Anda di halaman 1dari 17

A.

PENDAHULUAN

Moluskum kontagiosum adalah tumor epidermis jinak yang hanya terdapat

pada manusia. Agen penyebab digolongkan sebagai satu-satunya anggota genus

Molluscipoxvirus. Virus ini dapat masuk melalui abrasi kecil pada kulit. Penyakit

ini terjadi di seluruh dunia dalam bentuk sporadis maupun endemik dan lebih

sering pada anak-anak daripada orang dewasa. Penyakit disebarkan melalui

kontak langsung dan tidak langsung (misal, melalui tukang cukur, penggunaan

handuk bersama, kolam renang). Periode inkubasi dapat memanjang sampai 6

bulan dan menetap sampai 2 tahun tetapi akhirnya akan menghilang spontan.

Diagnosis moluskum kontagiosum biasanya dapat ditegakkan secara klinis.

Namun bahan kaseosa semipadat dapat ditunjukkan dari lesi dan digunakan untuk

diagnosis laboratorium.1

Virus ini berbentuk batu bata, memiliki inti Dna berbentuk lonceng, dan

beukuran 300 nm dalam dimensi terbesarnya sehingga merupakan poxvirus

patogenik terbesar pada manusia dan salah satu virus terbesar di alam.4

Prognosis penyakit ini baik dan biasanya sembuh spontan. Dengan

menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang residif. 2

B. DEFINISI

Moluskum kontagiosum adalah sejenis tumor virus yang terbatas pada

manusia dank era, disebabkan oleh virus DNA yang tergolong pox virus.3

moluskum kontagiosum memiliki ciri membrane mukus. Manifestasi penyakitnya

asimptomatis, diskret, appul licin. Biasanya penyakit ini berkembang dari lesi

berpedunkel berdiameter sampai 5 mm. Masa inkubasi moluskum kontagiosum di

1
dapatkan satu sampai beberapa minggu hingga 6 bulan.2

C. ETIOLOGI

Etiologi dari penyakit ini adalah virus (genus Molluscipoxvirus) yang

menyebabkan moluskum kontagiosum menjadi angoota dari family poxviridae,

yang juga terdapat anggota smallpox. Molluscum Contagiosum Virus (MCV)

merupakan virus double stranded DNA,berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x

330 nm. Terdapat 4 subtipe utama Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu

MCV I, MCV II, MCV III dan MCV IV.Keempat subtipe tersebut menimbulkan

gejala klinis serupa berupa lesi papul milier yang terbatas pada kulit dan membran

mukosa. MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga

subtipe lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV

I. Akan tetapi pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi

MCV II sebesar 60 %. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan

imunogen yang lemah. Sekitar sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi

terhadap MCV, sehingga seringkali didapatkan serangan berulang. iga subtipe

dari MCV telah diidentifikasi, semuanya memiliki presentasi klinis yang mirip

dan tidak terlokalisir pada bagian tubuh tertentu (misalnya genital). Molluscum

contagiosum virus tipe-1 (MCV-1) adalah subtipe yang paling ditemukan pada

pasien, sedangkan MCV-3 jarang ditemukan. Sebagai contoh, analisis dari 106

MCV terisolasi secara klinis mengindikasikan kemunculan MCV-1, -2, dan -3

dengan perbandingan 80 : 25 : 1.2

2
D. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Terutama menyerang anak-anak

namun kadang mengenai orang dewasa, dan pasien dengan imunokompremise.

Pada pasien anak, lesi biasanya ditemukan di wajah, badan, dan ekstremitas, pada

pasien dewasa biasanya disebarkan melalui transmisi seksual. Informasi yang

pasti tentang berapa prevalensi dari penyakit ini belum diketahui. Ini disebabkan

penelitian tentang penyakit ini hanya pada kasus-kasus yang lebih serius. Faktor

utama dalam penyebarannya adalah kontak kulit langsung. Faktor lain yang yang

mempengaruhi penyebaran tidak diketahui, tapi dicurigai lingkungan tropis turut

memfasilitasi penyebarannya. Insiden moluskum kontagiosum diperkirakan 1%

dari semua diagnosis dermatologi. Informasi yang pasti tentang berapa prevalensi

dari penyakit ini belum diketahui. Ini disebabkan penelitian tentang penyakit ini

hanya pada kasus-kasus yang lebih serius. 2

Data epidemiologi dari moluskum kontagiosum kualitasnya masih rendah

dimana, insidensi terbesar yaitu pada anak-anak yang berusia antara 0 hingga 14

tahun, di mana insidensi berkisar antara 12 hingga 14 episode per 1000 anak per

tahun. Angka terbesar di Amerika yaitu pada anak berusia 1-4 tahun. Penelitian

meta analisis menyebutkan bahwa prevalensi pada anak 0-16 tahun berkisar antara

5,1% dan 11,5%. Di Amerika Serikat, angka kejadian hanya 1% dari seluruh

penyakit kulit yang lain. Meningkat menjadi 5- 18% pada pasien HIV dan 33%

pada pasien yang memiliki jumlah sel CD4 di bawah 100/μL.1

3
D. Patogenesis

Virus moluskum tergolog virus DNA genus Molluscipox, ditemukan 4

subtipe, dan tipe 1 dianggap dapat menyerang individu yang imunokompeten.

Masa inkubasi antara 2-8. Berberapa toll like receptors (TLRs) mampu mengenali

struktur dan merespons infeksi virus.tersebut. Molluscum Contagiosum (MC)

adalah infeksi virus kulit yang umumdisebabkan oleh virus DNA Pox yang

mengenai orang dewasadan anak-anak. MC terutama adalah infeksi pada anak-

anak yang sedang sekolah(1-5 tahun) dan kadang-kadang orang dewasa dan

individu dengan immunocompromised. MC terjadi pada 2% -10% populasi dunia.

Kejadiannya meningkat pada individu dengan immunocompromised seperti yang

terinfeksi HIV, meningkat hingga 5% -18%. MC pertama kali dijelaskan pada

tahun 1817 dan etiologi virusnya ditemukan oleh Juliusberg. Virus ini diketahui

dari family poxviridae. Virus ini berbentuk bulat atau persegi panjang dengan

rantai dna ganda. Virus ini menginfeksi keratinosit epidermis. Virus ini

menggunakan sitoskeleton mikrotubulus sel eukariotik untuk gerakan

menyebabkan penyebaran infeksi virus secara terus-menerusAda 4 strain virus

MC (MCV) [1-3]. MCV 1 adalah yang paling umum di seluruh dunia dan juga

mempengaruhi anak-anak muda paling umum.MCV-2 terutama menginfeksi

orang dengan immunocompromised.3

4
E. Gejala klinis

Moluskum kontagiosum biasanya asimtomatik; Namun, lesi individu

mungkin lunak atau pruritus. Secara umum, pasien tidak mengalami gejala

sistemik, seperti demam, mual, atau malaise.Lokasi penyakit ini yaitu di daerah

wajah, leher, ketiak, badan,dan ekstremitas (jarang ditelapak tangan atau telapak

kaki), sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna.5,6

Pasien mungkin pernah kontak dengan pasangan seksual yang terinfeksi,

anggota keluarga, atau orang lain. Pasien yang dilaporkan memiliki banyak

pasangan seksual atau seks tanpa kondom dapat meningkatkan risiko infeksi.

Kontak dapat dilaporkan pada anak-anak yang berbagi bak mandi atau pada atlet

yang berbagi peralatan gimnasium dan bangku.6

Kelainan kulit berupa papul berbentuk bulat mirip kubah, berkuran miliar

sampai lentikular dan berwarna putih dan berkilat seperti lilin.Papul tersebut

setelah beberapa lama membesar kemudian di tengahnya (delle).

Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna putih mirip butiran

nasi. Kadang- kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.

Sebagian papul dapat berukuran besar hingga 10-15 mm disbut giant molloscum.

Komplikasi dapat terjadi berupa infeksi sekunder akibat garukan.6

Pada pasien immunocompromised , misalnya HIV/AIDS, lesi moluskum

menjadi cepat tumbuh, berjumlah sampai ratusan, besar-besar dan tersebar.5

5
F. Diagnosis

Anamnesis

Akne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemerisaan fisis.

Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia (oleh FKUI/RSCM) untuk

menentukan derajat akne vulgaris, yaitu ringan, sedang, dan berat, adalah

klasifikasi mnurut Lehmann dkk (2002). Klasifikasi tersebut diadopsi dari 2nd

Acne Round Table Meeting (South East Asia), Regional Consensus on Acne

Management, 13 Januari 2003, Ho Chi Minh City-Vietnam.5

Pemeriksaan fisik

Lesi adalah papula berbentuk diskrit, agak keras , berwarna seperti

daging, berbentuk kubah yang menunjukkan umbilikasi sentral (yang lebih

jelas bila lesi membeku dengan nitrogen cair).7

Gambar.1.Ditemukan pada gambar adalah papul-papul klasik dari lesi

moluskum kontagiosum di pipi anak kecil. Lesi wajah sering terjadi pada

anak-anak, meski lesi umumnya sedikit.7

6
Lesi biasanya berdiameter 2-5 mm (jarang sampai 1,5 cm dalam giant

molluscum) dan mungkin ditemukan berkelompok atau meluas. Pada keadaan

immunokompeten pada anak-anak dan orang dewasa biasanya didapakan

kurang dari 20 lesi. Lesi yang lebih besar mungkin memiliki beberapa badan

moluskum yang berbeda.Lesi dengan inti putih yang berisi tubuh moluskum.

Beberapa lesi menjadi konfluen untuk membentuk plak (bentuk agregat).7

Gambar.2. Lesi yang lebih besar merupakan gabungan dari beberapa badan

moluskum. Hal ini mungkin membuat lesi ini sulit dikenali sebagai

moluskum kontagiosum.7

Lesi dapat ditemukan dimana saja; Namun, kecenderungan untuk

wajah, badan, dan ekstremitas didapatkan pada anak-anak dan

kecenderungan untuk di daerah selangkangan dan alat kelamin didapatkan

7
pada orang dewasa. Lesi jarang ditemukan di telapak tangan dan jarang

didapatkan pula di telapak kaki, mukosa mulut, atau konjungtiva.7

Distribusi dipengaruhi oleh cara infeksi, jenis pakaian yang

dikenakan, dan iklim. Pada individu yang aktif secara seksual, lesi mungkin

terbatas pada penis, pubis, dan paha bagian dalam moluskum kontagiosum

yang luas dan terus-menerus dapat terjadi pada pasien AIDS dan mungkin

ditemukan keluhan yang menyertainya.7

Karakteristik lain dari moluskum kontagiosum untuk dipertimbangkan

meliputi:

 Daerah intertrigininosa : Ratusan lesi dapat berkembang di daerah

intertriginosa, seperti daerah axilla dan intercrural.

 Dermatitis atopik: Pasien dengan dermatitis atopik terkadang

didapatkan lesi dalam jumlaah besar, yang terbatas pada area kulit

yang mengalami likenifikasi atau penebalan.

 Eksim: Sekitar 10% pasien timbul eksim di sekitar lesi, ini

dikaitkan dengan zat beracun yang dihasilkan oleh virus atau

reaksi hipersensitif terhadap virus; Eksim yang terkait dengan lesi

moluskum mereda secara spontan setelah pengangkatan.

 Proses peradangan: Inflamasi menghasilkan supurasi, krusta, dan

bentuk akhir dari lesi; tahap inflamasi ini biasanya tidak

menyebabkan infeksi sekunder dan jarang memerlukan terapi

antibiotik.7

8
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Manusia adalah satu-satunya host yang rentan dan virus tidak bisa

tumbuh di telur, kultur jaringan atau binatang. Titer antibodi tidak membantu

diagnosis. Sebagian besar dilakukan secara klinis. Pseudokimia dan lesi giant

molloscum lebih sulit didiagnosis secara klinis. Infeksi virus terbatas pada

area lokal di epidermis.6

Diagnosis ditegakkan dengan biopsi eksisi danPemeriksaan di bawah

mikroskop daya rendah menunjukkan ovoid,massa sitoplasma homogen

berdinding halus yangterutama terdiri dari virion dewasa, belum matang dan

tidak lengkap disertai puing-puing seluler. Ini disebut badan moluskum

berukuran 20-30μm, yang menggantikan nukleus kepinggiran sel. Pada badan

moluskum, jumlahnya partikel virus banyak tertanam dalam matriks protein.

Badan moluskum adalah badan inklusi virus molloscum contagiosum. Strain

Giemsa Wright, Haematoxylin& pewarnaan eosin bisa dilakukan. Bagian ini

menunjukkan acanthoma dengan proliferasi bawah rete ridges. Badan

moluskum mencapai tingkat lapisan sel granular,Reaksi pewarnaam berubah

dari eosinofilik ke basofilik di lapisan sel tanduk, tubuh moluska basophilic

dan disebut sebagai Henderson-patterson bodies. Stratum korneum di bagian

tengah lukanya terpecah dan melepaskan badan moluskum dan terbentuknya

kawah pusat. Biasanya, tidak ada reaksi inflamasi yang terlihat di dermis.

Reaksi inflamasi terlihat saat lesi pecah, dan isi lesi habis ke dalam dermis.

9
Lesi secara spontan menunjukkan infiltrasi mononuklear yang mengelilingi

lesi, yang juga menyusup di antara sel epidermis yang terinfeksi. Sebenarnya

histologis bagian yang diwarnai dengan hematoxyline dan eosin

menunjukkan berbentuk indentasi epidermis ke dalam dermis. Lesi

moluskum biasanya sembuh dalam waktu 6-9 bulan tapi bisa bertahan selama

2 tahun. Molloscum contangiosu virus (MCV) tidak bersifat laten di dalam

tubuh seperti virus herpes, saat lesi kulit sembuh, lesi tidak akan muncul pada

bekas luka. Tapi tidak ada kekebalan permanen terhadap MCV dan individu

dapat kembali terinfeksi dengan paparan orang yang terinfeksi.6

Polymerase chain reaction (PCR) juga bisa dilakukan untuk

mendiagnosa. Lydia dkk menjelaskan tekniknya yaitu persiapan squash

menggunakan Giemsa untuk diagnosis moluskum. Dalam persiapan Squash,

eksudat selular dapat diamati di bawah mikroskop.6

Pada tahun 2011 Lydia dkk telah menjelaskan bahwa setelah sayatan

dengan ukuran 19 jarum, ekstraktor komedo digunakan untuk mengluarkan

delle yang di jepit atau dengan menekan antara 2 slide mikroskop kaca.

Cairan diwarnai dengan 5-7 tetes cairan giemsa dan diamati di bawah

mikroskop kemudian pehatikan Henderson -Paterson. bodies Pewarnaan

lainnya dengan teknik misalnya Wright, KOH 10%, gram dan papanicolaou

telah dijelaskan.6

10
G. DIAGNOSIS BANDING

1. Intradermal nevus

Merupakan bentukan dari nevus melanositik, namun memiliki derajat

pigmentasi yangsama dengan kulit sekitarnya.1,2Nevus intradermal tidak

mempengaruhi pigmentasi kulit karena ia terletak di dalam dermis.1-3 Nevus

intradermal bisa menyerang segala usia, terutama usia anak menginjak remaja,

dewasa, namun jarang pada usia 60 tahun ke atas.4,5 Karakteristiknya dapat

berupa lesi berwarna serupa dengan kulit sekitarnya, ukurannya kecil (5mm –

1cm), peninggian dari permukaan kulit (berbentuk bulat, domeshaped, bertangkai

atau permukaan kasar (wart)). Terkadang ditumbuhi rambut, biasanya pada pasien

usia yang lebih tua.8

2. Granuloma pyogeni

Merupakan bagian dari hemangioma kapiler. Lesi ini terjadi akibat proliferasi

kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, tidak disebabkan oleh proses

peradangan. Sering mengenai anak – anak dan terutama bagian tubuh distal yang

rentan terhadap trauma. Lesi berupa papul eritematosa, berkembang cepat hingga

mencapai ukuran 1 cm, bertangkai dan mudah berdarah. Lesi biasanya bersifat

soliter.8

3. Karsinoma Sel basal

Adalah merupakan tumor ganas kulit, bersifat destruktif, dan invasi

setempat, serta sangat jarang metastasis. Gejala klinik pada KSB dini ditemukan

papul, nodus, permukaan mengkilap, seperti lilin, berpigmen atau kemerahan dan

11
di temukan telangiektasis. Etiopatogenesis KSB sering muncul pada kulit yang

banyak terpajan sinar matahari, parut luka bakar, dan kontak dengan arsen.

Pengaruh sinar matahari ini dapat terjadi karena rekreasi terutama masa kanak-

kanak dan remaja. Bila dihubungkan dengan riwayat kanker kulit dalam keluarga

menunjukkan adanya pengaruh genetic. Tumor ini diduga berasal dari sel

pluripotensial di epidermis.9,10

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis biasanya dapat langsung ditegakkan. Evaluasi dengan konten

sentra menggunakan persiapan crush dan pewarnaan Giemsa dan pemeriksaan

histopatologik dapat dilakukan jika diperlukan. Pada pemeriksaan histopatologis

akan ditemukan epidermis hipertropi dan hiperplastik. Di atas lapisan basal, dapat

dilihat sel yang membesar berisi inklusi intrasitoplasmik besar (Henderson-

Paterson bodies). Hal ini dapat meningkatkan ukuran sel sehingga dapat

menyentuh Horny layer.8

I. PENATALAKSANAAN

Sangatlah penting untuk mendiskusikan risiko dan keuntungan bagi terapi

pasien dengan keluarga pada fase jinak karena moluskum kontagiosum sendiri

akan sembuh tanpa komplikasi pada individu tanpa komplikasi imunokompeten.

Pemberian terapi dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan meliputi

kebutuhan pasien, rekurensi penyakit serta kecenderungan pengobatan yang

meninggalkan lesi pigmentasi atau jaringan parut. Sebagian besar pengobatan

moluskum kontagiosum bersifat traumatis pada lesi.Terapi yang sering

12
diaplikasikan pada pasien moluskum kontagiosum seperti kuretase dan kryoterapi,

bagaimanapun kedua terapi ini menyakitkan bagi pasien.

Bedah Beku (Cryosurgery) merupakan salah satu terapi yang umum dan

efisien digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada lesi

predileksi perianal dan perigenital.Bahan yang digunakan adalah nitrogen

cair.Aplikasi menggunakan lidi kapas pada masing-masing lesi selama 10-15

detik.Pemberian terapi dapat diulang dengan interval 2-3 minggu.Efek samping

meliputi rasa nyeri saat pemberian terapi, erosi, ulserasi serta terbentuknya

jaringan parut hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi.

Terapi lainnya berupa eviserasi yang merupakan metode yang mudah

untuk menghilangkan lesi dengan cara mengeluarkan inti umbilikasi sentral

melalui penggunaan instrumen seperti skalpel, ekstraktor komedo dan jarum

suntik. Penggunaan metode ini kebanyakan tidak dapat ditoleransi oleh anak-

anak.

Suspensi podofilin 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat

diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi kapas, dibiarkan selama 1 -4

jam kemudian dilakukan pembilasan dengan menggunakan air bersih. Pemberian

terapi dapat diulang sekali seminggu.Terapi ini membutuhkan perhatian khusus

karena mengandung mutagen yaitu quercetin dan kaempherol.Efek samping lokal

akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi pada permukaan kulit normal serta

timbulnya jaringan parut. Efek samping sistemik akibat penggunaan secara luas

pada permukaan mukosa berupa neuropati saraf perifer, gangguan ginjal, ileus,

leukopeni dan trombositopenia. Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih

13
aman dibandingkan 8podofilin. Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5%

diaplikasikan pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut kedua

bahan ini pada wanita hamil.

Sedangkan cantharidin merupakan agen keratolitik berupa larutan yang

mengandung 0,9% collodian dan acetone. Telah menunjukkan hasil memuaskan

pada penanganan infeksi Molluscum Contagiosum Virus (MCV). Pemberian

bahan ini terbatas pada puncak lesi serta didiamkan selama kurang lebih 4 jam

sebelum lesi dicuci. Cantharidin menginduksi lepuhan pada kulit sehingga perlu

dilakukan tes terlebih dahulu pada lesi sebelum digunakan.Bila pasien mampu

menoleransi bahan ini, terapi dapat diulang sekali seminggu sampai lesi

hilang.Efek samping pemberian terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri

dan terbakar pada daerah lesi.Kontraindikasi penggunaan Cantharidin pada lesi

moluskum kontagiosum di daerah wajah.

Medikamentosa lainnya adalah Cimetidine yang merupakan antagonis

reseptor histamine H2 yang menstimulasi reaksi hipersensitifitas tipe

lambat.Mekanisme kerja Cimetidine pada terapi moluskum kontagiosum masih

belun diketahui secara jelas.Sebuah studi menunjukkan keberhasilan penggunaan

cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral / hari dosis terbagi dua pada pengobatan

moluskum kontagiosum dengan lesi ekstensif. Cimetidine berinteraksi dengan

berbagai pengobatan sistemik lain, sehingga perlu dilakukan anamnesis riwayat

pengobatan pada pasien yang akan mendapat terapi obat ini. 8

14
J. PROGNOSIS

Pasien akan sembuh spontan, tapi biasanya setelah waktu yang lama,

berbulan – bulan sampai tahunan. Dengan menghilangkan semua lesi, penyakit ini

jarang atau tidak residif.8

K. EDUKASI

Menjaga kebersihan diri, tidak saling meminjam alat mandi, misalnya

handuk, pakaian atau mainan, mencegah kontak fisik sesame teman, dan selama

sakit di larang berenang.9

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Yana E, Seorang Anak Usia 10 Tahun Dengan Moluskum

Kontangiosum.Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.2016. Hal 56

2. Haeriyoko AW,Igk , Darmada, Diagnosis dan Tata Laksana Moluskum

Kontagiosum, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal 2-3

3. R.S. Siregar. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.

EGC:Jakarta:2009. Hal 79.

4. Mitchell R.N., Kumar V, Abbas K, Fausto N, Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit Robbin & Cotran. Edisi ke 7 (Terj), EGC:Jakarta:2006, hal 1291.

5. Sitohan IBS, Wasitatmadja SM, Moluskum Kontangiosum. Dalam : Menaldy

SL SW, Bramono K, Indriatnmi W (editors), Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin, ed.7. FKUI: Jakarta; 2017. Hal 124-26.

6. Rajurkar MN. Molluscum Contangiosum. Departement of Microbiology,

Jawarlal Nehru Medical College, Wardha ( M.S), India. Juli 2017. p 276-78.

7. Bhatia AC. Molloscum Contangiosum Clinical Presentation.

Https://emedicine.medscape.com/article/910570-clinica. Diakses {8/01/ 2018,

13:20 WITA}.

8. Arista H Winda, Darmada, Diagnosis dan Tatalaksana Moluskum

kontagiosum, Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Denpasar.

16
9. Linuwih Sri Menaldi SW, Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin; Fakultas

Kedokteran Indonesia; Jakarta 2017. Hal 121-124

10. Siregar SR, Wijaya C, Anugrah P (editors). Atlas Berwarna Saripati Penyakit

Kulit.Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005. Hal 84-86

17

Anda mungkin juga menyukai