Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Sepanjang yang saya ketahui, sudah sering
dilakukan upaya peningkatan mutu PAI di PTU, baik bagi staf pengajarnya, materi kurikulum
dan usulan penambahan jumlah SKS-nya. Namun selalu terkendala dilapangan oleh
berbagai faktor, misalnya staf pengajar yang belum seragam dalam pendekatan
pembelajaran PAI karena perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing dalam
bidang keagamaan. Materi kurikulum yang ditetapkan secara nasional sering kali membuat
staf pengajar tidak mampu melakukan improfisasi sehingga tidak jarang kelas menjadi
monoton. Dilihat dari jumlah tatap muka sudah jelas tidak memadai hanya dengan 2 sks.
Berbagai upaya dilakukan untuk menambah jam pelajaran PAI, namun jawaban yang sering
didengar adalah “sudah begitu banyak beban mata kuliah masiswa yang harus diselesaikan,
terutama mata kuliah Jurusan, sehingga tidak perlu diberi beban tambahan”.
Melihat perubahan pola pikir mahasiswa dan berkembangnya ilmu pengetahuan, perlu
berbagai upaya untuk untuk mengoptimalkan buku IDI (Islam dan Disiplin Ilmu), perlu
pengembangan PAI melalui pendekatan ilmu yang ditekuni oleh masing-masing program
studi mahasiswa dengan melihat masing-masing sub pokok bahasan melalui disiplin ilmu
tertentu sebagai pengayaan PAI di PTU. Untuk mahasiswa Politeknik, hal ini dirasakan
masih belum memadai dan perlu dikembangkan.
Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk mentaati ketentuan Allah sebagai
guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan handal dalam
menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian dari ketentuan-
ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini yang disebut dengan
ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya akan bermakna
Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta. Dalam ayat-ayat
kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi alam semesta dan
melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya.(Dep. Agama,
IDI EIII, 1996, h..4).
Untuk memahami hukum-hukum Tuhan itu, manusia perlu menggunakan akalnya yang
dibimbing oleh tauhid sebagai pembeda manusia dengan makhluk lain (QS. 7:199). Karena
itu pula hanya manusia yang dipersiapkan oleh Allah menjadi khalifah di muka bumi (QS.
2:30).
Tujuan mata kuliah Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi ini amat sesuai dengan dasar
dan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan nasional. GBHN 1988 menggariskan
bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila “bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani… dengan
demikian pendidikan nasional akan membangun dirinya sendiri serta bersama-sama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Kualitas manusia yang ingin dicapai adalah kualitas seutuhnya yang mencakup tidak saja
aspek rasio, intelek atau akal budinya dan aspek fisik atau jasmaninya, tetapi juga aspek
psikis atau mentalnya, aspek sosial yaitu dalam hubungannya dengan sesama manusia lain
dalam masyarakat dan lingkungannya, serta aspek spiritual yaitu dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta. Pendidikan Tinggi merupakan arasy
tertinggi dalam keseluruhan usaha pendidikan nasional dengan tujuan menghasilkan
sarjana-sarjana yang profesional, yang bukan saja berpengetahuan luas dan ahli serta
terampil dalam bidangnya, serta kritis, kreatif dan inovatif, tetapi juga beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, berkepribadian nasional yang kuat, berdedikasi tinggi,
mandiri dalam sikap hidup dan pengembangan dirinya, memiliki rasa solidaritas sosial yang
tangguh dan berwawasan lingkungan. Pendidikan nasional yang seperti inilah yang
diharapkan akan membawa bangsa kita kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional
yakni “…masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual...”.
A. Kesimpulan
Agama sebagai pranata sosial berperan sangat penting dalam mempengaruhi perilaku para
penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan penting agama dan nilai-nilai agama ini
antara lain terlihat dalam mata kuliah Pendidikan Agama. Mata kuliah ini merupakan
pendamping yang penting bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan
karakter agamawinya sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi
moralnya dan benar serta baik perilakunya.
B. Saran
Pendidikan agama Islam sebagaimana telah ditetapkan sebagai mata kuliah wajib pada
perguruan tinggi, diharapkan dapat mengembangkan sistem, metode, materi dan dosen
yang berkomptensi pada pengajaran. Sehingga diharapkan kedudukan pendidikan agama
Islam sebagai mata kuliah pengembang kepribadian di perguruan tinggi, mampu
menghasilkan mahasiswa yang berakhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Kapita Selecta Pendidikan Umum dan Agama, Semarang: Toha Putra, 1986.
B.S. Mardiatmaja, Tantangan Dunia Pendidikan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1996
Dirjen Perguruan Tinggi Agama Islam, Buku Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi
Umum, Depag. RI, 1988
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0212/14/opi02.html
Johannes Oentoro, Pendidikan di Abad ke-21
Judowibowo Poerwowidagdo, Agama, Pendikan dan Pembangunan Nasional, BPK Gunung
Mulia, Jakarta, 1996
Nasir, Sahilun A., Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi, Surabaya: Al
Ikhlas, Indonesia, 1984.
http://hardjasapoetra.blogspot.com/2010/03/pendidikan-agama-islam-di-perguruan.html
pengertian PAI
Kata pendidikan dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama paedagogos yang berarti penuntun
anak. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing).[1]Dalam
wacana Islam, pendidikan lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan riyadhah.
Istilah-istilah tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tarbiyah
Tarbiyah mengandung arti memelihara, membesarkan, mendidik, memelihara, merawat dan
lain sebagainya. Tarbiyah dari kata kerja rabba, yang mana kata ini termaktub dalam firman
Allah.
Artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku
waktu kecil".[2]
Menurut Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tetapi juga
afektif. Sementara Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak
dan menumbuhkembangkan kematangan mentalnya.[3]
Dalam pengertian yang sederhana, makna pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.[4]
2. Ta’lim
Ta’lim merupakan mashdar (kata benda buatan) yang berasal dari akar
kata allama.Sebagian para ahli menerjemahkan istilah ta’lim dengan pengajaran yang lebih
cenderung mengarah pada aspek kognitif saja.
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[5]
3. Ta’dib
Ta’dib pada umumnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata krama, budi
pekerti, akhlak, moral, dan etika.[6] Ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan
peradaban dan kebudayaan.
Menurut Naquib al-Attas,
Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan kegungan Tuhan.[7]
Istilah ini menunjukkan bahwa pendidikan mengarahkan pada pembentukan sosok manusia
yang memiliki tata krama serta akhlak mulia, memiliki adab kepada Allah, sesama manusia dan
lingkungannya.
4. Riyadhah
Riyadhah secara bahasa diartikan dengan pengajaran dan pelatihan. Menurut al-Bastani
dalam konteks pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia. Sedangkan
menurut al-Ghazali, mengartikan pelatihan dan pendidikan kepada anak yang lebih menekankan
pada aspek psikomotorik dengan cara melatih. Pelatihan memiliki arti pembiasaan dan masa
kanak-kanak adalah masa yang paling cocok dengan metode pembiasaan ini.[8]
Terdapat beberapa perbedaan istilah Pendidikan Agama Islam yang dikemukakan oleh pakar
pendidikan. Pendidikan Agama Islam sebagaimana diungkapkan Zakiyah Daradjat[9] yaitu,
“(1) Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
setelah selesai dari pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life); (2) Pendidikan Agama Islam adalah
pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam. (3) pendidikan agama Islam adalah
pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya, serta menjadikan keselamatan hidup di
dunia maupun di akhirat kelak.”
Kedudukan Pendidikan Agama Islam dalam kurikulum nasional Pendidikan Tinggi adalah
merupakan mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh
perguruan tinggi umum, di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan
tinggi negeri maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian muslim
secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan mereka sebagai
ahli dalam bidang ilmu agama.[1]
Setiap tindakan dan aktifitas harus berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan
semata-mata berorientasi pada sederetan materi.[1]
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan
dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan
dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan
yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian pada usaha-usaha pendidikan.[2]
Secara umum Zakiah Daradjat membagi tujuan Pendidikan Agama Islam menjadi empat
macam, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik
dengan pengajaran atau dengan cara lain.
2. Tujuan Akhir
Tujuan akhir adalah tercapai wujud insan kamil¸ yaitu manusia yang telah mencapai
ketakwaan dan menghadap Allah dalam ketakwaannya.
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak diberi sejumlah pengalaman
tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu.[3]
Mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi juga memiliki visi dan misi
tersendiri. Adapun visinya adalah menjadikan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dan
pedoman yang mengantarkan mahasiswa dalam pengembangan profesi dan kepribadian Islam.
Sedangkan misinya adalah untuk membina kepribadian mahasiswa secara utuh dengan harapan
bahwa manusia kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.[4]
Tujuan umum PAI di PTN adalah memberikan landasan pengembangan kepribadian kepada
mahasiswa agar menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional, dan dinamis berpandangan luas,
ikut serta dalam kerjasama antar umat beragama dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan
ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan nasional.[5]
Syahidin mengungkapkan tujuan khusus mata kuliah PAI di PTN adalah sebagai berikut.
1. Membentuk manusia bertakwa, yaitu manusia yang patuh dan takwa kepada Allah dalam
menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim yakni pembinaan
akhlakul karimah;
2. Melahirkan para agamawan yang berilmu. Bukan para ilmuwan dalam bidang agama, artinya yang
menjadi titik tekan PAI di PTN adalah pelaksanaan agama di kalangan calon para intelektual yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku mahasiswa ke arah kesempurnaan akhlak;
3. Tercapainya keimanan dan ketakwaan pada mahasiswa serta tercapainya kemampuan menjadikan
ajaran agama sebagai landasan penggalian dan pengembangan disiplin ilmu yang ditekuninya.
Oleh sebab itu, materi yang disajikan harus relevan dengan perkembangan pemikiran dunia
mereka;
4. Menumbuhsuburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan disiplin serta cinta
terhadap agama dalam pelbagai kehidupan peserta didik yang nantinya diharapkan menjadi
manusia yang bertakwa kepada Allah, taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.[6]
Dari beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa keberadaan Mata Kuliah PAI di Perguruan
Tinggi adalah sangat penting, yang mana bertujuan membina kepribadian mahasiswa secara utuh
dengan harapan bahwa kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, dan mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.
A. PENDAHULUAN
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, fleksibel dan nilai-nilai ajarannya selalu dapat diterima seperti
apa pun dinamika perkembangan zaman. Tidak ada ajaran agama yang setolerir ajaran Islam. Sehingga
sungguh bijak jika pemerintah menjadikan pendidikan agama Islam menjadi salah satu komponen yang
dipelajari secara kontinyu dalam dunia pendidikan formal kita. Bahkan menjadi mata pelajaran wajib di
tingkat pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib pada perguruan tinggi. Sekalipun pada
perguruan tinggi umum.
Pada dasarnya pendidikan agama di perguruan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan agama yang
dilaksanakan pada jenjang pendidikan sebelumnya. Yaitu mulai dari jenjang TK dilanjutkan ke SD, lalu ke
SMP kemudian ke SMA. Dari SMA dilanjutkan ke perguruan tinggi.
Dinamika Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum telah terukir dalam sejarah pendidikan di tanah
air sejak awal hadirnya perguruan tinggi di negri ini. Bermula dari sebagai mata kuliah yang dianggap
kehadirannya tidak diperlukan hingga eksistensinya ‘dihadirkan’ sebagai mata kuliah wajib.
Makalah ini akan membahas tentang Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Bagaimana
kedudukan, problem dan prospek Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum, itu lah yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini.
B. PEMBAHASAN
Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia telah mencatat bahwa pada tahun 1910 pendapat umum
masih menyatakan bahwa Indonesia belum matang untuk suatu perguruan tinggi, karena belum
mempunyai sekolah menengah sebagai sumber murid yang potensial dapat menjadi calon mahasiswa dan
lebih penting lagi Indonesia belum mempunyai suasana intelektual tempat ilmu dapat bersemi. Namun ada
suara-suara yang menyatakan bahwa pada suatu saat Indonesia tak dapat tidak harus mempunyai
perguruan tinggi untuk melatih para ahli dan pekerja untuk kedudukan tinggi. Sebaliknya ada pula pendapat
bahwa pendidikan tinggi bagi orang Indonesia akan merusak pribadinya karena ia akan tidak sesuai lagi
dengan lingkungannya dan akan mengalami konflik untuk mengasimilasikan dirinya dengan masyarakat
Belanda. Ada pula keragu-raguan apakah orang Indonesia dapat dididik dalam ilmu pengetahuan yang
setaraf dengan orang Barat, sekalipun orang Indonesia telah menunjukkan prestasi yang luar biasa dalam
mencapai gelar akademik.
Secara historis sosial politik, pada saat itu Indonesia adalah Negara jajahan Belanda. Salah satu ciri
Belanda dalam menjajah ialah melakukan pembodohan terhadap Negara jajahannya. Jadi tidaklah
mengherankan jika situasi seperti ini yang muncul pada saat itu. Cara Belanda menjajah sangat berbeda
dengan cara Inggris. Kalau Inggris justru mencerdaskan Negara jajahannya. Apabila Negara jajahannya
mulai ‘cerdas’ mereka memberi kemerdekaan.
Waktu terus berjalan dan dukungan terhadap perguruan tinggi di Indonesia bertambah kuat. Perang Dunia
I yang menghalangi banyak lulusan HBS melanjutkan pelajarannya di negeri Belanda membuat perguruan
tinggi di Indonesia sangat urgen. Sebagai tindakan darurat suatu lembaga untuk Pendidikan Tinggi
mengumpulkan dana di Nederland untuk membuka kursus persiapan dua tahun. Pada tahun 1919 dimulai
pembangunan gedung perguruan tinggi teknik di Bandung yang secara resmi dibuka pada tahun 1920.
Dengan ini lengkaplah sistem pendidikan di Indonesia yang memungkinkan seorang anak menempuh
pendidikan dari sekolah rendah sampai pendidikan tertinggi melalui suatu rangkaian sekolah yang saling
bertalian. Bagi anak Indonesia jalan ini masih sempit, akan tetapi jalan itu telah ada.
Dalam tahun akademis 1920-1921 Technische Hogeschool atau Sekolah Teknik Tinggi (yang kemudian
menjelma menjadi ITB) mempunyai 28 mahasiswa di antara 22 orang Belanda, 4 Cina dan 2 orang
Indonesia. Sekolah ini menghasilkan lulusannya pertama pada tahun 1923-1924 yakni 9 Belanda 3 Cina
dan tak seorang pun orang Indonesia. Orang Indonesia pertama lulus pada tahun akademis 1925-1926,
yakni sekaligus 4 orang di antaranya Ir.Soekarno yang kemudian menjadi Presiden pertama Republik
Indonesia.
Pembelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini adalah jangan pernah menyerah sebelum mencoba.
Karena Allah sendiri telah mengingatkan kita bahwa Dia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali oleh
kaum itu sendiri (Q.S;13;11). Keep spirit and never give up.
Kemudian dalam perjalan sejarah pendidikan di Indonesia, pada tanggal 2 April 1950 tepatnya di
Yogyakarta muncullah UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
untuk seluruh Indonesia. Jika kita tinjau dari segi politik pada saat itu bentuk Negara Indonesia adalah
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan ibukota Negara berada di Yogyakarta (RIS berdiri 27 Desember 1949
– 17 Agustus 1950). Undang-Undang ini seluruhnya terdiri dari 17 bab dan 30 pasal. Uniknya Undang-
Undang ini tidak begitu dikenal, sehingga sulit menemukannya dalam referensi Undang-Undang
pendidikan.
Kedudukan pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 4 tahun 1950 belum
dibicarakan secara spesifik. Baik itu dalam tujuan umum pendidikan maupun dalam tujuan pendidikan
tinggi. Berikut kutipan bunyi pasal 3, pasal 7 ayat 4 dan pasal 20 yang menunjukkan hal tersebut:
Pasal 3.
Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 7
4. Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada pelajar untuk menjadi orang
yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang dapat memelihara kemajuan ilmu dan
kemajuan hidup kemasyarakatan.
Pasal 20.
1. Dalam sekolah-sekolah Negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah
anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah Negeri diatur dalam peraturan yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Dari rumusan pasal-pasal di atas, dapat dinyatakan bahwa tidak tercermin adanya perhatian terhadap
usaha pembinaan mental spiritual dan keagamaan secara terus menerus melalui proses pendidikan.
Dengan kata lain kedudukan pendidikan agama Islam dalam Undang-Undang ini masih sangat lemah.
Kondisi ini bisa dipahami jika kita meninjau perjalanan hadirnya Undang-Undang ini, bahwa Undang-
Undang No. 4 tahun 1950 tidak lahir dengan begitu saja, tapi melalui proses panjang seperti halnya
pembentukan UU Sisdiknas tahun 2003 yang sulit untuk disahkan karena banyak kepentingan, baik secara
politik, sosial, budaya, ekonomi dan emosi (sentiment) keagamaan turut ikut serta di dalamnya (terutama
jika mengingat tahun 1950-an Partai Komunis Indonesia masih ‘berkuku’ di parlemen).
Selanjutnya Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960 dengan adanya
ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan agama sebelum itu secara formalnya baru
diberikan di Sekolah Rakyat sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat atas saja. Adapun dasar
operasionalnya, pelaksanaan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam UU No.
22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam BAB III Pasal 9 ayat 2 sub b, terdapat ketentuan sebagai
berikut: ”Pada Perguruan Tinggi Negeri diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan
pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan”.
Jika merujuk pada sejarah, dapat dipahami bahwa sebelum tahun 1965 salah satu organisasi politik yang
berpengaruh di parlemen adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Maka tidak heran jika dalam mengambil
kebijakan tentang pendidikan di parlemen, mereka tentu berusaha memasukkan missi-nya. Agar segala
sesuatunya tetap terlihat ‘bijak’, unsur pendidikan agama tetap dimasukkan dalam mata kuliah, namun
diberi kebebasan jika tidak berkenan untuk mengikutinya.
Kemudian setelah meletusnya G.30.S.PKI pada tahun 1965, diadakan sidang umum MPRS pada tahun
1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah berubah dan bertambah kuat.
Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/ MPRS/1966 Bab I pasal 1 berbunyi: “Menetapkan pendidikan
agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai dengan Universitas-Universitas
Negeri.”
Peristiwa G.30.S.PKI memang rajutan sejarah yang telah memberikan luka mendalam serta pelajaran
mahal bagi bangsa Indonesia. Terlepas dari beberapa fakta yang memunculkan ada skenario apa
sebenarnya di balik peristiwa G.30.S.PKI, yang jelas peristiwa tersebut telah membuka mata bangsa
Indonesia untuk lebih waspada akan menyelusupnya paham-paham yang menjauhkan bangsa ini dari
kehidupan beragama.
Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989. Kedudukan Pendidikan Agama
Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang ini secara umum tertuang dalam tujuan Pendidikan
Nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
Kemudian dari segi kurikulum, telah dinyatakan dalam pasal 39 ayat 2, yaitu:
Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat:
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama; dan
c. pendidikan kewarganegaraan.
Kemudian diperjelas dalam PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi tanggal 10 Juli 1990. Dalam
PP ini tepatnya pada Bab II pasal 2 tentang Tujuan Pendidikan Tinggi dinyatakan:
(1) Tujuan pendidikan tinggi adalah:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian;
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional.
(2) Penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman
pada:
1. tujuan pendidikan nasional;
2. kaidah, moral dan etika ilmu pengetahuan;
(3) Kepentingan masyarakat; serta memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.
Dari kutipan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa walaupun tujuan Pendidikan Tinggi menekankan pada nilai-
nilai akademik dan professional namun tetap berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Maka dapat
dinyatakan ada ‘benang merah’ antara UU No. 2 tahun 1989 dengan PP No. 30 tahun 1990, yang
semuanya menunjukkan kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi umum semakin
diperhitungkan.
Begitu juga dalam UU No. 20 tahun 2003, dalam Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Kemudian dalam pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum dinyatakan:
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
Mengacu pada kutipan di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di Perguruan
Tinggi Umum dalam UU No. 2 tahun 1989 dan UU No. 20 tahun 2003 menempati posisi yang
diperhitungkan, yaitu sebagai mata kuliah wajib. Ataupun dengan kata lain pendidikan agama islam telah
menjadi bagian dalam sistem pendidikan nasional. Namun sayangnya masih ada Perguruan Tinggi Umum
yang belum melaksanakannya, terutama Perguruan Tinggi Umum swasta yang tidak memiliki political will
yang jelas.
Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses belajarnya menggunakan sistem kredit
semester yang masing-masing perguruan tinggi menggunakan jumlah dan besar SKS yang bervariasi.
Rata-rata pendidikan agama Islam di perguruan tinggi hanya mendapat 2 SKS dalam satu semester awal
yang dimasukkan dalam komponen mata kulian MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum).
Kemudian muncul SK Mendiknas No.232/U/2000 pada tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pada Bab I; Ketentuan
Umum, yaitu pada pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa Kelompok matakuliah pengembangan kepribadian
(MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap,
dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Selanjutnya PAI di perguruan tinggi umum, menurut Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor:
43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi menjelaskan Visi dan Misi Mata kuliah Pengembangan Kepribadian serta Kompetensi
MPK sebagai berikut:
Pasal 1
Visi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan
penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai
manusia Indonesia seutuhnya.
Pasal 2
Misi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Misi kelompok MPK di perguruan tinggi membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara
konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudyaan, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggungjawab.
Pasal 3
Kompetensi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
(1) Standar kompetensi kelompok MPK yang wajib dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan tentang nilai-
nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap; berpikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis;
berpandangan luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban.
(2) Kompetensi dasar untuk masing-masing mata kuliah dirumuskan sebagai berikut :
a. Pendidikan Agama
Menjadi ilmuwan dan profesional yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, dan memiliki etos kerja, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan.
Dari kutipan di atas, jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum secara
yuridis telah mengalami restrukturisasi yang cukup signifikan. Eksistensinya semakin diakui dan dibutuhkan
dalam mengembangkan potensi sumber daya generasi muda (mahasiswa) di masa depan. Kondisi ini tentu
tidak terlepas dari para pengambil kebijakan di parlemen yang pasca reformasi makin kelihatan upaya
‘cerdas’-nya, walaupun masih ada kebijakan dalam segmen lain yang mengecewakan.
Sementara itu Aminuddin dalam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum memaparkan
bahwa untuk mewujudkan visi dan misi PAI di perguruan tinggi seperti yang diuraikan di atas maka
diberikan pokok-pokok ajaran Islam dengan materi-materi ajar antara lain sebagai berikut:
1. Konsep Ketuhanan, alam, dan manusia.
2. Sumber-sumber kebenaran.
3. Sumber-sumber ajaran Islam.
4. Akidah.
5. Syariah.
6. Khilafah.
7. Akhlak.
8. Akhlak dalam bidang ekonomi.
9. Islam, Pengetahuan, dan teknologi.
10. Keadilan, kepemimpinan, dan kerukunan.
Kesepuluh poin tersebut pada umumnya direalisasikan dengan alokasi waktu 2 SKS. Maka dapat
dinyatakan betapa perguruan tinggi umum membutuhkan tenaga pendidik (dosen) yang memiliki skill yang
tidak dapat diremehkan begitu saja. Bayangkan hanya dengan 2 SKS tujuan tersebut harus tercapai. Hanya
tenaga pendidik (dosen) yang memiliki ketrampilan mumpuni yang mampu menjalani tugas ini dengan baik.
http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-perguruan.html
Pendidikan sebagai suatu bahasan ilmiah sulit untuk didefinisikan. Bahkan konferensi
internasional pertama tentang pendidikan Muslim ( 1977 ) , seperti yang dikemukakan oleh
Muhammad al-Naquib al-Attas, ternyata belum berhasil menyusun suatu definisi pendidikan
yang dapat disepakati oleh para ahli pendidikan secara bulat .
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa :
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara" .
Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar
Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah :
"Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman."
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam ( knowing ), terampil melakukan atau
mempraktekkan ajaran Islam ( doing ), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari ( being ).
Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak
dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dengan Pendidikan Agama Islam, yang tercakup
mata pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia
mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan, kemampuan
dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu pelajaran di sekolah, karena
tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab tujuan
pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.
Dari uraian di atas tujuan Pendidikan Agama peneliti sesuaikan dengan tujuan Pendidikan Agama
di lembaga-lembaga pendidikan formal dan peneliti membagi tujuan Pendidikan Agama itu
menjadi dua bagian dengan uraian sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh al-
Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003
Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan
mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari
keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan
akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.
Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai
hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan
mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia.
Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang
menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah
beribadah kepada Allah, ini diketahui dari surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-
Ku” (Q.S al-Dzariyat, 56)
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan
Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti
tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP,
SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk meningkatkan
pemahaman tentang ajaran Islam, keterampilan mempraktekkannya, dan meningkatkan pengamalan ajaran
Islam itu dalam kehidupan sehari-hari. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan utama Pendidikan
Agama Islam adalah keberagamaan, yaitu menjadi seorang Muslim dengan intensitas keberagamaan yang
penuh kesungguhan dan didasari oleh keimanan yang kuat.
Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam definisi pendidikan di atas tidaklah
terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses pendidikan dan kehidupan, khususnya pendidikan
agama dan kehidupan beragama. Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga , sekolah dan
lingkungan masyarakat.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan agama Islam saat ini, adalah bagaimana cara
penyampaian materi pelajaran agama tersebut kepada peserta didik sehingga memperoleh hasil semaksimal
mungkin.
Apabila kita perhatikan dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam, salah satu kendala yang paling
menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah metodologi. Metode merupakan bagian yang
sangat penting dan tidak terpisahkan dari semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi,
situasi dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan Pendidikan Agama diperlukan suatu pengetahuan
tentang metodologi Pendidikan Agama, dengan tujuan agar setiap pendidik agama dapat memperoleh
pengertian dan kemampuan sebagai pendidik yang profesional
Setiap guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode
yang dapat digunakan dalam situasi tertentu secara tepat. Guru harus mampu menciptakan suatu situasi yang
dapat memudahkan tercapainya tujuan pendidikan. Menciptakan situasi berarti memberikan motivasi agar
dapat menarik minat siswa terhadap pendidikan agama yang disampaikan oleh guru. Karena yang harus
mencapai tujuan itu siswa, maka ia harus berminat untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk menarik minat itulah
seorang guru harus menguasai dan menerapkan metodologi pembelajaran yang sesuai.
Metodologi merupakan upaya sistematis untuk mencapai tujuan, oleh karena itu diperlukan pengetahuan
tentang tujuan itu sendiri. Tujuan harus dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sebelum seseorang menentukan
dan memilih metode pembelajaran yang akan dipergunakan. Karena kekaburan dalam tujuan yang akan
dicapai, menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode yang tepat.
Setiap mata pelajaran memiliki kekhususan-kekhususan tersendiri dalam bahan atau materi pelajaran, baik sifat
maupun tujuan, sehingga metode yang digunakan pun berlainan antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya.
http://miragustina90.blogspot.com/2014/03/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-agama.html
Untuk memahami pengertian pendidikan agama Islam ini secara mendalam, maka penulis akan
mengemukakan beberapa pendapat tentang pendidikan agama Islam sebagai berikut:
Menurut Zakiah Daradjat pendidikan agama Islam atau At-Tarbiyah Al-Islamiah adalah usaha bimbingan dan
asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan
ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.[1]
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba (dalam Umi Uhbiyat) pendidikan Islam adalah: bimbingan jasmani
dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terciptanya kepribadian utama menurut ukuran
Islam.[2]
Pendidikan agama Islam adalah suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan orang-orang beragama, dengan
demikian pendidikan agama perlu diarahkan ke arah pertumbuhan moral dan karakter.[3]
Ditinjau dari beberapa definisi pendidikan agama Islam di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama
Islam adalah sebagai berikut:
1. Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak, menuju terbinanya
kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk mencapai pertumbuhan
kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dalam proses kependidikan melalui latihan-latihan akal
pikiran (kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan dan perasaan serta panca indra) dalam seluruh aspek
kehidupan manusia.
3. Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah dan
kemampuan ajarannya pengaruh diluar) baik secara individu maupun kelompok sehingga manusia
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh dan benar. Yang dimaksud
utuh dan benar adalah meliputi Aqidah (keimanan), Syari’ah (ibadah muamalah) dan akhlaq (budi
pekerti).
---------------------------------------------------------
[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86.
[2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 9.
[3] Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang: Universitas
Malang, 2004), hlm.1
http://pustakaaslikan.blogspot.com/2013/01/pengertian-pendidikan-agama-islam.html
Dosen Pembimbing :
Rahmat Isma’il Hasybuan
Disusun Oleh Kelompok I
Abas
Abd. Rohman 96
Abd. Rohman 97
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Wa Syukurillah Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
inayahnya kepada Kami, atas petunjukNya sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Sholawat serta salam tidak henti-hentinya kami sampaikan kepada Nabi Agung junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti dan mengamalkan
sunnah-sunnahnya. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah dengan judul “
Landasan dan Kurikulum PAI di Sekolah” Semester V/ MPI / S.I di Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’arif
(STAIM) Sampang.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat tersusun dengan baik. Dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Rahmat
Isma’il Hasybuan, selaku dosen pembimbing mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan motivasi
kepada kami.
Harapan penyusun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penyusun menyadari bahwa di dalam menyusun makalah
ini, tentunya masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala saran dan kritik dari
pembaca sangat kami nantikan untuk penyempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................. . ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………............................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ............................ 3
B. Landasan Pendidikan Agama Islam di Sekolah…………… .... 3
C. Hakikat Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah......... 8
D. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah ……….. 9
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Agama Islam merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh pendidikan. Tanpa adanya Pendidikan Agama Islam proses pembelajaran tidak akan berhasil
dengan baik, karena dalam pendidikan agama islam mencetak peserta didik berakhlakul karimah dan
mentaati segala peraturan perundang undangan di indonesia. Mengingat saat ini banyak dari siswa dan
mahasiswa yang bertawuran dan melanggar etika dan juga undang undang Negara, bahkan pelecehan
sekssualpun banyak di lakukan oleh remaja yang tak lain semua itu terdiri dari pelajar dan mahasiswa
maka dianggap penting adanya pendidikan agama islam masuk sebagai kurikulum dalam pendidikan,
khususnya kurikulum PAI di Sekolah, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyusunan kurikulum tersebut sama-sama membutuhkan landasan-landasan yang kuat,
yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal dalam pendidikan.
Agar tujuan dari suatu kurikulum PAI di sekolah dapat benar-benar tercapai, maka perlu adanya
suatu pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada landasan-landasan serta prinsip-prinsip yang
berlaku. Hal ini mengingat bahwa suatu kurikulum tersebut diharapkan dapat memberikan landasan dan
menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan
tantangan perkembangan masyarakat serta dapat menjadi siswa yang beriman dan bertakwa.
B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang timbul di ranah pendidikan baik itu tentang kurikulum maupun
pengembangan kurikulum PAI di Sekolah, sehingga memunculkan beberapa permasalahan dalam
proses pendidikan antara lain :
C. Tujuan Penulisan
2. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai khakikat kurikulum PAI di Sadrasah
3. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai pengembangan kurikulum PAI di madrasah
D. Manfaat Penulisan
Setelah menyelesaikan pembuatan makalah ini, ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh
penyusun:
1. Adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran terhadap suatu ilmu.
3. Mencari solusi yang bijak dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam forum diskusi.
BAB II
PEMBAHASAN
Telah disebutkan dalam penegasan istilah bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar
dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan. Depdiknas menyatakan bahwa
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan
bimbingan,pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. dan dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain, dalam hubunganya dengan antar umat beragama dalam masyarakat
hingga terwujud kesatuan dan persatuan negara.
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar landasan yang kuat.
Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi:
1. Landasan Religius
Al-Qur'an dan al-Hadits adalah sumber dan dasar ajaran Islam yang original. Banyak ayat-ayat al-
Qur'an dan al-Hadits secara langsung maupun tidak langsung yang berbicara tentang kewajiban umat
Islam melaksanakan pendidikan, khususnya pendidikan agama, sebagaimana Firman Allah dalam surat Ali
Imran ayat 104:
ولتكن منكم امة يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر واولئك هم المفلحون
)104 : ( العمران
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali
Imran: 104)
Hadits nabi Muhammad saw.:
) اكرموا اوالدكم واحسنوا ادابهم فان اوالدكو هدية اليكم ( رواه ابن ماجة
"Hormatilah anak-anakmu dan perbaikilah pendidikannya, karena anak-anakmu karunia Allah bagimu".
(HR. Ibnu Majah)
Untuk menanamkan kebaikan (amal soleh) pada setiap peserta didik, bahkan pada setiap orang maka
perlu adanya pendidikan agama islam sebagai suatu pendidikan yang menanamkan prilaku terpuji pada
setiap insan.
2. Landasan Historis
Dari landasan sejarah di atas dapat kita pahami bahwa salah satu perjuangan elit Muslim
Indonesia sejak awal kemerdekaan pada bidang pendidikan adalah memperkokoh posisi pendidikan
agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah umum sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari perjuangan
ini dapat kita pahami bahwa masuknya PAI pada kurikulum sekolah umum seluruh jenjang merupakan
perjuangan gigih para tokoh elit Muslim sejak awal kemerdekaan hingga sekarang ini. Maka dari itu,
keberadaan dan peningkatan mutunya tentunya merupakan kewajiban kita khususnya kalangan akademis
di lingkungan PTAI maupun para praktisi pendidikan di lapangan.
Semangat keagamaan setelah bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan, tercermin dalam
batang tubuh UUD 1945, dalam alinea ketiga dan keempat. Dan sila pertama falsafah Negara Republik
Indonesia (Pancasila), yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan konstitusional terdapat dalam UUD
1945 Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2. Sedangkan berdasarkan operasionalnya terdapat dalam Tap MPR
No.IV/MPR/1973 yang diperkuat oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR 1993 tentang
Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pada intinya bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Islam secara
langsung masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari Sekolah Dasar hingga perguruan
tinggi.
Landasan perundang-undangan sebagai landasan hukum positif keberadaan PAI pada kurikulum
sekolah sangat kuat karena tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab V Pasal 12 ayat
1 point bahwasannya setiap peserta didik dalam setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
pendidikan nasional, Bab X Pasal 36 ayat 3 bahwasannya kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan
iman dan taqwa. Dan pasal 37 ayat 1, bahwasannya kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat: (a) pendidikan agama. Dengan merujuk beberapa pasal dalam UUSPN No. 20/2003, maka
semakin jelaslah bahwa kedudukan PAI pada kurikulum sekolah dari semua jenjang dan jenis sekolah
dalam perundang-undangan yang berlaku sangat kuat.
Dalam PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 6 ayat 1 dijelaskan
bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas: kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; kelompok
mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Selanjutnya pada pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan,
kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Dari beberapa landasan perundang-undangan di atas sangat jelas bahwa pendidikan agama
merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ada di semua jenjang dan jalur pendidikan. Dengan
demikian, eksistensinya sangat strategis dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.
4. Landasan Psikologi
Sejarah perkembangan manusia dari zaman purbakala, primitive hingga sampai sekarang yang
sering disebut era globalisasi dan era informasi, akan didapati bahwa manusia dari generasi ke generasi
selanjutnya mempunyai sesuatu yang dianggapnya berkuasa, bahkan mencari sesuatu yang dianggapnya
paling berkuasa yaitu Tuhan. Bermacam-macam benda dianggap sebagai Tuhan Yang Maha Esa seperti
matahari, bulan, bintang, angin, patung, api dan sebagainya. Hingga akhirnya manusia menemukan
kepercayaan bahwa Tuhan itu bukanlah benda yang dapat dilihat dan diraba oleh panca indera, melainkan
hanya dapat dirasa dalam hati dan jiwa manusia serta dapat diterima oleh fikiran.
5. Landasan Filosofis
Dalam aspek filosofis pendidikan agama Islam telah memberikan landasan filosofis antara
lain secara epistimologis dan aksilogis.
Pendidikan Agama Islam pada taran filosofis adalah kajian filosofis terhadap hakekat pendidikan
agama Islam yang dibahas dalam bidang ilmu filsafat pendidikan Islam, yang dibahas secara mendalam,
mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh serta universal yang tertuang atau tersusun ke dalam
suatu bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai suatu sistem.
Pendidikan Agama Islam pada tataran epistimologis ialah kajian ilmiah terhadap konsep dan teori
Pendidikan Islam yang dibahas dalam bidang ilmu pendidikan Islam yang membahas tentang seluk-beluk
pendidikan Islam
Pendidikan Agama Islam pada tataran aksiologis sebagaimana Muhaimin mengutip dari Tafsir
(2004), ialah pendidikan agama Islam (PAI) yang dibakukan sebagai nama kegiatan mendidik agama Islam.
PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah agama
Islam, bukan pendidikan agama Islam. Namun kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikan agama
Islam disebut sebagai PAI. Karena “pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Karena
pada tataran aksiologis, realitas keberadaan pendidikan agama Islam di sekolah umum di Indonesia
dilaksanakan di bawah kontrol kebijakan politik pemerintah, maka tujuan pendidikan agama Islam
dirancang oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang disesuaikan
dengan perkembangan kebutuhan sosio-politik dan dinamika perkembangan budaya dan keberagamaan
masyarakat Indonesia
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
As-Syaibani menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religious, falsafah,
psikologis, sosiologis, dan organisatoris.
1. Dasar religious, dasar yang ditetapkan nilai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.
2. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan arah tujuan pendidikan sehingga susunan kurikulum mengandung
suatu kebenaran.
3. Dasar psikologis, dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik yang berkaitan dengan
perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat, intelektual, bahasa, emosi, kebutuhan dan keinginan
individu.
4. Dasar sosiologis, dasar ini memberikan gambaran bahwa kurikulum pendidikan memegang peranan
penting dalam penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan
rekonstruksi masyarakat.
5. Dasar organisatoris, dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran yaitu organisasi kurikulum.
Fungsi kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan yang
diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah. Fungsi kurikulum
bagi anak didik sebagai suatu organisasi belajar tersusun yang diharapkan mereka mendapatkan
pengalaman baru yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Fungsi kurikulum bagi Kepala Sekolah
maupun Guru sebagi pedoman kerja. Sedangkan fungsi kurikulum bagi orang tua siswa yaitu agar orang
tua dapat turut serta membantu pihak sekolah dalam memajukan putra putrinya.
Adapun tujuan kurikulum PAI di sekolah yaitu untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia
yang unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (visi dan misi sekolah).
Komponen-komponen yang terkait dalam kurikulum dikelompokkan menjadi empat yaitu:
1. Kelompok komponen-komponen Dasar yaitu konsep dasar filosofis dalam mengembangkan kurikulum PAI
yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan PAI tersebut
2. Kelompok komponen-komponen Pelaksana, yaitu mencakup materi pendidikan, system pendidikan,
proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan.
3. Kelompok-kelompok Pelaksana dan Pendukung kurikulum yaitu komponen pendidik, peserta didik dan
konseling
4. Kelompok Usaha-usaha Pengembangan yang ditujukan dengan adannya evaluasi dan inovasi kurikulum,
adanya perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang, terjalinnya kerja sama
dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka pengembangan kurikulum tersebut.
Landasan Pengembangan kurikulum PAI di sekolah, pada hakikatnya adalah factor-faktor yang
harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak
mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan. Landasan-landasan tersebut
antara lain :
1. Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam
kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama
dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun
dan damai.
2. Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan
kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of
wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut
diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk
segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika,
epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.
Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses
mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras
dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan
tepat.
4. Landasan Sosio-budaya
Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga
dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap
masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan.
Dengan adanya kurikulum di sekolah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal
tersebut.
Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu
pengetahuan dan teknologi,setelah siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya
dengan baik.
Dengan adanya landasan tersebut maka perlu untuk mengembangkan kurikulum PAI di sekolah
dalam dunia pendidikan, baik itu dalam Sekolah Umum ataupun Madrasah agar tujuan dari pendidikan
agama islam tercapai dalam mencetak insan yang berbudi pekerti dan baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa danberakhlak mulia dalam
mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits.
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar landasan yang kuat.
Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi:
Sedangkan Landasan kurikulum PAI di sekolah antara lain landasan Agama, Filsafat, Psikologi
Belajar, Sosio-budaya, dan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dari pembuatan tugas makalah ini, kami dari penyusun mengharapakan makalah ini bermanfaat
dan bisa menambah ilmu bagi para pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini, untuk itu kami mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://wayqodratullahs.blogspot.com/2012/05/pai-di-sekolah-2-landasan-pai-di.html
2. http://kuliahgratis.net/landasan-pai-di-sekolah/#chitika_close_button
3. http://nanozuko.blogspot.com/2012/02/landasan-pengembangan-kurikulum-pai-di.html
4. http://e-fiqih.blogspot.com/2013/07/landasan-pelaksanaan-pembiasaan-pai.html
5. http://www.slideshare.net/andarosita/landasan-historis-filosofis-dan-sosiologis-pendidikan
Diposkan oleh Arman Smith di 20.37
http://armansmith.blogspot.com/2013/12/landasan-dan-kurikulum-pai-di-sekolah.html
file:///C:/Users/Tecer%20Fragma%20Shinta/Downloads/Documents/bab%203.pdf (skripsi)
Oleh :
Tosha P. Noverita
Pendahuluan
Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada posisi konsep. Ditinjau dari tataran
universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal karena tidak dibatasi negara dan bangsa, tetapi
ditinjau dari posisinya dalam konteks nasional, konsep pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan
nasional. Karena posisinya sebagai subsistem, kadangkala dalam penyelenggaraan pendidikan hanya
diposisikan sebagai suplemen.
Mengingat bahwa pendidikan Islam relevan dan merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan nasional, bahkan secara sosiologis pendidikan Islam merupakan aset nasional, maka posisi
pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional bukan sekadar berfungsi sebagai suplemen,
tetapi sebagai komponen substansial. Artinya, pendidikan Islam merupakan komponen yang sangat
menentukan perjalanan pendidikan nasional.
Keberhasilan pendidikan Islam berarti keberhasilan pendidikan nasional, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu, pendidikan nasional sebagai sebuah sistem tidak mungkin melepaskan diri dari
pendidikan Islam.
Dalam makalah ini akan dijelaskan Konsep Mata kuliah PAI, Pendidikan agama dalam rangka
Pendidikan Nasional serta peranan pendidikan agama dalam rangka pencapaian Tri Darma Perguruan
Tinggi.
Sedangkan Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-
nilai Islam danberisikan ajaran Islam.Mata kuliah PAI dalam kurikulum perguruan tinggi umum wajib di
ambil oleh mahasiswa yang beragama islam dalam menyeleseikan studinya di perguruan tinggi umum
baik tinggkat diploma maupun sarjana.
Kedudukan pendidikan mata kuliah agama ini sekaligus menjadiketentuan dan persyaratan bagi
kelulusan mahasiswa yang sama dengan mata kuliah wajib lainnya.
Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal1 ayat 1 me
nyebutkan bahwa :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelaj
aranagar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual k
eagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperluka
n dirinya,masyarakat, bangsa dan negara" .
Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar Kompete
nsiMata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
SD dan MI adalah : "Pendidikan agama Islam adalah upaya sadardan terencana dalam menyiapkan pese
rta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani,bertakwa, berakhlak mulia, mengamalk
an ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-
Qurandan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman."
Dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam, salah satu kendala yang
paling menonjoldalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah metodologi. Metode merupakan ba
gian yang sangatpenting dan tidak terpisahkan dari semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan,
materi, evaluasi,situasi dan lain-
lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan Pendidikan Agama diperlukan suatu pengetahuantentang meto
dologi Pendidikan Agama, dengan tujuan agar setiap pendidik agama dapat memperolehpengertian dan
kemampuan sebagai pendidik yang profesional.
2
Pendidkan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, informal dan
nonformal.
Ketentuan mengenai pendidikan keagmaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,2,3 dan 4
diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.
Berdasarkan definisi ini, dapat difahami bahwa pendidikan nasional berfungsi sebagai proses
untuk membentuk kecakapan hidup dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka mewujudkan
peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat, meskipun nampak ideal namun arah pendidikan yang
sebenarnya adalah sekularisme yaitu pemisahan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan
kehidupan secara menyeluruh.
Dalam UU Sisdiknas tidak disebutkan bahwa yang menjadi landasan pembentukan kecakapan
hidup dan karakter peserta didik adalah nilai-nilai dari aqidah islam, melainkan justru nilai-nilai dari
demokrasi.
Pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) tersebut,
sebagaimana terungkap dalam pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi
mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab
terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
Sepintas, tujuan pendidikan nasional di atas memang tidak nampak sekuler, namun perlu difahami
bahwa sekularisme bukanlah pandangan hidup yang sama sekali tidak mengakui adanya Tuhan.
Melainkan, meyakini adanya Tuhan sebatas sebagai pencipta saja, dan peranan-Nya dalam pengaturan
kehidupan manusia tidak boleh dominan. Sehingga manusia sendirilah yang dianggap lebih berhak untuk
mendominasi berbagai pengaturan kehidupannya sekaligus memarjinalkan peranan Tuhan.
3. Peran Pendidikan Agama dalam Rangka Pencapaian Tri Darma Perguruan Tinggi
Islam sangat menghargai orang yang memilki iman dan ilmu pengetahuan sehingga derjat
mereka ditinggikan oleh Allah SWT. Usaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui pembelajaran
dan pendidikan.
Potensi harus diisi dengan nilai-nilai islam, sehingga mereka menjadi manusia yang tidak salah
dalam hidupnya. Pengisian nilai-nilai islam yang dimaksud dengan cara menuntut ilmu pengetahuan.
Karna pentingnya upaya pengembangan potensi dengan ilmu maka menuntut ilmu menjadi kewajiban
dalam syariat islam.
Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari juga menjelaskan tentang peran manusia sebagai
mahkluk sosial saling membutuhkan satu sama lainya.Dalam kehidupan bersama, maka kemampuan
memberikan sesuatu yg dimiliki kepada org lain merupakan suatu bentuk prestasi yang bernilai tinggi di
hadapan Allah SWT.
5
Daftar Pustaka
Anwar, Fuadi dkk (2008),Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum.Padang:UNP Press.
1. Membentuk peserta didik yang memiliki iman yang fungsional dan berkesinambungan dalam
beribadah kepada Allah SWT
2. Membekali peserta didik yang mempunyai etos kerja yang Islami dan membentuk kepribadian
yang berakhlakul karimah
3. Menumbuhkan suasana keagamaan di sekolah yang Islami, dilandasi toleransi dan kedamaian
yang hakiki
Pembentukan karakter melalui PAI yang berlandaskan pada akhlak mulia menjadi core
sebagai seorang yang Islam dan warga negara yang bertanggung jawab terhadap bangsa kaena
tujuan utama pembelajaran PAI adalah membentuk peserta didik yang beragama
secara kaffahdalam seluruh sendi kehidupan.
Namun pada kenyataannya, dalam masa yang cukup panjang, pendidikan Islam di
Indonesia berada di persimpangan jalan antara mempertahankan tradisi lama dan mengadopsi
perkembangan baru. Upaya mempertahankan sepenuhnya tradisi lama berarti status quo yang
menjadikannya terbelakang meskipun memuaskan secara emosional dan romantisme dengan
identitas pendidikan Islam masa lalu. Sementara itu, mengadopsi perkembangan baru begitu saja
berarti mengesampingkan akar sejati dan nilai autentik dari sejarah pendidikan Islam, walaupun
berhasil memenuhi keperluan pragmatis untuk menjawab tantangan sesaat dari lingkungan
sekitarnya. Situasi ini tercermin dalam kebingungan, maju mundur dan ketidak jelasan arah dan
tujuan modernisasi pendidikan Islam selama ini (Husni Rahim: 2001).
Jalan keluar dari situasi di atas menuntut adanya penegasan visi Pendidikan Agama Islam
sehingga tidak tergoda oleh tarikan-tarikan ekstrim, tetapi mampu mengelola berbagai
kecenderungan yang tersedia secara responsif dan tuntas. Visi itu ditempatkan sebagai pemandu
yang menjamin konsistensi pendidikan Agama Islam dalam konteks perubahan dan dinamika
yang terjadi dalam dirinya secara terus menerus. Kerangka visi pendidikan Agama Islam itu harus
dibangun dengan mempertimbangkan sumber nilai/ajaran Islam, karakter esensial dari sejarah
pendidikan Islam, dan rumusan tantangan masa depan. Dengan kata lain, visi pendidikan Islam
masa depan adalah terciptanya sistem pendidikan yang Islami, populis, berorientasi mutu, dan
kebhinekaan (Husni Rahim: 2001).
Pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia,
cakap dan percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sedangkan manusia muslim yang
dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang mempunyai keseimbangan yang dapat mengintegrasikan
kesejahteraan kehidupan di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin hubungan
kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi, mengembangkan etos ta’awun dalam kebaikan
dan taqwa.
Keberhasilan dari suatu sasaran yang diinginkan, sangat ditentukan oleh arah atau pedoman yang
harus ditempuh, tahapan, sasaran, serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan
tanpa disertai tujuan, menyebabkan sasaran menjadi kabur dan tidak jelas, akibatnya program dan
kegiatan menjadi acak-acakan.
Sepanjang sejarah manusia, agama mempunyai fungsi tertentu dalam kehidupannya. Agama
bukan suatu keyakinan yang intelektual semata, melainkan lebih dari suatu cara hidup. Cara yang
terkandung norma-norma moral dan keseluruhan aturan hidup manusia. Agama bukan hanya mengenai
kebenaran, namun juga mengenai perasaan dan seluruh suasana hidup manusia. Agama adalah suatu
kebutuhan dasar manusia.
Dengan demikian, dalam menanamkan nilai-nilai agama perlu adanya pendidikan agama kepada
manusia sejak masa kanak-kanak karena akan memberi ketahanan batin dalam menempuh
kehidupannya. Di seluruh dunia, sebagian besar pendidikan agama secara umum bisa dikatakan,
membantu individu memahami banyak pelajaran yang mungkin pada mulanya tampak seperti
seperangkat aturan dan larangan yang tideak berarti apa-apa. Misalnya, dalam mencapai tujuan agama,
yakni kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Dalam hal ini manusia dianjurkan untuk melaksanakan
ajaran agama seperti melaksanakan Ibadan, membaca kitab suci, berdoa, menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda, menahan diri dari perbuatan jahat dansebagainya. Juga untuk menjauhi
larangannya seperti tidak berbuat kejahatan yang merugikan orang lain, tidak mengkonsumsi barang yang
merusak fisik, tidak berbohong, dan sebagainya. Jika hal tersebut dilakukan oleh manusia, maka
perkembangan sosialnya bukan hanya terarah secara psti tetapi juga konsisten dengan suara hatinya
(Elizabeth K. Nottingham: 1985).
Namun demikian perlu kiranya dikemukakan, bahwa pendidikan agama Islam harus dilakukan secara
kritis, sehingga agama tidak hanya sebagai pegangan hidup, namun juga sebagai pemacu hidup. Selain
itu pemaknaan agama hendaknya tidak dilakukan dalam kaitan perspektif waktu yang sempit, akan
tetapi menjangkau kurun waktu mendatang. Di samping itu juga agama tidak hanya ditempatkan dalam
posisi over protective terhadap umatnya, dalam arti terlalu menonjol larangan-larangan semata. Dengan
demikan agama juga diharapkan berfungsi untuk mendewasakan manusia dalam kehidupan
beragamanya. Artinya dalamnmenjalankan kewajiban agama dan menjauhi laranagannya dilakukan
secara sadar, tulus dan semata-mata karena cinta pada Allah sebagai khaliqnya. Dengan demikian
agama akan berfungsi sebagai jalan dan panduan hidup manusia yang akan selalu dijadikan acuan secara
konsisten dalam keadaan apapun dan di manapun.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembahasan konsep dan teori tentang Pendidikan Islam sampai kapanpun selalu saja relevan
dan memiliki ruang yang cukup signifikan untuk ditinjau ulang. Paling tidak terdapat tiga alasan
mengapa hal itu terjadi :Pertama pendidikan melibatkan sosok manusia yang senantiasa dinamis,
baik sebagai pendidik, peserta didik, maupun penanggung jawab pendidikan. Kedua perlunya akan
inovasi pendidikan akibat perkembangan saint dan teknologi. Ketiga tuntunan gelobalsasi yang
meleburkan sekat-sekat agama, ras, budaya, bahkn falsafah satu bangsa. Ketiga alasan tersebut
tentunya harus diikuti dan dijawab oleh dunia pendidikan demi kelansungan hidup manusia dalam
situasi yang serba dinamik, inovatif, dan semakin mengglobal.
Makalah yang ada dihadapan ini merupakan salahsatu jawaban terhadap permasalahan yang
dialami umat islam atau bahkan umat manusia. Aksentuasi pebahasan makalah ini lebih mengarah
pada pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, spiritual, dan akhlak, sekalipun melibatkan
seluruh komponen dasar pendidikan. Penekanan pada aspek ini disebabkan oleh paradigma
penyusunan makalah ini didasarkan atas nilai dogmatika Islam yang diturunkan dari wahyu ilahi.