UNIVERSITAS HASANUDDIN
HIRSCHSPRUNG DISEASE
DISUSUN OLEH :
Mohammad Haris
PEMBIMBING
dr. Abdul
SUPERVISOR
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Supervisor Pembimbing
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...........……………............................................... . ii
V. RESUME ........................................................................................................... 5
DISKUSI ............................................................................................................ 6
3
I. Identitas
RM : 595050
MRS : 3/2/2014
II. ANAMNESIS
4
• Status Generalis :
sakit sedang / gizi baik / compos mentis
• Status Vitalis :
T : 100/70 mmHg P : 28x/i
N : 98x/i S : 37˚C
- Kepala dan leher
Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, bibir tidak
sianosis
Leher : tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening, DVS R-1cmH2O
- Thorax
Inspeksi : simetris kiri=kanan, ikut gerak napas
Palpasi : tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor, batas paru hepar ICS VI linea midclavicularis
Auskultasi : bunyi pernapasan Bronkovesikuler, bunyi tambahan
Rh-/-, Wh-/-
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bunyi tambahan tidak ada
- Ekstremitas
Edema-/-
• Status Lokalis :
Regio abdomen
5
inspeksi: cembung, distended (+) LP: 36 cm, ikut gerak napas, darm
contour(-), darm steifung(-)
auskultasi: peristaltik (+) kesan meningkat
palpasi: hepar dan lien sulit dinilai, MT(-)
perkusi : hipertimpani (+)
Laboratorium (21/11/13)
- WBC : 19,5/uL
- RBC : 2,98 x 106/uL
- HGB : 8,6 g/dl
- HCT : 24,7
- PLT : 147/uL
- Na :139 mmol/l
- K : 2,9 mmol/l
- Cl : 110 mmol/l
- GOT : 13 U/L
- GPT : 3 U/L
- ur : 23 mg/dL
- cr : 0,2 mg/dL
- prot.tot: 3,1
- alb: 2,2
- HBsAg/anti-HCV: non reactiv
6
KESAN : sesuai gambaran ileus obstruktif
V. Resume
Seorang bayi laki-laki berusia 7 hari, MRS dengan keluhan perut membesar 4
hari sebelum masuk rumah sakit yang makin lama makin membesar. Riwayat buang
air besar pertama kali pada umur 2 hari, Riwayat muntah 3 hari SMRS. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan status generalis: sakit sedang/gizi
cukup/composmentis. Status lokalis, abdomen: Inspeksi cembung, ikut gerak napas;
auskultasi peristaltik(+) kesan meningkat , perkusi hipertimpani(+), palpasi massa
tumor(-), nyeri tekan (sulit dinilai). Pemeriksaan Rectal touche: spinchter ani
mencekik, ampulla kosong, mukosa licin, handscoen: feses(-), darah(-), lendir(-)
Dari hasil foto BNO 3 posisi didapatkan gambaran ileus obstruktif.
VI. Diagnosis
7
VII. Penatalaksanaan
DISKUSI
DEFINISI
Hirschprung’s Disease (HD) merupakan kelainan kongenital yang ditandai
dengan tidak adanya persarafan pada dinding usus, khususnya pada Plexus
Mientericus (Auerbach) dan Plexus Submukosa (Meissner) di sepanjang colon dan
berakhir pada anus.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab gangguan passase tersering pada
neonatus. Insidensinya diperkirakan 1 dari 5.000-10.000 kelahiran. Kejadian
penyakit hirschsprung lebih sering dijumpai pada anak laki-laki (70-80%) dengan
rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan 4:1 dan diturunkan secara
familial (25%). Maka kejadian penyakit Hirschsprung, 70 – 80 % terbatas di daerah
rectosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon.1,2
PATOFISIOLOGI
Sel-sel ganglionik yang mempersarafi kedua pleksus tersebut diatas berasal
dari neural crest yang bermigrasi ke arah kaudal sesuai dengan perjalanan N. Vagus
di sepanjang saluran cerna. Sel-sel ganglionik ini mencapai colon pada minggu ke-8
kehamilan dan mencapai rektum pada minggu ke-12 kehamilan. Namun migrasi sel-
sel ganglionik ini terhenti pada segmen tertentu, sehingga terjadi kelainan berupa
8
tidak terdapatnya persarafan pada segmen tersebut dan lebih dikenal dengan
penyakit Hirschprung. Mekanisme penyakit Hirschprung sebenarnya tidak diketahui,
namun terdapat beberapa kemungkinan, antara lain:1,3
a. Sel-sel ganglion (neuroblas) gagal bermigrasi pada segmen saluran cerna
b. Sel-sel ganglion (neuroblas) yang bermigrasi gagal berkembang
c. Sel-sel ganglion (neuroblas) dapat tumbuh dan berkembang, namun terjadi
destruksi/degradasi sel-sel tersebut.
Sel-sel ganglionik ini mengisi ketiga pleksus pada dinding saluran cerna yaitu :
pleksus mienterikus (Auerbach), pleksus submukosa (Meissner), dan pleksus
mukosa. Ketiga pleksus ini memungkinkan saluran cerna untuk menjalankan
fungsinya termasuk absorbsi, sekresi, dan peristaltik/motilitas otot polos. Sehingga,
pada penyakit Hirschprung ditandai dengan adanya gangguan motilitas pada
segmen yang bersangkutan sehingga menyebabkan tidak adanya fungsi peristaltik
yang kemudian terjadi perlambatan atau obstruksi.1
Pendapat lain mengatakan bahwa penyebab penyakit Hirschprung dipengaruhi oleh
genetik :
a. Dapat diturunkan (familial)
b. Mutasi gen 13q22, 21q22, dan 10q
c. Mutasi pada Ret proto-onkogen yang dikaitkan dengan multiple endocrine
neoplasi (MEN) 2A atau MEN 2B dan penyakit Hirschprung yang diturunkan
d. Gen-gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschprung antara lain : glial
cell-derived neurotrophic factor gene, endothelin-B receptor gene, dan
endothelin-3 gene1
Pada penyakit ini, kolon, mulai yang terdistal sampai pada bagian usus yang
berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik intramural.
Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit dan
defekasi terganggu, akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pada morbus
Hirschprung segmen pendek, daerah aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid.
Ini disebut penyakit Hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan
pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih sering dari anak perempuan. Bila daerah
aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang.
9
Bila aganglionis mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila
mengenai seluruh kolon dan hampir seluruh usus halus disebut aganglionosis
universal.(bukunya ka fitri)
GEJALA KLINIS
Gejala utama berupa gangguan defekasi, yang dapat mulai timbul 24 jam
pertama setelah lahir. Dapat pula timbul pada umur beberapa minggu atau baru
menarik perhatian orang tuanya setelah beberapa bulan.
Trias klasik gambaran klinik pada neonatus adalah mekonium keluar terlambat
yaitu lebih dari 24 jam pertama. Muntah hijau dan perut membuncit seluruhnya.
Adakalanya gejala obstipasi kronik ini diselingi oleh diare berat dengan feses
yang berbau dan berwarna khas yang disebabkan oleh timbulnya penyulit
berupa enterokolitis. Enteroklitis antara lain disebabkan oleh bakteri yang
tumbuh berlebihan pada daerah kolon yang iskemik akibat distensi berlebihan
pada dindingnya. Enterokolitis dapat timbul sebelum tindakan operasi atau
bahkan berlanjut setelah operasi definitif.
Pada masa neonatal, gejalanya dapat berupa :
a. Dalam waktu 24 – 48 jam belum dapat BAB(delayed meconium)
b. Distensi abdomen
c. Muntah berulang yang berwarna kehijauan (bercampur dengan empedu)
Gejala yang terjadi pada infan dapat berupa :
a. Konstipasi
b. Diare persisten dengan distensi abdomen
c. Anemia
d. Gastroenteritis
e. Keterlambatan pertumbuhan
Untuk anak yang lebih besar cenderung menunjukkan gejala klinis berupa
konstipasi kronis.1,2,3
Sekitar 20% bayi akan memiliki satu atau lebih terkait kelainan yang melibatkan
neurologis, kardiovaskuler, urologis, atau sistem gastrointestinal.4
Penyakit hirschprung ditemukan terkait dengan :
Down syndrome
10
Neurocristopathy syndromes
Waardenburg-Shah syndrome
Yemenite deaf-blind syndrome
Piebaldism
Goldberg-Shprintzen syndrome
Multiple endocrine neoplasia type II
Congenital central hypoventilation syndrome
DIAGNOSIS
Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinik perut membuncit
seluruhnya merupakan kunci diagnosis.
Pemeriksaan colok dubur sangat penting dan pada pemeriksaan ini jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium/feses yang menyemprot.(buku anak)
Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik
yang khas, yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis
mukosa, dan adanya serabut saraf yang menebal. Pada pemeriksaan histokimia,
aktivitas kolinesterase meningkat. (buku bedahnya ka fitri)
TIPE HIRSCHPRUNG:
11
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari
rectum.
Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan
kadang sebagian usus kecil.
KOMPLIKASI
PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah terjadinya
enterokolitis, membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus.
Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enteroklitis, dapat dilakukan
bilasan kolon wash-out dengan cairan garam faali. Cara ini efektif pada segmen
aganglionik yang pendek. Tujuan yang sama juga dapat dicapai dengan tindakan
kolostomi di daerah yang ganglioner.5
Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat
dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut operasi defenitif yang
dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (>9 kg). Pada waktu itu, megakolon
dapat surut mencapai kolon ukuran normal. Pada operasi defenitif dapat dipakai
cara Swenson, Duhamel, Soave, atau modifikasi dari teknik ini. Tindak bedah
menurut Swenson terdiri dari Rektosigmiodektomi seluas bagian rektosigmiod
aganglionik dengan anastomosis kolo-anal. Pada cara duamel dan Soave, bagian
distal rektum tidak dikeluarkan sebab merupakan fase operasi yang sukar
dikerjakan; anastomosis kolo-anal dibuat secara tarik-terobos (Pull-Through).1,5
PROSEDUR BEDAH
Pada dasarnya penyembuhan HD hanya dapat dicapai dengan pembedahan,
berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan pengembalian
12
kontinuitas usus. Terapi medik hanya dilakukan untuk persiapan bedah. Prosedur
bedah pada HD merupakan bedah sementara dan tindakan bedah definitif.
13
Tindakan Bedah Definitif
Untuk penanganan HD telah dikembangkan prosedur bedah definitif sejak
tahun 1948, ketika Swenson dan Bill mengembangkan prosedur rektosigmoidektomi
dilanjutkan dengan prosedur pull-through atau tarik-melalui abdomino-perineal.
Beberapa prosedur lain telah pula dikembangkan, masing-masing oleh Duhamel,
Soave dan Rehbein, dengan tujuan mengurangi komplikasi dan memperbaiki
keberhasilan fungsional.
PROGNOSIS
Prognosis baik kalau gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca bedah seperti
kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya dapat diatasi.(bukunya
ka fitri)
14
DAFTAR PUSTAKA
15