Pertumbuhan Kerang Bakau
Pertumbuhan Kerang Bakau
discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/285974039
CITATIONS READS
2 502
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Ita Widowati on 07 December 2015.
Abstrak
Pertumbuhan Polymesoda erosa, yang ditransplantasikan dari Segara Anakan-Cilacap ke Teluk
Awur-Jepara, Jawa Tengah; telah diamati dan dibandingkan diantara 3 (tiga) kelas ukuran yaitu: I.
(21-40) mm II.(41-60) mm and III.(61-80) mm. Sejumlah 324 kerang dipelihara selama 3 bulan di
dalam sedimen di daerah bakau. Dengan tujuan untuk mempertahankan jumlah dan mempermudah
penangkapan, kerang dipelihara dalam keranjang yang terbuat dari kayu dan bambu. Sebanyak 12
keranjang kayu persegi (1m x 1m x 15 cm) dibenamkan kedalam sedimen sampai setengah
tingginya. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat pertumbuhan, yaitu berkisar
antara 1,29 mm sampai 15,71 mm. Pertumbuhan tebal adalah yang terbesar dibandingkan tinggi
dan panjang cangkangnya (α=0,05). Tingkat pertumbuhan tertinggi ditemukan pada kelas ukuran I
(α = 0,05).
Pengantar
Kawasan hutan bakau di daerah Indo-Pasifik dicirikan dengan adanya fauna yang berasosiasi
yang sangat beragam, diantaranya adalah kerang dari genus Polymesoda. Penyebaran spesies ini
sangat berhubungan dengan habitatnya yaitu hutan bakau. Distribusi Polymesoda adalah dari India,
Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Burma, Philippina (Morton, 1984), Australia Utara
(Gimin,dkk, 2004) dan di Costa Rica- Amerika Selatan (Ruiz-Campos, dkk,1998).
Di Indonesia, Polymesoda dilaporkan terdapat di di hutan mangrove Papua; dan Makassar
(Dwiono,2003); Di Pulau Lombok yaitu di Teluk Sekotong dan Teluk Kombal (Dwiono, kom.pers)
dan di perairan Segara Anakan Cilacap yaitu Polymesoda erosa dimana masyarakat menyebutnya
sebagai kerang totok.
Kerang ini di Asia dan di Amerika Selatan (Costa Rica) dijadikan makanan sehari-hari. Di
Papua, selain dimakan, kerang ini memegang peranan penting dalam upacara-upacara adat dan
digunakan sebagai obat (Anonim, 1999). Di Segara Anakan, kerang ini dijual seharga Rp. 6.000,-
/kg dan diperdagangkan sampai ke luar daerah.
Namun seiring dengan habitatnya yaitu hutan bakau yang semakin rusak, maka kelestarian
kerang Totok pun menjadi terancam. Permasalahan lain yang dihadapi adalah sangat kurangnya
informasi/ penelitian mengenai spesies ini, antara lain untuk sifat-sifat ekologis, fisiologis,
dinamika populasi dan reproduksinya (Morton, 1984).
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan kerang totok di luar habitat aslinya
sebagai langkah awal upaya budidayanya di daerah mangrove lain yang tidak memiliki sumberdaya
kerang ini. Tempat yang dipilih adalah di Jepara, dimana mempunyai ciri ekologis yang dibutuhkan
sebagai habitat kerang totok.
Pertumbuhan nisbi P. erosa pada stasiun Rhizopora untuk masing-masing kelas ukuran I, II,
dan III (Tabel 2).
Dari hasil tersebut ditemukan bahwa pertumbuhan nisbi yang paling besar ditemukan pada
kerang dengan kelas ukuran I (uji BNT, α=0,05).
Pertumbuhan nisbi yang paling besar ditemukan pada tebal kerang di stasiun Acanthus pada
kelas ukuran I. Sedangkan perbedaan nilai pertumbuhan nisbi morfometri antara stasiun Rhizopora
dan stasiun Acanthus rata-rata paling besar ditemukan pada kerang yang ditanam pada stasiun
Acanthus.
Kisaran hasil pengukuran parameter lingkungan pada kedua stasiun berturut-turut sebagai
berikut: suhu (28-20oC), salinitas (22-31 permil), DO (5,4-5,9), dan pH (6,2-6,5). Hasil analisa
kandungan bahan organik sedimen pada stasiun Rhizopora adalah 8,91% dan pada stasiun
Acanthus adalah 13,11%. Kondisi substrat dari kedua stasiun adalah sebagai berikut, pada stasiun
Rhizopora mempunyai substrat yang lebih halus daripada stasiun Acanthus. Komponen mayor
mangrove yang ditemukan di kawasan Teluk Awur adalah terdiri dari delapan spesies yaitu
Avicennia marina, Bruguiera cylindrica, Ceriops tagal, Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucronata, Rhizophora stylosa, Lumnitzera racemosa dan Nypa fruticans.
2. Pembahasan
Hasil pengukuran pertumbuhan mutlak P. erosa di kedua lokasi penanaman menunjukkan
bahwa nilai paling tinggi ditemukan pada kelas ukuran I; hal ini dapat dijelaskan bahwa
pertumbuhan berlangsung lebih cepat pada saat organisme masih muda (Effendie, 1997 dan
Dharma, 1988).
Nilai pertumbuhan (panjang, tinggi dan tebal) pada stasiun Acanthus ditemukan nilai lebih
besar daripada di stasiun Rhizophora. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan bahan organik
yang lebih tinggi di stasiun Acanthus (13,11%) dibandingkan dengan di stasiun Rhizopora (8,91%).
Pada pengukuran pertumbuhan P. erosa, diperoleh hasil bahwa pertumbuhan cangkang
cenderung ke arah tebal. Hal ini diperkuat dengan hasil uji t bahwa pertumbuhan tebal lebih besar
dibandingkan dengan pertumbuhan tinggi dan panjang cangkang. P. erosa yang dipelihara di
Jepara berada pada kondisi pasang surut, dengan ketinggian pasang antara 40-70 cm; dengan masa
perendaman selama kurang lebih 12 jam. Selama surut, kerang mengalami pemaparan di udara dan
harus menjaga kelembaban tubuhnya dengan banyak menyimpan air dalam tubuhnya. Dalam upaya
memproteksi tubuhnya dari predator dan kondisi yang ekstrim tersebut; kerang totok membutuhkan
cangkang yang tebal dan bentuk cangkang cembung; yang dapat menutup dengan kuat (Morton,
1985).
Pertumbuhan tebal yang lebih cepat dari panjangnya, dimana menghasilkan bentuk cangkang
yang cenderung cembung juga ditemukan pada C. Glaucum yang hidup di daerah pasang
surut/laguna. Perubahan bentuk ini, dimana pada Cerastoderma edule yang hidup di pantai adalah
lebih pipih, dijelaskan oleh Mariani, dkk (2002) berhubungan dengan cara hidup dan daya adaptasi
terhadap pasang surut. Kebutuhan akan cangkang tebal dan kuat ini juga ditemukan pada kerang
hijau Mytilus edulis yang secara periodik terpapar pada daerah tanpa air (Seed, 1968) dan pada
hewan Moluska yang hidup di daerah pasang surut (Tokeshi dkk, 2000).
Kesimpulan
Kerang Totok yang dipelihara di Jepara memiliki nilai pertumbuhan biometri paling cepat
berturut-turut adalah pada tebal cangkang kemudian pada tinggi dan panjang cangkang (α = 0,05).
Sedangkan diantara ke 3 kelas ukuran kerang yang dipelihara, kelas ukuran I memiliki
pertumbuhan paling cepat (α = 0,05).
Daftar Pustaka
Anonim. 1999. Study on mollusk among people resides around Mimika’s estuaries.Research
report.IPB.Uncen, Yali, LBH Timika& Environmental Dept.T.FI. 68 p.
Dwiono, SAP. 2003. Pengenalan kerang mangrove, Geloina erosa dan Geloina expansa. Oseana,
XXVIII: 31-38.
Franklin, A., G.D. Pickett and P. M. Connor. 1980. The scallop an its fishery in England and Wales.
Laboratory leaflet No. 51. Lowestoft
Gimin, R., R.Mohan., L.V. Thinh and A.D.Griffiths. 2004.The relationship of shell dimensions and
shell volume to live weight and soft tissue weight in the mangrove clam, Polymesoda erosa
(Solander, 1786) from Northern Australia. NAGA. World Fish Center Quarterly. 27: 32-35.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. PT Sarana Graha. Jakarta. 111 hal.
Gimin, R. Mohan, R. Thinh, L.V. and Griffiths, A.D. 2004. The relationship of shell dimensions
and shell volume to live weight and soft tissue weight in mangrove clam, Polymesoda erosa
(Solander, 1786) From Northern Australia. NAGA, WorldFish Center Quarterly, 27 (3 & 4):
32 – 35.
Mariani, S., F. Piccari and ED. Matthaeis. 2002. Shell morphology in Cerastoderma spp. (Bivalvia:
Cardiidae) and its significance for adaptation to tidal and non-tidal coastal habitats. J.Mar
Biol Ass, UK, 82: 483-490.
Morton, B. 1984. A Review of Polymesoda (Geloina) Gray 1842 (Bivalvia :Corbiculacea) from
Indo-Pacific mangroves. Asian Marine Biology. pp 77-86.
Ruiz-Campos, E., J. Cabrera-Pena., R.A. Cruz-Soto and J.A. Palacios-Villegas. 1998. Crecimiento
y ciclo reproductivo de Polymesoda radiata (Bivalvia :Corbiculidae) en Costa Rica. Revista
de Biologia Tropical. 46: 643-648.
Seed, R. 1968. Factors influencing shell shape in the mussel Mytilus edulis.J. J.Mar.Biol.Ass.UK.
48: 561-584.
Sokal, R.R. and J. Rohff. 1992. Pengantar Biostatistika. Edisi Kedua. Gadjah Mada University
Press. 241 hal.
Tokeshi, M.., N, Ota and T. Kawai. 2000. A Comparative study of morphometry in shell bearing
molluscs. J. Zool.Lond. 251:31-38.
Sudarmoyo, B. 1984. Metode Penelitian Bagi Mahasiswa Ilmu-Ilmu Pertanian dan Biologi.
Universitas Diponegoro. Semarang. 54 hal.
Widowati, I., Suprijanto, J., Dwiono, S.A.P., dan Hartati, R. 2005. Hubungan dimensi cangkang
dengan berat kerang Totok Polymesoda erosa (Bivalvia : Corbiculidae) dari Segara Anakan,
Cilacap. Prosiding Seminar Nasional Biologi & Akuakultur Berkelanjutan (Juli 2005).
Universitas Jenderal Soedirman-Purwokerto.
Tanggapan:
Keranjang dapat dibuat bermacam-macam bentuk