Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TEORI BELAJAR

KONSTRUKTIVISME

OLEH :

KELOMPOK 8

1. ANNISA RAUDATUL JANNAH (E1R 014 006)


2. FITRI HANDAYANI (E1R 014 006)
3. RIRIN SEPTYANA SANTOSO (E1R 013 047)
4. SEPTEANI PURNAMASARI (E1R 013 051)

KELAS A/IV REGULER PAGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki
kepekaan, mandiri, bertanggung jawab, dapat mendidik dirinya sendiri
sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dan memecahkan masalah,
diperlukan layanan pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri
manusia tersebut, dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran
untuk mewujudkannya.
Pengetahuan tidak bisa di transfer begitu saja,melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing masing individu. Pengetahuan juga
bukan merupakan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang
berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat
menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Banyak peserta didik yang yang salah menangkap apa yang
diberikan oleh gurunya. Hal itu menunjukan bahwa pengetahuan tidak
begitu saja dipndahkan, melainkan harus di kontribusikkan sendiri oleh
peserta didik tersebut. Peran guru dalam pembta didik elajaran bukan
pemindahan pengetahuan, tetapi hanya sebagai fasilitator, yang
menyediakan stimulus bak berupa strategi pembelajran, bimbingan dan
bantuan ketika peserta megalami kesulitan belajar, atupun menyediakan
media dan materi dalam pembelajaran menadi bermakna dan akhirnya
peserta didik tersebut mampu mengkontribusi sendiri pengetahuannya.
Seprang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum
pembelajaran. Jika tiak ditemukan, maka seorang pendidik tidak akan
berhasil menanamkan konsep yang benar. Mengajar bukan hanya untuk
meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa melainkan sebagai
proses megubah konsep-konsep siswa.
Melihat dari permasalahan tersebut, yang melatarbelakangi makalah
kami. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana sebenernya siswa dalam
mengontruk pengetahuannya sendiri. Sehingga dengan pengetahuan yang
dimilikinya peserta didik bisa lenih memaknai pembelajaran karena
dihubungkan dengan konsep awal yang dimiliki siswa pengalaman yang
siswa peroleh dari lingkungan kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaskud dengan teori belajar konstruktivisme dan
tujuannya?
b. Apa ciri-ciri teori belajar konstruktivisme ?
c. Bagaimana prinsip belajar dari teori belajar konstruktivisme?
d. Bagaimana proses belajar dari teori belajar konstruktivisme?
e. Apa saja karakteristik perspektif teori belajar konstruktivisme ?
f. Apakah kekurangan dan kelebihan teori belajar konstruktivisme ?
g. Bagaimana perbedaan teori belajar behaviourisme dan teori belajar
kognitivismedengan teori belajar konstruktivisme ?
h. Bagaimana kaitan teori belajar konstruktivisme kurikulum 2006 dan
kurikulum 2013?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan teori belajar konstruktivisme.
b. Untuk mengetahui ciri-ciri teori belajar konstruktivisme.
c. Untuk mengetahui prinsip dari teori belajar konstruktivisme.
d. Untuk mengetahui proses belajar teori belajar konstruktivisme.
e. Untuk mengetahui karakteristik perspektif teori belajar konstruktivisme.
f. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan teori belajar
konstruktivisme.
g. Untuk mengetahui perbedaan teori belajar behaviourisme dan teori
belajar kognitivismedengan teori belajar konstruktivisme.
h. Untuk mengetahui kaitan teori belajar konstruktivisme kurikulum 2006
dan kurikulum 2013.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tujuan Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruksi berarti bersifat membangaunn, dalam konteks


filsafat pendidikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun
tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir kontekstual. Teori belajar
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat
belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan
respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan
dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada
orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses
kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai
suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.

Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang


belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar
sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan
strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil
belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi
perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya
memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi”
atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui
dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan
yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme
bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi
pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil
”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses
mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil
dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang
diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap
individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan
lebih lama tersimpan atau diingat dalam setiap individu.

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:


1) Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung
jawab siswa itu sendiri.
2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan
pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap.
4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri.
5) Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal
berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori
perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang
dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga
dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu
pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir
melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis
pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan
tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam
pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi
pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau
memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Jadi, secara umumpengertian dari teori belajar
konstrutivisme merupakan suatu metode pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk
belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi
dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Ibarat botol air, siswa bukanlah botol botol kecil yang siap menerima
berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

2.2 Ciri-ciri Teori Belajar Konstruktivisme


Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
a. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru
melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
b. Menggalakkan soalan atau idea yang dimulakan oleh murid dan
menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
c. Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira
sikap dan pembawaan murid.
d. Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar
sesuatu ide.
e. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
f. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid &
guru.
g. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama
penting dengan hasil pembelajaran.
h. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan
eksperimen.

2.3 Prinsip dari teori belajar konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang


diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid,
kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu
terjadi perubahan konsep ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar
proses kontruksi berjalan lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan.
g. Mencari dan menilai pendapat siswa.
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya
sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara
mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada
siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu
mereka mencapai tingkat penemuan.

2.4 Proses belajar teori belajar konstruktivisme

Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari


pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang
berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui prosesnya
asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur
kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari
pada segi perolehan pangetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas.
Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu
tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan
melalui interaksi dalam jaringan sosial, yang unik yang terbentuk baik
dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan
siswa dalam memperolah gagasannya, bukan semata-mata pada
pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja
atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari
luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.

a. Peran Siswa
Menurut pandangan kontruktivistik, belajar merupakan
suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus
dilakukan oleh si belajar. Siswa harus aktif melakukan kegiatan,
aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang
hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus
mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi
peluang optimal bagian terjadinya belajar. Namun yang
akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah
niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan
bahwa hakekatnya kendala belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai
pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi
dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh
karena itu meskipun kemamuan awal tersebut masih sangat
sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya
diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

b. Peranan Guru
Dalam belajar kostruksi guru atau pendidik berperan
membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh
siswa untuk membentuk pengetahuaanya sendiri. Guru dituntut
untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa
dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya
cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan
kemampuannya.Peranan guru dalam interaksi pendidikan adalah
pengendali, yang meliputi;
1) Menumbuhkan kamandirian dengan menyediakan
kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan
bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan siswa.
3) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan
kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal
untuk latihan.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan
utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti
bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya.

c. Saranabelajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama
dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam
mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti
bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikiranya
tentang sesuatu yang dihadapinya. Untuk menyampaikan
pengalaman yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid yang
sekiranya tidak mereka peroleh dari pengalaman langsung. Ini
dapat di lakukan dengan melalui film, TV, rekaman suara, dan
lain-lain. Hal ini merupakan pengganti pengalaman yang
langsung.

d. Evaluasi
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa
lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai
pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi
pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada
pengalaman.

2.5 Karakteristik perspektif teori belajar konstruktivisme

Beberapa karakteristik yang merupakan prinsip dasar prespektif


kontruktivistik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan
menganalisis informasi.
b. Dimungkinkannya prespektif jamak dalam proses belajar.
c. Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau
mengendalikan proses berfikirnya sendiri maupun ketika
berinteraksi dengan lingkungannya.
d. Peran pendidik atau guru lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor
untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar
siswa.
e. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan teori belajar konstruktivisme


a. Kelebihan teori belajar konstruktivisme
Teori konstrutivistik memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1) Dalam aspek berfikir yakni pada proses membina pengetahuan
baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana
idea dan membuat keputusan.
2) Dalam aspek faham yakni seorang murid terlibat secara
langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih
faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3) Dalam aspek ingat yakni murid terlibat secara langsung dengan
aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Melalui
pendekatan ini seorang murid membina sendiri kefahaman
mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan
menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4) Dalam aspek kemahiran sosial yakni kemahiran sosial
diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam
membina pengetahuan baru.
5) Dalam aspek seronok yakni murid terlibat secara terus, mereka
faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka
akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
b. Kekurangan teori belajar konstruktivisme
Teori konstrutivistik memiliki beberapa kekurangan antara lain:
1) Siswa menkostruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang
bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil
konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu penegtahuan sehingga
menyebabkan miskonsepsi;
2) Kostruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannnya sendiri, hal ini membutuhkan waktu yang
lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-
beda;
3) Situasi dan kondisi sekolah tidak sama karena tidak setiap
sekolah memiliki sarana dan prasarana yang membantu
keaktifan dan kreatifitas siswa
4) meskipun guru hanya menjadi pemotovasi dan memediasi
jalannya proses belajar tetapi guru disamping memiliki
kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan
dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan
pengajaran yang sesungguhnya mengapresisi nilai-nilai
kemanusiaan.

2.7 Perbedaan teori belajar behaviourisme dan teori belajar


kognitivisme dengan teori belajar konstruktivisme
a. Teori Belajar Behaviourisme
Teori behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan
pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon.
b. Teori Belajar Kognitivisme
Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus
dan respon. Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang
melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan.

c. Teori Belajar konstuktivisme

Teori belajar konstrutivisme merupakan suatu metode


pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan
dalam menggali pengetahuan. Teori ini memberikan keaktifan
terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.

2.8 Kaitan teori belajar konstruktivisme kurikulum 2006 dan


kurikulum 2013

No Kurikulum 2013 Kurikulum 2006


1 SKL (Standar Kompetensi Standar Isi ditentukan terlebih
Lulusan) ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22
dahulu, melalui Permen dikbud Tahun 2006. Setelah itu ditentukan
No 54 Tahun 2013. Setelah itu SKL (Standar Kompetensi Lulusan)
baru ditentukan Standar Isi, yang melalui Permendiknas No 23 Tahun
berbentuk Kerangka Dasar 2006
Kurikulum, yang dituangkan
dalam Permendikbud No 67, 68,
69, dan 70 Tahun 2013
2 Aspek kompetensi lulusan ada Lebih menekankan pada aspek
keseimbangan soft skills dan pengetahuan
hard skills yang meliputi aspek
kompetensi sikap, keterampilan,
dan pengetahuan
3 di jenjang SD Tematik Terpadu di jenjang SD Tematik Terpadu
untuk kelas I-VI untuk kelas I-III
4 Jumlah jam pelajaran per Jumlah jam pelajaran lebih sedikit
minggu lebih banyak dan jumlah dan jumlah mata pelajaran lebih
matapelajaran lebih sedikit banyak dibanding Kurikulum 2013
dibanding KTSP
5 Proses pembelajaran setiap tema Standar proses dalam pembelajaran
di jenjang SD dan semua mata terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi,
pelajaran di jenjang dan Konfirmasi
SMP/SMA/SMK dilakukan
dengan pendekatan ilmiah
(saintific approach), yaitu
standar proses dalam
pembelajaran terdiri dari
Mengamati, Menanya,
Mengolah, Menyajikan,
Menyimpulkan, dan Mencipta.
6 TIK (Teknologi Informasi dan TIK sebagai mata pelajaran
Komunikasi) bukan sebagai
matapelajaran, melainkan
sebagai media pembelajaran
7 Standar penilaian menggunakan Penilaiannya lebih dominan pada
penilaian otentik, yaitu aspek pengetahuan
mengukur semua kompetensi
sikap, keterampilan, dan
pengetahuan berdasarkan proses
dan hasil.
8 Pramuka menjadi ekstrakuler Pramuka bukan ekstrakurikuler
wajib wajib
9 Pemintan (Penjurusan) mulai Penjurusan mulai kelas XI
kelas X untuk jenjang SMA/MA

Menurut kelompok kami Berdasarkan dari tagihan standar


kurikulum tersebut, teori konstuktivisme sejalan dengan tagihan
standar kurikulum 2013 karena siswa ditekankan pada proses dan
kebebasan dalam menggali pengetahuan dan memberikan keaktifan
terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori belajar konstrutivisme merupakan suatu metode pembelajaran


yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal lain
yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Model pembelajaran
konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran
yang menyatakan bahwa dalam proses belajar diawali dengan terjadinya
konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari
hasil interaks dengan lingkungannya.

Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme


lebih memfokuskan pada kessuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang
telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi.

3.2 Saran
a. Diharapkan kepada guru untuk menggunakan teori belajar
konstruktivisme dalam proses belajar mengajar. Khususnya mata
pelajaran matematika.
b. Saat menerapkan teori belajar konstruktivisme guru haru aktif dalam
mengelola kelas.
c. Pesrta didik diharapkan selalu aktif dalam menemukan cara belajar
yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator,
dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi
pada dir peserta didik.
PERTANYAAN DISKUSI

1. KELOMPOK 2

Berdasarkan dari ciri –ciri teori belajar konstruktivisme berikan contoh


masalah yang dekat dengan siswa dalam matematika.

Jawab :

Berdasarkan ciri-ciri dari belajar konstruktivisme disini contoh


masalah yang dekat dengan siswa dalam matematika misalnya seorang guru
telah memberikan sebuah rumus luas lingkaran secara instan rumus luas
lingkaran itu seperti apa tanpa guru tersebut menjelaskan dari mana asal
muasalnya rumus tersebut. Dengan menggunakan teori belajar konstruktivisme
murid tersebut di tuntut untuk menggali informasinya lebih dalam lagi
darimana asal muasalnya umus tersebut terbentuk dengan cara membuktikan
rumus tersebut. Setelah murid tersebut berhasil membuktikan rumus tersebut
secara tidak langsung konsep pemahaman dari murid tersebut lebih dalam lagi
dan lebih kuat dalam pemahaman konsepnya.

2. KELOMPOK 3
Pada saat siswa diberikan soal latihan kemudian siswa tersebut tidak bisa
mgerjakan soal yang telah diberikan padahal sebelumnya sudah di jelaskan
tentang materi tersebut apakah seorang guru harus menjelaskan kembali
konsep dasarnya lagi terutama dalam aplikasi materi matematika.
Jawab:
Seorang guru tidak perlu menjelaskan konsep dasarnya secara
keseluruhan, guru hanya mengingatkan sedikit saja tentang konsep dasar
materi tersebut misalnya seperti rumusnya.

3. KELOMPOK 4

Upaya yang di lakukan untuk dapat memenuhi standar 50:50 dalam


menggunakan teori belajar konstruktivisme
Jawab :

Menjembatani siswanya agar lebih terarah berfikir secara aktif lagi


terus menggali pengetahuan-pengetahuan yang sudah dimiliki lebih dalam lagi
untuk memenuhi standar dalam teori belajar konstrutivisme

4. KELOMPOK 5
Apakah perbedaan yang lebih spesifik antara teori belajar kognitifisme dengan
teori belajar konstruktivisme ?
Jawab:

Dalam teori Belajar kognitifsme tidak sekedar melibatkan hubungan


antara stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses
interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Hasil belajar tidak
hanya perubahan tingkah laku, tetapi juga kognitif dari pesrta didik tersebut
Misalnya dalam proses berfikirnya murit tersebut menggunakan tutor
sebaya.

Sedangkan, dalama teori belajar konstuktivisme, teori belajar


konstrutivisme merupakan suatu metode pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan.
Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan
sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Misalnya siswa tersebuat
memperdalam ilmunya dengan belajar sendari menggunakan internet untuk
menggali lebih dalam lagi ilmu yang sudah ia dapatkan.

5. KELOMPOK
segala sesuatu itu pasti bisa gagal bisa berhasil terutama dalam hal
pembelajaran kira kira apa faktor penghambatnya sehingga membuatnya
gagal dan bagaimana peran guru dalam memunculkan motivasi.
Jawab:

Salah satu aktor penghambat dalam pembelajaran adalah rasa malas


dan ketidak ingin tahuan murid terhadap materi yang telah disampaikan oleh
gurunya misalnya dalam pelajaran matematika karena matematika selalu
dianggap menakutkan sulit dan sebagainya. Sebagai seorang pendidik kita
harus bisa memotivasi siswa kita dalam hal belajar membuatnya tidak takut
lagi terhadap mata pelajaran tersebut membuat ia senang dan terus merasa
tertarik untuk menggali informasi terus menerus lebih dalam lagi, dengan
cara seorang guru harus mengkemas materi yang ia sampaikan dengan
semenarik mungkin dan mudah dipahami oleh siswanya.
DAFTAR PUSTAKA

Budianto. 2010. Teori Belajar dan Implikasi dalam Pembelajaran, (Online),


(http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/09/teori-belajar-dan-
implikasinya-dalam-pembelajarn), diakses 20 maret 2016.
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK, Dirjen Dikti
Depdikbud.
Suratno J. 2010. Konstruktivisme, (Online), (Jokosuratno's Blog Just another
WordPress.com weblog), diakses 7 Februari 2012.

Zainul. 2010. Teori Belajar Konstruktivistik, (Online),


(ifzanul.blogspot.com/2010/.../teori-belajar-konstruktivistik.html - Cached
- Similar), diakses 7 Februari 2012.

Anda mungkin juga menyukai