Kue manis dan kenyal satu ini merupakan salah satu makanan khas Kota Medan,
Sumatera Utara. Namanya adalah Bika Ambon.
Seperti apakah Bika Ambon ini? Dan apa saja yang menarik dari makanan khas satu ini? Yuk
simak ulasan kami berikut ini.
Bika Ambon adalah salah satu makanan khas jenis kue basah yang berasal dari Kota Medan,
Sumatera Utara. Kue satu ini memiliki ciri khas dengan warnanya yang kuning dan memiliki
rongga-rongga di bagian dalamnya. Selain itu kue Bika Ambon juga memiliki citarasa dan
aroma yang khas sehingga membuat kita ketagihan untuk menyantapnya. Di Kota
Medan sendiri, kue Bika Ambon ini sudah sangat terkenal dan menjadi salah satu iconkuliner
kebanggaan masyarakat di sana. Sehingga selalu menjadi buruan para pecinta kuliner
maupun para wisatawan saat berkunjung ke sana.
Dari beberapa sumber yang kami temukan, ada beberapa versi cerita yang menjelaskan
tentang asal usul nama Bika Ambon ini. Salah satunya dari penjelasan M. Muhar Omtatok,
salah seorang budayawan dan sejarawan yang menjelaskan bahwa kue Bika Ambon ini
awalnya terilhami dari kue khas bangsa Melayu yaitu bika atau yang disebut juga dengan
bingka. Kue tersebut kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahan pengembang
berupa Nira atau Tuak Enau. Sehingga bagian dalamnya menjadi berongga dan memiliki rasa
yang berbeda dengan kue bika khas Melayu tersebut.
Kemudian, kue ini mulai disebut dengan kue Bika Ambon karena pertama kali dijual di
daerah simpang Jl. Ambon - Sei Kera, Medan. Karena banyaknya peminat, kue ini kemudian
mulai populer dan sering disebut dengan kue Bika Ambon, sesuai dengan nama jalan
tersebut. Asal usul dan nama dari Bika Ambon ini hingga kini masih menjadi kontroversi.
Namun walaupun begitu, kue Bika Ambon tetap menjadi salah satu hidangan istimewa dari
masyarakat Medan.
4. Tarian Adat Sumatera Utara
Ketika kita dengar kata “Tor Tor Batak” maka kita akan membayangkan sekelompok
orang (Batak Toba) yang menari (manortor) diiringi seperangkat alat musik
tradisional (gondang sabangunan), dengan gerakan tari yang riang gembira,
melenggak-lenggok yang monoton, yang diadakan pada sebuah pesta suka maupun
duka di wilayah Tapanuli. Tari Tor Tor ini juga sangat terkenal sampai ke penjuru
dunia, ini terbukti dari banyaknya turis manca negara maupun lokal yang ingin
belajar tarian ini, hal ini dikarenakan masyarakat Batak yang pergi merantau pun
dengan bangga selalu menampilkan Tari Tor Tor Sumatera Utara ini dalam acara
perhelatannya.
Tari Tor Tor merupakan salah satu jenis tari yang berasal dari suku Batak di Pulau
Sumatera. Sejak sekitar abad ke-13, Tari Tor Tor sudah menjadi budaya suku Batak.
Perkiraan tersebut dikemukakan oleh mantan anggota anjungan Sumatera Utara
1973-2010 dan pakar Tari Tor Tor. Dulunya, tradisi Tor Tor hanya ada dalam
kehidupan masyarakat suku Batak yang berada di kawasan Samosir, kawasan Toba
dan sebagian kawasan Humbang. Namun, setelah masukknya Kristen di kawasan
Silindung, budaya ini dikenal dengan budaya menyanyi dan tarian modern. Di
kawasan Pahae dikenal dengan tarian gembira dan lagu berpantun yang disebut
tumba atau juga biasa disebut Pahae do mula ni tumba.
Sebelumnya, tarian ini biasa digunakan pada upacara ritual yang dilakukan oleh
beberapa patung yang terbuat dari batu yang sudah dimasuki roh, kemudian patung
batu tersebut akan “menari”.
Jenis Tari Tor Tor:
Tor Tor Pangurason yaitu tari pembersihan yang dilaksanakan pada acara pesta besar.
Namun sebelum pesta besar tersebut dilaksanakan, lokasi yang akan digunakan untuk
acara pesta besar wajib dibersihkan dengan media jeruk purut. Ini diperuntukkan, pada
saat pesta besar berlangsung tidak ada musibah yang terjadi.
Tor Tor Sipitu Cawan atau disebut juga Tari Tujuh Cawan. Tor Tor ini dilaksanakan
pada acara pengangkatan raja. Tor Tor Sipitu Cawan menceritakan 7 putri yang berasal
dari khayangan yang turun ke bumi dan mandi di Gunung Pusuk Buhit dan pada saat
itu juga Pisau Tujuh Sarung (Piso Sipitu Sasarung) datang.
Tor Tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual. Kemudian ada Tor
Tor Tunggal Panaluan yang dilaksanakan pada saat upacara ritual apabila suatu desa
sedang dilanda musibah. Untuk Tor Tor ini, penari dilakukan oleh para dukun untuk
mendapatkan petunjuk dalam mengatasi musibah tersebut.
Sekarang ini Tari Tor Tor menjadi sebuah seni budaya bukan lagi menjadi tarian
yang lekat hubungannya dengan dunia roh. Karena seiring berkembangnya zaman,
Tor Tor merupakan perangkat budaya dalam setiap kehidupan adat suku Batak.
Sinanggar Tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Alu....si au
Alu....alu si au
5. Alat musik dari Sumatera Utara - "Gordang"
Lain Pangora lain pula Gordang.. di Pulau Jawa kita mengenal alat musik gendang/kendang
yang dimainkan dalam kesenian gamelan dsb, nah di Sumatera Utara kita bisa mengenal alat
musik yang mirip dengan kendang. Namanya adalah alat musik Gordang.
Gordang (single headed drum) adalah salah satu alat musik Batak Toba, yaitu satu
buah gendang yang lebih besar dari taganing yang berperan sebagai pembawa ritem konstan
mau pun ritem variable.
Alat musik dari Sumatra Utara yang dikenal dengan nama Gordang ini dibuat dari kayu dan
dimainkan dengan cara dipukul.
Rumah bolon terdiri dari beberapa bagian. Bagian depan (lopou). menjadi
tempat puang pardahan (isteri raja pemasak makanan tamu) dan puang
poso (pemasak nasi raja). Di sisi kanannya, terdapat kamar tidur raja dengan bentuk
layaknya rumah kecil yang memiliki atap, dinding dan pintu. Sedangkan dikolong
kamar tidur tersebut, ada sebuah kamar ajudan raja yang dikebiri (ikasihkon).
Di dinding sebelah kanan ada dua gong (ogung) dan jika anak raja lahir putri, gong
ini dipalu dalam bilangan genap. Sebaliknya, lahir putra, bedil untuk upacara adat
tersimpan agak ke dalam diletuskan dalam bilangan ganjil.
Karena raja sering kawin, lopou pun menjadi sempit, sehingga diperluas ke belakang
dan diberi nama (Rumah Bolon). Inilah yang dihuni puang parorot (istri raja penjaga
anak).
Di sini juga, ada tiang pan raja, tempat peletakan tanduk kerbau tanda penabalan
raja. Ada 13 jumlah tanduk kerbau, menyatakan banyaknya raja
Rumah bolon didirikan oleh Raja Tuan Rahalim, raja yang gagah perkasa dan memi-
liki 24 istri. Tapi, yang tinggal di istana hanya puang bolon (permaisuri) dan 11
orang nasi puang (selir) serta anaknya sebanyak 46 orang. Yang 12 orang lagi
tinggal dikampung-kampung di wilayah kerajaannya. Sedangkan raja terakhir yang
menempati Rumah bolon adalah Tuan Mogang Purba, dimana setelah
Kemerdekaan RI yaitu pada tahun 1947 berakhir pula kedaulatan raja dengan
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1961,
pewaris Rumah Bolon menyerahkan rumah bolon beserta perangkatnya kepada
Pemerintah Daerah Sumatera Utara/ Pemda Simalungun.
Demikian Sobat sekilas informasi mengenai rumah bolon yang merupakan rumah
raja Batak pada masa lalu.
RAGAM BUDAYA DAERAH
SUMATERA UTARA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAYLA CAHYA PUTRI
KELAS IIID
SD NEGERI 03 PERAWANG BARAT