operasi distilasi dalam keadaan kesetimbangan


Dalam operasi fraksionasi, pencampuran dilakukan berturut-turut dalam
tahap- tahap. Sementara operasi berlangsung, cairan ditahap terendah dipanaskan
sedangkan uap ditahap teratas didinginkan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar
2.11. Hasil atas yang diambil disebut distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolom
disebut refluks (Lo). Jumlah refluks dibandingkan distilat sangat mempengaruhi
hasil pemisahan. Perbandingan tersebut disebut rasio refluks (R), dimana
R = Lo/D.

2.7 Neraca Massa pada Aliran Komponen Operasi Distilasi


Lebih lengkapnya, aliran perpindahan massa pada proses distilasi multi tahap di
tunjukan pada Gambar 2.10.
Neraca massa total untuk amplop 1:
V2 = D + L1 ............................................................................................................. (2.10)
Neraca massa total untuk amplop 2 (termasuk tahap 2) :
V3 = D + L2 ............................................................................................................. (2.11)
Dan seterusnya, sehingga didapat n tahap kesetimbangan:
Vn+1 = D + Ln .......................................................................................................... (2.12)
Neraca massa komponen A (pada amplop ke n):
Vn+1.yA,n+1 = D.xA,D + Ln.xA,n ..................................................................................... (2.13)

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 11


Dimana:
Vn+1 = Laju massa uap masuk tahap ke-n
D = Laju massa distilat
Ln = Laju massa cairan keluar dari tahap ke-n
yA,n+1 = Komposisi uap masuk tahap ke-n
xA,D = Komposisi cairan masuk tahap ke-1
xA,n = Komposisi cairan keluar dari tahap ke-n

Gambar 2.11 Aliran perpindahan massa pada proses distilasi multi tahap

Penyelesaian persamaan neraca-neraca massa tersebut akan menghasilkan


persamaan garis operasi fraksionasi:
R 1
YA , n 1   X A, n   AA, D ........................................................................ (2.14)
R 1 R 1

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 12


Persamaan tersebut diperlukan dalam pencatatan jumlah tahap kesetimbangan
teoretis menurut cara Mc Cabe-Thiele. Jika R tidak berhingga yang artinya semua
hasil atas kembali ke tahap pertama, maka operasi distilasi disebut berlangsung
pada refluks total, sehingga persamaan garis operasi menjadi:
Y A,n 1  X A,n ........................................................................................................... (2.15)

Pada operasi dengan refluks total, maka jumlah tahap minimum. Sedang untuk
0<R<∞ operasi distilasi berlangsung pada refluks parsial. Kurva kesetimbangan
yang dilengkapi dengan garis operasi sesuai persamaan yang diperoleh di atas
akan menunjukkan hubungan antara komposisi uap Vn+1 dan komposisi cairan Ln,
seperti dapat dilihat pada Gambar 2.12. Misalnya titik P pada gambar 2.12
menunjukkan hubungan antara komposisi uap Vn dan komposisi cairan Ln yang
keduanya meninggalkan tahap n dalam keadaan setimbang. Misalnya titik Q
menunjukkan hubungan antara yA,2 dan xA,2. Gambar 2.12 dapat pula digunakan
untuk menentukan jumlah tahap kesetimbangan bila komposisi hasil atas (xA,0
sama dengan yA,0) dan komposisi hasil bawah (xA,3) diketahui.

Gambar 2.12 Persamaan garis operasi pada kurva kesetimbangan

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 13


Kalau volatilitas relatif dapat diangap konstan, maka jumlah tahap
minimum (pada refluks total) dapat dihitung dengan persamaan Fenske:
X A, D 1  X A, f 
X A, F 1  X A, D 
log
n 1  ............................................................................... (2.16)
log a
Dimana:
n = jumlah tahap
xA,F = komposisi umpan
xA,D = komposisi distilat
α = volatilitas relatif.

2.6. Neraca Massa Operasi Batch

Salah satu skema operasi distilasi batch ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Skema Operasi Distilasi Batch


Pada distilasi batch, penambahan produksi distilat D (hasil atas) sama dengan
pengurangan hasil bawah (W), dan secara matematis dapat ditulis sebagai:
 dW  dD ................................................................................................................. (2.17)
Untuk komponen A:
 d X A,W , W   X A, D  D ............................................................................................. (2.18)

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 14


Dimana :
W = jumlah hasil bawah
D = jumlah hasil atas
XA,W = komposisi hasil bawah
XA,D = komposisi atas
Dari kedua persamaan diferensial tersebut dapat diturunkan:
 W  dX A,W  X A, D  dW .............................................................................................. (2.19)

 W  dX A,W  X A,W  dW  X A, D  dW ........................................................................ (2.20)

dW dX A,W
 .................................................................................................... (2.21)
W X A, D  X A,W
Wf X A ,Wf
dW dX A,W
W W  
X A ,Wi
X A, D  X A,W
.......................................................................................... (2.22)
i

X A ,Wf
Wf dX A,W
ln
Wi
 
X A ,Wi
X A, D  X A,W
.......................................................................................... (2.23)

Dimana :
Wi = jumlah hasil bawah pada saat awal
Wf = jumlah hasil bawah pada saat akhir
XA,Wi = komposisi hasil bawah pada saat awal
XA,Wf = komposisi hasil bawah pada saat akhir

Hasil penurunan tersebut dikenal sebagai persamaan Rayleigh. Penyelesaian ruas


kanan dari persamaan dilakukan secara grafis. Neraca massa total untuk suatu
operasi distilasi batch adalah: F = D +W .................................................................... (2.24)
Dimana :
F = jumlah umpan
D = jumlah distilat yang dihasilkan selama operasi
W = jumlah hasil bawah yang dihasilkan (akhir operasi)
Neraca komponen A:
X A, f  F  X A, D  D  X A,W  W ............................................................................. (2.25)

Dimana :

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 15


XA,F = komposisi umpan
XA,D = komposisi distilat rata-rata selama operasi
XA,W = komposisi hasil bawah pada akhir operasi Penyusunan kembali neraca
massa dapat menurunkan persamaan:
X A, F  F  X A,W  W
X A, D  ........................................................................................ (2.26)
F W
Persamaan tersebut dapat dipakai untuk menentukan komposisi distilat rata-rata
pada suatu distilasi batch.

2.6 HETP (Height Equivalent to Theoretical Plate)


Dalam operasi distilasi yang menggunakan kolom (vigreux, packed, tray) dikenal
besaran HETP. HETP adalah tinggi kolom yang bersifat sebagai satu tahap
teoretis. Jadi dari kolom setinggi HETP akan dihasilkan uap dan cairan yang
berada dalam keadaan setimbang.
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑝𝑒𝑚𝑖𝑠𝑎ℎ
HETP kolom = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑎ℎ𝑎𝑝 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑚 ........................................................... (2.27)

2.7 Kolom Packed Coloum

Sebuah kolom yang dilengkapi packing utk memperluas bidang kontak dan
membuat turbulensi aliran shg kontak lebih sempurna. Prinsip kerjanya zat yg
berbeda fase mengalir berlawanan arah yg dpt menyebabkan komponen kimia
ditransfer dari satu phase ke phase lain. Zat berfase cair mengalir dari atas dan gas
dari bawah sehingga terjadi kontak antara keduanya.
Dipilih packed tower karena :

 Untuk liquid korosif, karena alat lebih murah


 Membutuhkan tahanan liquid yg rendah karena densitasnya yg besar
 Memberikan pressure drop per tahap kesetimbangan yg rendah
 Untuk diameter kolom yg kecil

Syarat packing yang bagus adalah :

 Bulk density kecil (tdk terlalu membebani kolom)


 Luas yg terbasahi besar
 Volume rongga besar (mengurangi pressure drop)
 Sifat pembasahan baik
 Tahan korosi

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 16


 Memiliki struktur yg kuat utk menahan beban tumpukan
 Murah

Macam - macam bentuk packing :

 sederhana : rasching ring, harga lebih murah tapi efisiensi lebih rendah,
sering chanelling.

 sedang : pall ring, batas flooding tinggi dan distribusi liquid baik

 tinggi : berl saddle, mahal, bed seragam, batas flooding tinggi dan
pressure drop rendah

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 17


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alur Percobaan

Percobaan diawali dengan kajian pustaka atau teoritis, mencari informasi


dan mempelajari tentang distilasi, jenis-jenis distilasi, prinsip operasi distilasi,
kesetimbangan uap cair, larutan ideal dan neraca massa distilasi. Kajian
literatur dijadikan landasan untuk melakukan percobaan.

Selama percobaan berlangsung, dilakukan kalibrasi refraktometer untuk


menentukan hubungan antara komposisi biner terhadap indeks biasnya
kemudian melakukan tahap operasi distilasi dengan refluks total dan parsial
pada kolom vigreux dan pada kolom isian (packed coloum).

3.2.1 Kerangka Percobaan

3.2.1 Kalibrasi Refraktometer


Dalam percobaan ini dilakukan kalibrasi untuk menentukan hubungan
antara komposisi cairan biner terhadap indeks biasnya.

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 18


Mulai

Membuat larutan dengan perbandingan


campuran metanol : air (50:50) dan
(60:40)
I
Mengambil 2 tetes campuran yang telah
Mengulangi operasi hingga
dibuat ke dalam tempat sejenis preparat
data yang di dapat
pada refraktometer
menghasilkan perbandingan
metanol : air dari 0 : 10
sampai 10 : 0
Melihat indeks bias campuran tersebut
pada refraktometer

Mendapatkan data hasil


pengukuran indeks bias

Gambar 3.1 Diagram alir kalibrasi refraktometer

3.2.2 Tahap Operasi Refluks pada Kolom Vigreux

Alat dirangkai seperti pada Gambar 3.2. untuk mendapatkan data berupa
indeks bias, suhu, waktu, dan berat umpan dilakukan dengan dengan operasi
distilasi refluks total yang di tunjukan oleh Gambar 3.3 dan operasi distilasi
refluks parsial di tunjukan oleh Gambar 3.4

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 19


Gambar 3.2. Rangkaian Alat Distilasi Batch

Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 20


Laporan Praktikum Lab Teknologi Kimia 2 “Distiliasi Batch” 21
Mulai

Membuat campuran antara metanol


: air (50:50) dan (60:40)

Memasukan larutan yang telah


dibuat kedalam labu didih lalu
menimbangnya

Memasang labu didih yang telah


diisi campuran ke alat distilasi

Melanyakan pemanas labu didih


serta menyalakan timer

Menunggu hingga terjadi refluks


Mengambil sampel distilat dan
umpan terjadi pada refluks pertama

Setiap 4 menit

Hingga indeks bias Mengambil sampel distilat dan umpan serta


distilat dan umpan mencatat suhu pada umpan dan distilat
konstan

Menguji sampel dalam


refraktometer

Menimbang sisa umpan

Hasil

Gambar 3.3. Diagram alir tahap operasi refluks total pada kolom vigreux
Mulai

Membuat campuran antara


metanol:air (50:50) dan (60:40)

Memasukan larutan yang telah


dibuat kedalam labu didih lalu
menimbangnya

Memasang labu didih yang telah


diisi campuran ke alat distilasi

Melanyakan pemanas umpan serta


menyalakan timer

Menunggu hingga terjadi refluks

Mengambil sampel distilat dan


umpan terjadi pada refluks pertama

Mengatur kerangan sesuai


perbandingan refluks : distilat yang
telah di tentukan

Setiap 4 menit

Mengambil sampel distilat dan


Hingga indeks bias umpan serta mencatat suhu pada
distilat dan umpan umpan dan distilat
konstan

Menguji sampel dalam


refraktometer

Menimbang sisa umpan

Hasil

Gambar 3.4. Diagram alir tahap operasi refluks parsial pada kolom vigreux
3.2.3 Tahap Operasi Refluks pada Kolom Isian (Packed Coloum)

Untuk melakukan operasi, petunjuk pemakaian alat ditunjukkan oleh Gambar


3.5 untuk pemakaian Distilasi Batch.

Menghubungkan cord power ke stop kontak listrik hingga


lampu indikator “POWER ON” menyala

Mengaktifkan saklar “MAIN SWITCH” dengan memutar searah


jarum jam

Mengatur set point dari cairan yang akan di distilasi

Mengatur Timing Reflux Ratio menggunakan dial Timer

Mengisi material yang akan di distilasi ke tabung


pengisian/Feeding Tank

Memindahkan selector switch “Feeding Mode” pada posisi ”MAN”

Menekan push button “RUNNING” dan push button “FEED


PUMP”

Mengalirkan selang supply air dingin ke coil condensor dan


cooling HE

Memastikan valve di bagian bawah selalu tertutup

Gambar 3.5 Diagram Alir Petunjuk Pemakaian Alat Distilasi Batch


Mulai

Membuat campuran antara metanol


: air (50:50)

Memasukan larutan yang telah


dibuat kedalam kolom umpan
sebanyak 3 Liter

Kontakkan listrik dan memasukkan


larutan kedalam labu didih

Melanyakan pemanas labu didih


serta menyalakan timer

Menunggu hingga terjadi refluks


Mengambil sampel distilat dan labu
didih terjadi pada refluks pertama

Setiap 4 menit

Hingga indeks bias Mengambil sampel distilat dan labu didih


distilat dan umpan serta mencatat suhu pada umpan dan distilat
konstan

Menguji sampel dalam


refraktometer

Menimbang sisa umpan

Hasil

Gambar 3.6. Diagram alir tahap operasi refluks total pada kolom packed coloum
3.2.4 Tahap Operasi Refluks pada Kolom Packed Bed

Alat dirangkai seperti pada Gambar 3.5. untuk mendapatkan data berupa
indeks bias, suhu, waktu, dan berat umpan dilakukan dengan dengan operasi
distilasi refluks total yang di tunjukan oleh Gambar 3.6

Keterangan :

1. Boiler tank;
2. Distilation tube;
3. Reflux tube;
4. Elbow tube;
5. Condensor tube;
6. Cooling HE;
3.3 Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari :


1. Labu didih yang dilengkapi dengan thermometer dan alat pengambil cuplikan
2. Pemanas listrik untuk labu didih
3. Kolom vigreux yang dilengkapi dengan selubung pemanas listrik yang dapat
diatur (menggunakan pengatur tegangan), pada kolom dipasang thermometer.
4. Kondensor yang dilengkapi dengan thermometer
5. Pengatur refluks
6. Penampung distilat
7. Refraktometer
8. Neraca
9. Gelas kimia 250 mL
10. Gelas ukur 10 mL, 500 mL
11. Erlenmeyer 250 mL
12. Pipet tetes
13. Batang pengaduk
14. Botol semprot
15. Selang

3.4 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1. Air
2. Metanol
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan yang telah dilakukan, percobaan menggunakan dua campuran


yang sama dengan perbandingan yang berbeda, yaitu perbandingan antara metanol :
air sebesar (60 : 40), serta sebesar (50 : 50), volume total keduanya yaitu 500 ml.
Dalam percobaan destilasi batch operasi yang dilakukan yaitu tahap kalibrasi, refluks
total dan refluks parsial. Untuk tahap refluks total digunakan campuran methanol:air
50:50 dan 60:40. Sedangkan untuk refluks parsial hanya digunakan campuran
methanol:air 50:50 dengan rasio refluks (R) sebesar 7/5. Operasi tahap refluks total
dilakukan dengan dua variasi kolom yang berbeda yaitu dengan kolom vigreux dan
packed bed.
4.1 Kalibrasi Refraktometer
Mengkalibrasi refraktometer adalah langkah pertama dalam mengevaluasi
kadar dalam sampel, memastikan pembacaan untuk pengukuran sampel berikutnya
akurat. Berdasarkan hasil percobaan kalibrasi refraktometer pada perbandingan
larutan methanol dan air diperoleh nilai indeks bias (N) yang dapat digunakan sebagai
nilai fraksi mol methanol. Kurva kalibrasi digunakan untuk menentukan fraksi
methanol untuk sampel yang diambil saat percobaan distilasi. Gambar 4.1
menunjukkan grafik hubungan antara indeks bias (N) dengan fraksi mol methanol
berdasarkan data yang diperoleh yang tercantum dalam Lampiran B pada tabel B.2
yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Indeks Bias Terhadap Fraksi Metanol

Gambar 4.1 menunjukan bahwa perbandingan larutan antara metanol:air


memiliki indeks biasnya masing-masing dan nilai fraksi mol metanolnya masing-
masing. Grafik 4.1 juga menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi methanol
dibandingkan dengan air akan memiliki indeks bias yang lebih rendah begitupun
sebaliknya. Namun pada perbandingan methanol 7:3 dalam 10mL indeks bias
menurun hal tersebut dapat terjadi dikarenakan sampel campuran yang digunakan
belum terhomogenkan secara sempurna dan terdapat gelembung pada saat
menganalisa.

4.2 Drajat Pemisah


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, nilai relative volatility (α) yang
diperoleh dari distilasi total dan parsial disajikan dalam Lampiran C.3. Hasil
percobaan, menunjukkan bahwa harga relative volatility (α) yang diperoleh adalah
lebih dari satu yang artinya keadaan setimbang α rata-rata bernilai sebesar 2,815,
Fraksi methanol pada fasa uap lebih banyak dibandingkan fraksi methanol pada fasa
cair. Hal ini disebabkan methanol memiliki titik didih lebih rendah dari air sehingga
setelah campuran methanol dan air dipanaskan, methanol akan menguap lebih dahulu
maka pada distilat diperoleh fraksi metanol yang cukup besar.
Akan tetapi, bila di bandingkan dengan komposisi metanol : air (60:40)
dengan komposisi metanol : air (50:50), methanol:air 60:40 akan memiliki harga
relative volatility (α) lebih besar nilainya seperti pada operasi refluks total yang telah
dilakukan didapat pada methanol:air 60:40 memiliki nilai α sebesar 4,0016
sedangkan methanol:air 50:50 memiliki nilai α sebesar 3,9737 Begitupun pada
operasi refluks parsial. Karena berkaitan dengan konsentrasi metanol pada campuran
tersebut, sehingga campuran yang mengandung lebih banyak metanol memiliki titik
didih yang lebih rendah.
4.3 Penentuan Jumlah Tahap Distilasi
Tabel 4.1 Hasil Percobaan pada Operasi Refluks Total dan Refluks parsial
methanol:air pada semua variasi
Fraksi mol Jumlah Tahapan

Jenis refluk α
Mc HETP
Frenske
Xw xd Cabe
Underwood
Thiele

Refluks Total
(Perbandingan
campuran 0,227 0,639 3,9737 1,30199 1.228 1,1521
metanol:air
50:50)

Refluks Total
(Perbandingan
campuran 0.5079 0.7992 4.0016 0.973321393 - 1.541115
metanol:air
60:40)

Refluks
Parsial 7:5
(Perbandingan
0.227 0.6389 3.9954 1.296560098 1.65 1.156907
campuran
metanol:air
50:50)

Refluks
Parsial 7:5
(Perbandingan
0.3 0.2 3.9434 2,216416038 2,233 0,676768
campuran
metanol:air
60:40)
4.3.1 Refluks Total
Tabel 4.2 Hasil Percobaan pada Operasi Refluks Total
Xd/ LOG
LOG ALPHA Y*Z Fenske Underwood HETP
perbandingan (1-Xw)/Xw (1-Xd) C
(50:50) 3.4052863 1.770083 0.59919508 6.0276 0.78 1.301992162 1.1521
(60:40) 0.9688915 3.98008 0.60223367 3.8563 0.586 0.973321393 1.5411
(50:50) ISIAN 3.4052863 1.769316 0.57871942 6.025 0.78 1.347732625 1.113
Berdasarkan hasil percobaan distilasi batch dengan kondisi refluks total dapat
ditentukan jumlah tahap pemisahan berdasarkan dua metode yaitu metode matematis
dengan persamaan Fenske Underwood dan metode grafis dengan teori Mc Cabe
Thiele. Hasil dari kedua metode disajikan dalam tabel. 4.1 menunjukkan besarnya
tahap dengan teori mc cabe pada methanol:air 50:50 adalah sebesar 1,228 namun
60:40 tidak dapat dicari menggunakan teori mc cab, hal ini dikarenakan kesalahan
pengukuran pada indeks bias pada 60:40 metanol:air dan indeks bias pada tahap
kalibrasi pun sangat mempengaruhi. Pada hasil yang didapatkan, perbandingan
volume suatu campuran sangat mempengaruhi jumlah tahap teoritis yang didapatkan
.Hasil tersebut menunjukan bahwa tahapan tersebut di dapatkan ketika operasi terjadi
pada temperatur didihnya. Jumlah tahapan teoritis berpengaruh pada efisiensi kerja
dan perancangan kolom distilasi, semakin kecil nilai jumlah tahap teoritis maka
semakin banyak komposisi methanol (komponen yang mudah menguap) dalam suatu
campuran maka semakin sedikit jumlah tahap untuk memisahkannya.
Pada refluks total semua uap dikembalikan kedalam kolom yang
mengakibatkan distilat akan berkontak dengan uap dari dasar kolom, sementara tidak
ada umpan yang masuk, sehingga fraksi-fraksi zat yang terlibat konsentrasi
metanolnya hampir sama. Hal ini mengakibatkan difusi molekuler yang terjadi untuk
mencapai kesetimbangan dalam satu tahap menjadi lebih cepat. Oleh sebab itu jumlah
tahap dalam proses distilasi batch total lebih sedikit di bandingkan dengan jumlah
tahap dalam distilasi batch parsial. Adapun nilai volatilitas relatif dari proses ini rata-
rata yaitu 2,815 dimana nilai ini adalah nilai yang sesuai dengan teori yaitu proses
penguapan akan terjadi jika nilai volatilitas relatifnya lebih dari satu. Nilai HETP
dipengaruhi oleh jumlah tahap yang didapat. Semakin cepat fasa uap dan fasa cairnya
mencapai kesetimbangan maka nilai HETP akan semakin kecil dan semakin lama
fasa uap dan fasa cairnya mencapai setimbang maka HETP akan semakin besar, hal
tersebut ditunjukkan pada tabel 4.2.
4.3.2 Penentuan Jumlah Tahap Distilasi pada Refluks Parsial
Tabel 4.3 Hasil Percobaan pada Operasi Refluks Total Parsial
Tahap
Xd/
Log α Y*Z Log C Frenske HETP
(1-Xd)
perbandingan (1-Xw)/Xw Underwood
(50:50)-(7:5) 3.4052863 1.769316 0.60156027 6.025028 0.779959 1.296560098 1.156907
(60:40)-(7:5) 5,2578223 3,98008 0.59587083 20,92655 1,320698 2,216416038 0,676768
Berdasarkan hasil percobaan distilasi batch dengan kondisi refluks parsial
dapat ditentukan jumlah tahap pemisahan berdasarkan metode grafis dengan teori Mc
Cabe Thiele dan Frenske Underwood. Hasil dari metode tersebut dapat dilihat dalam
tabel 4.1 dan 4.3 serta Gambar 4.4 dan Gambar 4.5.
Dalam Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah tahap tiap rasio
refluks, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah perbandingan L (Refluks), semakin
besar nilai L maka titik kesetimbangan lebih cepat tercapai. Pada refluks parsial
sebagian uap air yang terkondensasi dalam kondensor dan tertampung pada kolom
refluks dikembalikan lagi kedalam kolom yang mengakibatkan sejumlah refluks
tersebut. Pada rasio refluks 7:5 dihasilkan perpotongan garis pada sumbu y atau
intercept yang tidak jauh berbeda, pada perbandingan 60:40 dihasilkan Xd/R+1
adalah 0,333 dan perbandingan 50:50 dihasilkan Xd/R+1 sebesar 0,266196 artinya
perbedaan perbandingan sangat mempengaruhi nilai intercept pada garis pengkayaan
sehingga akan menghasilkan jumlah tahap teoritis yang berbeda.
Pada penentuan jumlah tahap menggunakan metode Mc. Cabe Thiele, yaitu
berdasarkan grafik, pada refluks total metanol:air=50:50 diperoleh jumlah tahap yang
lebih sedikit jika dibandingkan refluks parsial metanol:air= 50:50 dan metanol:air=
40:60. Karena, dengan tinggi kolom distilasi yang tetap (1,5 m) operasi refluks total
hanya membutuhkan sedikit tahap sedangkan operasi refluks parsial membutuhkan
jumlah tahap yang lebih banyak dari operasi refluks total.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Nilai volatilitas relatif lebih besar dari satu, sehingga menentuka bahwasannya
cairan yang di distilasi dapat menguap dan terjadi operasi distilasi
2. Jumlah tahap yang diperoleh dipengaruhi oleh komposisi distilat (XD),
komposisi residu (XW), perbandingan refluks (R), komposisi umpan dan
temperature
3. Semakin cepat campuran mencapai kesetimbangan maka nilai HETP akan
semakin kecil dan begitupun sebaliknya
4. Perbandingan umpan berpengaruh terhadap jumlah tahap minimum yang di
peroleh karena proses pencapaian kesetimbangan uap-cairan akan lebih cepat
terjadi pada umpan yang mempunyai komposisi etanol lebih besar
dibandingkan umpan yang mempunyai komposisi etanol lebih sedikit.
5. Faktor yang mempengaruhi jumlah tahap teoritis adalah nilai rasio refluks,
indeks bias, komposisi komponen distilat,umpan, dan komposisi produk
bawah.

Anda mungkin juga menyukai