Anda di halaman 1dari 138

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI I
Dosen Pengampu :

Elly Mulyai, M.Farm.,Apt


Herlina, S.Si

Editor :
Dia Oktarina (16091032)
Frengki Mandala. P (16091046)
Ratih Purwasih (16091098)

LABORATURIUM KIMIA
AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU
T.A. 2017/2018
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
KIMIA FARMASI I
DI SUSUN OLEH KELAS B1:

NO NAMA NO NAMA
1 Agung Tri Putra 21 Laras Novia
2 Annisa Ayu Lestari 22 Mahrunisa
3 Annisa Zulfa Agustin 23 Merta Imelda
4 Ayu Mika Dewi 24 Monica Clara Shinta
5 Bunga Maulidini 25 M. Saiful Asrori
6 Cica Utami 26 Nabila Etika
7 Delsa Ratnasari 27 Nining Herlina
8 Deski Oprodita 28 Novles Juwita
9 Dewi Mayang Sari 29 Oqtha Heri
10 Dia Oktarina 30 Putra Sandika
11 Dwi Ericca 31 Ratih Prwasih
12 Elda Yeni 32 Resti Noptahariza
13 Ferly Sasmita 33 Sarto Bagiyok
14 Frengki Mandala Putra 34 Seza Seftiani Putri
15 Friska Meyriska 35 Siska Ramadhani
16 Hinipah Hilipsi 36 Trimanda Sari
17 Indah Anggraini 37 Violita Bella Dina
18 Jimmy Hendric 38 Wiwit Pujiarti
19 Juwita Megayani Harahap 39 Yuliandiki Ardiani
20 Khairunnisa

EDITOR:
Dia Oktarina (16091032)

Frengki Mandala. P (16091046)

Ratih Purwasih (16091098)

AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU


T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpakahkan rahmat dan hidayahnya sehingga buku dalam bentuk “Laporan
Praktikum Kimia Farmasi I” ini dapat selesai dalam waktunya.

Praktikum Kimia Farmasi I ini bertujuan agar mahasiswa/i dapat


menerapkan materi dan garis besar tentang kefarmasian dari sudut kimia.
Laporan Praktikum ini telah kami susun dengan usaha yang maksimal. Namun,
bila ada kritik dan saran kami sangat menghargainya dan kami akan menerima
kritik dan saran yang sifatnya membangun agar edisi-edisi yang selanjutnya
lebih baik lagi.

Kami berterimah kasi kepada semua pihak yang telah membantu


dalam menyelasaikan Tugas Laporan Akhir Kimia Farmasi ini.

Bengkulu, Desember 2017

Penulis
LAPORAN AKHIR

PRATIKUM KIMIA FARMASI 1

“IDENTIFIKASI KUANTITATIF ANTIBIOTIK


KLORAMFENIKOL”

DISUSUN OLEH:

KELAS B2

NAMA:

AGUNG TRI PUTRA (16091004)

ANISA AYU LESTARI (16091007)

ANNISA ZULFA AGUSTIANI (16091010)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU

TAHUN AJARAN 2017/2018


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi
karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan
diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan
lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula.
Mikroorganisme bisa memberikan kontribusi dalam Penemuan
antibiotik yang telah menghantarkan pada terapi obat dan industri obat ke
era baru. Karena adanya penemuan penisilin dan produk-produk lain
sekresi fungi, aktinomiset, dan bakteri lain, maka kini telah tersedia obat-
obat yang manjur untuk memerangi penyakit infeksi bakteri. (Anonymous-
a08)
1. Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya :
 Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan
Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin
 Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone,
 Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik,
terutama dari golongan
 Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline
 Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;
 Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau
sulfonamida,
 Antimetabolit, misalnya azaserine.
2. Penggolongan Antibiotik berdasarkan daya kerjanya :
 Bakterisid:
 Bakteriostatik:
3. Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :
 Spektrum luas (aktivitas luas) :
 Spektrum sempit (aktivitas sempit) :
4. Penggunaan Antibiotik kombinasi :

B. TUJUAN PRATIKUM
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai senyawa antibiotik
teritama Kloramfenikol
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada
anlisis kualitatif antibiotik Kloramfenikol
BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN ANTIBIOTIK
Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi
karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan
diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan
lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula.
Mikroorganisme bisa memberikan kontribusi dalam Penemuan
antibiotik yang telah menghantarkan pada terapi obat dan industri obat ke
era baru. Karena adanya penemuan penisilin dan produk-produk lain
sekresi fungi, aktinomiset, dan bakteri lain, maka kini telah tersedia obat-
obat yang manjur untuk memerangi penyakit infeksi bakteri. (Anonymous-
a08)
Antibiotik adalah substansi yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang sangat rendah. Salah satu
antibiotik yang banyak digunakan adalah golongan tetrasiklin untuk
menghambat sintesis protein bakteri (Anastasia, 2011).
Antibiotik digunakan dalam berbagai bentuk-masing-masing
menetapkan persyaratan manufaktur agak berbeda. Untuk infeksi bakteri
di permukaan kulit, mata, atau telinga, antibiotik dapat dite rapkan sebagai
salep atau krim. Jika infeksi internal, antibiotik dapat ditelan atau
disuntikkan langsung ke dalam tubuh. Dalam kasus ini, antibiotik dikirim
seluruh tubuh dengan penyerapan ke dalam aliran darah.
Antibiotik berasal dari kata Yunani tua, yang merupakan gabungan
dari kata anti (lawan) dan bios (hidup). Kalau diterjemahkan bebas
menjadi "melawan sesuatu yang hidup". Antibiotika di dunia kedokteran
digunakan sebagai obat untuk memerangi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri atau protozoa. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat
membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara
semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika
sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba.
Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya
penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif
yang setinggi mungkin. Artinya, antibiotik tersebut haruslah bersifat
sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk inang/hospes
(Gan dan Setiabudy, 1987). Usaha untuk mencari antibiotik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Produk alami yang disentesis oleh
mikroorganisme menjadi sangat penting.
Praduk antikoagulan, antidepresan, vasodilator, her4bisida,
insektisida, hormon tanaman, enzim, dan inhibitor enzim telah diisolasi
dari mikroorganisme.
Penggunaan antibiotika secara komersial, pertamakali dihasilkan
oleh fungi berfilamen dan oleh bakteri kelompok actinomycetes. Daftar
sebagian besar antibiotika yang dihasilkan melalui fermentasi industri
berskala-besar. Seringkali, sejumlah senyawa kimia berhubungan dengan
keberadaan antibiotika, sehingga dikenal famili antibiotik. Antibiotika
dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimianya . Sebagian besar
sebagian diketahui efektif menyerang penyakit fungi. Secara ekonomi
dihasilkan lebih dari 100.000 ton antibiotika per tahun, dengan nilai
penjualan hampir mendekati $ 5 milyar. Beberapa antibiotika yang
dihasilkan secara komersial (Sumber:Brock & Madigan,1991).

B. PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK
1. Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya :
 Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan
Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin
 Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone,
Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik,
terutama dari golongan
 Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline
 Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin,
valinomycin;Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa
atau sulfonamida,
 Antimetabolit, misalnya azaserine.
2. Penggolongan Antibiotik berdasarkan daya kerjanya :
 Bakterisid: Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi
kuman. Termasuk dalam golongan ini adalah penisilin,
sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol ,
polipeptida,rifampisin, isoniazid dll.
 Bakteriostatik: Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah
atau menghambat pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya,
sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan
tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,
makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll. Manfaat dari
pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya
terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-
pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada
kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai
antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.
3. Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :
 Spektrum luas (aktivitas luas): Antibiotik yang bersifat aktif
bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif
dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah
sulfonamid, ampisilin,sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
rifampisin.
 Spektrum sempit (aktivitas sempit): Antibiotik yang bersifat aktif
bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja,bakteri gram
positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin,
klindamisin, kanamisin,hanya bekerja terhadap mikroba gram-
positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap
kuman gram-negatif.

C. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK KOMBINASI


1. Pada infeksi campuran, misalnya kombinasi obat-obat antikuman dan
antifungi atau, dua antibiotik dengan spektrum sempit (gram positif +
gram negatif) untuk memperluasaktifitas terapi : Basitrasin dan
polimiksin dalam sediaan topikal.
2. Untuk memperoleh potensial, misalnya sulfametoksazol dengan
trimetoprim (=kotrimoksazol) dan sefsulodin dengan gentamisin pada
infeksi pseudomonas. Multi drugtherapy (AZT + 3TC + ritonavir )
terhadap AIDS juga menghasilkan efek sangat baik.
3. Untuk mengatasi resistensi, misalnya Amoksisilin + asam klavulanat
yang menginaktivir enzim penisilinase.
4. Untuk menghambat resistensi, khususnya pada infeksi menahun seperti
tuberkulosa (rifampisin + INH + pirazinamida ) dan kusta (dapson +
klofazimin dan /atau rifampisin).
5. Untuk mengurangi toksisitas, misalnya trisulfa dan sitostatika, karena
dosis masingmasing komponen dapat dikurangi.

D. PENGERTIAN KLORAMFENIKOL
Pengertian Kloramfenikol adalah suatu antibiotik spektrum luas
yang berasal dari beberapa jenis Streptomyces misalnya S.venezuelae, S.
phaeochromogenes var. chloromyceticus dan S. amiyamensis. Setelah
para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya, maka sejak tahun 1950
kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total. S. venezuelae pertama
kali diisolasi oleh Burkhoder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang
diambil di Venezuela. Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktivitas
terhadap beberapa bakteri gram negatif dan riketsia (Wattimena, 1991).
Kloramfenikol merupakan antibiotika yang berspektrum luas,
namun penggunaan yang lama dan dosis yang cukup besar dapat
menimbulkan kelainan pada pematangan sel darah merah, peningkatan
kadar besi dalam serum dan anemia, bahkan dapat pula menimbulkan
shock sirkulasi yang parah. Dengan demikian, penggunaan kloramfenikol
sebagai anti infeksi menjadi terbatas mengingat efek sampingnya pada
darah yang membahayakan kesehatan. Oleh karena itu perlu
pengembangan formulasi sediaan agar kloramfenikol lebih efektif pada
dosis yang lebih rendah sehKloramfenikol (Dirjen POM, 1979).
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang mempunyai
aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid.
Kloramfenikol memiliki nama kimia 1- (pnitrofenil)- dikloroasetamido-
1,3-propandiol, rumus molekul C11H12Cl2N2O5 dan memiliki struktur.
Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan
dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling
rendah. Dalam basa akan terjadi penyabunan ikatan amida dengan cepat.
Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna.
Oleh karena itu pemberian peroral menonjol (Wattimena, 1990).

E. AKTIVITAS MIKROBA KLORAMFENIKOL


Kloramfenikol bertindak menghambat sintesis protein dengan cepat
tanpa mengganggu sintesis DNA dan RNA. Kloramfenikol dihasilkan
melalui fermentasi, tetapi sekarang telah dihasilkan melalui sintesis kimia.
Kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang mempunyai efek
terhadap rikets. Penggunaannya perlu diawasi dengan memonitor keadaan
hematologi karena dapat menyebabkan efek hipersensitivitas
(Hadisahputra dan Harahap, 1994). Kloramfenikol merupakan antibiotik
bakteriostatik berspektrum luas yang aktif terhadap organisme-organisme
aerobik dan anaerobik gram positif maupun negatif. Sebagian besar bakteri
gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10 µg/mL, sementara
kebanyakan bakteri gram negatif dihambat pada konsentrasi 0,2 - 5
µL/mL. (Katzung, 2004).
Spektrum kerja tumpang tindih dengan spektrum tetrasiklin secara
luas. Yang perlu digaris bawahi adalah aktivitas yang mencolok terhadap
Salmonella (tergolong penyebab tifus dan paratifus) dan difusi jaringan
yang baik (Wattimena, 1990).

F. HUBUNGAN STRUKTUR DENGAN AKTIVITAS


KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan tersubstitusi yang
mempunyai dua unsur struktur tidak lazim untuk bahan alam yaitu suatu
gugus nitro aromatik dan residu diklor asetil. Gugus R pada turunan
kloramfenikol berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti bakteri
Staphylococcus aureus.
Kloramfenikol (R=NO2) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphyllococcus aureus yang optimal. Untuk mendapatkan senyawa
turunan kloramfenikol baru dengan aktivitas optimal, harus diperhatikan
agar gugus R bersifat penarik elektron kuat dan mempunya sifat lipofilik
lemah. Turunan kloramfenikol yang mempunyai gugus trifluoro lebih aktif
daripada kloramfenikol terhadap E. coli. Turunan yang gugus hidroksilnya
pada C3 terdapat sebagai ester juga digunakan dalam terapi.

G. SIFAT KLORAMFENIKOL

 Sinonim : Chloramphenicolum
 Berat Molekul : 323,13
 Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5
 Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang;
putih sampai putih kelabu atau putih
kekuningan; tidak berbau; rasa sangat
pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap.
 Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air; dalam
2,5 Bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian
propilenglikol P sukar larut dalam Kloroform P
dan dalam eter P
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
 Kegunaan : Antibiotikum, sebagai sampel.ingga efek
Samping obat Berkurang (Sudjaswadi, 1999)
 Persyaratan : Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari
97,0% Dan tidak lebih dari 103,0%
C11H12C12N2O5, dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan dan tidak lebih dari
 Titik Lebur : Antara 1490 dan 1530 C.
 pH : Antara 4,5 dan 7,5. (Farmakope IV, 1995).
 Pengaruh Lingkungan:
Stabilitas Salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui
paling stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar
dan kisaran pH 2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh
hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam suasana basa.
Kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrofilik pada
lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam air, basis adeps
lanae.
 Farmakokinetika :
Dosis kloramfenikol yang umum adalah 50-100 mg/kg/hari.
Setelah pemberian peroral, kristal kloramfenikol diabsobsi dengan
cepat dan tuntas. Dosis oral 1 g menghasilkan kadar darah antara 10-
15 µg/mL. Kloramfenikol palmitat merupakan suatu pro-drug yang
dihidrolisis dalam usus untuk menghasilkan kloramfenikol bebas.
Formulasi parenteralnya, kloramfenikol suksinat, menghasilkan
kloramfenikol bebas melalui hidrolisis, menyebabkan kadar darah
sedikit lebih rendah dibandingkan kadar darah yang dicapai dengan
obat yang diberikan secara oral.
Kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan
dan cairan tubuh. Hal ini meliputi juga sistem saraf pusat sehingga
konsentrasi kloramfenikol dalam jaringan otak dapat setara dengan
konsentrasi dalam serum. Obat ini mengalami penetrasi membran sel
secara cepat. Ekskresi kloramfenikol tidak perlu diubah pada saat
kerja ginjal menurun, namun harus dikurangi dalam jumlah besar
pada kegagalan hati. (Katzung, 2004).
 Cara Pembuatan:
Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh
Streptomyces venezuelae, oraganisme yang pertama kali diisolasi
tahun 1947 dari sample tanah yang dikumpulkan di Venezuela ( Bartz,
1948). Sewaktu struktur materi kristalin yang relatif sederhana
tersebut ditemukan antibiotik, antibiotik ini lalu dibuat secara sintetik.
Biosintesis kloramfenikol pada siklus hidupnya yang normal,
Streptomyces venezuelae akan tumbuh dalam medium yang sesuai
dan menghasilkan jumlah sel maximum, setelah itu berhenti
pertumbuhannya, dan memasuki fase stasioner, akhirnya diikuti oleh
kematian sel vegetatif atau pembentukan spora. Pada stadium ini,
setelah sel-sel berhenti mambelah, metabolit sekunder mulai
diproduksi. Metabolit sekunder mulai di produksi dalam jumlah besar
dan kebanyakan disekresikan ke dalam medium biakan. Kebanyakan
antibiotik merupakan metabolit sekunder.
H. PENGGUNAAN KLINIS
Sebagai obat sistemik, kloramfenikol hampir tidak dipakai lagi
berhubung toksisitasnya yang kuat, resistensi bakteri, dan tersedianya
obat-obat lain yang lebih efektif (misalnya cephalosporin).
Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan secara topikal untuk
pengobatan infeksi mata karena spektrum antibakterinya yang luas dan
kemampuannya mempenetrasi jaringan okuler dan cairan bola mata. Obat
ini tidak efektif untuk infeksi-infeksi chlamydia (Katzung, 2004).

I. IDENTIFIKASI KLORAMFENIKOL
1. Spektrum serapan inframerah zat yang dispersikan dalam kalium
bromida P menunjukkan hanya pada panjang yang sama seperti
pada Kloramfenikol BPFI
2. Waktu retensi puncak utama pada kromatografi Larutan uji sesuai
dengan waktu retensi puncak utama pada kromatogram Larutan
baku yang diperoleh pada Penetapan kadar .
BAB III

HASIL PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat 2. Bahan
a. Tabung reaksi a. Kloramfenikol
b. Rak tabung reaksi b. Air
c. Buret c. Etanol
d. Beaker gelas d. NaOH
e. Botol semprot e. FeCl
f. Plat tetes f. H2SO4
g. Kertas lakmus g. AgNO3
h. Perkamen
i. Pipet tetes
B. HASIL PERCOBAAN

No PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN


Uji organoleptis
A. Warna Putih
1 B. Bau Tidak berbau
C. Rasa Rasa pahit
D. Konsistensi Serbuk
Uji kelarutan
2  sampel + air 0,1 : 30=1:300 Sukar larut
 sampel + alcohol 0,1 : 15,4=1:154 Sukar larut
Uji Ph
3  Sampel + lakmus merah Merah Netral
 Sampel + lakmus biru Biru
Reaksi gugus fungsional
 Zat dalam etanol + → tercium bau khas
4
kloroform + basa alkali isonitril
(dipanskan)
Reaksi khusus
 Sampel + 2 gr NaOH + 3 ml → kuning kuat
air, lalu dipanaskan sampai
mendidih
 Sampel + H2SO4 (p) →kuning
5
 Sampel + H2SO4(p) + air →kuning tipis

 Sampel + HNO3 →kuning

 Sampel + AgNO3 →abu-abu

 Sampel + FeCl3 →kuning cokelat ↓


putih
6 Kesimpulan Kloramfenikol
BAB IV

PEMBAHASAN DAN KESIMPLAN

A. PEMBAHASAN
Mikroorganisme bisa memberikan kontribusi dalam Penemuan
antibiotik yang telah menghantarkan pada terapi obat dan industri obat ke
era baru. Karena adanya penemuan penisilin dan produk-produk lain
sekresi fungi, aktinomiset, dan bakteri lain, maka kini telah tersedia obat-
obat yang manjur untuk memerangi penyakit infeksi bakteri. (Anonymous-
a08)
Antibiotik adalah substansi yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang sangat rendah. Salah satu
antibiotik yang banyak digunakan adalah golongan tetrasiklin untuk
menghambat sintesis protein bakteri (Anastasia, 2011).
Pada pratikum kali ini kami melakukan uji identifikasi Golongan
antibiotik Kloramfenikol. Kloramfenikol itu sendiri suatu antibiotik
spektrum luas yang berasal dari beberapa jenis Streptomyces misalnya
S.venezuelae, S. phaeochromogenes var. chloromyceticus dan S.
amiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya, maka
sejak tahun 1950 kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total. S.
venezuelae pertama kali diisolasi oleh Burkhoder pada tahun 1947 dari
contoh tanah yang diambil di Venezuela. Filtrat kultur cair organisme
menunjukkan aktivitas terhadap beberapa bakteri gram negatif dan riketsia
(Wattimena, 1991).
Kloramfenikol merupakan antibiotika yang berspektrum luas,
namun penggunaan yang lama dan dosis yang cukup besar dapat
menimbulkan kelainan pada pematangan sel darah merah, peningkatan
kadar besi dalam serum dan anemia, bahkan dapat pula menimbulkan
shock sirkulasi yang parah. Dengan demikian, penggunaan kloramfenikol
sebagai anti infeksi menjadi terbatas mengingat efek sampingnya pada
darah yang membahayakan kesehatan. Oleh karena itu perlu
pengembangan formulasi sediaan agar kloramfenikol lebih efektif pada
dosis yang lebih rendah Kloramfenikol (Dirjen POM, 1979).
Pada uji identifikasi kita lakukan uji Pendahuluan hasil yang
didapati:
 Warna : Putih
 Bau : Tidak Berbau
 Rasa : Pahit
 Konsistensi : Serbuk

Selanjutnya lakukan Uji Kelarutan didapat hasil bahwa


kloramfenikol 1:30ml (sukar larut dalam air) dan 1:154ml (sukar larut
dalam alkohol), Lalu selanjutnya jita lakukan uji PH atau keasaman
ternyata kloramfenikol memiliki Ph netral, Langkah selanjutnya lakukan
uji Gugus Fungsional dengan cara :

Pemeriksaan amin alfatik primer dan aromatic (reaksi isonitril):

 Zat dalam etanol + kloroform + basa alkali (dipanaskan)


tercium bau khas isonitril

Lalu selanjutnya untuk menegaskan bahwa sampel adalah


Antibiotik Kloramfeniko kita lakukan uji Reaksi Khusus dengan cara :

 Sp + 2Naoh + 3ml air panaskan Larutan kuning


 Sp + H2SO4 kuning
 Sp + H2SO4 (p) kuning + H2O kuning tipis
 Sp + HNO3 kuning tipis
 Sp + Fecl 3 abu-abu
 Sp + Fecl 3 kuning coklat endapan putih
B. Kesimpulan
Dari hasil percobaan kami dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel
adalah golongan antibiotik Kloramfenikol karena dari pengujian yang
kami lakukan hasil nya semua sama dengan yang tertera pada lieteratur
panduan Pratikum.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8.


Penerjemah dan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit
Salemba Medika, Surabaya. Hlm 37-41

Wattimena, J. R., 1991. Farmakodinami Dan Terapi Antibiotik. Gajah Mada


University Press, Yogyakarta. Hlm 1, 187

Hadisahputra, S., Harahap, U. 1994. Biokimia Dan Farmakologi Antibiotik.


USU Press, Medan. Hlm 38-39

Anastasia, Yessy, 2011, Teknik Analisis Residu Golongan Tetrasiklin Dalam


Daging Ayam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Buletin Teknik
Pertanian, Vol. 16, No. 2, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor.

Arifin, Helmi, Vivi Delvita, dan Almahdy A., 2007, Pengaruh Pemberian
Vitamin C Terhadap Fetus Pada Mencit Diabetes, Jurnal Sains Dan
Teknologi Farmasi, Vol. 12, No. 1, Universitas Andalas.

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2012, Kimia Farmasi Analisis,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta (hal 1).

Putra, Effendy De Lux, 2002, Penetapan Kadar Ampisilin Dalam Tablet


Dengan Nama Generic Dan Dagang Menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT), Majalah Farmasi Indonesia, 13(4), Universitas
Sumatera Utara.

Sudjaswadi, Riswaka, 1999, Peningkatan Daya Hambat Kloramfenikol


Terhadap Staphylococcus Aureus Atcc 25923 Dan Escherichia Coli
Atcc 25922 Karena Campuran Polietilenglikol 4000-Tween 80 (1:1), Sigma,
Vol. II, No. 1, Universitas Gadjah Mada.
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM KIMIA FARMASI
“IDENTIFIKASI AMOXICILLIN DAN AMPISILIN”

Dosen Pengampu:
Elly Mulyai, M.Farm.,Apt
Herlina, S.Si

Disusun Oleh
Kelas B2
Nama :
Ayu Mika Dewi (16091013)
Bunga Maulidini (16091016)
Cica Utami (16091019)
Delsa Ratna Sari (16091022)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU
2017
GOLONGAN ANTIBIOTIK
A. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu mengidentikfikasi berbagai senyawa antibiotik.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada
analisis kualitatif antibiotik.
B. Dasar Teori
Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan,
bios = hidup. Antibiotika adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba
terutama fungi dan bakteri tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan
atau membasmi mikroba jenis lain, sedangkan toksisitasnya terhadap
manusia relatif kecil. Antibiotik pertama kali ditemukan oleh sarjana
Inggris dr.Alexander Fleming (Penisilin) pada tahun 1928. Tetapi
penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun
1941 oleh dr.Florey. Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik
diisolir oleh penyelidik- penyelidik lain di seluruh dunia, namun
toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat.
Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis atau semisintetis. (Gandjar,
Ibnu Gholib.2012).
1. Mekanisme Kerja Antibiotik
Mekanisme kerja antibiotika antara lain :
a. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding
sel tidak sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari
plasma, akhirnya sel akan pecah, seperti penisilin dan sefalosporin.
b. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari
membran sel dikacaukan pembentukannya, hingga bersifak lebih
permeabel akibatnya zat-zat penting dari isi sel dapat keluar seperti
kelompok polipeptida.
c. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna
terbentuk seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol,
makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
d. Mengganggu pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA)
akibatnya sel tidak dapat berkembang seperti metronidasol,
kinolon, novobiosin, rifampisin.
e. Menghambat sintesa folat seperti sulfonamida dan trimetoprim.
(Anief. Moh.2005)
2. Penggolongan Antibiotik
a. Pengolongan Berdasarkan Luas Aktivitas Kerjanya, Zat-zat
dengan aktivitas sempit (narrow spektrum), Zat yang aktif
terutama terhadap satu atau beberapa jenis bakteri saja (bakteri
gram positif atau bakteri gram negatif saja). Contohnya
eritromisin, kanamisin, klindamisin (hanya terhadap bakteri gram
positif), streptomisin, gentamisin (hanya terhadap bakteri gram
negatif saja).
b. Zat-zat dengan aktivitas luas (broad spektrum), Zat yang
berkhasiat terhadap semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram
positif maupun gram negatif. Contohnya ampisilin, sefalosporin,
dan klorampenikol.
1) Pengolongan Berdasarkan Mekanisme Kerja
a) Penghambatan sintetis dinding bakteri
b) Penghambat membran sel
c) Penghambatan sintetis protein di ribosom
d) Penghambatan sintetis asam nukleat
e) Penghambatan metabolik (antagonis folat)
2) Pengolongan Berdasarkan Daya Kerjanya
a) Bakterisid, Antibiotika yang bakterisid secara aktif
membasmi kuman. Termasuk dalam golongan ini adalah
penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar),
kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin, isoniazid dll.
b) Bakteriostatik, Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan
mencegah atau menghambat pertumbuhan kuman, tidak
membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat
tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam
golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,
makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll.
3) Pengolongan Berdasarkan Struktur Kimianya
a) Golongan Aminoglikosida, Diantaranya amikasin,
dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin,
paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.
b) Golongan Beta-Laktam, Diantaranya golongan
karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem),
golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim,
sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik,
dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).
c) Golongan Glikopeptida, Diantaranya vankomisin,
teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
d) Golongan Poliketida, Diantaranya golongan makrolida
(eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin),
golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin
(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
e) Golongan Polimiksin, Diantaranya polimiksin dan kolistin.
f) Golongan Kinolon (fluorokinolon), Diantaranya asam
nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,
levofloksasin, dan trovafloksasin.
g) Golongan Streptogramin, Diantaranya pristinamycin,
virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
h) Golongan Oksazolidinon, Diantaranya linezolid dan
AZD2563.
i) Golongan Sulfonamida, Diantaranya kotrimoksazol dan
trimetoprim.
j) Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol,
klindamisin dan asam fusidat. (Anonim.2000).
C. Amoksisilin (C16H19N3O5S)

Struktur Kimia Amoxicillin


1. Uji Pendahuluan
a) Organoleptis : Serbuk hablur putih, praktis tidak berbau.
b) Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
Dalam propilena glikol.
c) Uji pH : Cek sampel dengan sedikit air + kertas lakmus
merah dan biru
2. Reaksi Gugus Fungsional
a) Pemeriksaan amin alifatik primer dan aromatic (reaksi isonitril) Zat
dalam etanol + kloroform + basa alkali (dipanaskan) tercium
bau khas isonitril.
3. Reaksi Khusus
a) Sampel + H2SO4 (p) kuning
b) Sampel + H2SO4 (P) kuning + H2O kuning tipis
c) Sampel + HNO3 kuning tipis
d) Sampel + AgNO3 endapan putih
e) Sampel + FeCl3 abu-abu coklat endapan putih

D. Ampisilin (C16H19N3O4S)
Struktur Kimia Ampisilin

1. Uji Pendahuluan
a) Organoleptis : Asam dan garam berbentuk bubuk kristal halus,
putih, dan higroskopis.
b) Kelarutan : - Garam (mudah larut dalam air dan kloroform,
Larut dalam etanol, agak sukar larut dalam
aseton, tidak larut dalam eter)
- Trihidrat (sukar larut dalam air dan aseton,
tidak larut dalam etanol, eter, dan kloroform)
c) Uji pH : Cek sampel dengan sedikit air + kertas lakmus
merah dan biru
2. Reaksi Gugus Fungsional
a) Pemeriksaan amin alifatik primer dan aromatic (reaksi isonitril) Zat
dalam etanol + kloroform + basa alkali (dipanaskan) tercium
bau khas isonitril.
3. Reaksi Khusus
a) Sampel + 1 ml air + 2 ml Fehling encer (2:6) timbul warna ungu
(fuhsin).
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM PERCOBAAN II
AMOXICILLIN DAN AMPISILIN
A. DASAR TEORI
Amoksisilin merupakan salah satu antibiotikgolongan penisilin
yang banyak beredar di pasaran dan banyak digunakankarena harga
antibiotik golongan ini relatif murah. (Harianto dan Transitawuri, 2006).
Amoksisilin berspektrum luas dan sering diberikanpada pasien
untuk pengobatan beberapa penyakit seperti pneumonia,otitis,sinusitis,
infeksi saluran kemih, peritonitis, dan penyakitlainnya. Obat ini tersedia
dalam berbagai sediaan seperti tablet,kapsul, suspensi oral, dan tablet
dispersible (UNICEF, 2013).
Amoksisilin adalah salah satu senyawa antibiotik golongan beta-
laktam dan memiliki nama kimia alfa-amino-hidroksilbenzil-penisilin.
Obat ini awalnya dikembangkan memiliki keuntungan lebih dibandingkan
ampisilin yaitu dapat diabsorpsi lebih baik di traktus gastrointestinal. Obat
ini tersedia dalam bentuk amoksisilin trihidrat untuk administrasi oral dan
amoksisilin sodium untuk penggunaan parenteral. Amoksisilin telah
menggantikan ampisilin sebagai antibiotik yang sering digunakan di
berbagai tempat (Grayson, 2010).
Secara kimiawi, amoksisilin adalah asam (2S,5R,6R)-6-[[(2R)-2-
Amino-2-(4-hidroksifenil) asetil] amino] -3,3 -dimetil-7 -okso -4-tia -1 -
aza -bisiklo [3.2.0]heptan-2-karboksilat (Kauret al., 2011).
Struktur Kimia Amoxicillin :

Ampisilin merupakan derivat penisilin yang merupakan kelompok


antibiotik β –laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas.
Ampisilin efektif terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif.
Ampisilin digunakan untuk infeksi pada saluran urin yang disebabkan oleh
Escherichia coli dan juga untuk infeksi saluran pernafasan, telinga bagian
tengah yang disebabkan Streptococcus pneumoniae (Brooks, 2001).
Mekanisme kerja ampisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel
bakteri dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida, karena
sintesis dinding sel terganggu maka bakteri tersebut tidak mampu
mengatasi perbedaan tekanan osmosa di luar dan di dalam sel yang
mengakibatkan bakteri mati (Wattimena, 1987).
Ampisilin berupa serbuk hablur, putih dan tak berbau. Dalam air
kelarutannya 1g/ml, dalam etanol absolut 1g/250ml dan praktis tidak larut
dalam eter dan kloroform (Wattimena, 1987).
Struktur Kimia Ampisilin :

B. ALAT DAN BAHAN


1) Alat 2) Bahan
a. Tabung reaksi Amoxicillin Ampisilin
b. Rak tabung reaksi a. Kloroform a. Kloroform (CHCl3)
c. Pipet tetes (CHCl3) b. H2O
d. Plat tetes b. H2SO4 c. Fehling A & B
e. Spatel c. H2O
f. Serbet d. HNO3
g. Lakmus merah dan e. AgNO3
biru f. FeCl3
C. HASIL PERCOBAAN
1. AMOKSISILIN
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1 Uji Organoleptis
- Warna Putih
- Bau Bau Khas
- Rasa Pahit
- Konsistensi Serbuk
2 Uji Kelarutan
- Sampel + Air 0,1 : 30 = 1 : 300 ml Sukar larut
- Sampel + Alkohol 0,1 : 14,9 = 1 : 149 ml Sukar larut
3 Uji pH
- Sampel + lakmus merah Merah
- Sampel + lakmus biru Biru Netral
4 Reaksi Gugus Fungsional
- Zat dalam etanol +
klorofom + basa alkali Bau Khas Isonitril
(dipanaskan) tercium
bau khas isonitril (balon)
5 Reaksi Khusus
- Sampel + H2SO4 Kuning
- Sampel + H2SO4 + H2O Kuning tipis
- Sampel + HNO3 Kuning tipis
- Sampel + Agno3 Endapan putih
- Sampel + Fecl3 Abu-abu coklat
endapan putih
Kesimpulan Amoksisilin
2. AMPISILIN

NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN


1 Uji Organoleptis
- Warna Putih
- Bau Khas
- Rasa Pahit lemah
- Konsistensi Serbuk
2 Uji Kelarutan
- Sampel + Air 0,1 : 20,3 = 1 : 203 Sukar larut
- Sampel + Alkohol 0,1 : 23 = 1 : 230 Sukar larut
3 Uji pH
- Sampel + lakmus merah Merah
- Sampel + lakmus biru Merah Asam

4 Reaksi Gugus Fungsional


- Zat dalam etanol +
klorofom + basa alkali
(dipanaskan) tercium Bau Khas Isonitril
bau khas isonitril (balon)

5 Reaksi Khusus
- Sampel + 1 ml Air + 2
ml Fehling Encer (2:6) Ungu
Timbul Warna Ungu
(Fuhsin)
1 tetes fehling A
3 tetes fehling B
6 Kesimpulan C16H19N3O4S AMPISILIN
3. PEMBAHASAAN
Pada percobaan ini dilakukan analisa secara kualitatif atau uji
identifikasi dari senyawa amoxicillin dan ampisilin. Analisa kualitatif
berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit
yang dituju dalam suatu sampel. Indikator terjadinya reaksi
membuktikan bahwa suatu sampel ditandai dengan terjadinya reaksi
seperti perubahan warna zat, adanya pengendapan, adanya panas,
adanya gelembung dan lain-lain.
Pada identifikasi pertama dilakukan uji organoleptis terlebih
dahulu yang memuat warna, bau, rasa, dan konsistensi. Pada sampel ini
yaitu amoxicillin memiliki warna putih, bau khas obat, rasa pahit, dan
konsistensi berupa serbuk. Setelah uji organoleptis dilakukan uji
kelarutan yaitu apabila sampel ditambah air dimana sampel sebanyak
0,1 gram didapatkan perbandingan yaitu 1 : 300 dengan kelarutan
sukar larut, dan begitu juga dengan sampel ditambaah alkohol, dimana
sampel sebanyak 0,1 gram didapatkan perbandingan yaitu 1 : 149
dengan kelarutan sukar larut. Setelah itu dilakukan uji pH, maka
didapatkan hasil dari pH amoxicillin yaitu bersifat asam.
Amoxicillin memiliki gugus fungsional yaitu apabila sampel
dalam etanol ditambah kloroform ditambah NaOH 1N (dipanaskan)
maka akan tercium bau khas isonitril. Sedangkan pada reaksi khusus,
sampel ditambah H2SO4 menghasilkan warna kuning dan apabila
ditambah H2O akan berubah menjadi kuning tipis, sampel ditambah
HNO3 akan menghasilkan warna kuning, sampel ditambah AgNO3
adanya endapan putih, dan sampel ditambah FeCl3 akan menghasilkan
abu-abu coklat endapan putih.
Sifat fisika dan kimia amoxicillin yaitu mengandung tidak
kurang dari 90,0% C16H19N3O5S dihitung sebagai anhidrat.
Amoxicillin berwarna putih praktis tidak berbau, sukar larut dalam air
dan metanol, tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan
dalam kloroform. Ketika dilarutkan dalam air secara langsung akan
berbentuk suspensi oral dengan pH antara 5-7,5.
Pada identifikasi kedua dilakukan untuk sampel ampisilin, uji
yang dilakukan pertama yaitu uji organoleptis yang memuat bentuk,
warna, bau, rasa, dan konsistensi. Ampisilin memiliki ciri-ciri bentuk
serbuk berwarna putih, rasa pahit lemah, bau khas obat dan konsistensi
berupa serbuk. Uji kelarutan ampisilin dengan menggunakan air dan
alkohol didapatkan bahwa keduanya merupakan zat yang sukar larut
dalam air dengan perbandingan sampel ditambah air 1 : 203 sedangkan
sampel ditambah alkohol 1 : 230.
Pada sampel ampisilin memiliki dua reaksi yaitu yang pertama
reaksi gugus fungsional dan yang kedua reaks khusus, dan uji pH pada
ampisilin yaitu bersifat asam. Pada gugus fungsional sampel
(ampisilin) ditambah etanol ditambah kloroform ditambah NaOH 1N
dipanaskan makan akan tercium bau khas isonitril. Sedangkan pada
reaksi khusus, sampel (ampisilin) ditambah 1 ml H2O ditambah 2 ml
fehling dengan perbandingan 2 : 6 maka akan menghasilkan warna
ungu.
Pada praktikum digunakan perbandingan 1 : 3, 1 tetes untuk
fehling A dan 2 tetes untuk fehling B. Sifat fisika dan kimia ampisilin
yaitu ampisilin berbentuk anhidrat dan trihidrat mengandung tidak
kurang dari 95,0% C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat.
Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam air sekitar 6 mg/ml
pada suhu 20oC dan 10 mg/ml pada suhu 40oC, ampisilin sodium
berwarna hampir putih praktis tidak berbau , serbuk kristal, serbuk
higroskopis sangat larut dalam air, mengandung 0,9% natrium klorida.
4. KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan dari suatu mikroba,
terutama fungi yang dapat menghambat atau membasmi mikroba
jenis lain.
b. Pada hasil identifikasi sampel pertama secara kualitatif
merupakan jenis antibiotik yaitu Amoxicillin/ C16H19N3O5S
c. Pada hasil identifikasi sampek kedua secara kualitatif merupakan
jenis antibiotik yaitu Ampisilin/ C16H19N3O4S
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Muniz, corolina compas. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar :
Yogyakarta. (Hal 1 dan 10).
Sukandar. 2008. Analisa Kimia Farmasi Kualitatif. UNHAS : Makassar.
Dirjen POM.1979.Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2012. Kimia Farmasi Analisis.
Pustaka Belajar : Yogyakarta. (Hal 1).
Anief, Moh. 2005. Farmasetika Cetakan III. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM KIMIA FARMASI
“PARACETAMOL DAN ASAM MEFENAMAT”

Dosen Pengampu:
Elly Mulyani, M.Farm.,Apt
Herlina, S.Si

Disusun oleh:
Deski Ofrodita
Dewi Mayang Sari
Dwi Erica Angraini
Elda Yeni

Kelas B2

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU
2017
A. Dasar Teori

Paracetamol merupakan turunan senyawa sintesis dari p-


aminofenol yang memberik anefek analgesia dan antipiretika. Senyawa ini
dikenal dengan nama lain asetaminofen, merupakan senyawa metabolit
aktif fenasetin, namun tidak memiliki sifat karsinogenik
(menyebabkan kanker). Senyawa ini memilik nama kimia N-asetil-p-
aminofenol atau p-asetamidofenol atau 4’-hidroksiasetanilida. (Depkes RI,
1979)

Obat yang bersifat analgesik (penahan rasa sakit/nyeri) dan


antipiretik (penurun panas/demam) adalah obat yang paling banyak
dikonsumsi masyarakat, karena obat ini dapat berkhasiat menyembuhkan
demam, sakit kepala dan rasa nyeri. Umumnya obat yang bersifat
analgesik dan antipiretik ini mengandung zat aktif yang disebut
asetaminofen atau yang lebih dikenal dengan parasetamol (Rachdiati,
2008).

Analisis kimia merupakan penggunaan sejumlah teknik dan metode


untuk memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari
suatu senyawa obat pada khususnya dan bahan kimia pada umumnya.
Dalam analisis kimia yang paling sering digunakan adalah analisis kimia
secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis
untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan/atau senyawa-senyawa
yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan
dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju
dalam suatu sampel. (Gandjar, 2007)

Analisis kualitatif merupakan suatu proses dalam mendeteksi


keberadaan suatu unsur kimia dalam cuplikan yang tidak di ketahui.
Analisis kualitatif merupakan suatu cara yang paling efektif untuk
mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya
dalam larutan.Dalam metode analisis kualitatif,kita menggunakan
beberapa pereaksi,di antaranya pereaksi golongan dan pereaksi spesifik.
Analisis kualitatatif dapat digunakan untuk menganalisis reaksi-reaksi
khusus senyawa yang mengandung C,H,N,O. (Miessler, 1991)

Parasetamol merupakan zat aktif pada obat yang banyak


digunakan dan dimanfaatkan sebagai analgesik dan
antipiretik. Parasetamol dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan melalui
ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau
menimbulkan pendarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya
adalah menghambat pembentukan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk
melenyapkan atau meredakan rasa nyeri dan menurunkan panas tubuh.
Analisis parasetamol dilakukan untuk memastikan bahwa tablet
parasetamol sesuai dengan kriteria yang tertera pada Farmakope Indonesia
dan memastikan bahwa parasetamol dapat memberikan efek farmakologi
yang diharapkan pada pasien (Ansel, 1989)

Rumus molekul C8H9NO2; Berat molekul 151,16 g/mol; Berat


Jenis 1.293 (air=1); Titik lebur 169-170oC; Titik didih >500oC; Oktanol /
Koefisien partisi air (P) log P 0,49. Penampilan kristal berwarna atau
bubuk kristal putih. Sangat sedikit larut dalam air dingin; cukup larut
dalam air panas.
1. Sifat Zat Berkhasiat
Menurut Dirjen POM. (1995), sifat-sifat Parasetamol adalah
sebagai berikut:
a. Sinonim : 4-Hidroksiasetanilida
b. Berat Molekul : 151.16
c. Rumus Empiris : C8H9NO2.

d. Rumus bangun : HO NHCOCH3


e. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih
Dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan.
f. Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, pahit
g. Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
Hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol.
h. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus
Cahaya.
i. Jarak lebur : Antara 168⁰ dan 172⁰ . (DitJen POM, 1995).
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan
kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2
jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak
berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik
atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari
pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon yang
sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis
normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi
nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein
hati. (Lusiana Darsono 2002).
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga
berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol
dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol
merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek
iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,
demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.
(Mahar Mardjono 1971)

Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan


siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat
menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat
siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang
menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek
pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan
pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.
Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung
prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini
menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa
prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian
prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh
sebab lain, seperti latihan fisik (Aris, 2009)

Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid,


bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh
dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga mempunyai efek
analgesik, anti inflamasi dan antipiretik. Cara Kerja Asam mefenamat
adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain
yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim
cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek
antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik. Asam mefenamat
mempunyai khasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi. Asam mefenamat
merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukan kerja pusat dan juga
kerja perifer. Dengan mekanisme menghambat kerja enziim
sikloogsigenase (Goodman, 2007).
MONOGRAFI

Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; melebur


pada suhu ± 2300 C disertai peruraian.

Kelarutan :Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut dalam


kloroform, sukar larut dalam etanol dan metanol,
praktis tidak larut dalam air.

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya


(Anonim,1995).

Khasiat : Analgetik (Anonim, 1995)

Dosis : 500 mg (Anonim, 1995)

Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu


hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi
dalam plasma dan urin. Asam mefenamat dan metabolitnya berkonjugasi
dengan asam glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin,
tetapi ada juga sebagian kecil yang melalui feces. Pada pemberian dosis
tunggal, 67% dari total dosis diekskresikan melalui urin sebagai obat yang
tidak mengalami perubahan atau sebagai 1 dari 2 metabolitnya. 20-25%
dosis diekskresikan melalui feces pada 3 hari pertama. (Mahar Mardjono
1971)
Asam mefenamat dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri
sedang dalam berbagai kondisi seperti nyeri otot, nyeri sendi, nyeri ketika
atau menjelang haid, sakit kepala dan sakit gigi. Secara terperinci efek dari
asam mefenamat antara lain:

1. Nyeri perut ketika masa menstruasi (dysmenorrhoea)


2. Pendarahan yang tidak normal pada saat menstruasi
3. Sakit kepala
4. Penyakit yang disertai dengan radang
5. Nyeri otot (myalgia)
6. Osteoarthritis
7. Nyeri dan inflamasi
8. Nyeri pada saat melahirkan
9. Nyeri ketika dioperasi
10. Sakit gigi (Mahar Mardjono 1971)
Asam mefenamat bekerja dengan membloking aktivitas dari suatu
enzim dalam tubuh yang dinamakan siklooksigenase. Siklooksigenase
adalah enzim yang berperan pada beberapa proses produksi substansi
kimia dalam tubuh, salah satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin
diproduksi dalam merespons kerusakan/adanya luka atau penyakit lain
yang mengakibatkan rasa nyeri, pembengkakan dan peradangan.
Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat
dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang,
PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator
atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin,
serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada
reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator
potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan
postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi
bukan sebagai vasodilator universal. Selain PG dari alur sikooksigenase
juga dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2 berkemampuan menginduksi
agregasi platelet maupun reaksi pembebasan platelet. .(Lusiana Darsono
2002).

B. Alat dan Bahan

1. Paracetamol
Bahan :
Alat :
 Pipet tetes  NaHCO3
 Plat tetes  HCl(p)
 HCl(encer)
 Tabung reaksi
 FeCl3 1%
 Beker glass  NaOH
 Serbet  NaNO2 10%
 Rak tabung reaksi  FeCl3(p)
 Buret  HNO3(p)
 HNO3(encer)
 Kertas lakmus merah
 K2CRO7
 Kertas lakmus biru

2. Asam Mefenamat
Alat : Bahan :
 Pipet tetes  NaHCO3
 Plat tetes  HCl(p)
 Tabung reaksi  HCl(encer)
 Beker glass  FeCl3 1%
 Serbet  NaOH
 Rak tabung reaksi  Metanol
 Buret  Marquis
 Kertas lakmus merah
 Kertas lakmus biru
C. HASIL PERCOBAAN

1. Parasetamol
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1 Uji Organoleptik
- Warna - Putih
- Bau - Tidak berbau
- Rasa - Sedikit pahit
- Konsistensi - Serbuk
2 Uji Kelarutan
- Sampel + Air - 1 : 18 Larut
- Sampel + Alkohol - 1: 17 Larut
3 Uji pH
- Sampel + Lakmus merah - Merah Asam
- Sampel + lakmus biru - Merah
4 Reaksi Gugus Fungsional
- Sp + 1ml air + NaHCO3 - ↓ Putih
/HCl+3 tetes FeCl3 1% →
biru-ungu lemah
- Sp + 10mg + 1ml NaOH - ↓ Kekuningan
+ NaNO2 10% → merah
5 Reaksi Khusus
- Sp + FeCl3 → biru- ungu - Biru-ungu muda
muda
- Sp + HCl(e) + NaNO2→ - Kuning
Kuning
- Sp + HCl(p) + 10ml air → - Kuning kehijauan
dinginkan + K2CrO7→
Kuning kehijauan - Putih kekuningan
- Sp + HNO(e) → Putih
kekuningan - Jingga
- Sp + HNO(p) → Jingga
6 Kesimpulan PARASETAMOL (C8H9NO2)
2. Asam Mefenamat

NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN


1 Uji Organoleptik
- Warna - Putih
- Bau - Tidak berbau
- Rasa - Pahit
- Konsistensi - Serbuk
2 Uji Kelarutan
- Sampel + Air - 1 : 900 Sukar Larut
- Sampel + Alkohol - 1: 75 Agak SukarLarut
3 Uji pH
- Sampel + Lakmus merah - Merah
- Sampel + lakmus biru - Merah ASAM
4 Reaksi Gugus Fungsional
- Sp + 1ml air + NaHCO3
/HCl+3 tetes FeCl3 1% → - Kuning
biru-ungu lemah

5 Reaksi Khusus
- Sp + FeCl3 → biru- ungu - Orange pudar
muda kekuningan
- Sp + Metanol + - Bau gandapura
H2SO4→Bau gandapura
- Sp + NaOH →diamkan +
HCl → Endapan - Endapan
- Sp + Marquis →
kuning - Kuning

6 Kesimpulan Asam Mefenamat (C15H15NO2)

D. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kami mengidentifikasikan obat golongan


analgetika dan antipiretika. Pada pratikum ini obat yang akan diidentifikasi
adalah parasetamol dan asam mefenamat. Selain memiliki khasiat
analgetika parasetamol juga memiliki khasiat sebagai anti inflamasi.

Identifikasi pertama yaitu parasetamol, dimana hal pertama yang


dilakukan yaitu uji organoleptis meliputi warna, bau,rasa dan kosentrasi.
Parasetamol memiliki warna putih, bau yang khas dan rasa yang agak
pahit. Selanjutnya dilakukan uji kelarutan yang menggunakan air 0,1 : 1,8
dengan perbandingan 1 : 18 ml yang berarti larut dalam air, sedangkan
dengan alkohol 0,1 : 1,7 ml dengan perbandingan 1 : 17 ml yang berarti
larut dalam alkohol.

Kemudian dilakukan uji PH dengan menggunakan kertas lakmus


dimana PH parasetamol yaitu awanya netral namun lama-kelamaan
menjadi asam. Lakmus biru berubah menjadi merah. Uji selanjutnya yaitu
uji gugus fungsional dengan besi(III) klorida, sampel ditambah 1 ml air,
ditambah NaHCo3 akan berbentuk warna biru sampai warna ungu lemah.
Namun hasil praktikum yang didapat sampel berwarna putih. Reaksi gugus
fungsional kedua dengan gabungan asam sulfonilat terdiazotasi. Sampel
ditambah dengan NaoH 3 N lalu tambah as. Sulfal dan larutan NaNO2
10% beberapa tetes sama banyak, lalu akan terbentuk warna merah.
Selanjutnya reaksi khusus parasetamol:
1. Sampel + FeCl3 (p) → biru-ungu muda
2. Sampel +HCL (encer) + NaNO2 → kuning
3. Sampel + HCl (p) + 10 ml air → didinginkan + K2CrO7 → kuning
kehijauan
4. Sampel + HNO3 (encer) → putih kekuningan
5. Sampel + HNO3 (p) → merah coklat/jingga
Semua pengujian pada reaksi khusus sesuai dengan literatur yang
dapat, namun adanya hasil praltikum yang didapat sedikit berbeda dengan
literatur hal tersebut dikarenakan reagen mungkin sudah tercemar atau
terkotaminasi.

Identifikasi kedua yaitu Asam Mefenamat, pertama dilakukan uji


organoleptik meliputi warna, bau, rasa dan konsistensi dimana Asmef
memiliki warna kuning, tidak berbau, rasa pahit serta konsistensi berupa
serbuk.

Selanjutnya dilakukan uji kelarutan dengan air dan alkohol. Untuk


kelarutan sampel terhadap air diperoleh perbandingan 1: 900 ml yang
berarti sukar larut, sedangkan kelarutan sampel terhadap alkohol diperoleh
perbandingan 1 : 75 ml yang berarti agak sukar larut. Uji selanjutnya
dilakukan uji PH, dimana asam mefenamat bersifat asam karena dapat
memerahkan kertas lakmus biru.

Uji selanjutnya dilakukan uji gugus fungsional, untuk asam


mefenamat reaksi gugus fungsional yang dilakukan yaitu reaksi besi (III)
klorida dengan cara sampel ditambah 1 ml air kemudian ditetesi dengan 1
tetes HCl(e) dan NaHCO3 1 tetes lalu direaksikan dengan 2 tetes FeCl3 1%
sehingga diperoleh hasil warna biru menjadi ungu lemah. Namun, hasil
praktikum yang diperoleh saat di laboratorium kami tidak sesuai dengan
literatur yang ada, dimana hasil yang didapat yaitu warna hilang dan
terbentuk warna kuning berbusa.

Pengujian terakhir yaitu uji reaksi khusus, pertama sampel


ditambah FeCl 1% berubah menjadi orange pudar kekuningan. Reaksi
kedua, sampel ditambah metanol lalu tambahkan H2SO4 maka akan timbul
bau seperti gandapura. Reaksi ketiga, sampel ditambah NaOH kemudian di
diamkan lalu tambah HCl maka akan terbentuk warna endapan putih.
Terakhir, sampel ditambah marquis akan terbentuk warna kuning.

E. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan,dapat disimpulkan
bahwa:
1. Uji organoleptik

 Parasetamol : Warna putih, tidak berbau, rasa sedikit


Pahit, konsistensi serbuk.

 Asam Mefenamat : warna kuning, tidak berbau, rasa pahit,


Konsistensi serbuk
2. Uji kelarutan
 Parasetamol larut dalam air dan alkohol
 Asmef sukar larut dalam air dan agak sukar larut dalam etanol
3. Uji PH
 Parasetamol bersifat asam
 Asam Mefenamat bersifat asam
4. Uji Gugus Fungsional
a. Paracetamol
 Sampel + 1 ml air dinetralkan dengan NaHCO3 atau HCl, lalu
direaksikan dengan 2 tetes larutan FeCl3 1% yang dibuat segar.
Jika ada asam hidroksi aromtic, fenol, pirazolon atau fenotiazin
→ biru sampai ungu lemah
 Sampel 10 mg dilarutkan dalam 1 ml 3 N NaOH. Tambahkan
campuran segar yang terdiri atas larutan asam sulfat dan larutan
NaNO2 10% sama banyak. Warna merah berbentuk pada zat
yng mudah.
b. Asam Mefenamat
 Reaksi besi (III) Klorida: Sampel + 1 ml air dinetralkan dengan
NaHCO3 atau HCl, lalu direaksikan dengan 2 tetes larutan
FeCl3 1% yang dibuat segar. Jika ada asam hidroksi aromtic,
fenol, pirazolon atau fenotiazin → biru sampai ungu lemah
5. Uji reaksi khusus
a. Paracetamol
 Sampel + FeCl3 (p) → biru-ungu muda
 Sampel +HCL (encer) + NaNO2 → kuning
 Sampel + HCl (p) + 10 ml air → didinginkan + K2CrO7 →
kuning kehijauan
 Sampel + HNO3 (encer) → putih kekuningan
 Sampel + HNO3 (p) → merah coklat/jingga
b. Asam Mefenamat
 Sp + FeCl3 1% →orange pudar kekuningan
 Sp + metanol + H2SO4(P) →Bau gandapura
 Sp + NaOH → Diamkan + HCl → ↓ putih
 Sp + marquis → kuning
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Penerjemah: Farida Ibrahim. Penerbit Universitas
Indonesia Press. Jakarta.

Rachdiati, Henny dan Ricson P Hutagaol dan Erna Rosdiana. Penentuan Waktu
Kelarutan Parasetamol Pada Uji Disolusi. Nusa Kimia Jurnal Vol.8
No.1 : 1-6, Juni 2008. FMIPA UNB.

Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis,


Pustaka Pelajar, Yogyakarta. (Hal. 1 dan 10)

Missler,G.L dan Tarr,D.A 1991. Inorganic Chemistry,Prentik.Hal inc . London.

Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta:


DepartemenKesehatan Republik Indonesia. Halaman 4, 43, 649.

Darsono Lusiana. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan


Parasetamol. JKM. Vol.2.No.1.
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM KIMIA FARMASI
”GOLONGAN ANALGETIK DAN ANTIPIRETIK”
“METAMPIRON DAN ASAM SALISILAT”

Disusun Oleh :

Ferly Sasmita (16091043)

Friska Mairista (16091047)

Hinipah Hilipsi (16091051)

Kelas B2

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

AKADEMI FARMASI AL-FATAJ BENGKULU

2017
GOLONGAN ANALGETIK

METAMPIRON
A. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai senyawa analgetik.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada


analisis kualitatif analgetik

B. DASAR TEORI

Analgetik merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan


mengurangi rasa sakit atau nyeri diakibatkan oleh berbagai rangsangan
pada tubuh misalnya rangsangan mekanis/kimiawi dan fisis sehingga
menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator
nyeri seperti Brodikinin dan prosfoklandin yang akhirnya mengaktifasi
reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak yang secara umum
dapat dibagi dalam dua golongan yaitu analgetik dan markotik (seperti :
asetfosal, pet) dan analgetik markotik (seperti : morfin, rachadin, 2009).
Metanpiron adalah turunan dirazolan yang berkhasiat sebagai obat
antibiotic – analgesic atau biasa disebut sebagai senyawa analgetik non
narkotik yang bekerja sebagai analgetik dan anti inflasiasi, merupakan
natrium sulfanat dari mainapitin (Hasibuan, 2009).
Metampiron (H13, H, 6 n3 N2 O4, H2O) memiliki bobot molekul
351.4 titik lebur. Metapiron 172 °C larut dalam 1,5 bagian air, 30 bagian
etmol, praktis dan tidak larut dalam eter, asetan, benzene dan klorofon,
metampiron memiliki panjang gelombangan serapan maksium yang
berbeda pada pelarut yang lain. Metapiron dan finilbutason memiliki
kemiripan pada struktur molekulnya dan merupakan kombinasi obat
analgetik anti peritek yang masih ditemukan di pasaran (Sokwandhi, 2007)
C. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
- Tabung reaksi - Metampiron
- Rak tabung reaksi - NaHCO3
- Pipet tetes - HCL (e)
- Spatel - Aquadest
- Plat tetes - FeCl3
- Erlemayer - H2SO4
- Beaker glass - Mayer AgNo3
- Lakmus merah dan biru - Bouchardat
- Titan yellow
- NaOH
D. HASIL PERCOBAAN
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1 Uji Organoleptik
a. Warna Putih kuning pucat
b. Bau Tidak berbau
c. Rasa Agak pahit
d. Konsistensi Serbuk
2 Uji Kelarutan
a. Sampel + Air 0,1g:3ml = 1g:30ml Agak sukar
b. Sampel + Alkohol 0,1g:9,1ml=1g:91ml Agak sukar
3 Uji pH
a. Sampel + Lakmus Merah Merah Netral
b. Sampel + Lakmus Biru Biru

4 Reaksi Gugus Fungsional


a. Reaksi besi (III) klorida
S + 1 ml air + NaHCO3
/HCL, lalu diraksikan
dengan 2 tetes larutan
FeCl3 1% yang dibuat Biru Kuning
segar. Jika ada asam
Bau khas
hidroksi aromatic, fenol,
enol, pirazolon, atau
fenotiazin biru sampai
ungu lemah
5 Reaksi Khusus
a. S + FeCl3 ungu biru Ungu biru orange
Hijau orange.
b. S + HCL (e) + NaNo2 Biru kuning
Biru kekuningan
kuning
c. S + AgNo3 abu-abu, Abu-abu
ungu keruh gemerlapan
d. S + Mayer putih Putih
e. S + Bouchardat coklat Coklat hitam
hitam coklat muda Coklat muda
f. S + H2SO4 rossa Rossa
g. S + titan yellow + NaOH
Merah jonjot Merah jonjot
6 Kesimpulan Metampiron C13H16N3NaO4
E. PEMBAHASAN
Praktikum analgetik ini akan mengidentifikasi suatu sampel yang di
dalamnya terdapat zat lobat analgetik. Analgetik atau obat penghilang rasa
nyeri zat-zat mengurangi, menghilangi kesadaran (berbeda dengan anastesi
umum). Rasa nyeri sebenarnya merupakan tanda adanya gangguan-
gangguan tubuh seperti peradangan (rematik/encok), infeksi kuman maupun
kejang. Obat dan didapatkan hasil praktikum dari obat analgetik yaitu :
Uji organaleptik dari metampiran adalah, keadaan warna putih, bau
tidak berbau, rasa agak pahit dan dengan konsentrasiberupa serbuk – hal
tersebut sesuai dengan buku acuan atau literature yang tertera.
Uji kelarutan pada sampel (+) air dengan hasil uji kelarutan yaitu pada
sampel 0,1 gram dan air 1 ml. Jadi perbandingan 1 : 10 yaitu mudah larut,
sedangkan sampel (+) dialkohol dengan hasil uji kelarutan yaitu pada
sampel 0,1 gram dan alcohol 0,6 ml. Jadi perbandingan 1 : 6 yaitu mudah
larut.
Uji PH sampel (+) lakmus merah yaitu tetap berwarna merah dan
sampel (+) lakmus biru yaitu tetap berwarna biru maka menunjukkan
sampel bersifat netral.
Reaksi gugur fungsional yaitu reaksi besi (III) klorida dengan sampel 1
ml air dinetralkan dengan naHco3 atau Hcl lalu direaksikan dengan dua
tetes larutan Fecl3 1%. Jika ada asam hidroksi aromatic, fenal, prazelan atau
fenotrazin ► biru sampai ungu lemah.
Reaksi khusus dari :
a. Sampel (+) HCl (e) + Nano → biru kekuningan → kuning
b. Sampel (+) FeCl3 → ungu biru→ hijau → orange
c. Sampel (+) AgNO → abu-abu→ ungu keruh gemerlapan
d. Sampel (+) Mayer → putih
e. Sampel (+) Bouchardat → coklat hitam → coklat muda
f. Sampel (+) H2SO4 (p) → Rosa
g. Sampel (+) Titan Yellow (+) NaOH → merah jonjot.
F. KESIMPULAN
1. Pada pratikum kali ini dapat disimpulkan bahwa metampiron :
a. Uji organoleptis :
 Warna : putih sampai kuning pucat
 Bau : tidak berbau
 Rasa : agak pahit
 Kosistensi : serbuk
2. Reaksi khusus dari metampiron :
 Sampel (+) HCl (e) + nano→ biru kekuningan → kuning
 Sampel (+) FeCl3 → ungu biru → hijau → orange
 Sampel (+) Agnoz → abu-abu→ ungu keruh gemerlapan
 Sampel (+) mayer → putih
 Sampel (+) bau chardat → coklat hitam → coklat muda
 Sampel (+) H2SO4 (p) → Rosa
 Sampel (+) tetan yellow (+) NaoH → merah jonjot

G. DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, sri Rohamoh, 2009, pengaruh pemberian Vit C terhadap efek
analgetik, metampiron pada marmot, skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soewandi, SundariWureina, dkk, 2007, pengaruh milling terhadap laju
disolusi campuran metampiron – fenilbutazon (7,3) Majalah ilmu
Kefarmasian, V01 4 no 2.
Goodman and aliman, 2007, pasar farmakologi terafi edisi no 10,
diterjemahkan oleh amalia. Penerbit buku Kedokteran CGC. Jakarta.
GOLONGAN ANTIPIRETIK
ASAM SALISILAT
A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai senyawa antipiretik.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada
analisis kualitatif antipiretik.
B. DASAR TEORI
Menurut sejarahnya, salisilat adalah di antara kelompok pertama
yang dikenal sebagai analgesik. Laroux, pada tahun 1827, mengisolasi
salisin, dan piria, pada tahun 1838 membuat asam salisilat. Setelah
penemuan ini, berikutnya Cahours (1844) memperoleh asam salisilat dari
minyak wintergreen (metilsalisilat) dan Kolbe dan lautermann (1860)
secara sintetik membuat dari fenol. Natrium salisilat diperkenalkan pada
tahun 1875 oleh Buss, diikuti dengan diperkenalkan fenil salisilat oleh
Nencki pada tahun 1886 sebagai “asam salisilat alamiah” dan digunakan untuk
membuat garam yang lebih disukai beberapa orang. (Cahyadi, W. 2006.)
Asam Salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang
bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat
berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2
kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Di
samping itu digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang paling
dikenal adalah asam

Asam salisilat (C7H6O3) mengandung tidak kurang dari 99,5%


dan tidak lebih dari 101,0%, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan,
BM 138,12, pemerian hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau
serbuk halus putih; rasa agak manis; tajam dan stabil di udara. Bentuk
sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip
mentol. Kelarutan: sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut
dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut
dalam kloroform. Khasiat dan penggunaan keratolitikum, anti fungi
(Anonim. 1995.)
Asam salisilat biasanya berupa Kristal putih seperti jarum atau
sebagai serbuk kristalin seperti bulu. Asam sintetik stabil diudara dan tidak
berbau. Sedikit larut dalam air (1 : 460) dan larut dalam hampir semua
pelarut organik. Sifat asam ini disebabkan gugus hidroksil fenolat dan
pada gugus karboksil. Karena juga suatu fenol, member reaksi fenol,
seperti membentuk warna violet dengan garam ferri, halogenasi dan
oksidasi. Zat pengoksid membentuk senyawa berwarna, mungkin jelas
kinoid, dan merusak molekul. Senyawa berwarna yang terbentuk pada
pendiaman dalam larutan alkali disebabkan terbentuk kinhidron. Dengan
ion logam berat terbentuk garam tidak larut, seperti perak, raksa, timbal,
bismuth dan seng. Zat pereduksi memecah asam salisilat menjadi asam
pimelat. Asam borat dan asam salisilat berkombinasi membentuk
borosalisilat. Asam salisilat memiliki sifat antiseptic dan germisid kuat
karena suatu fenol terkarboksilat. Adanya gugus karboksil kelihatan
menaikkan sifat antiseptic dan menurunkan efek eskarotik, destruktif.
Digunakan eksternal sebagai eskarotik dan antiseptic ringan (Doerge. R. F.
1982)
Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan
antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik. Yang
banyak digunakan sebagai analgesic-antipiretik adalah senyawa
turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa sakit
pada nyeri kepala, sakit otot dan sakit yang berhubungan dengan rematik.
Kurang efektif untuk mengurangi sakit gigi, sakit pada waktu menstruasi
dan sakit karenan kanker. Tidak efektif untuk mengurangi sakit karena
kram, kolik dan migrain. Asam salisilat, asam asetilsalisilat (aspirin),
asetanilida, dan salisin suatu kandungan kulit kayu salix alba,
menggambarkan bentuk asli kelompok obat ini.
Disamping meringankan nyeri, zat ini mempunyai aktivitas
antipiretik. Semuanya mempunyai aktivitas anti radang yang bermanfaat,
kecuali anilida yang sederhana. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini,
obat-obat tersebut terbukti dapat mempengaruhi metabolism atau kerja
sejumlah mediator biokimia dan sel pada proses peradangan selama kurun
waktu yang sama, efek sistem saraf pusat primer untuk obat-obat ini dalam
meringankan nyeri. (Foye , W. O. 1995)
Efek terhadap kesehatan dari asam salisilat bersifat iritatif sekali,
sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Asam salisilat untuk
pemakaian luar biasanya 1-5% bentuk serbuk dan lotion. Turunan asam
salisilat dapat dipakai secara sistemik adalah ester asam salisilat yang
substitusinya pada gugus karboksilat dan ester salisilat dari asam organik
dengan substitusi pada gugus organik. Pada pemberian peroral, asam
salisilat dapat menimbulkan gangguan epigastrik, pusing, berkeringat,
mual dan muntah. Karena asam salisilat mempunyai daya korosif dan
merusak jaringan yang merusak jaringan yang berkontak, misalnya dengan
kulit, mulut, lambung, dan daya korosif itu bergantung pada konsentrasi
pemakaian secara kronis dan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan
perdarahan lambung.
Bila pemakaian terus-menerus maka dapat mengakibatkan anemia
defisiensi besi, tetapi jarang terjadi pada dosis kecil. Gejala toksisitas yang
serius terjadinya perubahan keseimbangan asam basa dan komposisi
elektrolit, yaitu hiperventilasi, demam ketosis, respirasi alkalosis, dan
asidosis metabolik. Absorpsi asam salisilat secara peroral berlangsung
cepat, biasanya dilambung dan sebagian di usus halus bagian atas.
Kecepatan absorpsi tergantung beberapa faktor, terutama kecepatan
disintegrasi dan disolusi, pH pada permukaan mukosa dan waktu
pengosongan lambung. Salisilat juga menimbulkan kelainan kulit berupa
eritema dan pruritis radang pada kulit. (Siswandono dan Soekardjo, B.
1995).

C. ALAT DAN BAHAN


Alat : Bahan :
- Tabung reaksi - Asam salisilat
- Rak tabung reaksi - Aquadest
- Pipet tetes - NaHCO3
- Spatel - HCL (e)
- Plat tetes - FeCl3
- Erlemayer - Etanol
- Beaker glass - H2SO4
- Lakmus merah dan biru - NaOH
- Marquis
D. HASIL PERCOBAAN
NO PROSEDUR PENGAMATAN KET
1 Uji Organoleptik
a. Warna Putih
b. Bau Tidak berbau
c. Rasa Agak manis tajam
d. Konsistensi Serbuk kristal jarum
2 Uji Kelarutan
a. Sampel + Air 0,1g:15ml = 1g:150ml Sukar larut
b. Sampel + Alkohol 0,1g:0,4ml=1g:4ml Mudah larut
3 Uji pH
a. Sampel + Lakmus Merah Merah Asam
b. Sampel + Lakmus Biru Merah
4 Reaksi Gugus Fungsional
a. Reaksi besi (III) klorida
S + 1 ml air + NaHCO3 /
HCL, lalu diraksikan dengan
2 tetes larutan FeCl3 1%
yang dibuat segar. Jika ada Merah Rosa
asam hidroksi aromatic,
fenol, enol, pirazolon, atau
fenotiazin biru sampai ungu
lemah
5 Reaksi Khusus
a. S + 2 ml etanol + 2 ml H2SO4 Bau etil astetat
(p) dengan pemanasan
bau etil astetat
b. S + FeCl3 ungu Ungu
c. S + NaOH larutan + HCL
endapan asam salisilat Asam salisitat
d. S + Marquis merah rose Merah rose
6 Kesimpulan Asam Salisilat C7H6O3
F. PEMBAHASAN
Pada pratikum kali ini kami membahas tentang asam salisilat. Nama
iupac asam salisilat adalah 2 hidroksi benzonate, rumus molekul asam
salisilat C7H6O3.
Pada pratikum ini kami melakukan uji pada sampel asam salisat :
Pengujian pertama yaitu uji organoleptis warna putih, bau khas, rasa manis,
kosistensi Kristal jarum serbuk. Uji yang kedua yaitu uji kelarutan sampel
+ air → 0,1 : 15 ml = 1 gr : 150 ml → sukar larut, sampel + alcohol → o,1 :
0,4 = 1 : 4 ml→ mudah larut. Ujia yang ketiga yaitu uji pH sampel +
lakmus merah→ merah, sampel + lakmus biru → merah jadi ph pada asam
salisilat yaitu asam. Uji yang keempat yaiutu uji gugus fungsional :
 Sampel + 1 ml air dinetralkan dengan NaHCO3/HCL, direaksikan
dengan 2 tetes FECL3 1% yang dibuat segar → biru – ungu lemah
Uji yang ke lima yaitu uji reaksi khusus :
1. Sampel + 2 ml etanol + 2 asam sulfat pekat → bau etillasetat
2. Sampael + FECL3→ ungu
3. Sampel +NaoH →larutkan + HCL → ↓ asam salisilat
4. Sampel + marquis → merah rose
G. KESIMPULAN
Pada pratikum kali ini dapat disimpulkan bahwa asama salisila :
Uji organoleptis :
 warna : putih
 Bau : khas
 Rasa : manis
 Kosistensi : Kristal jarum serbuk
Reaksi khusus :
 Sampel + 2 ml Etanol + 2 asam sulfat pekat → bau etillasetat
 Sampael + FeCL3→ ungu
 Sampel +NaoH →larutkan + HCL → ↓ asam salisilat
 Sampel + marquis → merah rose

H. DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Bunga Aksara.
Doerge. R. F. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan
Medisinal Organik Edisi VIII Bagian II. Philadelphia : J.B.Lippincott
Company.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Foye , W. O. 1995. Prinsip - Prinsip Kimia Medisinal Jilid I Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit
Airlangga University-P
LAPORAN AKHIR

PRATIKUM KIMIA FARMASI

“LIDOKAIN”

DISUSUN OLEH :

KELAS B2

NAMA :

INDAH ANGGERIANI ( 16091055)

JIMMY HENDRICK (16091058)

LABORATARIUM KIMIA FARMASI

AKADEMI FARMASI ALFATAH BENGKULU

2017
GOLONGAN SUSUNAN SYARAF PUSAT
A. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai senyawa obat susunan
syaraf pusat
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada
analisis kualitatif senyawa obat susunan syaraf pusat
B. Dasar Teori
Anestetik lokal atau zat-zat penghalang rasa adalah obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impus-impuls
saraf ke susunan saraf pusat dan demikian menghilangkan rasa nyeri,
gatal-gatal, rasa panas, atau dingin. Anestetik lokal pertama adalah kokain,
yaitu suatu alkaloid yang diperoleh dari daun suatu tumbuhan alang-alang
di pegunungan Andes (Peru), yang pertama kali digunakan sebagai
penghilang rasa nyeri pada pengobatan mata, kemudian pada kedokteran
gigi. Sejak tahun 1892 dikembangkan anestetik lokal secara sintesis dan
ditemukan prokain dan benzokain pada tahun 1905, yang disusul oleh
banyak derivat lain seperti tetrakain, butkain, dan chincokain. Kemudian
muncul anestetik lokal seperti lidokain (1947), mepivakain (1957),
prilokain (1963), dan bupivakain (1967).
Lidokain adalah derivat asetanilida yang merupakan obat pilihan
utama untuk anestesi permukaan maupun infiltrasi. Lidokain adalah
anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal
dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih
ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain.
Lidokain ialah obat anestesi lokal yang banyak digunakan dalam
bidang kedokteran oleh karena mempunyai awitan kerja yang lebih cepat
dan bekerja lebih stabil dibandingkan dengan obat-obat anestesi lokal
lainnya. Obat ini mempunyai kemampuan untuk menghambat konduksi di
sepanjang serabut saraf secara reversibel, baik serabut saraf sensorik,
motorik, maupun otonom. Kerja obat tersebut dapat dipakai secara klinis
untuk menyekat rasa sakit atau impuls vasokonstriktor menuju daerah
tubuh tertentu.
Lidokain mampu melewati sawar darah otak dan diserap secara
cepat dari tempat injeksi. Dalam hepar, lidokain diubah menjadi metabolit
yang lebih larut dalam air dan disekresikan ke dalam urin. Absorbsi dari
lidokain dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tempat injeksi, dosis
obat, adanya vasokonstriktor, ikatan obat, jaringan, dan karakter
fisikokimianya.
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM VII LIDOKAIN

A. DASAR TEORI

Sistem saraf adalah serangkaian orga yang komplek dan


berkesinambung serta terutama terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan
saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak(ensevalon) dan medulla spinalis
(sumsung tulang belakang). (GANISWARA.1995:109)

Lidokain adalah obat anestesi local yang banyak digunakan dalam


bidang kedokteran oleh karena mempunyai kemampuan kerja yang lebih cepat
dan berkerja lebih stabil dibandingkan dengan oabat-obatan anestesi local
lainnya. Obat ini mempunyai kemampuan untuk menghambat konduksi di
sepanjang serabut saraf sensorik, motorik, maupun otonom. Kerja obat tersebut
dapat dipakai secara klinis untuk menyekat rasa sakit atau impuls
vasokonstriktor menuju daerah tubuh tertentu.(Anonim,2007).

Anestesi (pembiusan berasal dari bahasa yunani an-“Tidak,tanpa” dan


aesthete,”Persepsi, kemampuan untuk merasa”).secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.(Wikipedia,2007).

Lidokain(Lignokarn,Xylokain) adalah anestetik local kuat yang


digunakan secara topical dan suntikan. Larutan lidokain 0.25-0,5%. Dengan
atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi dgn larutan 1-2%,
untuk anestesi blok atau topical. Untuk anestesi permukaan tersedia lidokain
gel 2%. Sedangkan pada analgesi/anastesi lumbal digunakan larutan lidokain
5%.(Anonim,2011)
B. ALAT DAN BAHAN

Alat: Bahan :
- Rak Tabung Reaksi - Lidokain
- Tabung Reaksi - HNO3
- Pipet Tetes - H2O/Air
- Beaker Glass - Aseton
- Spatel - 0,1 N KOH-Etanol Tembaga
- Botol Semprot Sulfat
- NaOH
- Marquis

C. HASIL PERCOBAAN

NO Prosedur Hasil pengamatan keterangan


1. Uji organoleptis
a. Warna Bening
b. Bau Tidak berbau
c. Rasa Sedikit pahit
d. Konsistensi Larutan
2. Uji kelarutan
a. Sampel + air
b. Sampel + alkohol

3. Uji ph
a. Sampel + lakmus Biru
merah biru netral
b. Sampel + lakmus biru
4. Reaksi Fungsional : Bening
Sp + 0,5 ml HNO3 berasap
diupakan dipangas dingin
air sampai kering dilarutkan
dalam 5ml aseton
5 Reaksi khusu
a. Sp + larutan Tembaga Senyawa kompleks
sulfat + NaOH biru kuat
b. Sp + Pereaksi Marguis Bening

6 Kesimpulan Lidokain
D. PEMBAHASAN
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah uji identifikasi pada obat
golongan saraf pusat dimana tujuan dari pratikum itu sendiri adalah agar
mahasiswa mampu mengidentifikasi bebrbagai senyawa obat susunan
pusat. Ssp itu sendiri adalah obat yang dapat merangsang setrebrum
medulla dan sumsum tulang belakang.obat yang digunakan adalah
lidokain.
Sebelum melakukan pratikum pertama kami siapkan alat dan bahan
yang meliputi tabung reaksi, pipet tets,plat tetes,rak tabung reaksi,spatel
Bunsen,beacker glass,cairan lidokain.dan beberapa jenis reagen yang
digunakan. Setelah itu kami melakukan uji identikasi yang meliputi uji
organoleptis yang meliputi warna,bau,rasa, konsistensi uji kelarutan ,uji
ph,reaksi fungsional,reaksi khusus, serta penarikan kesimpulan dari
percobaan yang didapat.
Hasil yang didapat dari obat system saraf pusat golongan lidokan
yaitu bahwa lidokain mempunyai warna bening tidak berbau, sedikit pahit
konsistensi larutan/cairan. Pada uji kelarutan menunjukan bahwa lidokain
larut dalam air. Dan juga larut dalam etanol.lidokain mempunyai ph
basa.setelah itu dilakukan uji pada reaksi gugus fungsional yaitu dengan
cara sampel + 0,5 hno3 kemudian direndam pada becker glass yang telah
dipanaskan sebelumnya diatas kompor listrik tunggu sampai larutan
berwarna kuning. Kemudian setelah kuning tambahkan aseton sebanyak
5ml yang ditetesi juga 0,1 N koh,ettanol lalu dilanjutkan dengan reaksi
khusus dengan cara sp + cuso4 + naoh →berwarna biru kuat, kdeua
sampel ditabahkan pelarut marquis → berwarna merah
Maka dapat ditarik kesimpulan dari percobaan diatas adalah
lidokain selain itu juga ada factor yang menyebabkan tidak didapatkannya
hasil pada saat uji reaksi fungsional hal ini karena reagen yang sudah
terkontaminasi atau proses pengerjaan yang tidak sesuai prosedur.
E. KESIMPULAN
Dari beberapa uji identifikasi yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa lidokain memiliki bentuk larutan berwarna bening
tidak berbau rasa sedikit pahit.lodokain larut dalam air dan etanol.
Mempunyai ph basa dan uji uji gugus fungsional berwarna bening
seharusnya hijau.
Pada uji khusus dudapatkan hasil yaitu :
1. Sp + cuso4 + naoh → senyawa kmpleks biru kuat
2. Sp + pereaksi marquis →bening
Jadi dapat disimpulkan dari percobaan telah dilakukan adalah
lidokain walaupun ada beberapa uji yang tidak sama dengan apa yang
ditetapkan diletaratur.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Lignocaine. http://en.wikipedia.org/wiki/Lidocaine. diakses

kamis, 9 juni 2011.

Anonim, 2011. Dosis Lignokain Yang Diberikan Kepada pasien.

http://www.scribd.com/doc/52172122/11/G-Faktor-yang-Berpengaruh-

pada-Anestesia-Epidural. diakses, 9 juni 2011.

Anonim, 2011. Lignokain Yang Diberikan.

http://www.scribd.com/doc/51582086/Prilokain-joy. diakses 9 juni

2011.

Ganiswarna. S. A. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Hal.332

Katzung BG & Miller RD. 2002. Anestetik Lokal. Di dalam : Katzung BG,

editor. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed. 8, vol.2. Jakarta; Salemba

Medika. Hal.162-163

Mansjoer, arief et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. 2000. Jakarta;

Media Aesculapius.

Setiawati A. Adrenergik. Dalam : Ganiswarna SG. Farmakologi Dan Terapi.

Edisi 4. Jakarta; Bagian Farmakologi FKUI, 1995: 57-76


LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

“KLORFENIRAMIN MALEAT (CTM)”

Disusun Oleh :

KELAS B2

Nama :

Khairunisa (16091062)

Mahrunisa (16091072)

Merta Imelda (16091076)

LOBARATURIUM KIMIA FARMASI

AKADEMIK FARMASI AL-FATTAH

BENGKULU

2017
Golongan Antihistamin

A. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai senyawa obat

antihistamin

2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada

analisis kualitatif senyawa obat antihistamin.

B. Dasar Teori

Antihistamin yang pertama kali digunakan pada awal tahun 1940,

secara klinik berguna sebagai anti-alergi.

Antihistamin generasi pertama merupakan obat yang paling banyak

digunakan di dunia dan bermanfaat untuk meringankan gejala-gejala alergi

dan influensa pada banyak penderita, dapat diperoleh di toko obat dalam

bentuk kombinasi. Kegunaannya terbatas sebab menimbulkan rasa kantuk

karena antihistamin berikatan dengan reseptor histamin di otak. Tiga puluh

tahun kemudian efek kerja histamin dibagi dalam 2 kelompok yaitu

reseptor AH1 dan reseptor AH2 .

Sejak tahun 1981 ditemukan antihistamin generasi ke-2

(terfenadin, astemizol, loratadin dan cetirizin), bekerja menghambat

reseptor H1 di perifer tanpa menembus sawar darah otak. Meskipun secara

keseluruhan hasilnya baik, ternyata terfenadin dan astemizol dapat

menimbulkan aritmia ventrikel yang membahayakan kehidupan.

Antihistamin generasi ke-3 terdiri atas fexofenadin, norastemizol

dan descarboethoxy loratadin merupakan metabolit alami obat generasi


ke-2 dan secara klinis berguna dan tidak berpengaruh terhadap

elektrofisiologi jantung.

Antihistamin dalam dosis terapi, efektif untuk mengobati edema,

eritem dan pruritus, tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam

lambung akibat histamin. Antihistamin tersebut digolongkan dalam

antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1 ). Setelah tahun 1972

ditemukan kelompok antihistamin baru yang dapat menghambat sekresi

asam lambung akibat histamin. Antihistamin ini digolongkan sebagai

antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2 ). Kedua jenis antihistamin ini

bekerja secara kompetitif yaitu dengan menghambat interaksi histamin dan

reseptor histamin H1 atau H2. Setelah itu, terdapat banyak usaha untuk

menemukan obat baru yang mampu menghambat kedua reseptor dengan

berbagai kekuatan dan spesifitasnya. Yang kami lakukan Percobaan

menggunakan Sampel CTM (Klorfeniramin Maleat). Sebagai Berikut :

1. Pengertian Klorfeniramin Maleat (CTM)

Klorfeniramin Maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan

antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar

dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah (Siswandono,

1995).

Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin

penghambat reseptor H1 (AH1) (Siswandono, 1995). Pemasukan gugus

klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan

meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur molekulnya,

memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan


ikatan –C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang

dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah

UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan

(Silverstein, 1986;Rohman, 2007).

Spektrum serapan UV klorfeniramin maleat bergantung kepada

pelarutnya. Pada suasana netral klorfeniramin maleat memberikan

serapan maksimum pada panjang gelombang 261 nm, sedangkan

dalam metanol klorfeniramin maleat memberikan serapan maksimum

pada panjang gelombang 250-275 nm (Florey, 1983).

Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan

tidak lebih dari 100,5% C6H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat

yang telah dikeringkan dan memiliki berat molekul 390,67.

Klorfeniramin maleat berupa serbuk hablur, putih; tidak berbau,

larutan mempunyai pH antara 4 dan 5, mudah larut dalam air, larut

dalam etanol dan kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena

(Farmakope IV, 1995).


Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis

reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin

pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos;

selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun

menghambat susunan saraf pusat (Tjay, 2002; Siswandono, 1995).

Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga

bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan.

Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif, gangguan saluran

cerna, mulut kering, kesukaran miksi. Kontraindikasi dari

klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang

dapat memperburuk asma bronkial, retensi urin, glaukoma.

Klorfeniramin memiliki interaksi dengan alkohol, depresan syaraf

pusat, anti kolinergik (IONI, 2001; Tjay, 2002).

2. Alat dan Bahan

a. Alat b. Bahan
 Sampel serbuk CTM
 Pipet tetes  Aquadest
 Plat tetes  FeCL3
 HCL/NaHCO3
 Serbet  HCL Mayer
 Marquis
 Spatel  Cuprifil
 Bourchadat
 Tabung reaksi
 NaOH dan Nessler
 Rak tabung reaksi

 Beker glass

 Lakmus merah dan biru


3. Hasil Percobaan

NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN

1. Uji Organoleptik
- Warna Kuning

- Bau Khas
Sedikit Pahit
- Rasa
Serbuk
- Konsistensi
2. Uji Kelarutan
- Sampel + Air Merah
- Sampel + Alkohol Asam
Merah

3. Uji pH
- Sampel + Lakmus Merah 1,5ml:0,1gr / 1:15ml Larut dalam Air
- Sampel + Lakmus Biru
1,8ml:0,19gr / Larut dalam Air
1:19ml

4. Reaksi Gugus Fungsional


- Sp + 1ml air + NaHCO3 + Kuning Oren
HCL + 2 tetes FeCl3 1%
→ Biru Ungu Muda

5. Reaksi Khusus

- Sp + HCL mayer → Ungu


Kuning
- Sp + Marquis → Kuning
atau Hijau Kuning
- Sp + Cuprifil → Biru
Ungu Hijau
- Sp + Bouchardat →
Larutan Kuning Larutan kuning
- Sp + NaOH + FeCl3 →
Endapan Coklat
Endapan Coklat
- Sp + Nessler → Jingga Hijau

6. Kesimpula Clortrimetri C16H9CN2


4. Pembahasan
Antihistamin merupakan jenis obat yang dapat dipakai untuk

mengatasi berbagai macam jenis alergi. Misalnya, alergi pada

makanan, serbuk sari serta serangga, alergi kulit, alergi mata dan

lainnya. Obat ini hanya bisa mengurangi reaksi yang ditimbulkan oleh

alergi. Antihistamin tidak dapat membebaskan Anda dari jeratan alergi

yang telah mendarah daging di tubuh.salah satu abat antihistamin yang

kami pratikumkan yaitu obat CTM.

CTM atau klofeniramin maleat adalah obat golongan

antihistamin H1 sebagai obat antialergi dengan reaksi alergi ringan

sampai sedang dan obat untuk anafilataksis. CTM adalah obat bebas

terbatas artinya yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi

berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas.

Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah

lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Klorfeniramin maleat

mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 100,5 %

C16H19ClN2.C4H4O4 dihitung terhdap zat yang telah dikeringkan.

Klorfeniramin maleat atau CTM, memiliki nama Kimia : 2-[p-kloro-α-

[2 dimetilamino)etil] benzyl piridina maleat dan memiliki rumus

molekul : C16H19ClN2.C4H4O4. Klorfeniramin maleat memiliki berat

molekul sebesar 390,87. Pemerian , berupa serbuk hablur, putih, dan

tidak berbau. Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5. Kelarutan :

mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform; sukar

larut dalam eter dan dalam benzena.


Pada pratikum yang kami lakukan mengidentifikasi CTM yang

pertama dilakukan uji organoleptis serbuk berwarna kuning, tidak

berbau, rasa sedikit pahit. Kemudian pada uji kelarutan dalam air 1:15

larut dalam air, dan dalam alkohol 1:18 larut dalam alkohol.

Selanjutnya pada uji ph CTM memiliki ph asam. Pada uji gugus

fungsional yaitu CTM ditambah 1ml air dinetralkan dengan NaHCO3

atau HCL direaksikan dengan 2 tetes FeCl3 1% dibuat segar

menghasilkan warna kuning orange. Lalu dilanjutkan dengan reaksi

khusus yaitu CTM ditambah HCL mayer menghasilkan warna ungu

kuning. CTM ditambah marquis menghasilkan warna kuning. . CTM

ditambah NaOH + CU.SO4 menghasilkan warna biru hijau. CTM

ditambah bouchardat menghasilkan warna coklat tua. CTM ditambah

NaOH + FeCl3 menghasilkan warna endapan coklat. CTM ditambah

nessler menghasilkan warna kuning hijau. Setelah dilakukan tahap –

tahap pengujian sampel merupakan CTM atau klofeniramin maleat.

5. Kesimpulan

Dari Praktikum golongan Antihistamin dengan sampel CTM

(Clortrimetri) ini dapat disimpulkan bahwa Chlorpheniramin maleat

atau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu antihistaminika

yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun,

dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur

dibanding antihistamin sendiri. Dengan Rumus Kimia C16H19CN2.

Dengan beberapa pengujian untuk memastikan bahwa sampel yang

digunakan adalah CTM, sebagai berikut:


a. Reaksi Gugus Fungsional = Sp + 1ml air + NaHCO3 + HCL+ 2
tetes FeCl3 1% → Biru Ungu Muda → Kuning Oren
b. Reaksi Khusus

 Sp + HCL mayer → Ungu


 Sp + Marquis → Kuning
 Sp + Cuprifil → Ungu
 Sp + Bouchardat → Kuning
 Sp + NaOH + FeCl3 → Hijau
 Sp + Nessler → Larutan Kuning
Setelah dilakukannya beberapa pengamatan dengan
menggunakan reagen-reagen tertentu. Jadi, dapat disimpulkan sampel
yang digunakan adalah CTM (Clortrimetri) dengan rumus kimia
C16H19CN2.
DAFTAR PUSTAKA

Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga

University Press, Surabaya.

Silverstein, R.M., G.B. Bassler., and T.C.D. Morcill. 1986. Penyelidikan

Spektrometrik Senyawa Organik. AlihBahasa : A.J. hartomo, dan Anny Victor

Purba. Erlangga. Jakarta. Hlm 191-195.

Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Martin, A., J. Swarbrick, and A. Cammarata, 1983, Physical Pharmacy, 3rd ed.,

Lea & Febiger, Philadelpia,845-850.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta. 448, 515, 771, 1000.

Tjay dan Rahardja, 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek

Sampingnya, Edisi V, PT Elex Media Komputindo Kelompok

Gramedia, Jakarta
LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

“DIFENHIDRAMIN”

Disusun Oleh :

KELAS B2

Monika Clara Shinta

Muhammad Saiful Asrori

Nabila Etika Afraini

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU

TAHUN AJARAN 2016/2017


A. Difenhidramin

Gambar 20. Sruktur Difenhidramin

1. Uji Pendahuluan :

Organoleptis : Basa berwujud minyak kuning lemah, garam


hidroklorida. Berbentuk bubuk Kristal putih, tidak
berbau, rasa pahit, mati rasa sebentar dilidah

Kelarutan :

Larut dalam Air Etanol Aseton Ester Kloroform

Bentuk zat
Hidroklorida 1:1 1:2 1:50 Tak larut 1:2

Uji pH :Cek sampel dengan sedikit air + kertas lakmus merah


dan biru

2. Reaksi gugus fungsional


1) Reaksibesi (III) Klorida
Sampel + 1 ml air dinetralkan dengan NaHCO3 atau HCl, lalu
direaksikan dengan 2 tetes larutan FeCl3 1% yang dibuat segar. Jika ada
asam hidroksi aromatic, fenolenol, pirazolon, atau fenotiazin →biru
sampai ungu lemah.
3. Reaksi Khusus
1) Sampel + 2 ml H2SO4(p) → warna jingga – merah
2) Sampel + HNO3 + H2SO4 → merah violet + air + CHCl3 kocok,
lapisan CHCl3→violet
3) Sampel + Mayer → ungu muda
4) Sampel + NaOH + Cu.Asetat → jingga
5) Sampel + FeSO4 → ungu
6) Sampel + Marquis → kuning jingga → coklat merah
B. DASAR TEORI

Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah


penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada
reseptor histamin H1.

Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi,


yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan
penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.(Samsuni.A.2006)

Difenhidramin merupakan antihistamin turunan etanolamin, generasi


pertama antihistamin. Difenhidramin bekerja dengan cara menghalangi kinerja
senyawa histamin alami tubuh yang menyebabkan munculnya gejala alergi.
Selain gejala alergi, Difenhidramin juga dapat digunakan untuk menekan
batuk, menangani mabuk perjalanan, serta sebagai obat tidur.
Indikasi Difenhidramin: Symptomatic gejala alergi yang disebabkan oleh
pelepasan histamin termasuk alergi hidung dan alergi dermatosis, tambahan
untuk epinefrin dalam pengobatan anafilaksis, bantuan tidur malam hari,
pencegahan atau pengobatan mabuk, antitusif, manajemen sindrom
Parkinsonian termasuk obat-induced gejala ekstrapiramidal; topikal untuk
menghilangkan nyeri dan gatal yang terkait dengan gigitan serangga, luka
ringan dan luka bakar, atau ruam.(anief.1991)

Dosis dan cara Pemakaian: 1. Dosis oral: Dewasa dan remaja: 25-50 mg
3-4 kali sehari, dengan interval 4-6 jam, bila perlu. Dosis maksimal 300
mg/hr. Usia lanjut (usila): Mulai dengan dosis dewasa serendah mungkin. Usia
lanjut lebih sensitif terhadap efek antikolinergik. Anak-anak > 9.1 kg: 12.5-25
mg 3-4 kali per hari, dengan interval 4-6 jam. Sebagai alternatif, berikan 5
mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis. Dosis maksimal 300 mg/hr.Anak-anak 9.1
kg: 6.25-12.5 mg 3-4 kali per hari, dengan interval 4-6 jam. Alternatif lain,
berikan 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis. Dosis maksimal 300
mg/hr. (voight.R.1998)
C. ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
1. Tabung Reaksi Aquadest
2. Rak Tabung Reaksi HCl
3. Beker Glass NaHCO3
4. Pipet Tetes FeCl3
5. Plat Tetes NaOH
6. Lakmus Merah H2SO4
7. Lakmus Biru Mayer
8. Sudip FeSO4
9. Buret
10. Bunsen
D. HASIL PERCOBAAN
1. DIFENHIDRAMIN
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1. UjiOrganoleptik
a. Warna Pink
b. Bau Tidakberbau
c. Rasa Pahit
d. Konsistensi Serbuk
2. UjiKelarutan
- Sampel + Air 1,3 :0,1→13ml : Larut
- Sampel + Alkohol 1g
3. Uji pH
- Sampel + LakmusMerah Biru Basa
- Sampel + LakmusBiru Biru
4. ReaksiGugusFungsional
Reaksibesi (III) Klorida
Sampel + 1 ml air dinetralkan
dengan NaHCO3 atau HCl, lalu
direaksikan dengan 2 tetes Pink
larutan FeCl3 1% yang dibuat
segar. Jika ada asam hidroksi
aromatic, fenolenol, pirazolon,
atau fenotiazin → biru sampai
ungu lemah.
5. Reaksi Khusus
- Sampel + 2 ml H2SO4(p) → →Jingga – Merah
warna jingga – merah
- Sampel + HNO3 + H2SO4 →Lapisan
→ merah violet + air + CHCL3 Kuning
CHCl3 kocok, lapisan
CHCl3 →violet →Ungu Muda
- Sampel + Mayer → ungu
muda
- Sampel + NaOH + →Ungu
Cu.Asetat → jingga
- Sampel + FeSO4 → ungu →Merah muda /
- Sampel + Marquis → pink
kuning jingga → coklat
merah →Coklat - merah
6. Kesimpulan Difenhidramin
2. PEMBAHASAN

Pada pratikum kali untuk mengidentifikasi pada difenhidramin dan reaksi


khusus yamg kami dapatkan:

- Sp + 2ml H2SO4(p) → jingga-merah

- Sp + HNO3 + H2SO4 →merah violet→ air + CHCL3 kocok lapisan CHCL3


→violet

- Sp + Mayer → ungu mudah

- Sp + NaOH + CU. Asetat → jingga

- Sp + Marquiz → kuning jingga

- Sp + FeSO4 → ungu

Ketika saat percobaan yang kami lakukan terdapat kesulitan ketika


pengambilan bahan dan sampel yang terbatas,terkadang pengambilan bahan ke
satu bahan yang lain mennggunakan pipet tetes yang belum dicuci dan akhirnya
mengulang kembali mereaksikan lagi kemudian baru mendapat hasil yang
diinginkan dan pada alat yang kurang bersih pada pencucian menyebabkan hasil
tidak seperti yang diinginkan.

Dan uji orgonoleptis yang kami dapat yaitu definhidramin berwarna pink.
Tidak berbau,rasa sedikit pahit,dan kosistensinya serbuk.

Dan uji ph yang kami dapatkan dari percobaa yaitu sp + aquadest +


lakmus merah dan lakmus biru dan Sp + Aquadest lakmus biri→lakmus merah di
dapatkan adalah basa.

Dan reaksi gugus fungsional yaitu :

Sp + 1ml air dinetralkan dengan NaHCO3/HCL + ungu lemah sedangkan yang


dapatkan hasilnya adalah merah mudah, kemungkinan terjadi kesalahan saat
pengambilan segingga hasil yang kami dapatkan berbeda.
3. KESIMPULAN

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengrangi atau menghalangi efek


histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok pada awalnya dikenal 1 tipe
antihistaminkum tetapi setelah ditemukannya reseptor khusus pada tahun 1972
yang disebut reseptor h2.maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi
dalam dua tipe reseptor histamin h1 dan h2.

Uji orgonoleptis pada difenhidramin:

Warna : Pink

Bau : Tidak berbau

Rasa : Sedikit pahit

Konsistensi : serbuk

4. DAFTAR PUSTAKA

Samsuri, A. 2006. ILMU RESEP. Jakarta : Buku kedokteran EGC

Anief. 1991. FARMASETIKA. Yogyakarta: UGM Press

Anief. 2008. ILMU MERACIK OBAT. Yogyakarta: UGM Press

Voight, R. 1995. BUKU PELAJARAN TEKNOLOGI FARMASI. Yogyakarta:


BAB VII
PREDNISOLON

Dosen Pengamu:
Elly Mulyani, M. FaKrm., Apt
Herlina, S.Si

Disusun Oleh :
Novles Juwita
Oqtha Heri
Putra Sandika

LABORATORIUM KIMIA
AKADEMI FARMASI AL-FATAH
BENGKULU
2017
A. Tujuan Praktikum
1. Maha siswa mampu mengidentifikasi berbagai senyawa analgetik dan
antipiretik
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada analis
kualitatif analgesic dan antipiretik
B. Dasar Teori
Analgesic adalah obat atau senyawa yang digunkanuntuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan rasa kesadaran akan perasaan sakit
yang terdiri dari dua proses yaitu penerima rasa sakit di bagian otak dan
reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini. (arief, 2000)
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh
yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesic mempunyai efek
antipiretik. (Anonym, 2011)
Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : analgetika opioid dan
NSAID/Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi
Non-Steroid). Analgetika opioid mengurangi rasa nyeri dan menimbulkan
euphoria dengan berikatan pada reseptor opioid di otak, yaitu Mu, Kappa, dan
Delta enkefalin dan endorphin berikatan dengan reseptor Mu dan Delta.
Dinorfin berikatan dengan reseptor K. Obat opioid : morfin, metadon,
meperidin, fentaanil dll. (Tjay, T.H., Rahardja, K., 2005)
Analgetik non-opioid di kelompokan sebagai berikut derivate asam
salisilat misalnya aspirin, derivate paraaminofenol misalnya parasetamol,
derivate asam propionate misalnya ibuprofen dll.
Antiiretik digunakan untuk membantu mengembalikan suhu set point
ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan
prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen hipotalamus.
(Sweetman, 2008)
Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun
pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena
bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan
antipiretik ini adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi
hear dan ginjal, oligurias, serta retensi garam dan air. (Hammond and Boyle,
2011)
Prednisolone adalah glukortikoid yang diubah oleh 11 beta-
hidroksisteroid dihidrogenase dalamhati dalam bentuk aktif, prednisolone.
Hal ini digunakan untuk mengobati penyakit radang tertentu seerti alergi yang
parah. Beberapa jenis kanker tetapi banyak memiliki efek samping yang
segnefikan.
Sifat fisika kimia dari prednisolone berupa serbuk hablur putih tidak
berbau, melebur pada suhu 2300 C disertai peruraian. Kelarutan dari
prednisolone ini sangat larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam
kloroform, dalam dioksan dan di dalam methanol. Dengan rumus molekul
C21H26O5. (Dirjen Pom, 1995)

Rumus struktur prednisolon


Adapun uji-uji yang dilakukan pada sampel prednisolone yaitu:
1. Uji gugus fungsional
Reaksi besi (III) klorida
Sampel + 1 ml air dinetralkan dengan NaHCO3 atau HCL, lalu direaksikan
dengan 2 tetes larutan Fecl3 1% yang di buat segar. Jika ada asam hidroksi
aromatic, fenol, enol, pirazolon, atau fenotiazin biru sampai ungu
lemah.
2. Uji khusus
a. Sampel + H2SO4 (P) Coklat
b. Sampel + H2SO4(P) + air Coklat
c. Sampel + HNO3 (p) Coklat

C. Alat Dan Bahan

Alat Bahan
- Tabung Reaksi - H2SO4
- Rak tabung Reaksi - HNO3
- Beker Gelas - FeCL3
- Pipet Tetes - NaNO3
- Serbet - K2CRO7
- Elemeyer - Aquadest
- Plat Tetes - Etanol
D. Hasil Percobaan

NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN


1 Uji Organoleptis
A. Warna Hijau
B. Bau Khas
C. Rasa Pahit
D. Konsistensi Serbuk
2. Uji kelarutan
- Sp+ Air 0,1 : 3,4 > 1:34 > agak
sukar larut
- Sp+ Alkohol 0,1 : 4,7 > 1:47> agak
sukar larut
3. Uji Ph
- Sp + Lakmus Merah Merah Asam
- Sp + Lakmus Biru Merah
4. Reaksi Gugus Fungsional
Reaksi besi(III) Klorida
Sp + 1ml air dinetralkan dengan
NaHCO3 atau HCL , lalu
direaksikan dengan 2 tetes
larutan FeCl3 1% yang dibuat
segar jika ada asam hidroksi Hijau Kekuningan
aromatic, fenol, enol, pirazolon
atau fenotiazin biru sampai
ungu lemah
5. Reaksi khusus
1. Sp + H2SO4(P) Coklat
Coklat Kuning
2. SP + H2SO4(P) + Kuning lemah
Air Biru
3. SP + HNO3 (P)
Kuning lemah
6. Kesimpulan PREDNISON
E. Pembahasan
Pada pratikum kali ini menggunakan cara analisa kuatitatif. Dimana
analisa kualitatif itu sendiri adalah analisis untuk mengidentifikasi elemen,
spesies dan senyawa. Yang ada didalam sampel. Pratikum kali ini kami
menggunakan sampel prednison. Prednison adalah glukorkotikoidum yang
diubah oleh 11 beta induksi steroid dehidrogen kedalam hati dalam bentuk
aktif.
Adapun langkah-langkah dan prosedur yang telah kami. Lakukan
yaitu prednisone. Langkah yang kami lakukan yaitu
1. Melakukan uji organoleptis, dengan melihat warna, bau, rasa dan
konsistensi. Sehingga didapat prednison memiliki warna hijau berbau khas
memiliki rasa pahit dan konsitensi serbuk.
2. Selanjutnya dilakukan yaitu uji kelautan dengan
a. Sampel dengan sampel (+) air hasilnya pada air 1: 34 berarti agak
sukar larut
b. Sampel (+) alkohol hasil yang kami dapatkan pada sampel alkohol
1:47 berarti agak sukar laut.
3. Dan kemudian setelah itu dilakukan uji PH dengan menggunakan lakmus
merah dan lakmus biru lalu masing-masing lakmus ditambahkan sedikit
sample di tambah air dengan hasil merah menjadi biru berarti netral.
4. Selanjutnya uji reaksi gugus fungsional yaitu
Sampel + 1 ml air dinetralkan dengan NaHCO3 atau HCL, lalu direaksikan
dengan 2 tetes larutan Fecl3 1% yang di buat segar. Jika ada asam hidroksi
aromatic, fenol, enol, pirazolon, atau fenotiazin biru sampai ungu
lemah.
5. Uji khusus
a. Sampel + H2SO4 (P) Coklat
b. Sampel + H2SO4(P) + air Coklat
c. Sampel + HNO3 (p) Coklat
Dari praktikum yang telah di lakukan di dapatkahasil yang berbeda pada
uji gugus fungsional dimana seharusnya warna yang terbentuk adalah biru
sampai ungu tetapi pada praktikum hal yang di dapat adala hijau
kekuninganhal ini di karenakan warna sampel yang terlalu hijau dan fecl
yang kuning sehingga warna biru tertutup oleh warna sampel yang cerah.
Sedangkan padauji yang lainnya di dapatkan hasil yang sesuai dengan
yang ada di literature.
Adapun gambar dari rumus strukur prednisolone.

Struktur kimia dari prednison

F. Kesimpulan
Dari hasil pratikum yang telah kami lakukan dapat disimplkan bahwa:
1. Prednison memiliki warna putih, bau khas, rasa pahit dan konsitensi
serbuk
2. Uji PH prednison memiliki PH netral
3. Uji gugus fungsional
Sampel + 1 ml air dinetralkan dengan NaHCO3 atau HCL, lalu
direaksikan dengan 2 tetes larutan Fecl3 1% yang di buat segar. Jika ada
asam hidroksi aromatic, fenol, enol, pirazolon, atau fenotiazin biru
sampai ungu lemah. ( hijau kekuningan)
4. Uji khusus
a. Sampel + H2SO4 (P) Coklat
b. Sampel + H2SO4(P) + air Coklat
c. Sampel + HNO3 (p) Coklat

G. Daftar Pustaka

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica


Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
Dirjen Pom, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Iv. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, Thirty
Sixth Edition, Pharmaceutical Press, New York
Tjay, T.H., Rahardja, K., 2005, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek Sampingnya, Edisi kelima, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta,
693- 708
LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

“VITAMIN B1 DAN VITAMIN B6”

Disusun Oleh :

KELAS B2

Nama :

Nining Herlina (16091088)

Resti Noptahariza (16091072)

LOBARATURIUM KIMIA FARMASI

AKADEMIK FARMASI AL-FATTAH BENGKULU

2017
LEMBAR KERJA

PRATIKUM PERCOBAAN XI

DASAR TEORI

Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat

penting an sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk

membantu pengaturan atau proses kegiaan tubuh ( vitamin mempunyai peran

sangat penting dalam metabolisme tubuh), karena vitamin tidak dapat

dihasilkan oleh tubuh jka manusia hewan dan atupun makhluk hidup lain

tanpa asupan vitamin tidak akan dapat melakukan aktivitas hidup dengan bak,

kekurangan vitamin menyebabkan tubuh kita mudah terkena penyakt ,nama

vitamin sendiri berasal dari gabungan kata bahasa latin yaitu vita yang berarti

‘hidup’ dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organikyang

memiliki atom nitrogen karena pada awalnya vitamin dianggap demikian

kelak diketahui bahwa banyak vitaminyang sama sekali tidak memiliki atom

N, dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim ),vitamin adalah

kovaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. (Galberg,2002)

Berikut adalah Penjelasan tentang Vitamin B1 dan Vitamin B6

A. Vitamin B1
1. Pengertian Vitamin B1
Vitamin B1 adalah sebuah vitamin dengan struktur kimia

C12H17CIN4OS yang banyak ditemukan dalam daging, ragi, dan biji-

bijian. Vitamin ini berfungsi sebagai metabolisme karbohidrat dan juga

menormalkan aktivitas saraf. Vitamin ini larut dalam air, dan dalam
metabolisme karbohidrat menjadikan gula yang lebih sederhana dan

setelah itu dapat digunakan sebagai bahan bakar energi tubuh.

(Cheng,2004)

Vitamin B1 tersedia dalam berbagai merek, ada yang bisa dibeli

secara bebas di apotek, tapi ada yang memerlukan resep dari dokter.

Vitamin B1 dalam bentuk suntik memerlukan resep dari dokter.

Vitamin B1 dapat dikonsumsi pada saat atau setelah makan, dan

usahakan mengonsumsinya di waktu yang sama tiap hari agar tidak lupa,

dan untuk memaksimalisasi efeknya. (Askin,1982)

2. Alat Dan Bahan


a. ALAT b. BAHAN
 Beker gelas  NaOH
 Tabung reaksi  Kalium Heksasonioferat III
 Rak tabumg reaksi  Iso Butanol
 Plat tetes  Pb(III) Asetat
 Penjepit tabung raksi  Nessler
 Lakmus marah dan biru  Pari
 AgNO3
 H2SO4
 NaHCO3
 HCL
 FeCL31%
 Tembaga Sulfat
3. Hasil Percobaan

NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN


Uji organoleptik
a. Warna Putih
1. b. Bau Khas
c. Rasa Sedikit pahit
d. Konsistensi serbuk

Uji kelrutan
a. Sampel + air 1: 3,5→ 1:35 Agak Sukar Larut
2.
b. Sampel + alkohol 1: 220 Sukar Larut

Uji pH
a. Sampel + lakmus merah
3. merah Asam
b. Sampel + lakmus merah
biru
Reaksi Gugus Fungsional
a. Sp + air + AgNO3(p)
→ ↓putih + HNO3(P) Larut
→ tidak larut +
4. NH4OH → larut
b. Sp + MNO4 +
H2SO4(p) → warna Biru
hijau
Reaksi Khusus
a. Sp + NAOH + 2 tetes Putih kuning
kalium
heksasionoferat +
isobutanol → dikocok
→ biru-ungu
b. Sp + PbCHOO3 + Endapan Coklat
5. NaOH → Coklat
Hitam
c. Sp + NaOH → Kuning Endapan
Kuning Putih
d. Sp + Nessler menjadi Abu-abu Hitam
abu-abu hitam
e. Sp + parpink → ↓ Pink Endapan
putih Putih
6. Kesimpulan C12H17N4OSt
4. Pembahasan

Pada pratikum kali ini vitamin B1 reaksi khususnya adalah sebagai

berikut :

a. Sp + NaOH + 2 tetes Kalium Heksasionoferat + Isobutanol kemudian


dikocok kuat selama beberapa menit setelah terpisah lapisan atas
berfluorosensesi biru-ungu.
b. Sp + PbCHOO3 + NaOH → kuning pada pemanasan brbentuk endapan
coklat hitam
c. Sp + NAOH → kuning
d. Sp + Nessler → kuning menjadi abu-abu hitam
e. Sp + Pari → pink ↓ putih
Ketika saat percobaan yang kami lakukan terdapat kesulitan yang

kami lakukan terdapat kesulitan ketika bahan dan sampel yangterbatas saat

pengambilan terkadang pengambilan bahan ke satu ke yang lain

menggunakan pipet tetes yang tidak dicuci dahulu saat pengambilan dan

harus menggulang mereaksiakan lagi baru ketemu hasil yaaaaaaaa alat yang

kurang bersih pada saat pencucian menyebabkan hasil tidak seperti yang

diingnkan .

Uji organoleptis yakni dapat yaitu vitamin B1 putih,berbau khas,rasa

sedkit pahit dan konsistensinya serbuk.uji PH yang ami dappatkan dari

percobaan yaitu pada vitamin B1 Sampel + lakmus merah = merah. Jika,

Sampel + lakmus biru = merah yamg hasilnya adalah asam.

5. Kesimpulan

Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat

penting an sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk


membantu pengaturan atau proses kegiaan tubuh ( vitamin mempunyai

peran sangat penting dalam metabolisme tubuh), karena vitamin tidak

dapat dihasilkan oleh tubuh jka manusia hewan dan ataupun makhluk

hidup lain tanpa asupan vitamin tidak akan dapat melakukan aktivitas

hidup dengan baik, kekurangan vitamin menyebabkan tubuh kita mudah

terkena penyakt, nama vitamin sendiri berasal dari gabungan kata bahasa

latin yaitu vita yang berarti ‘hidup’ dan amina (amine) yang mengacu pada

suatu gugus organikyang memiliki atom nitrogen karena pada awalnya

vitamin dianggap demikian kelak diketahui bahwa banyak vitaminyang

sama sekali tidak memiliki atom N ,dipandang dari sisi enzimologi (ilmu

tentang enzim ),vitamin adalah kovaktor dalam reaksi kimia yang

dikatalisasi oleh enzim.

Vitamin B1 tersedia dalam berbagai merek, ada yang bisa dibeli

secara bebas di apotek, tapi ada yang memerlukan resep dari dokter.

Vitamin B1 dalam bentuk suntik memerlukan resep dari dokter.

B. Vitamin B6
1. Pengertian Vitamin B6
Vitamin B6 atau Piridoksin adalah merupakan vitamin B kompleks

yang termasuk senyawa larut dalam air. Bersifat sebagai koenzim dalam

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang nantinya menjadi energi

yang digunakan tubuh untuk beraktivitas. Selain itu, metabolismenya juga

menyangkut asam amino dan juga sistem imunitas. Sehingga membantu

tubuh tetap prima dan tahan terhadap serangan penyakit. Vitamin B6 ini
memiliki 6 jenis bentuk kimia dan tentu paling sering didapatkan pada

sayuran. Piridoksin memiliki rumus molekul yaitu C8H11NO3 kemudian

memiliki massa molar 169,18 g/mol dan memiliki titik lebur 159-162oC.

(Vitahealth. 2006)

Piridoksin sendiri ditemukan pada tahun 1934 dimana ditemukan

saat meneliti kacang-kacangan. Hingga sekarang dapat diproduksi luas

untuk masyarakat pada umumnya.Manfaat Piridoksin adalah setelah

mengenal pengertian dari piridoksin tentu juga harus mengenal manfaat

dari piridoksin itu sendiri. Asam amino dalam tubuh dapat dipecah

menjadi lebih sederhana karena penggunaan vitamin B6 ini. Sehingga

dapat diserap melalui usus. Selain itu juga berperan dalam pemecahan

protein sehingga dapat juga membentuk senyawa seperti dopamine,

histamin, serotonin dan adrenalin. Tentu serotonin dimanfaat dalam

sistem imunitas tubuh. Bahkan dalam mengurangi rasa sakit pada wanita

yang sedang mengalami menstruasi.

Secara lebih umum, manfaat dari penggunaan piridoksin ini untuk

tubuh adalah pencegahan penyakit jantung, lalu digunakan dalam siklus

menstruasi dan kehamilan. Kemudian berperan dalam perkembangan

otak, meningkatkan energi pada tubuh agar bisa lebih berstamina,

meningkatkan sistem imunitas, menjaga kadar gula dalam darah serta

menjaga sistem saraf pada tubuh. Karena manfaatnya begitu penting

inilah penggunaannya perlu diperhatikan lagi untuk setiap hari. Kasus


kekurangan vitamin B kompleks di jaman sekarang ini hampir tidak

pernah terjadi.

Jika pun ada penyakit beri-beri pun tidak disebabkan karena

kekurangan vitamin B6 walaupun merupakan penyakit yang disebabkan

oleh jenis vitamin B kompleks lainnya. Secara lebih kompleks

kekurangan vitamin B6 ini dapat mengakibatkan penyerapan sari

makanan di usus terganggu. Sehingga tubuh akan menurun kondisinya

karena kekurangan gizi akibat hal ini. Biasanya terjadi pada mereka yang

lebih suka mengkonsumsi alkohol. (Saifuddin, Sirajuddin. 2009)

Berlebihan terhadap konsumsi obat jenis isoniazid dapat juga

menyebabkan fungsi kerja vitamin B6 tidak berfungsi dengan baik.

Dampak defisiensi atau kekurangan vitamin B6 ini adalah dermatitits,

mulut yang meradang, sampai insomnia. Bahkan seharusnya manfaat

yang dapat diperoleh dari konsumsi vitamin B6 ini seperti yang telah

dijelaskan diatas malah dapat sebaliknya, menjadi sebab dari penyakit

lainnya.

Piridoksin memang banyak terdapat di sayur-sayuran. Namun

penelitian pertama kali menemukannya pada kacang, tentu dimungkinkan

juga terdapat pada sumber makanan alami lainnya. Piridoksin atau

vitamin B6 ini terutama terdapat pada sayuran. Misalnya seperti sayur

paprika, sayur lobak, dan sayur bayam. Pada takaran paprika 1 cangkir

saja mampu memenuhi 0,27 mcg vitamin B6. Kemudian pada buah-

buahan juga mengandung vitamin B6. Seperti pada buah pisang, buah
alpukat, buah tomat, buah melon, buah semangka. Pada takaran 1 buah

pisang saja sudah mengandung vitamin. (Syahruddin, Kasim,2007)

2. Alat Dan Bahan


a. ALAT b. BAHAN
 Beker Gelas  AgNO3
 Tabung Reaksi  NH4OH
 Rak Tabung Reaksi  NaHCO3
 Pipet Tetes  HCL
 Penjepit  FeCl3
 Lakmus Merah dan Biru  NaOH
 H2SO4
3. Hasil Percobaan

NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN


1. Uji Organoleptik
- Warna Bubuk Kristal Putih
- Bau Bau Khas
- Rasa Sedikit Pahit
- Konsistensi Serbuk
2. Uji Kelarutan 1 : 4,2 = 1 : 42 Agak sukar larut
- Sampel + Air 1 : 13,9 = 1 : 139 Sukar larut
- Sampel + Alkohol
3. Uji pH
- Sampel + Lakmus Merah Asam
Merah Merah
- Sampel + Lakmus Biru
4. Reaksi Gugus Fungsional
- Sp + AgNO3, akan Larutan
terbentuk endapan, bila
ditambahkan NH4OH
endapan akan larut.
- Reaksi Besi (III) Kuning Lemah
Klorida
5. Reaksi Khusus
- Sp + FeCl3 → Merah Merah
- Sp + 1 ml air + 1 tetes
CuSO4 + NaOH → Biru
Biru-Ungu
- Sp + AgNO3 → Putih Putih Susu
Susu
- Sp + H2SO4(e) → Kuning
Kuning

6. Kesimpulan Vitamin B6 C8H11NO3


4. Pembahasan

Pada saat melakukan pratikum hal yang pertama dilakukan yaitu

menyiapkan alat dan bahan dan sampel yang akan diuji yaitu vitamin B6.

Pertama lakukan uji pendahulua/uji organoleptis meliputi warna, bau,

rasa dan konsistensi. Kedua lakukan uji kelarutan dengan menggunkan

sampel ditambhakan air dan alkohol. Ketiga uji Ph dengan menggunakan

sampel ditambahkan lakmus merah dan biru. Keempat lakukan reaksi

gugus fungsional dengan sampel ditambkan bahan sesui yang ada.

Terakhir reaksi khusus dengan cara sampel ditambahkan bahan. Setelah

dilakukan prosedur baru lah mendapatkan hasil pengamatan.

5. Kesimpulan

Dapat disimpulkan Vitamin B6 atau Piridoksin adalah merupakan

vitamin B kompleks yang termasuk senyawa larut dalam air. Bersifat

sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

nantinya menjadi energi yang digunakan tubuh untuk beraktivitas. Selain

itu, metabolismenya juga menyangkut asam amino dan juga sistem

imunitas. Sehingga membantu tubuh tetap prima dan tahan terhadap

serangan penyakit. Vitamin B6 ini memiliki 6 jenis bentuk kimia dan

tentu paling sering didapatkan pada sayuran. Piridoksin memiliki rumus

molekul yaitu C8H11NO3kemudian memiliki massa molar 169,18 g/mol

dan memiliki titik lebur 159-162oC.


Hasil yang didapat vitamin B6 yaitu serbuk berwarna putih yang

tidak memiliki bau dan rasa nya pahit, yang agak sukar larut dalam air

dan sukar larut dalam alkohol, dan memilik pH yang asam.


DAFTAR PUSTAKA

Askin, 1982. Buku Konsep Kimia Vitamin B1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Chang 2004. Kimia Vitamin. Cetakan Kesembilan. Jakarta. Pt, Gramedia Pustaka

Utama

Galberg, 2002 SNI 01-2893-2002- Teori Vitamin

Saifuddin, Sirajuddin. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium

Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Syahruddin, Kasim, dkk. 2007. Biokimia. Makassar: UPT MKU Universitas

Hasanuddin.

Vitahealth. 2006. Seluk-beluk Food Suplement. Jakarta : Gramedia


LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

“VITAMIN A DAN VITAMIN C”

Disusun Oleh :

Kelas B2

Nama :

Sarto Bagio (16091105)

Siska Ramadhani (16091110)

Tri Manda Sari (16091117)

Seza Seftiani Putri (16091107)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

AKADEMI FARMASI AL-FATAH

BENGKULU
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM PERCOBAAN XII

VITAMIN C DAN VITAMIN A

A. DASAR TEORI
Istilah vitamine pertama kali digunakan pada tahun 1912 oleh
Cashmir Funk di Polandia. Dalam upaya menemukan zat di dalam dedak
beras yang mampu menyembuhkan penyakit beri-beri, ia menyimpulkan
bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh kekurangan suatu zat di dalam
makanan sehari-hari. Zat ini dibnutuhkan untuk hidup (vita) dan mengandung
unsur nitrogen (amine), oleh sebab itu diberi nama vitamine. Penelitian
selanjutnya membuktikan bahwa ada beberapa jenis vitamine yang ternyata
tidak merupakan amine (Winda, 2013).
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan
pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik didalam
tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena
penyimpanan dan pengolahan.Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam
tubuh dan dapat pula memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini
tidak mencukupi, tubuh dapat mengalami suatu penyakit. Tubuh hanya
memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan
maka metabolisme di dalam tubuh kita akan terganggu karena fungsinya tidak
dapat digantikan oleh senyawa lain. Gangguan kesehatan ini dikenal dengan
istilah avitaminosis (Pujiadi, 1994).
Vitamin C atau asam askorbat merupakan salah satu vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kekurangan vitamin C telah dikenal sebagai
penyakit sariawan dengan gejala seperti gusi berdarah, sakit lidah, nyeri otot
dan sendi, berat badan berkurang, lesu, dan lain-lain. Vitamin C mempunyai
peranan yang penting bagi tubuh manusia seperti dalam sintesis kolagen,
pembentukan carnitine, terlibat dalam metabolisme kolesterol menjadi asam
empedu dan juga berperan dalam pembentukan neurotransmitter norepinefrin.
Vitamin C memiliki sifat sebagai antioksidan yang dapat melindungi
molekul-molekul yang sangat diperlukan oleh tubuh, seperti protein, lipid,
karbohidrat, dan asam nukleat dari kerusakan oleh radikal bebas dan reaktif
oksigen spesies. Vitamin C juga dibutuhkan untuk memelihara kehamilan,
mengatur kontrol kapiler darah, secara memadai, mencegah hemoroid,
mengurangi resiko diabetes dan lain-lain (Helmi, 2007).
Vitamin C sangat mudah dirusak oleh pemanasan, karena ia mudah
dioksidasi. Dapat juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktu
mencincang sayur-sayuran seperti kol atau pada menumbuk kentang
(Lehninger 1982). Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti: Pemanasan
yang menyebabkan rusak atau berbahayanya struktur, pencucian sayuran
setelah dipotong-potong terlebih dahulu, adanya alkali atau suasana basa
selama pengolahan, dan membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara
akan terjadi oksidasi yang tidak reversible. Penambahan tomat atau jeruk
nipis dapat mengurangi kadar vitamin C.Vitamin C mudah teroksidasi dan
proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh
katalis lembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan
dalam keadaan asam atau suhu rendah. Buah yang masih muda (mentah)
lebih banyak mengadung vitamin C. Semakin tua buah, semakin berkurang
vitamin C-nya. Titrasi netralisasi digunakan untuk menentukan kadar analit
yang bersifat asam atau basa atau zat yang dapat diubah menjadi asam/basa.
Air digunakan sebagai pelarut karena mudah diperoleh, murah, tidak beracun
dan mempunya koefisien suhu muai yang rendah (Underwood 1992)
Bentuk teroksidasinya, asam dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi
dengan berbagai reduktor seperti glutation dipastikan karena asam ini tidak
dapat berikatan dengan protein yang manapun. Sifat fisik dan kimiawi asam
askorbat adalah merupakan derivat monosakarida yang mempunyai gugus
enediol dan mempunyai 2 rumus bangun yang erat, yaitu sebagai asam
askorbat dan dehidro asam askorbat (Wahjudi 2003). Dehidro asam askorbat
terjadi karena oksidasi spontan dari udara. Keduanya merupakan bentuk aktif
yang terdapat dalam cairan tubuh. Merupakan kristal putih tidak berbau yang
larut dalam air (tetapi kurang stabil), tidak larut dalam lemak. Stabil dalam
larutan dan penyimpanan dingin, peka terhadap pemanasan dan oksidasi
(terutama bila ada Cu, maka vitamin C adalah pereduksi yang kuat).
Kebutuhan vitamin C dewasa 45 mg/hari, anak-anak 35 mg/hari, bumil &
buteki : 60 mg/hari (Hawab 2005).
Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak, dan
merupakan vitamin yang esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan
kelangsungan hidup.Vitamin A adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi
manusia, karena zat gizi ini tidak dibuat oleh tubuh, jadi harus dipenuhi dari
luar tubuh berupa makanan yang dikonsumsi ( Hassan, 2002)
Vitamin A yaitu karoten terdapat dalam berbagai macam makanan.
Daging merah hati, susu, full cream, keju, mentega merupakan makanan yang
tinggi retinol. Sayur dan buah-buahan berwarna hijau dan kuning seperti
wortel, sayur hijau seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam,
kacang panjang, buncis, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka
masak, jeruk, buah peach, apricot dan minyak sayur, yaitu minyak kelapa
sawit yang berwarna merah merupakan makanan yang tinggi karoten (
Hidayat, 2005).
Kekurangan vitamin A sering terjadi pada anak balita. Gangguan pada
mata dapat terjadi dalam beberapa tahap, tergantung berat ringannya
defisiensi vitamin A, terganggunya kemampuan untuk beradaptasi dan
melihat dalam kondisi gelap, xerophthalmia, hingga akhirnya mengalami
kebutaan dapat terjadi.Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan
vitamin A. kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga
terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea dengan tanda
pemburaman. Pelapisan sel epitel kornea yang akhirnya berakibat
melunaknya dan bisa pecah yang menyebabkan kebutaan total. Beberapa
tanda dan gejala lain jika kekurangan vitamin A adalah kelelahan yang
sangat, anemia, kulit menjadi kering, gatal dan kasar. Pada rambut dapat
terjadi kekeringan dan gangguan pertumbuhan rambut dan kuku (Almatsier,
2003) .

B. Alat Dan Bahan

Alat : Bahan :
- Tabung Reaksi - Vitamin A
- Rak Tabung Reaksi - AgNO3
- Serbet - Air
- Pipet Tetes - H2SO4 (p)
- Becker Glass - HNO3 (p)
- Erlemeyer - Vitamin C
- Buret - Ninhidrin
- Statif dan Kleam - Fehling 1dan Fehling II
- Lampu Bunsen - FeCL3
- Penjepit kayu - Pereak Sitilman S
- KMNO4
- Diazo B
C. Hasil Percobaan
1. Vitamin C
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1. Uji Organoleptic
- Warna Putih
- Bau Khas
- Rasa Asam
- Konsistensi Serbuk
2. Uji Kelarutan
- Sampel + air 1:7 Mudah Larut
- Sampel + alcohol 1: 35 Agak Sukar Larut

3. Uji pH
- Sampel + Lakmus Merah Merah Asam
- Sampel + Lakmus Biru Merah

4. Reaksi Gugus Fungsional


Sp + Preaksi Fehling I +
Fehling II sama banyak, Merah bata
dipanaskan endapan tembaga
ioksida warna merah bata

5. Reaksi Khusus
- Sp + FeCL3 warna Warna hilang
hilang, ungu pada Ph 6-8
- Sp + KMnO4 warna Warna hilang
hilang
- Sp + Diazob + Hcl Orange ketika bergas
orange ada gas
- Sp + AgNO3 abu- Abu-abu
abu hitam
- Sp+ Titan Yellow + Coklat Muda
NaoH Coklat muda
- Sp + Nessler Kuning Coklatabuhitam
Coklat abu-hitam

6. Kesimpulan VITAMIN C
2. Vitamin A
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1. Uji Organoleptic
- Warna Kekuningan
- Bau Khas
- Rasa Tidak Berasa
- Konsistensi Serbuk

2. Uji Kelarutan
- Sampel + Air 1: 100 Praktis tidak larut
- Sampel + Alcohol 1: 27 Larut

3. Uji pH
- Sampel + Lakmus Merah Merah Netral
- Sampel + Lakmus Biru Biru

4. Reaksi Gugus Fungsional

5. Reaksi Khusus
- Sp + Agno3 Merah Putih Kekuningan
Rosa
- Sp + Air Jingga Putih
- Sp + Larutkan Dalam
Chcl3 + 10 Ml Sbcl4 -
Warna Biru
- Sp + H2so4 Coklat Coklat Bintik Hitam
Bintik Hitam
- Sp + HNO3 (P) Kuning Bintik merah
Kuning Bintik Merah Jingga
Jingga

6. Kesimpulan VITAMIN A
D. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan identifikasi kualitatif vitamin
A dan vitamin C dimana vitamin A itu sendiri merupakan vitamin larut lemak
yang agak stabil terhadap suhu tinggi dan tidak hilang dengan proses
perebusan. Sedangkan Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut
dalam air dan memilikiperanan penting dalammenangkal beberapa penyakit.
Pada pengujian vitamin ini hal pertama yaitu mempersiapkan alat dan
bahan yang meliputi vitamin A dan vitamin C serta alat-alatnya meliputi
tabung reaksi, rak taung reaksi, lampu Bunsen, beaker glass, plat tetes, kertas
lakmus, berbagai macam reagen pereaksi, yang tertera di alat dan bahan.
Selanjutnya, kami melakukan uji oraganoleptis dimana vitamin A
memiliki konsistensi serbuk putih agak kuning bau khas mempunyai rasa
seperti minyak ikan. Pada vitamin A uji PH yang dilakukan menggunakan
kertas lakmus mendapatkan hasil netral tetapi lama kelamaan menjadi asam
dimana lakmus biru brubah menjadi warna merah. Pada uji kelarutan vitamin
A merupakan vitamin yang praktis tidak larut dalam air dikarenakan range
kelarutannya berada pada 1:100 dan mempunyai kelarutan larut dalan etanol
dengan range 1:27, pada uji khusus kami mendapatkan hasil sebagai berikut :
1. Sp + AgNO3 → Merah rosa

2. Sp + Air → Jingga

3. Sp+ H2SO4 (P) → Coklat bintik hitam

4. Sp+ HNO3→ Kuning bintik merah jingga

Dari hasil uji khusus yang telah didapat maka dapat disimpulkan
sampel yang digunakan pada praktikum merupakan vitamin A.

Pada vitamin C kami melakukan uji organoleptis dimana


konsistensinya berupa serbuk putih keabuan tidak berbau raa asam. Pada uji
kelarutannya didapati hasil 1:7 dimana vitamin C menujukkan mudah larut
dalam air. Kemudian hasi berikutnya 1:35 yag berarti agak sukar larut dalam
etanol. Kemudian pada uji PH vitamin C mendapatkan hasi asam yakni kedua
lakmus berubah menjadi warna merah. Kemudia uji gugus fungsional kami
melakukan langkah berikut :

1. Pemeriksaan senyawa pereduksi


a. Sampel + pereaksi fehling I dan II sama banyak, dipanaskan →
endapan tembaga (I) oksida berwarna merah bata.
2. Pada uji berikutnya yakni uji khusus kami melakukan percobaan sebagai
berikut :
a. Sp + FeCl3 →Warna hilang, warna ungu pada PH 6-8
b. Sp + KmnO4 →Warna hilang
c. Sp + diazo B + HCl →Orange ada gas
d. Sp + AgNO3 → Abu-abu hitam
e. Sp + Titan Yellow + NaOH →Coklat muda
f. Sp + nessler → kuning → coklat → abu → hitam
Dari semua uji yang telah dilakukan maka dapat dipastikan sampel
tersebut adalah vitamin C.
E. Kesimpulan.
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Vitamin C mempunyai konsistensi berupa serbuk putih keabuan tidak
berbau rasa asam. Pada uji kelarutannya didapati hasil 1:7 dimana vitamin
C menujukkan mudah larut dalam air. Kemudian hasi berikutnya 1:35 yag
berarti agak sukar larut dalam etanol. Kemudian pada uji PH vitamin C
mendapatkan hasi asam yakni kedua lakmus berubah menjadi warna
merah. Uji yang paling spesifik pada vitamin C yaitu Sp + AgNO3 →
Abu-abu hitam
2. Vitamin A mempunyai konsistensi konsistensi serbuk putih agak kuning
bau khas mempunyai rasa seperti minyak ikan. Pada vitamin A uji PH
yang dilakukan menggunakan kertas lakmus mendapatkan hasil netral
tetapi lama kelamaan menjadi asam dimana lakmus biru brubah menjadi
warna merah. Pada uji kelarutan vitamin A merupakan vitamin yang
praktis tidak larut dalam air dikarenakan range kelarutannya berada pada
1:100 dan mempunyai kelarutan larut dalan etanol dengan range 1:27. Uji
yang paling spesifik pada vitamin A yaitu Sp+ H2SO4 (P) → Coklat bintik
hitam.
DAFTAR PUSTAKA
Hawab, HM. 2005. Pengantar Biokimia Edisi Revisi. Bayumedia :Medan

Lehninger A.1982. Dasar-dasar Biokimia. Maggy Thenawidjaya, Penerjemah.

Jakarta :Erlangga. Terjemahan dari : Basic of Biochemistry

Mulyono, HAM. 2005. Kamus Kimia. Jakarta :Bumi Aksara

Winda. 2013. Macam Vitamin .http : // www.wikivitwmin.com/.Diakses tanggal 1


Desember 2013).
LAPORAN AKHIR

PRATIKUM KIMIA FARMASI 1

“IDENTIFIKASI KUANTITATIF VITAMIN K DAN VITAMIN


E”

DISUSUN OLEH:

KELAS B2

NAMA:

VIOLITA BELLA DINA (16091120)

WIWIT PUJIARTI (16091123)

YULIAN DIKI ARDIANI (16091126)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

AKADEMI FARMASI AL-FATAH BENGKULU

TAHUN AJARAN 2017/2018


Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai senyawa Vitamin
2. Mahasiswa mampu menjelaskan setiap prosedur yang terjadi pada analisis
kualitatif senyawa vitamin
DASAR TEORI
A. VITAMIN E
Vitamin E (alfa-tokoferol) adalah suatu antioksidan yang melindungi
sel-sel tubuh terhadap kerusakan oleh senyawa kimia reaktif yang dikenal
sebagai radikal bebas. Vitamin E dan selenium (suatu mineral esensial yang
merupakan komponen dari enzim antioksidan) mempunyai sifat yang sama.
(Samson, 2000)
1. Sejarah Penemuan
Vitamin E pertama kali ditemukan pada tahun 1922 oleh Dr. H.M
Evans dari California melalui penelitian untuk mempertahankan kehamilan
normal tikus betina diperlukan suatu subtansi tak dikenal. Tanpa bahan ini,
janin tikus akan mati dalam sepuluh hari saat dikandung. Tikus jantan
yang kekurangan bahan ini juga mengalami kelainan pada testisnya.
Sehingga saat itu vitamin E disebut sebagai vitamin anti kemandulan. Pada
wanita juga dianjurkan sebagai perawatan untuk kemandulan, kelainan
menstruasi, peradangan vagina, gejala menopause, mencegah keguguran
dan kesuburan benih. Vitamin E pertama kali diisolasi pada tahun 1936
dari minyak tepung gandum. Disebut vitamin E karena ditemukan setelah
vitamin-vitamin yang sudah ada yaitu A, B, C, dan D. Bentuk vitamin E
merupakan kombinasi dari delapan molekul yang sangat rumit yang
disebut ’tocopherol’. Kata ’tocopherol’ berasal dari bahasa Yunani:
Toketos yang berati ’kelahiran anak’ dan Phero berarti ’saya bawa’,
akhiran ’-ol’ ditambahkan untuk menunjukkan bahwa bahan ini
merupakan salah satu dari alkohol yang menyebabkan mabuk jika
dikonsumsi dalam jumlah banyak. (Samson, 2000)
2. Sifat-Sifat
Tocopherol tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut lemak
seperti minyak, lemak, alkohol, aseton, eter dan sebagainya. Karena tidak
larut dalam air, vitamin E dalam tubuh hanya dapat dicerna dalam empedu
hati. Vitamin E stabil pada pemanasan namun akan rusak bila pemanasan
terlalu tinggi. Vitamin E bersifat basa jika tidak ada oksigen dan tidak
terpengaruh oleh asam pada suhu 100o C. Bila terkena oksigen di udara,
akan teroksidasi secara perlahan-lahan. Sedangkan bila terkena cahaya
warnanya akan menjadi gelap secara bertahap. Vitamin E adalah golongan
vitamin yang larut dalam lemak. Artinya, vitamin ini terdapat dalam
bagian makanan yang berminyak, dan dalam tubuh hanya dapat dicerna
oleh empedu, di hati, karena tidak larut dalam air. Vitamin E sangat di
butuhkan oleh tubuh kita. (Prawirohardjo, 2002)
3. Fungsi Vitamin E
Selain dapat meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi
stres, meningkatkan fertilitas, meminimalkan risiko kanker dan penyakit
jantung koroner, vitamin E memiliki peran sangat penting bagi kesehatan
kulit. Vitamin E menjaga, meningkatkan elastisitas dan kelembapan kulit,
mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat
radiasi sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka.
Selain itu, fungsi vitamin E ialah :
a. Dapat mencegah keguguran pada wanita.
b. Dapat mengurangi rasa panas di dalam tubuh dan mengurangi depresi
pada wanita menopause.
c. Sangat penting untuk memaksimalkan fungsi otot.
d. Mencegah peroxidation pigmentasi akibat pembentukan asam lemak
tak jenuh tinggi.
e. Mencegah nekrosis hepatik yang disebabkan oleh kekurangan
belerang yang mengandung asam amino dan selenium.
f. Vitamin E membantu melawan radikal bebas, yang bermanfaat bagi
kulit dan membantu mencegah pembentukan kerutan dengan
mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh sinar ultraviolet.
g. Merupakan pelindung penyakit jantung dan diabetes.
h. Mencegah kerusakan jaringan dalam kasus iskemia dan cedera,
mengurangi gejala kaki kram dan rheumatoid arthritis, dan memiliki
efek antikoagulan.
i. Vitamin E berguna dalam membatasi kerusakan oksidatif yang
disebabkan oleh merokok, dan kerusakan jaringan dari radikal bebas
yang dipercepat dengan pecandu alkohol.
j. Melindungi tubuh dari berbahaya tumor.
k. Vitamin E mengurangi penggumpalan darah di dalam pembuluh
darah. (Anonymus, 2008).
4. Lalu, mengapa vitamin E sering dihubungkan dengan radikal bebas?
Radikal bebas adalah hasil oksidasi molekul di dalam tubuh.
Sebenarnya, jika diproduksi dalam jumlah yang pas, radikal
bebas dibutuhkan bagi kesehatan dan fungsi tubuh, yaitu untuk memerangi
peradangan, membunuh bakteri merugikan serta mengendalikan tonus otot
polos pembuluh darah dan organ lain dalam tubuh. Tapi bila diproduksi
melebihi batas, radikal bebas dapat menyerang sel-sel tubuh. Sehingga
berubah fungsi. Perubahan fungsi sel ini memicu proses penuaan yang
belum waktunya, serta berbagai gangguan kesehatan. Aktivitas zat radikal
bebas dalam tubuh bisa dicegah oleh zat antioksidan, yang berfungsi
menghentikan aktivitas radikal bebas dan melindungi sel yang sehat dari
kerusakan. Salah satu zat antioksidan yang paling ampuh adalah vitamin E.
Antioksidan akan membantu melawan radikal bebas ini sehingga kita
terbebas dari penyakit. Selain itu, antioksidan bisa membantu memerangi
kanker dan penyakit kardiovaskular, 2 masalah kesehatan yang paling
banyak diderita. Di samping itu, vitamin E membantu menyehatkan sistem
kekebalan tubuh, serta membantu proses perbaikan DNA. (Anonim, 2008)
Selain dapat meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi
stres, meningkatkan fertilitas, meminimalkan risiko kanker dan penyakit
jantung koroner, vitamin E memiliki peran sangat penting bagi kesehatan
kulit. Vitamin E menjaga, meningkatkan elastisitas dan kelembapan kulit,
mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat
radiasi sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka.
5. Sumber vitamin E
Vitamin E banyak tersedia dalam minyak yang dihasilkan dari biji-
bijian, seperti; minyak kacang, minyak kulit gandum, minyak jagung dan
minyak biji bunga matahari. Selain itu, vitamin E juga terdapat pada
sayuran hijau, sereal, hati, kuning telur, lemak susu, kacang-kacangan,
kiwi, mangga dan mentega. Hal yang penting diingat tentang vitamin E,
adalah mudah rusak oleh panas yang tinggi (proses memasak) dan oksidasi
(terpapar oksigen). Itu sebabnya, sumber vitamin E terbaik adalah
makanan segar, mentah, atau makanan yang belum diproses. (Anonim,
2009)
6. Kekurangan vitamin E
Gejala kekurangan, Ketika kadar vitamin E dalam darah sangat
rendah, sel darah merah rusak dan terbelah. Proses pembelahan sel darah
merah ini disebut hemolisis eritrodit. Kondisi ini menyebabkan gangguan
pada sistem syaraf dan otot. Gejala yang dirasakan adalah kesulitan
berjalan dan nyeri yang menetap pada otot betis. Vitamin E tingkat rendah
dalam darah dapat meningkatkan risiko kanker tertentu paru-paru,
payudara dan saluran pencernaan.
Tanda Kekurangan Vitamin E, Menurut buku the Complete Idiot’s
Guide to Vitamin and Mineral, kekurangan vitamin E dalam jangka
panjang bisa mendatangkan kerusakan saraf, khususnya saraf di tulang
belakang. Kadang juga terjadi kerusakan di retina mata. Kekurangan
vitamin E harusnya jarang terjadi. Itu karena dari makanan sehari-hari
hampir semua orang mendapatkan asupan 7-11 mg vitamin E. Meskipun
begitu, ternyata di AS yang terkenal makmur dan banyak makan, tercatat
kekurangan ringan vitamin E.
Selain dari asupan makanan sehari-hari, kekurangan vitamin E juga
bisa disebabkan kondisi medis seperti:
a. Menderita cystic fibrosis Penyebabnya, penderita penyakit ini tidak
bisa mencerna lemak dengan baik, sehingga tidak bisa menyerap
cukup vitamin E.
b. Menderita chron’s disease Penderita penyakit ini tidak bisa menyerap
cukup vitamin E lewat usus.
c. Menderita penyakit lever Penderita penyakit lever tidak bisa
menggunakan vitamin E dengan benar.
d. Sedang menjalani diet rendah lemak dan rendah kalori Kurangnya
lemak di dalam tubuh menyebabkan terganggunya pasokan vitamin E.
Ini karena vitamin E termasuk vitamin yang larut dalam lemak. Kita
butuh sedikit lemak untuk bisa menyerap vitamin E.
e. Minum obat-obatan tertentu Minum obat penurun kolesterol bisa
menurunkan penyerapan vitamin E dan vitamin yang larut dalam
lemak lainnya.
Menurut buku Vitamins and Mineral’s Handbook, ada tanda-tanda
tubuh seseorang butuh tambahan vitamin E, yakni tubuh mudah memar,
luka lama sembuh, varises, kurang gairah seks, infertilitas dan hilangnya
kekuatan otot.

B. VITAMIN K

Vitamin K adalah nama generik untuk beberapa bahan yang


diperlukan dalam pembekuan darah yang normal. Bentuk dasarnya adalah
vitamin K1 (filokuinon), yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, terutama
sayuran berdaun hijau. Bakteri dalam usus kecil sebelah bawah dan bakteri
dalam usus besar menghasilkan vitamin K2 (menakuinon), yang dapat diserap
dalam jumlah yang terbatas. (Herdata. 2008)
1. Sejarah penemuan

Pada 1929, ilmuwan Denmark Henrik Dam meneliti peran kolesterol


dengan memberi makan ayam diet kolesterol-habis. Setelah beberapa
minggu, binatang dikembangkan perdarahan dan mulai berdarah. Cacat ini
tidak bisa dikembalikan dengan menambahkan kolesterol dimurnikan
untuk diet. Tampak bahwa-bersama-sama dengan kolesterol senyawa
kedua telah diekstraksi dari makanan, dan senyawa ini disebut vitamin
koagulasi. Vitamin baru menerima surat K karena penemuan awal yang
dilaporkan dalam jurnal Jerman, di mana ia ditunjuk sebagai”Koagulations
vitamin”. Edward Adelbert Doisy dari Saint Louis University melakukan
banyak penelitian yang mengarah pada penemuan struktur dan sifat kimia
dari Dam K. Vitamin dan berbagi Doisy 1943 Hadiah Nobel untuk obat
untuk pekerjaan mereka di laboratorium vitamin K. (Herdata. 2008)

2. Sifat-sifat

a. Merupakan golongan Naphthoquinone. Dalam alam ada dua bentuk,


yaitu: Vitamin K1 (Phytomenadione) dan Vitamin K2. Derivat
aktifnya yaitu Menaphtone (Vitamin K3). Preparat sintesisnya yaitu
vitamin K analogue (misal : Acetomenaphthone).
b. Vitamin K dari alam larut dalam lemak. Vitamin K analogue sintesis
larut dalam air.
c. Stabil terhadap pemanasan dan reducing agents.
d. Labil terhadap Oxidizing agents, asam kuat, alkali, dan cahaya.
e. Vitamin K1 dan K2 berwarna kuning. Vitamin K sintesis tak berwarna.
(Nelson. 2007)

3. Vitamin K dan manfaatnya


Fungsi Vitamin K
a. Vitamin K berfungsi membuat protein yang dibutuhkan untuk
pembekuan darah
b. Vitamin K berfungsi membantu menjaga kalsium tetap di luar dari
arteri
c. Vitamin K berfungsi mensintesis protein yang ditemukan pada plasma,
tulang dan ginjal
d. Vitamin K berfungsi penting untuk konversi glutamat asam amino ke
asam gamma-carboxyglutamic (GCA)
e. Vitamin K berfungsi membantu kalsium masuk ke tulang
f. Vitamin K terlibat dalam karboksilasi osteocalcin (OC), dalam rangka
untuk mengikat kalsium
4. Sumber vitamin K
Untuk memenuhi kebutuhan vitamin K terbilang cukup mudah karena
selain jumlahnya terbilang kecil, sistem pencernaan kita mengandung
bakteri yang mampu mensintesis vitamin K yang sebagian diserap dan
disimpan didalam hati. Namun begitu tubuh pun perlu mendapat
tambahan vitamin K dari makanan. Kebanyakan sumber vitamin K
didalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri di dalam sistem
pencernaan, namun Anda dapat memperoleh vitamin K dari
makanan seperti hati, sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak,
sayuran sejenis kobis (kol) dan susu. Vitamin K dalam konsentrasi tinggi
juga ditemukan pada susu kedelai, teh hijau, susu sapi, serta daging sapi
dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, seperti yoghurt yang mengandung
bakteri sehat aktif, bisa membantu menstimulasi produksi vitamin ini.
Jumlah yang dibutuhkan Menurut standar RDA (Recommended Dietary
Allowance), kebutuhan vitamin K seseorang tergantung dari berat
badannya. Untuk dewasa, setidaknya membutuhkan 1 mikrogram setiap
hari per kg berat badan. Jadi, kalau berat badan Anda 50 kg maka
kebutuhan perharinya mencapai 50 mikrogram Jumlah yang dibutuhkan
Menurut standar RDA (Recommended Dietary Allowance), kebutuhan
vitamin K seseorang tergantung dari berat badannya. Untuk dewasa,
setidaknya membutuhkan 1 mikrogram setiap hari per kg berat
badan. Jadi, kalau berat badan Anda 50 kg maka kebutuhan perharinya
mencapai 50 mikrogram. (Nelson. 2007)
5. Kekurangan Vitamin K
a. Gejala Kekurangan, Jika vitamin K tidak terdapat dalam tubuh, darah
tidak dapat membeku. Hal ini dapat meyebabkan pendarahan atau
hemoragik. Bagaimanapun, kekurangan vitamin K jarang
terjadi karena hampir semua orag memperolehnya dari bakteri dalam
usus dan dari makanan. Namun kekurangan bisa terjadi pada bayi
karena sistem pencernaan mereka masih steril dan tidak mengandung
bakteri yang dapat mensintesis vitamin K, air susu ibu mengandung
hanya sejumlah kecil vitamin K. Untuk itu bayi diberi sejumlah
vitamin K saat lahir. Pada dewasa, kekurangan dapat terjadi karena
minimnya konsumsi sayuran atau mengonsumsi antobiotik terlalu
lama. Antibiotik dapat membunuh bakteri menguntungkan dalam
usus yang memproduksi vitamin K. Terkadang kekurangan vitamin K
disebabkan oleh penyakit liver atau masalah pencernaan.
b. Tanda kekurangan, Kekurangan vitamin K dapat terjadi setelah
pengobatan jangka panjang dengan antibiotik oral. Orang-orang
berisiko terkena kekurangan vitamin K adalah mereka yang menderita
kekurangan gizi kronis, mempengaruhi penyerapan vitamin dalam
makanan untuk mengurangi obstruksi pada saluran empedu, celiac
penyakit atau sariawan, kolitis ulseratif, regional enteritis. Suatu
ketika anak Anda tiba-tiba terpental dari sepeda. Betisnya tergores
sehingga meneteskan darah. Luka kecil itu lalu dibersihkan memakai
kapas sambil sedikit ditekan. Tak lama, darah pun berhenti menetes
dan luka ringan itu ditutup plester supaya anak bermain sepeda lagi.
Apa yang membuat darah berhenti menetes dengan sendirinya
sehingga Anda tak perlu repor mengatasinya? Ya.. Itulah salah satu
kegunaan penting vitamin K. Vitamin ini merupakan kebutuhan vital
untuk sintesis beberapa protein termasuk dalam pembekuan
darah. Disebut juga vitamin koagulasi, vitamin ini bertugas menjaga
konsitensi aliran darah dan membekukannya saat diperlukan. Vitamin
yang larut dalam lemak ini juga berperan penting dalam pembentukan
tulang dan pemeliharaan ginjal. (Nelson. 2007)

C. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
- Tabung Reaksi
- H2SO4
- Rak Tabung Reaksi
- HNO3
- Plat Tetes
- Formaldehid
- Beaker Gelas
- Etanol
- Serbet
- Na Bisulfat
- Penjepit Tabung Reaksi
- Aqua Brom
- Spatel
D. HASIL PERCOBAAN
1. VITAMIN K
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1. Uji Organoleptis
- Warna Kuning
- Bau Tidak Berbau
- Rasa Manis
- Konsistensi Serbuk
2. Uji Kelarutan
- Sampel + Air 0,1 : 10 = 1 : 100 Praktis Tidak
- Sampel + Alkohol Larut
0,1 : 3 = 1 : 30 Larut
3. Uji PH
- Sampel + Lakmus Merah (lama-lama Basa
Merah biru)
- Sampel + Lakmus Biru Biru

4. Reaksi Gugus
Fungsional

5. Reaksi Khusus

- Sampel + H2SO4 (P) Kuning Jingga

- Sampel + HNO3 (p)

Kuning
6. Kesimpulan VITAMIN K C31H16O2
2. VITAMIN E
NO PROSEDUR PENGAMATAN KETERANGAN
1. Uji Organoleptis
- Warna Coklat
- Bau Khas
- Ras Manis
- Konsistensi Serbuk
2. Uji Kelarutan
- Sampel + Air 0,1 : 10 = 1 : 100 Praktis Tidak Larut
- Sampel + Alkohol 0,1 : 2.3 = 1 : 23 Larut
3. Uji PH
-Sampel + Lakmus Merah Netral
Merah Biru
-Sampel + Lakmus Biru

4. Reaksi Gugus
Fungsional Reaksi
Marquis : Identifikasi
Cincin Warna
Gugus Aromatis, Zat + 3
tetes formaldehid +
H2SO4 (P)
5. Reaksi Khusus
- Sampel dalam 10 ml
etanol + 2ml HNO3
Jingga
sambil diaduk dan di
panaskan pada suhu
750c selama 15 menit

6. Kesimpulan VITAMIN E C29H50O


E. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami mengidentifiksi Vitamin K dan Vitamin
E. Pada praktikum yang kami lakukan , petama kami melakukan uji
organoleptis. Pada uji organoleptis vitamin K memiliki warna putih
kekuningan, memiliki bau khas lemah , berasa manis, dan konsistensinya
serbuk. Untuk vitamin E memiliki uji organoleptis yang di dapat adalah
memiliki warna coklat, tidak berbau , memiliki rasa manis dan konsistensinya
serbuk.
Langkah selanjutnya kami uji PH, dengan cara kertas lakmus merah
ditambahkan sampel lalu ditambahkan air maka didapatlah hasil warna biru.
Kemudian lakmus kedua yaitu kertas lakmus merah ditambahkan sampel lalu
ditambahkan air didapatlah hasil warna biru yang berarti memiliki PH biru.
Untuk vitamin E kertas lakmus merah ditambah sampel lalu ditambahkan air
mendapat hasil warna merah. Kemudian lakmus kedua , lakmus biru
ditambah sampel lalu ditambah air mendapat warna biru yang berarti vitamin
E memiliki PH netral.
Uji fungsional pada vitamin K tidak ada. Kemudian kami langsung
melanjutkan uji fungsional pada vitamin E yaitu dengan cara Reaksi Marquis
: Identifikasi gugus aromatis zat ditambah 3 tetes formaldehid ikatan rangkap.
Selanjutnya kami melakukan uji reaksi khusus vitamin K, Sampel
ditambahkan H2SO4 P mendapatkan hasil kuning jingga. Yang kedua sampel
ditambahkan HNO3P Mendapatkan Warna Kuning. Pada uji reaksi khusus
vitamin K yaitu sampel dalam 10ml etanol ditambahkan 2ml HNO3 sambil
diaduk dan dipanaskan pada suhu 750c selama 15 menit menjadi cerah atau
jingga.
F. KESIMPULAN
Dari praktikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa :
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh kita yang berfungsi untuk membantu pengaturn atau proses
kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya
tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan kekurangan vitamin memperbesar
peluang penyakit masuk ke tubuh kita.
1. Uji organoleptis pada :
 Vitamin E = warna coklat, tidak berbau, rasa manis, konsistensi
serbuk
 Vitamin K = warna putih , bau lemah, rasa manis, konsistensi
serbuk
2. Uji Reaksi
 Vitamin E = sampel + 10 ml etanol + 2ml HNO3sambil diaduk dan
panaskan pada suhu 750c selama 15 menit → jingga
 Vitamin K = Sampel + H2SO4→ kuning jingga
DAFTAR PUSTAKA

Nelson. 2007. Vitamin K. (diakses oleh : Melisa Fitri, 9 Mei 2010, 16.17 WIB).
(http://www.menkokesra.go.id/content/view/4987/39/

Herdata. 2008. Definisi Vitamin K,(diakses oleh: Melisa Fitri, 9 Mei 2010, 16.05
WIB).(http://www.surabaya-ehealth.org/dkksurabaya-manfaatnya

Anonim. 2008. Vitamin E. Bandung: PT. Mizan

Anonim. 2009. Sumber vitamin E. Jakarta: PT. Mizan

Samson. 2000. Tentang Vitamin E. Jakarta: Salemba Medika


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Anastasia, Yessy, 2011, Teknik Analisis Residu Golongan Tetrasiklin Dalam
Daging Ayam Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Buletin Teknik
Pertanian, Vol. 16, No. 2, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor.
Anonim. 2000. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Anief, Moh. 2005. Farmasetika Cetakan III. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Penerjemah: Farida Ibrahim. Penerbit Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Anonim, 2007. Lignocaine. http://en.wikipedia.org/wiki/Lidocaine. diakses kamis,
9 juni 2011.
Anonim, 2011. Dosis Lignokain Yang Diberikan Kepada pasien.
http://www.scribd.com/doc/52172122/11/G-Faktor-yang-Berpengaruh-
pada-Anestesia-Epidural. diakses, 9 juni 2011.
Anonim, 2011. Lignokain Yang Diberikan.
http://www.scribd.com/doc/51582086/Prilokain-joy. diakses 9 juni 2011.
Arifin, Helmi, Vivi Delvita, dan Almahdy A., 2007, Pengaruh Pemberian Vitamin
C Terhadap Fetus Pada Mencit Diabetes, Jurnal Sains Dan Teknologi
Farmasi, Vol. 12, No. 1, Universitas Andalas.
Atcc 25922 Karena Campuran Polietilenglikol 4000-Tween 80 (1:1), Sigma, Vol.
II, No. 1, Universitas Gadjah Mada.
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi
kedua. Jakarta : Penerbit Bunga Aksara.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Darsono Lusiana. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan
Parasetamol. JKM. Vol.2.No.1.
Doerge. R. F. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal
Organik Edisi VIII Bagian II. Philadelphia : J.B.Lippincott Company.
Foye , W. O. 1995. Prinsip - Prinsip Kimia Medisinal Jilid I Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University press.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2012, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta (hal 1).
Ganiswarna. S. A. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal.33
Hawab, HM. 2005. Pengantar Biokimia Edisi Revisi. Bayumedia :Medan
Herdata. 2008. Definisi Vitamin K,(diakses oleh: Melisa Fitri, 9 Mei 2010, 16.05
WIB).(http://www.surabaya-ehealth.org/dkksurabaya-manfaatnya
Hadisahputra, S., Harahap, U. 1994. Biokimia Dan Farmakologi Antibiotik. USU
Press, Medan. Hlm 38-39
Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Penerjemah
dan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika,
Surabaya. Hlm 37-41
Lehninger A.1982. Dasar-dasar Biokimia. Maggy Thenawidjaya, Penerjemah.
Jakarta :Erlangga. Terjemahan dari : Basic of Biochemistry
Martin, A., J. Swarbrick, and A. Cammarata, 1983, Physical Pharmacy, 3rd ed.,
Lea & Febiger, Philadelpia,845-850.
Missler,G.L dan Tarr,D.A 1991. Inorganic Chemistry,Prentik.Hal inc . London.
Mulyono, HAM. 2005. Kamus Kimia. Jakarta :Bumi Aksara
Muniz, corolina compas. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar :
Yogyakarta. (Hal 1 dan 10).
Nelson. 2007. Vitamin K. (diakses oleh : Melisa Fitri, 9 Mei 2010, 16.17 WIB).
(http://www.menkokesra.go.id/content/view/4987/39/
Putra, Effendy De Lux, 2002, Penetapan Kadar Ampisilin Dalam Tablet Dengan
Nama Generic Dan Dagang Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT), Majalah Farmasi Indonesia, 13(4), Universitas Sumatera
Utara.
Rachdiati, Henny dan Ricson P Hutagaol dan Erna Rosdiana. Penentuan Waktu
Kelarutan Parasetamol Pada Uji Disolusi. Nusa Kimia Jurnal Vol.8 No.1 :
1-6, Juni 2008. FMIPA UNB.
Silverstein, R.M., G.B. Bassler., and T.C.D. Morcill. 1986. Penyelidikan
Spektrometrik Senyawa Organik. AlihBahasa : A.J. hartomo, dan Anny Victor
Purba. Erlangga. Jakarta. Hlm 191-195.
Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya.
Sudjaswadi, Riswaka, 1999, Peningkatan Daya Hambat Kloramfenikol Terhadap
Staphylococcus Aureus Atcc 25923 Dan Escherichia Coli
Sukandar. 2008. Analisa Kimia Farmasi Kualitatif. UNHAS : Makassar.
Tjay dan Rahardja, 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia,
Jakarta
Wattimena, J. R., 1991. Farmakodinami Dan Terapi Antibiotik. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta. Hlm 1, 187
Winda. 2013. Macam Vitamin .http : // www.wikivitwmin.com/.Diakses tanggal 1
Desember 2013).

Anda mungkin juga menyukai