Anda di halaman 1dari 109

ngfjdfgdncbncncjffcmvmgmhcfcgmhcmgcmhcMAKALAH PERILAKU

ORGANISASI

PERILAKU ORGANISASI
DISUSUN
OLEH
NAMA : AYU FARDILLA
FAKULTAS/PRODI: EKONOMI AKUNTANSI

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya dan inayahnya
hingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini, dan selanjutnya Solawat beriring Salam
buat Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia kejalan yang
benar.
Makalah yang berjudul PERILAKU ORGANISASI ini berisi tentang konsep
perilaku organisasi.
Namun demikian penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk
itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari.

AYU FARDILLA

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. .................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan............................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Organisasi ………………………………………………………………..7

2.2 Determinan-determinan Kerja Individu………………………………………12

2.3Motivasi. ...........................................................................................................15

2.4Kepuasan Kerja. .................................................................................................26


2.5Kepemimpinan. ..................................................................................................28
2.6Komunikasi . ......................................................................................................31
2.7 Kelompok Dalam Organisasi. ...........................................................................32
2.8 Konflik Antar Kelompok. .................................................................................34
2.9 Sistem Imbalan..................................................................................................40
2.10 Merancang Pekerjaan. .....................................................................................47
2.11 Pengambilan Keputusan..................................................................................58
2.12 Memasuki Organisasi......................................................................................78

2.13 Stres pekerjaan. ...............................................................................................88


2.14 Karir Dalam Pekerjaan. ...................................................................................94

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 112
3.2 Saran ........................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 113
BAB I

PEDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat
individu dan tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik
kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). Perilaku organisasi juga dikenal sebagai studi
tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang
mempelajari organisasi,dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu
politik, antropologi dan psikologi.
Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang sumber daya
manusia dan psikologi industri.Organisasi dalam pandangan beberapa pakar seolah-olah menjadi
suatu “binatang” yang berwujud banyak, namun tetap memiliki kesamaan konseptual. Atau
dengan kata lain, rumusan mengenai organisasi sangat tergantung kepada konteks dan perspektif
tertentu dari seseorang yang merumuskan tersebut.
Setiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda dalam hidupnya, karena pengaruh
pengetahuan dan pengalamannya yang berbeda. Namun setiap manusia akan sama dalam satu hal
yaitu ingin mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagi masyarakat pada era industrialisasi sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek
kehidupan yang sangat penting. Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang
mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang atau jasa, ataupun dalam rangka
mengembangkan dirinya.
Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan
menerima pesan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada
kesempatan untuk melakukan umpan balik. hal Ini mengandung elemen-elemen yang ada dalam
setiap tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi, antarpribadi, kelompok
kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa. Dalam komunikasi ini kita juga akan menyinggung
sedikit tentang Perhatian, Pemahaman dan Mengingat Informasi.

2.1 RUMUSAN MASALAH


Masalah-masalah yang akan di pecahkan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari PERILAKU ORGANISASI?
2. Penjelasan elemen-elemen penting yang ada didalam PERILAKU ORGANISASI?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan dalam pembuatan makalah ini dibagi kedalam dua tujuan yakni dilihat dari tujuan
secara umum dan secara khusus.
 Tujuan secara umum yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai Perilaku Organisasi
.
 Tujuan secara khusus yaitu Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu
tugas mata Perilaku Organisasi. Yang diharapakan mahasiswa dapat memahaminya secara
mendalam.

Manfaat pembuatan makalah ini yaitu:


1. Bagi penulis manfaatnya yakni menambah wawasan serta dapat memahami tentang Perilaku
organisasi.
2. Bagi UNISI, manfaat dibuatnya makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang Perilaku Organisasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SIFAT ORGANISASI


Ada 3 hubungan dasar dalam hubungan formal :
1. Tanggung jawab
Hal ini merupakan kewajiban individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Barang kali bisa
diarahkan dengan terjadinya spesialisasi dalam bekerja.
2. Wewenang
Wewenang adalah hak untuk mengambil keputusan mengenai apa yang dijalankan oleh
seseorang dan merupakan hak untuk meminta kepada orang lain untuk melakukan sesuatu.
3. Pertanggungjawaban
Apabila wewenang berasal dari pimpinan ke bawahan, maka pertanggung jawaban berasal dari
bawahan ke pimpinan. Pertanggung jawaban merupakan laporan hasil dari bawahan kepada yang
berwenang (atasan).

Unsur-unsur organisasi terdiri dari :


1. Manusia (Human Faktor), artinya organisasi baru ada, jika ada unsur manusia yang
bekerjasama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
2. Sasaran, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
3. Pekerjaan, menunjukkan bahwa organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan
dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
4. Teknologi, ini artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsur-unsur teknis.
5. Tempat kedudukan, organisasi itu ada jika ada tempat kedudukannya.
6. Struktur, organisasi tersebut baru ada jika ada hubungan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain, sehingga tercipta organisasi.
7. Lingkungan (Enviromental External Sosial System), artinya organisasi baru ada jika ada
lingkungan yang saling mempengaruhi, misalnya ada sistem kerja sama sosial.

 Sistem Organisasi
Formalisasi (formalization) mengacu sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi
dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit
sekali kebebasan untuk memilih apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan
bagaimana dikerjakan. Di organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi rendah
tugas yang jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan relatif tidak
terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan diskresi mereka terkait
dengan pekerjaan.
Kadar formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi. Pekerjaan-
pekerjaan tertentu, misalnya, memiliki sedikit formalisasi.

 Desain Organisasi yang Umum


1. Struktur Sederhana
Struktur Sederhana dicirikan dengan apa yang bukan dan bukan yang sebenarnya. Struktur
ini tidak rumit. Struktur Sederhana yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah,
rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.
Struktur sederhana adalah sebuah organisasi “rata”; biasanya hanya memiliki dua atau tiga
tingkatan vertikal, badan karyawan yang longgar, dan satu individu yang kepadanya wewenang
pengambilan keputusan dipusatkan.
Kekuatan dari struktur ini terletak pada kesederhanaannya. Cepat, fleksibel, tidak mahal
untuk dikelola, dan akuntabilitasnya jelas. Kelemahannya adalah struktur ini sulit dijalankan di
mana pun selain di organisasi kecil. Struktur sederhana menjadi semakin tidak memadai tatkala
sebuah organisasi berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang
tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) informasi di puncak, struktur ini
berisiko segalanya bergantung pada satu orang.

2. Birokrasi
Birokrasi sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai
melalui spesilisasi, aturan dan ketemtuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan
ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan
pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.Standarisasi merupakan konsep kunci
yang mendasari semua birokrasi.Birokrasi adalah sebuah kata yang memiliki konotasi tak
menyenangkan di benak kebanyakan orang. Namun, birokrasi memiliki keunggulan. Kekuatan
utama birokrasi terletak pada kemampuannya menjalankan kegiatan-kegiatan yang berstandar
secara sangat efisien. Kelemahan dari biokrasi adalah sesuatu yang kita semua pernah alami
suatu kali ketika harus berhadapan dengan mereka yang bekerja di organisasi-organisasi seperti
berlebihan dalam mengikuti aturan.

3. Struktur matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan
menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.Pilihan desain organisasi lain yang
populer adalah struktur matriks (matrix structure). Pada hakikatnya, struktur matriks
menggabungkan dua bentuk departementalisasi: fungsional dan produk.
Kekuatan departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialisasi,
yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan
pembagian sumber-sumber daya khusus untuk seluruh produk. Kelemahan terbesarnya adalah
sulitnya mengoordinasi tugas para spesialisasi fungsional yang beragam agar kegiatan mereka
rampung tepat waktu dan sesuai anggaran.
Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep
kesatuan komando. Kekuatan matriks terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi
koordinasi manakala organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang rumit dan saling
tergantung. Kelemahan matriks terletak pada kebingungan yang diciptakannya,
kecenderungannya untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasan, dan stres yang dirasakan
pada individu.

 Desain Organisasi Struktural


1. Struktur Tim
Ketika manajemen menggunakan tim sebagai alat koordinasi sentral, anda memiliki sebuah
organisasi horizontal atau struktur tim (team structure), Struktur tim adalah Pemanfaatan tim
sebagai perangkat sentral untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. karakteristik
struktur tim adalah bahwa struktur ini meniadakan kendala-kendala departemental dan
mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja.
2. Organisasi Virtual
Organisasi virtual (virtual organization), terkadang juga di sebut organisasi jaringan atau
modular, yang biasanya merupakan organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi
utama bisnis. Dalam bahasa struktural, organisasi virtual sangat sentralistis dengan sedikit
departementalisasi atau tidak sama sekali.

3. Organisasi Nirbatas
Mantan pemimpin General Electric, Jack Welch, menciptakan istilah organisasi nirbatas
(boundaryless organization) untuk menggambarkan impiannya bagi GE di masa depan.
Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha menghapus rantai komando,
memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang
diberdayakan.

 Tingkatan Analisis
Sebelummembahas tingkatan dalam analisis organisasi sebaiknya kita ketahui dulu apa saja
yang menjadi acuan dalam pembahasan teori organisasi, pada bahasan disini adalah pengertian
organisasi menurut pendekatan modern dan dapatdilihatpada :
1. LingkunganOrganisasi
2. Organisasi secara keseluruhan
3. Bagian – bagian Organisasi
4. Kumpulan individu (group) yang terdapat dalam setiap bagian orgnaisasi

Ke empat tingkatan tersebut harus diperhatikan dalam meninjau permasalahan organisasi


sesuai urutannya. Pada tingkatan analisis organisasi ini tidak membahas masalah individu yang
merupakan anggota organisasi, tetapi maslah individu dinyatakan sebagai analisis perilaku.
Analisis Perilaku ini adalah suatu pendekatan psikologis yang mempelajari motivasi
kepemimpinan dan sebagai aspek kepribadian individual lainnya.Seperti kita ketahui bahwa
pendekatan dalam teori organisasi adalah pendekatan klasik, pendekatan neo-klasik dan
pendekatan modern. Tingkatan analisis organisasi ini merupakan pandangan dari pendekatan
modern karena organisasi menurut pendekatan ini adalah bagian atau subsistem lingkungan yang
sekaligus juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa
lingkungan merupakan salah satu elemen penting yang harus diperhatikan dalam analisis
organisasi.

 Efektivitas Organisasi
Menurut Soekarno K.1[1]efektif adalah pencapaian tujuan atau hasil dikehendaki tanpa
menghiraukan faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, fikiran alat dan lain-alat yang telah
dikeluarkan/ digunakan. Hal ini berarti bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah
semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Jadi pengertian efektivitas kinerja organisasi
adalah pencapaian tujuan atau hasil yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara
bersama-sama.

 Pendekatan-Pendekatan Keefektifan Organisasi


1. Pendekatan Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)
Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat
dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena itu, pencapaian tujuan yang berhasil
menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang keefektifan. Namun demikian agar pencapaian tujuan
bisa menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga
harus diperhatikan. Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua, tujuan-tujuan
tersebut harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat dimengerti. Ketiga, tujuan-
tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola. Keempat, harus ada consensus atau
kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.

2. Pendekatan Sistem (system approach)


Pendekatan system terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi terdiri
dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu sub bagian ini mempunyai performa
yang buruk, maka akan timbul dampak yang negative terhadap performa keseluruhan system.

Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi


lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan hubungan yang baik dengan

1[1]1986:42
para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan, serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang
mempunyai kekuatan untuk mengacaukan operasi organisasi yang stabil.
Kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan system adalah hubungannya dengan
pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting. Keunggulan akhir
dari pendekatan system adalah kemampuannya untuk diaplikasikan jika tujuan akhir sangat
samara atau tidak dapat diukur.

3. Pendekatan Konstituen-Strategis (strategic-constituencies approach)


Pendekatan konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda. Organisasi
diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan bersaing
untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks ini, keefektifan organisasi menjadi sebuah
penilaian tentang sejauh mana keberhasilan sebuah organisasi dalam memenuhi tuntutan
konstituensi kritisnya yaitu pihak-pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut
untuk kelangsungan hidupnya di masa depan.
Kekurangan dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk memisahkan konstituensi
strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah untuk diucapkan, tetapi sukar untuk
dilaksanakan. Karena lingkungan berubah dengan cepat, apa yang kemarin kritis bagi organisasi
mungkin tidak lagi untuk hari ini. Dengan mengoperasikan pendekatan konstituensi strategis,
para manajer mengurangi kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau sangat
mengganggu sebuah kelompok yang kekuasaannya dapat menghambat kegiatan-kegiatan sebuah
organisasi secara nyata.

4. Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (Competing-values approach)


Nilai-nilai bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya pengakuan tentang
adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan tentang adanya
pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa berbagai macam
pilihan tersebut dapat dikonsolidasikan dan diorganisasi. Pendekatan nilai-nilai bersaing
mengatakan bahwa ada elemen umum yang mendasari setiap daftar criteria Efektifitas
Organisasi yang komprehensif dan bahwa elemen tersebut dapat dikombinasikan sedemikian
rupa sehingga menciptakan kumpulan dasar mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing
kumpulan tersebut lalu membentuk sebuah model keefektifan yang unik.

2.2 DETERMINAN-DETERMINAN KERJA INDIVIDU


 Suatu Model Perilaku dan Prestasi Kerja

 Perilaku individu
Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan
pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik
individu akan dibawa memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya. Selain itu,
organisasi juga memiliki karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu.
Karakteristik organisasi, antara lain reward system dan pengendalian. Selanjutnya, karakteristik
individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu
dalam organisasi.
Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka ia membawa karakteristik individu ke
dalam organisasi, sehingga terjadilah interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik
organisasi. Interaksi keduanya mewujudkan perilaku individu dalam organisasi. Perilaku
individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1 Karakteristik Perilaku Individu dalam Organisasi

 Dasar-Dasar Perilaku Individu


Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya.
Sajian berikut ini akan diarahkan pada empat variabel tingkat-individual, yaitu karakter
biografis, kemampuan, kepribadian, dan pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan dari
keempat variabel tersebut.
1. Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri dari:
a. Usia
Ada keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia
seseorang.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan antara pria dan wanita dapat mempengaruhi kinerja, terapi ada juga yang
berpendapat tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan
memecahkan masalah , keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau
kemampuan belajar.

c. Status Perkawinan
Perkawinan biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih berharga dan
penting karena bertambahnya tanggung jawab pada keluarga.
d. Masa Kerja
Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan
dengan rekan kerjanya yang lain.

 Prestasi kerja
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut
dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada
“prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal
dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan
menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
Bernardin dan Russel memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut
“performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or
activity during a specified time period” (Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-
hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu
tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan pada hasil atau yang
diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan.2[2]
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang
bisa dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi, dengan menggunakan kemampuan yang ada dan
batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan. (www. Feunpak. web.
Id/ jima/isna.txt). Model perilaku dan prestasi kerja individu dalam organisasi sangat dipengaruhi
oleh bebrapa faktor, faktor-faktor tersebut dijelaskan dalam sub pokok bahasan berikutnya.

2.3 MOTIVASI
Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia
dapat mencapai tujuannya. Menurut J.P. Chaplin Motivasi adalah suatu variabel perantara yang
digunakan untuk menerangkan faktor-faktor dalam diri individu, yang dapat membangkitkan,
mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri manusia.
Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan manusia untuk
menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah laku dapat dilandasi
oleh berbagai macam motivasi.3[3]
Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku

Hubungan antara motivasi dan perilaku dapat terwujud dalam enam variasi berikut 4[4]:

1. Sebuah perilaku dapat hanya dilandasi oleh sebuah motivasi;

2. Sebuah perilaku dapat pula dilandasi oleh bebrapa motivasi;

3. Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;

4. Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda;

2[2] http://www.damandiri.or.id/file/ahmadrajaulunairbab2.pdf

3[3]http://goenable.wordpress.com/2012/01/06/motivasi-dalam-organisasi/

4[4] http://desiwidiasari.wordpress.com/2011/04/15/motivasi-dalam-perilaku-organisasi/
5. Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;

6. Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda.

2.3. Kemampuan
Kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tidak sama satu
dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan berfikir masing-masing. Seluruh
kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua faktor, yaitu kemampuan
intelektual dan kemampuan fisik.

a. Kemampuan Intelektual
Ada tujuah dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual,
yaitu:
 Kecerdasan Numerik
Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.
 Pemahaman Verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar serta menghubungkan kata satu dengan
yang lain.
 Kecepatan Konseptual
Kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat.
 Penalaran Induktif
Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan
masalah itu.
 Penalaran Deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen.
 Visualilasi Ruang
Kemampuan membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya posisinya dalam
ruang diubah.
 Ingatan
Kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu.
b. Kemampuan fisik
Kemampuan fisik memiliki makna penting khusus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang kurang menuntut keterampilan. Ada sembilan kemampuan fisik dasar, yaitu kekuatan
dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis,
koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina

 Persepsi
Persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kessan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Ada beberapa teknik dalam
menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan
memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan
menceburkan kita dalam kesulitan karena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan
pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
 Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan
berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak
dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita. Misalnya saja, seperti diatas tadi, orang
yang menyenangi hasil seni akan cenderung memperhatikan lukisan daripada orang yang
menyenangi teknologi. Dengan selektivitas sebagai jalan pintas, kita mencerna sedikit demi
sedikit dari apa yang ingin kita nilai, dan tentu saja kita mencernanya sesuai dengan latar
belakang, pengalaman, kepentingan, dan minat kita. Tentu saja, kesalahan sangat mungkin
terjadi dengan jalan pintas ini.

 Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu
karakteristik tunggal, misalnya pendiam, sangat bersemangat, pintar, dls. Orang yang menilai
dapat mengisolasi hanya karakteristik tunggal. Suatu ciri tunggal dapat mempengaruhi seluruh
kesan oarng dari individu yang sedang dinilai.

 Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi


oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat
lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama. Contohnya adalah orang yang
diwawancara dapat memperoleh evaluasi yang lebih menguntungkan jika sebelumnya ia telah
didahului oleh banyak pelamar yang kurang bermutu.

 Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja
orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya

 Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok


seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan
mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat
menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi,
namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak
relevan.

Penerapan Khusus dalam Organisasi

Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling
menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
- Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian
perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan
dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting
dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual
mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja
suatu organisasi.

- Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan
persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita
mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita. Misalnay manager
memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian
untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.

- Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses
perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif.
Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.

- Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat
penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan
suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias)
perseptual.

- Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap karyawan
adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari
penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan
tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi
ataupun sebagai pengacau.

 Kepribadian
Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku yang
relatif stabil dan dapat diperkirakan. Kepribadian juga merupakan jumlah total kecenderungan
bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang
membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala corak
perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk
bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu
merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.5[5] Menurut Gordon Allport
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan
caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.6[6] Untuk tujuan kita ,
Anda hendaknya menganggap bahwa kepribadian merupakan keseluruhan cara dimana seorang
individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain
Menilai Kepribadian
Menilai kepribadian seseorang dalam perekrutan karyawan sangatlah penting karena membantu
para manajer untuk memilih calon yang terbaik. Terdapat tiga cara untuk menilai kepribadian
seseorang, diantaranya:
1.Survei mandiri
Merupakan cara yang paling umum yang digunakan untuk menilai kepribadian. Kekurangan dari
survei mandiri adalah kebohongan dari individu, mungkin mereka lebih menunjukkan kesan
yang lebih baik dari pada faktanya. Kekurangan selanjutnya adalah akurasi, dimana seorang yang
memiliki talenta yang baik sedang dalam suasana hati yang tidak bagus, sehingga dapat
mempengaruhi survei mandiri.
2.Survei peringkat oleh pengamat
Dikembangkan untuk memberikan penilaian bebas mengenai kepribadian. Survei dilakukan oeh
rekan kerja dengan sepengetahuan individu yang dinilai ataupun bisa tidak. Dari survei peringkat
oleh pengamat bisa memberi tahu sesuatu yang unik mengenai perilaku seorang individu di
tempat kerja.
3.Ukuran proyeksi
Ukuran proyeksi dianggap sebagai tantangan karena seseorang ahli sering kali menilai hasil-hasil
tersebut secara berbeda satu sama lain. Maka dari itu, ukuran proyeksi sangat tidak efektif
sehingga jarang digunakan.
 Sifat Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi

5[5] http://arhieword.wordpress.com/2012/04/05/makalah-perilaku-organisasi-kepribadian-dan-emosi/
Sifat kepribadian yang menjadi indikator kuat perilaku di organisasi / tempat kerja, yaitu :
1.Evaluasi inti diri
Tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka
menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau
tidak berdaya atas lingkungan mereka.
2.Marchiavellinisme
Tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa
hasil lebih penting daripada proses.
3.Narsisme
Kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan,
membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.
4.Pemantauan diri
Kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional
eksternal.
5.Pengambilan resiko
6.Kepribadian tipe A
Keteribatan secara agresif dalam erjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam
waktu yang lebih sedikit dan bila perlu melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau
hal lain.
7.Kepribadian Proaktif
Sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil
mencapai perubahan yang berarti.
 Pengertian Motivasi

Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak
untuk memuaskan kebutuhan individu. Suatu kebutuhan (need), dalam terminologi berarti suatu
kekurangan secara fisik atau psikologis yang membuat keluaran tertentu terlihat menarik
(Robinns,S, 2002: 55). Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motivasi (dorongan)
kepada para pegawai agar mereka mau dan suka bekerja sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai secara efektif dan efisien (Wursanto, 2003: 267).7[7]
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan
organisasi, yang di kondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan
individual.8[8]
a. Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku
Hubungan antara motivasi dan perilaku dapat terwujud dalam enam variasi berikut (Sutarto,
1984; 275):
1. Sebuah perilaku dapat hanya dilandasi oleh sebuah motivasi

2. Sebuah perilaku dapat pula dilandasi oleh bebrapa motivasi

3. Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang sama

4. Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda

5. Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang sama

6. Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda

b. Motivasi sebagai pendorong individu

Motivasi digunakan individu untuk mendorong mereka dalam :

a. menentukan kebutuhan atau kesenjangan kebutuhan

b. pencarian jalan keluar bagi memenuhi dan memuaskan kebutuhan

c. pilihan perilaku untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan

d. penentuan kebutuhan dimasa yang akan datang pencarian bagi cara pemenuhannya

e. evaluasi atas pemuasan kebutuhan

c. Beberapa pendekatan mengenai Motivasi

a. pendekatan tradisional atau dikenal sebagai traditional Model of motivations theory

b. pendekatan relasi manusia atau human relation model

7[7] desiwidiasari
Tema: Andreas04 oleh Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com

8[8] Robbins,Stephen p :edisi Bhs Indonesia (1996). Perilaku organisasi,Jakarta:PT.prenhallindo


c. pendekatan sumber daya manusia atau human resources model

d. indicator motivasi individu

Dalam konteks studi psikologi abin syamsudin (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami
motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indicator, diantaranya :

a. Durasi kegiatan

b. Frekuensi kegiatan

c. Persistensi pada kegiatan

d. Ketabahan,keuletan dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan

e. Pengorbanan untuk mencapai tujuan

f. Tingkat aspirasi yang hendak di capai dengan kegiatan yang dlakukan

g. Tingklat kualifikasi frestasi atau produk (out put) yang di capai dari kegiatan yang
dilakukan

h. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan9[9]

 Teori-Teori Motivasi

Dasarwarsa 1950an adalah kurun waktu yang berhasil dalam perkembangan konsep-konsep
motivasi. Hendaknya anda mengetahui teori-teori dini ini sekurang-kurangya untuk dua alasan :

a. Teori-teori ini mewakili suatu fundasi dari situlah tumbuh teori-teori kontemporer,

9[9] Diposkan oleh Seravine di 09:59

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

tugaskuliahanakmenej.blogspot.com/.../motivasi-perilaku-organisasi....
b. Manajer-manajer praktik secara teratur menggunakan teori-teori ini dan peristilahan
mereka dalam menjelaskan motivasi karyawan.

1. Teori Hirarki Kebutuhan

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,yaitu:

a. kebutuhan faali ( fisiologis ) : antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan
perumahan,seks dan kebutuhan ragawi lainnya.

b. Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional.

c. Kebutuhan social : mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan


persahabatan.

d. Kebutuhan penghargaan: mencakup factor rasa hormat internal seperti harga diri,
otonomi dan prestasi dan factor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan
perhatian.

e. Aktualisasi diri (selp actualization) : dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu
menjadi ; mencakup pertumbuhan, mencpaai potensialnya dan pemenuhan diri.

2. Teori X dan Y

Teori X maksudnya pengandaian bahwa karyawan-karyawan tidak menyukai kerja, malas tidak
menyukai tanggung jawab dan harus di paksa untuk berfrestasi.

Teori Y maksudnya : pengandaian bahwa karyawan-karyawan menyukai kerja, kreatif,berusaha


bertanggung jawab dan dapat menjalankan pengarahan diri.

Douglas Mcgregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer
berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer
mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka
cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tsb.

Ada 4 asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X :

1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan, dan sebisa mungkin


berusaha untuk menghidarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus
dipakai,dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.

3. Karyawan akan menghidari tangung jawab dan mencari perintah formal

4. Kebanyakan karyawan akan menaruh keamanan diatas semua factor lain


yang dikaitkan dengan kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit saja.

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negative mengenai sifat manusia dalam teori, ada
pula asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y :

1. Karyawan mengangap kerja sebagian hal yang menyenangkan seperti halnya


istirahat atau bermain.

2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai
tujuan

3. Karyawa bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung jawab

4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif (pembaharuan) tersebar


meluas dalam populasi dan tidak perlu merupakan milik diri mereka yang berada dalam posisi
manajemen

3. Teori Pengharapan

Adalah kekuatan dari suatu kecendrungan untuk bertindak dlam suatu tertentu bergantung pada
kekuatan suatu pengharapam bahwa tindakan itu akan ikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada
daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu.

Teori ini memfokuskan pada 3 hubungan :

1. Hubungan upaya – kinerja : probabilitas yang di persepsikan oleh individu yang


mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.

2. Hubungan kinerja – ganjaran : derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa
berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang
diinginkan.
3. Hubungan ganjaran – tujuan – pribadi : derajat sejauh mana ganjaran –ganjaran
organisasi hal yang memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik
ganjaran-ganjaran potensial tersebut untuk individu itu.

4. Teori Keadilan

Adalah teori bahwa individu membandingkan masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukkan-masukkan dan hasil pekerjaan orang lain dan kemudian merespons untuk
menghilangkan ketidak adilan.

Apabila seseorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai dan dua kemungkina dapat terjadi yaitu.

a. Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.

b. Mengurangi intensitas usaha yang di buat dalam melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawab.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan 4 hal sebagai
pembanding yaitu :

1. Harapan tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan


kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan,sifat pekrjaan dan pengalamanya.

2. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaan nya relative sama dengan yang bersangkutan sendiri.

3. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain diorganisasi lain dikawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis

4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah jenis imbalanya


merupakan hak para pegawai.

5. Teori Penentuan Tujuan

Teori bahwa tujuan yang khusus dan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Edwin locke
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional
yakni :

a. Tujuan – tujuan mengarahkan perhatian


b. Tujuan – tujuan mengatur upaya

c. Tujuan – tujuan meningkatkan persistensi dan

d. Tujuan – tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana kegiatan.10[10]

6. Teori Memperkuat (Re-inforcement)

Teori penguatan mengabaikan keadaan-dalam, diri individu dan memusatkan semata-mata pada
apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil sesuatu tindakan karena tidak memperdulikan
apa yang mengawali perilaku,dalam arti seksama, teori yang ampuh terhadap apa yang
mengendalikan perilaku, dan untuk alasan inilah teori ini lazim di pertimbangkan dalam
pembahasan motivasi.

Secara spesifiknya teori ini mempunyai sesuatu rekaman yang mengesankan untuk meramalkan
factor-faktor seperti kualitas dan kuantitas kerja, ketekunan upaya, kemangkiran, keterlambatan
dan kadar kecelakaan.teori itu tidak mengemukakan banyak wawasan kedalam kepuasan
karyawan atau keputusan untuk berhenti

2.4 KEPUASAN KERJA


Sumber-Sumber Kepuasan Kerja
Adanya lima Sumber yang menimbulkan kepuasan kerja11[11], yaitu:
A. Pekerjaan itu sendiri
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya
masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan
kerja.
B. Teman sekerja
Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.

10[10] Diposkan oleh Seravine di 09:59

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

tugaskuliahanakmenej.blogspot.com/.../motivasi-perilaku-organisasi....

11[11] Levi (2002)


Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang
meningkat
C. Atasan
Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi
bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. Hubungan
antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas
kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari
pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian
yang penting dari organisasi kerja

D. Promosi
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan
untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. Umumnya manusia beranggapan bahwa
seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada
karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat
pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja
E. Gaji/Upah
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
1. Akibat-akibat Kepuasan Kerja
Pekerja yang bahagia cenderung lebih produktif, meski sulit untuk mengatakan kemana arah
hubungan sebab akibat tersebut.ketika kita pindah dari tingkat individu ketingkat organisasi, kita
juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika data prodiktivitas dan
kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi
yang mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan oeganisasi
yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
Karyawan dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan.karena manajemen
organisasi jasa harus menyenangkan pelanggan adalah masuk akal. Bukti menunjukkan bahwa
karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Mengapa? Dalam
organisasi jasa, pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana
karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung
lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan. Karena karyawan yang puas
tidak mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkinan besar menemui wajah pamiliar dan
menerima layanan yang berpengalaman
2. Kecenderungan-kecenderungan dalam Tingkat-tingkat Kepuasan Kerja

a.. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)


Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari
kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran
ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang
unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang
berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan
kenaikan dalam kepuasan kerja.12[12]
b. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis
jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan
dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja.13[13] Lain halnya
dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan
dengan ketidakpuaan kerja. Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat
diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan,
karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari
sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.14[14]
2.5 KEPEMIMPINAN

12[12] Asad (2004, hal 113)

13[13] Asad (2004, p.115)

14[14] Robbins (1996)


kepemimpinan adalah faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen.
Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta
mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik.
1. Sifat-sifat Kepemimpinan
a. Feodalistis atau Otokratis
Wewenang sepenuhnya ada dalam tangan pemimpin ini. Gagasan, rencana, keputusan, semuanya
berasal dari pemimpin atau satu orang. Anggota tidak mendapatkan waktu atau kesempatan
untuk mengeluarkan pendapat.
b. Bebas
Pemimpin bersifat bebas membiarkan orang mengemukakan pendapatnya, bebas sekehendak
hatinya, tanpa memberikan arah yang tegas, sehingga mudah menimbulkan konflik.

c. Demokratis
Setiap anggota diberi hak dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, mengajukan
saran-saran dan pertanyaan-pertanyaan, turut membuat rencana dan mengambil keputusan.
Tanggung jawab suatu keputusan dipikul bersama. Sifat-sifat seperti ini memberi pengertian dan
mendidik anggota untuk cinta dan setia pada organisasi dan menggugah tanggung jawab.
2. Ciri-ciri Pembawaan Kepemimpinan
Kepemimpinan dan kepribadian bukanlah aspek yang terpisah dalam kehidupan seseorang.
Seorang pemimpin yang taatasas adalah mereka yang mampu menciptakan kekuatan dalam
kehidupan kepribadiannya sekaligus mampu menciptakan kekuatan dalam kepemimpinannya.
Seorang pemimpin akan menyesuaikan irama dan langkahnya dengan semua orang yang
bekerjasama dengannya. Karena itu selayaknya kalau anda sebagai pemimpin ingin mengetahui
beragam determinan yang berkaitan dengan kepribadian anda. Misalnya, perilaku anda akan
mencirikan budaya anda.
Budaya itu sendiri akan menentukan seberapa jauh anda bersifat atraktif. Beberapa ungkapan
agaknya dapat dipakai sebagai bentuk habit (komponen budaya) seorang pemimpin “you are
what you talk”; “you are what you eat”; “kerja keras, cerdas, dan ikhlas”. Dengan demikian jika
anda ingin menanamkan nilai-nilai pada budaya organisasi maka pertanyaan mendasar adalah
apakah perilaku anda dapat diterima oleh semua orang yang ada di dalam organisasi tersebut.
Jadi sang pemimpin harus memulai dari dirinya sendiri. Dengan kata lain cara untuk mengubah
budaya dalam organisasi adalah dengan mengubah perilaku sang pemimpin itu sendiri.
3. Teori Prilaku Pemimpin
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku
pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku.
Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan
kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada
hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut
dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja
bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk
menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika
kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah
bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
4. Teori Path Goal
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-
goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang
menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating
structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya
dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang
dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi
secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif
memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka,
dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan
dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada
tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan
merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran,
arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk
pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang
berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented
leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi
bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang
sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi
(Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam
berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka
yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut
sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi
pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
5. Model Vroom dan Yetton
Teori kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan
pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di
sebut teori normative karena mengarah pada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya
kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam situasi tertentu.
2.6 KOMUNIKASI
Komunikasi Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara
unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri
dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan
berfungsi dalam suatu lingkungan. Tujuan komunikasi dalam proses organisasi tidak lain dalam
rangka membentuk saling pengertian (mutual undestanding) . Pendek kata agar terjadi
penyetaraan dalam kerangka referensi, maupun dalam pengalaman.
1. Perhatian
Perhatian adalah merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada suatu obyek atau kepada sekumpulan obyek-obyek. Perhatian juga adalah
merupakan penyeleksian terhadap stimuli yang ditermia oleh individu yang
bersangkutan.15[15][2]

2 Dedi S., Tanya Jawab Psikologi Umum, hal.19


Menurut Dr. Aryan Ardhana, perhatian adalah suatu kegiatan jiwa. Perhatian dapat
didefinisikan sebagai proses pemusatan phase-phase atau unsur-unsur pengalaman dan
mengabaikan yang lainnya.
Sedang menurut Drs. Dakir, perhatian adalah keaktifan peningkatan kesadaran dalam
pemusatannya kepada barang sesuatu baik di dalam maupun di luar diri kita.
2. Pemahaman
Pemahaman menurut Sadiman adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan,
menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang
pengetahuan yang pernah diterimanya.
Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata,
melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami
kembali situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup,
kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan
suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain.
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami
dan kita mengerti dengan benar. Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension)
adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan,
memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali,
dan memperkirakan. Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia
memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep.
2.7 KELOMPOK DALAM ORGANISASI
1. Sifat Kelompok Kerja
Kelompok Kerja adalah kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan
mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan
Berbagi info, Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak
Tim Kerja adalah kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang
lebih besar daripada jumlah dari masukan-masukan individual. Tanggung Jawab individual dan
timbal balik, Keterampilan Saling melengkapi.
Karakteristik Kelompok Efektif
a. Kompetensi Teknis

b. Kohesi
c. Nilai dan Tujuan kelompok jelas

d. Dukungan dari Anggota

e. Kesetiakawanan

f. Keterbukaan

g. Pengambilan Keputusan

h. Fleksibel

i. Kreatif

j. Kepemimpina yang jelas

2. Kepaduan Kelompok
Festinger (dalam Shaw, 1979:197) mengatakan bahwa kepaduan kelompok merupakan “the
resultant of all the forces actingon the member to remain in ther group”. Artinya kepaduan
kelompk merupakan hasil akhri keseluruh kekuatan yang menyebabkan anggota tetap bertahan
dalam kelompok

3. prestasi Kelompok
Prestasi kelompok merupakan output atau tujuan dari kelompok. Ada tiga unsur yang
mjenentukkan prestasi kelompok, yaitu : produktivitas (derajat perubahan harapan tentang nilai-
nilai yang dihasilkan oleh perilaku kelompok), moral (derajat kebebasan dari hambatan-
hambatan dalam kerja kelompok menuju tujuannya), dan kesatuan (tingkat kemampuan
kelompok untuk mempertahankan struktur dan mekanisme operasinya dalam kondisi yang penuh
tekanan (stress).
4. Norma-norma Kelompok
Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan prilaku atau perbuatan
anggota kelompok. Sikap dan tanggapan anggota kelompok terhadap norma kelompok dapat
bermacam-macam. Ada anggota yang tunduk pada norma kelompok dengan terpaksa karena ia
termasuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada juga yang tunduk pada norma
kelompok dengan penuh pengertian dan penuh kesadaran, sehingga norma kelompok dijadikan
normanya sendiri.
Dalm hal ini, individu dapat ikut membentuk norma kelompok bersangkutan, tetapi individu
dapat pula tinggal mengambil oper norma kelompok yang telah ada. Norma kelompok
merupakan norma yang relative tidak tetap. Ratinya, norma kelompok dapat berubah sesuai
dengan keadaan yang dihadapi oleh kelompok. Sesuai dengan perkembangan keadaan yang
dihadapi oleh kelompook, kemungkinan norma kelompok akan mengalami perubahan sehingga
norma kelompok yang dahulu berlaku kini sudah tidak berlaku. Misalnya saja dalam suatu
kelompok ada norma bahwa setiap anggota kelompok harus berambut panjang, namun karena
perkembangan keadaan norma dapat berubah bahawa setian anggota kelompok tidak perlu
berambut panjang, tetapi memakai sesuatu yang menjadi norma kelompok tersebut.

5. Penolakan (deviance)
Penolakan adalah bagian dari perkembangan yang meliputi semua aspek kehidupan
kita. Setelah bekerja keras selama beberapa tahun terakhir dalam hal pengembangan kepribadian,
saya telah belajar bahwa tidak mungkin untuk menghindari penolakan jika kita benar-benar ingin
berkembang ke arah yang positif. Penolakan membantu kita untuk mengungkap kelemahan yang
tak terlihat, belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri, dan akhirnya tumbuh sebagai seorang
manusia.

2.8 KONFLIK ANTAR KELOMPOK

A. DEFINISI KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu Interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat
dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus
di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya
keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak
secara berterusan.

2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,


hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama
satu sama lain.

3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi


ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di
dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika
mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah
menjadi kenyataan.

4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999).
Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih
pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh
perbedaan tujuan.
B. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

 Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan
yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika
berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh
sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang
menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para
petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat
kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya
diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,
hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada
perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula
menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh
dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar
untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
 Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang
biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-
nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai
kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang
cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak,
akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.

 JENIS-JENIS KONFLIK

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :


 Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan
dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

 Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

 Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).


 Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

 Konflik antar atau tidak antar agama

 Konflik antar politik.

 AKIBAT KONFLIK

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :


 meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik
dengan kelompok lain.

 keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

 perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling
curiga dll.

 kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

 dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan
respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan
kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa
sebagai berikut:

 Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan
untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

 Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.

 Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang
memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari
konflik.

 STUDI KASUS KONFLIK ANTAR KELOMPOK BESERTA SOLUSINYA :

Setelah beberapa saat kita tidak lagi dipusingkan oleh konflik yang terjadi di Poso dan Aceh
kini perhatian kita kembali tertuju pada pertikaian suku di Papua. Korban jiwa telah berjatuhan
akibat konflik berdarah tersebut. Sepertinya permasalahan konflik tidak pernah habis-habisnya
mendera bangsa ini, sementara solusi yang dicanangkan terkadang tidak memberikan hasil
menggembirakan, dan hanya merupakan penyelesaian temporal karena tidak adanya tindakan
preventif untuk mencegah munculnya pertikaian baru. Konflik adalah permasalahan serius yang
dapat berakibat kehancuran bagi negara ini melalui disintegrasi bangsa. Untuk itu perlu tindakan
intens oleh semua pihak agar konflik tidak hanya selesai tapi kemungkinan untuk muncul
kembali dapat semakin diminimalkan.

 Latar Belakang
Saya pikir pertama kita perlu untuk menilik sekilas dua latar belakang mendasar beberapa
konflik yang pernah terjadi. Pertama, konflik dirangsang oleh ketidakpuasan terhadap kinerja
pemerintah. Perhatian minim negara terhadap satu daerah dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan rakyat dapat memicu aksi sparatisme. Konflik yang bertolak dari keinginan untuk
lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi dan mendirikan negara sendiri merupakan contohnya. Aksi-aksi
sparatis seperti yang terjadi di Aceh dan Papua adalah saksi kuat tentang hal tersebut.

Kedua, ketegangan antar kelompok atau golongan juga merupakan penyebab terjadinya
pertikaian. Lihatlah konflik-konflik yang mengusung unsur SARA seperti di Sampit, Ambon,
Poso dan perang suku di Papua. Indonesia merupakan negara plural, dimana kelompok-
kelompok suku, agama, dan ras yang berbeda hidup bertetangga. Dalam kondisi seperti ini tidak
jarang masalah kecil dapat menyulut kemarahan salah satu kelompok sehingga memicu
terjadinya ketegangan.

 Menemukan Solusi

Beberapa hal dapat menjadi pemikiran bagi kita dalam menemukan solusi tepat bagi kasus
konflik di negara ini. Konflik selalu diwarnai dengan kemarahan kolektif akibat melihat tindakan
yang dinilai tidak adil terhadap salah satu atau beberapa anggota kelompok atau kelompok secara
menyeluruh. Akibatnya aksi kekerasan komunal dilancarkan terhadap kelompok atau institusi
yang dianggap sebagai pelaku ketidakadilan. Aksi kekerasan komunal tersebut adalah solidaritas
negatif. Untuk mengubahnya perlu dibangun gagasan positif tentang solidaritas dan kebersamaan
dalam konteks negara berpancasila. Sebagai landasan dan falsafah hidup bermasyarakat,
Pancasila menonjolkan sebuah anggapan positif mengenai manusia. Warga negara dipandang
sebagai makhluk bermartabat dan menyandang hak untuk menikmati kedamaian dan ketenangan
hidup. Nilai positif ini seharusnya menjadi cara pandang dalam melihat sesama kita yang berasal
dari kelompok lain. Negara juga harus bisa memperlakukan semua warga sebagai pribadi-pribadi
yang layak untuk disejahterakan tanpa melihat latar belakang identitas kelompok yang disandang
oleh anggota masyarakat tertentu. Semua kebijakan pemerintahan harus dapat memfasilitasi dan
mengakomodir semua elemen bangsa. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila terimplementasi
dalam gerak dinamika bangsa kita guna menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Musyawarah dan mufakat juga merupakan aspek yang ditekankan oleh nilai-nilai Pancasila.
Mengambil waktu untuk duduk bersama dan berdialog untuk bisa lebih mengerti dan memahami
satu dengan lainnya merupakan perwujudan dari aspek tersebut. Beberapa dialog telah dilakukan
utuk menyelesaikan beberapa konflik, tapi perlu lebih intensif pada kepentingan kesejahteraan
masyarakat keseluruhan. Masing-masing kelompok tidak mencari keuntungan sendiri melalui
pelaksanaan dialog.
Seyogyanya dialog antar kelompok dapat menjadi agenda reguler dalam hidup bermasyarakat
dan implementasinya tidak hanya pada jajaran atas saja, tapi harus menyentuh sampai
masyarakat lapisan bawah. Dan mengusung agenda-agenda dalam konteks perwujudan
masyarakat yang damai, adil, dan makmur. Sekiranya masing-masing kelompok dapat
menemukan perannya masing-masing melalui dialog tersebut. Kemudian merumuskan bentuk
kerja sama yang efektif antar kelompok.
Jangan sampai muncul pandangan bahwa semua konflik menjadi prevalent thing karena terlalu
akrabnya lingkungan kita dengan banyak pertikaian antar kelompok yang tidak pernah hilang
dari tanah air tercinta ini. Sehingga Keseriusan dan upaya keras dalam berpartisipasi menemukan
solusi bagi ketegangan-ketegangan menjadi karam. Menciptakan kedamaian dalam
bermasyarakat sehingga terbentuknya suasana kondusif bagi proses negara ini melangkah untuk
menjadi negara maju dan sejajar dengan negara-negara yang lainnya adalah tanggung jawab
seluruh warga negara. Kemajuan bangsa ini tergantung pada kapasitas sinergi semua komponen
bangsa untuk mewujudkan kedamaian.

2.9. SISTEM IMBALAN

A. DEFINISI IMBALAN

Sistem imbalan Adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi
kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah.
Berarti apabila disuatu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan
sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, dilain pihak dia mengharapkan
menerima imbalan tertentu.
Dengan kata lain suatu sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin
kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannnya memungkinkan organisasi memperoleh,
memelihara dan memperkerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan prilaku positif
bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.
Jika para anggota diliputi oleh rasa tidak puas atas kopensasi yang diterimanya, dampaknya
bagi organisasi akan sangat bersifat negatif. Artinya jika ketidakpuasan tersebut tidak
diselanggarakan dengan baik, merupakan hal yang wajar apabila para anggota organisasi
menyatakan keinginan untuk memperoleh imbalan yang bukan saja jumlahnya lebih besar, akan
tetapi juga lebih adil.
Apabila suatu oganisasi tidak mampu mengembangkan dan menerapkan suatu sistem imbalan
yang memuaskan, organisai bukan hanya akan kehilangan tenaga-tenaganya yang terampil dan
berkemampuan tinggi, tetapi juga akan kalah bersaing dipasaran tenaga kerja. Memang benar
bahwa mengembangkan dan menerapkan suatu imbalan tertentu, suatu organisai menghadapi
suatu kondisi dan tuntutan yang tidak hanya bersifat internal, seperti kemampuan organisasi
membayar upah dan gaji karyawan yang wajar, akan tetapi sering pula bersifat ekterenal seperti
berbagai peraturan perundangan, persaingan dipasaran kerja.

 Tujuan Imbalan
Adapun tujuan utama dari program penghargaan adalah:
1. Menarik orang yang memilikikualifikasi untuk bergabung dengan organisasi

2. Mempertahankan karyawan agar terus datang untuk berkerja

3. Memotivasi pekerja untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi

B. Tipe dan karateristik imbalan


Penghargaan Ekstrinsik

Perasaan Ekstinsik datang dari luar orang tersebut.


Berikut ini beberapa jenis Penghargaan Ekstrinsik:
* Penghargaan Finansial: Gaji dan Upah

Uang merupakan penghargaan ekstrisik yang utama. Untuk dapat benar-benar memahami
bagai mana uang memodofikasi perilaku, kita harus memahamipersepsi dan preferensi rang yang
diberri penghargaan. Tentu saja ini merupakan tugas sulit yang harus dilakukan secara berhasil
oleh manajer. Kecuali jika kariawan dapat melihat suatu hubungan antar kinerja dan kenaikan
yang diberikan, uang tidak akan menjadi motivator yng kauat.
Banyak organisasi menggunakan beberapa jenis rencana pemberian nsentif untukpembayaran
dan evektivitasnya sebagai motivator. Setiap rencana dievaluasi berdasarkan pernyataan berikut:
 Beberapa efektif hal tersebut menciptakan persepsi bahwa pembayaran berhubungan
dengan kinerja?
 Seberapa baik hal tersbut meminimalkan konsekuensi negatif yang diperseosikan dari
kinerja yang baik?
 Sebarapa baik hal tersebut berkontribusi pada persepsi bahwa penghargaan penting
(misalkan pujian dan minat yang ditunjuan terhadap karyawan oleh seorang atasan yang
dihormati) menghasilakan kinerja yang baik daripada gaji pembayaran.
Agar sistem pembayaran terbuka dapat memotivasi karyawan, pengukuran perlu tersedia
untuk semua aspek penting dalam suatu pekerjaan (misalkan jumlah kosumen baru setiap
kuartal, kenaikan pemnelian oleh konsumen,dll) dan usaha seorang karyawan harus dihubungkan
dengan kinerja jangka pendek.

* Penghargaan Finansial: Tunjangan Karyawan

Beberapa jenis tunjangan tidak sepenuhnya finansianl, seperti pusat penitipan anak , pusat
kebugaran, dan perawatan medis SAS institute yang disubsidi, tapi jenis tunjangan ini jugs
memberikan karyawan penghargaan yang bernilai.
Tunjanga finansial utama karywan di kebanyakan organisasi adalah rencana pensiun dan
untuk kebanyakan karyawan, kesempatan untuk berpartisifasi dalam rencna pensiun merupakan
penghargaan yang bernilai. Tunjanga karyawan , seperti dana pensiun , perawatan di rumah sakit
dan liburan. Pada umumnya merupakan hal yang tidak berhubungan dengsn kinerja karyawan ,
akan tetapi didasarkan pada senioritas atau catatan kehadiran.

* Penghargaan Interpersonal

Manajer memiliki sejumlah kekuasaan untuk mendistribusikan penghargaan interpersional,


seperti status dan pengkuan. Dengan memberikan individu pekerjaan yang bergengsi, manajer
dapat berusaha meningkatkan dan menghilangkan status yang dimilii oleh seseorang. Akan tetapi
jika rekan kerja tidak meyakini kemampuan seseorang dalam pekerjaan tertentu , tidak mugkin
status tersebut bisa ditingkatkan. Denan meninjau kinerja seseofang, manajer dapat dalam
beberapa situasi, memberikan apa yang para manajer anggap sebagai perubahan pekerjaan untuk
memperbaiki status. Manajer dan rekn kerja samasam memainkan peran dalam memberikan
status pekerjan
* Promosi

Manajer menjadikan penghargaan promosi sebagai usaha untuk menempatkan orang yang
tepat pada pekerjaan yang tepat. Kreteria yang sering digunakan untuk meraih keputusan
promosi adalah senioritas. Kinerja, jika diukur dengan akurat, sering kali memberikan
pertimbangan yang signifikan dalam alokasi penghargaan promosi.

Penghargaan Intrinsik
Suatu penghargaan intrinsik didifinisikan sebagai penghargaan yang diatur sendiri oleh
seseorang.
Berikut ini beberapa jenis Penghargaan Intrinsik:
* Penyelesaian (Completion)
Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan hal yang
penting bagi setiap orang. Beberapa orang mempunyai kebutuhan untuk menyelesaikan tugas,
dan efek dari penyelesaian tugas bagi seseorang merupakan suatu bentuk penghargaan pada
dirinya sendiri, yakni dampak motivasi yang kuat.

* Pencapaian (Achievement)
Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang disebabkan oleh
seseorang yang meraih suatu tujuan yang menantang.
* Otonomi (Autonomy)
Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan melakukan apa yang dianggap terbaik oleh
karyawan dalam suatu situasi tertentu. Pada pekerjaan yang sangat terstruktur dan terkendali oleh
manajemen, sulit untuk menciptakan tugas yang mengarah pada otonomi.
* Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Dengan mengembangkan kemampuan pribadi, seseorang mampu untuk memaksimalkan atau
setidaknya memuaskan poyensi keterampilan.
 Proses penghargaan
Dari gambar tersebut berusaha mengintegrasi kepuasan, motivasi, kinerja, dan penghargaan.
Membaca gambar tersebut dari kiri ke kanan akan menunjukkan bahwa hanya dengan
memberikan motivasi untuk menghasilkan usaha adalah tindakan cukup ntuk memancing kinerja
yang diingikan. Kinerja dihasilkan dari kombinasi usaha dan tingkat kemampuan, keterampilan,
dan pengalaman individu. Hasil kinerja individu dievaluasi secara formal maupun informal oleh
manajemen dan dua jenis penghargaan dapat diberikan: intrinsik atau ekstrinsik. Penghargaan
tersebut dievaluasi oleh indinidu, jika penghargaan tersebut memuaskan dan seimbang, individu
mencapai tingkat kepuasan.

Sistem Penghargaan yang Inovatif


- Gaji Berdasarkan Keterampilan
Sistem berdasarkan keterampilan setidaknya memiliki empat keunggulan, yakni:
a. Karena karyawan memiliki lebih banyak keterampilan, maka organisasi meningkatkan
fleksibelitasnya dengan menempatkan pekerja untuk menangani pekerjaan yang berbeda
b. Karena gaji tidak ditentukan atas dasar klasifikasi pekerjaan, organisasi mungkin lebih
memerlukanlebih sedikit klasifikasi pekerjaan
c. Lebih sedikit karyawan yang diperlukan karena lebih banyak pekerja yang dapat
dipertukarkan, dan
d. Organisasi mungkin mengalami penurunan dalam pergantian karyawan dan
ketidakhadiraan.
- Perluasan Tingkat
Suatu elemen penghargaan finansialdimasa organisasi mengalami kesulitan adalah sistem
peringkat. Sebagian besar sistem memiliki sejumlah besar peringkat. Maka diperlukan perrluasan
tingkat yang akan mengurangi sejumlah peringkat gaji hingga tersisa relatif sedikit peringkat
yang luas.

- Pelayanan Concierge
Ketersediaan pelayanan conciergeuntuk berbagai aktivitas yang harus dilakukan merupakan
daya tarik perusahaan . menjamin karyawan untuk dapat berkosentrasi pada kinerja dapat
dianggap sebagai tunjangan karyawan yang setimapl terhadap usaha dan pekerjaan.
- Penghargaan Berdasarkan TimTunjangan Parah Waktu
Rancangan dari sistem ini adalah seharusnya sesuai dengan pengkelompokan dikeseluruhan
rancangan organisasidalam situasi dimana tim relatif idependentdan tujuannya dapt diukur,
ditetapkan, dan dievaluasi, penghargaan didasarkan atas pencapain tujuan.
- Pembagian Keuntungan.
Keberhasilan program pembagian keuntunganmemerlukan komtmen kuat untuk menerapkan
efesiensi, baik dari manajemen dan karyawan. Selanjutnya komitment tersebut memerlukan
komunikasi yang terbuka, penggunaan informasi bersama dan tingkat kepercayaan yang tinggi
antara semua pihak.
- Mengatur Penghargaan
Manajer diharapkan dengan keputusan bagaimana mengatur penghargaan. Ada tiga
pendekatan teoritis dalam mengatur penghargaan, yakni:
a. Reinforcement Positif
Pondasi dasar dalam mengatur penghargaan melalui pendekatan ini adalah hubungan antara
perilaku dan kosekuensinya. Tujuan pendeketan ini agar bisa menciptakan perilaku yang
diinginkan.
b. Modeling dan Imitasi Sosial
Dalam menggunakan pendekatan ini menejer harus menentukan siapa yang merespon
pendekatan ini, selain memilih model yang sesuai. Terakhir dimana model muncul perlu
diperhatikan juga. Ini berarti jika kinerja yang tinggi merupakan tujuan dan merupakan hal yang
hampir tidak bisa dicapai karena sumberdaya yang terbatas, menejer seharusnya menyimpulkan
modeling tidak sesuai.

c. Teori Ekspektasi
Dalam pendekatan ini, manajer harus menentukan jenis penghargaan yang diinginkan oleh
karyawannya dan melakukan hal apapun yang mungkin untuk mendistribusikan penghargaan
tersebut. Jika tidak, menejer harus menciptakan kondisis sehingga apa yang tersedia dapat
diterapkan sebagai penghargaan.

2.10. MERANCANG PEKERJAAN


A. Sejarah dan perkembangan Ergonomi
Istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ERGON (kerja) dan NOMOS (hukum
Alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya
yang di tinjau secara anatomi, psikologi, engineering, manajemen , dan perancang. Ergonomic
berkenaan pula dengan optimasi,efisiensi, kesehatan keselamatan dan kenyamanan manusia di
tempat kerja, dirumah, dan tempat rekreasi. Di dalamnya ergonomic dibutuhkan studi tentang
system dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan
utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusiannya. Ergonomic disebut juga “Human
Factors”. Ergonomic juga digunakan oleh berbagai ahli/professional pada bidangnya misalnya :
ahli anatomi, arsitektur, perancanf produk industri, fisika, disioerapi, terapipekerjaan,posikologi,
dab teknik industri. (Definisi diatas berdasarkan Pada international ergonomic association).
Selain itu ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancang, analisis,
sintesis, evaluasi, proses kerja, dan bagi wiraswastawan, manajer, pemerintah, militer, dosen, dan
mahasiswa.
Penerapan ergonomic pada umumnya merupakan aktivitas rancangan
bangunan(desain)ataupun rancangan ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras
seperti misalnya perkakas kerja(tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat
kerja(workholders), pintu(doors) dan lain-lain.
Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi misalnya :
penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja(shif kerja),
meningkatkan variasi pekerjaan dan lain-lain. Ergonomic dapa pula berfungsi sebagai desain
perangkat lunak karena dengan semakin banyak pekerjaaan yang berakaitan erat dengan
computer. Penyampaian informasi dalam suatu system computer harus pula di usahakan
sekompatible mungkin sesuai dengan kemampuan pemprosesan informasi oleh manusia.
Menurut sutalaksana ergonomic adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu system kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada system itu dengan
baik, yaitu mencapai tujuan yang di inginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan
nyaman.16[16]
Menurut Teori frank greer desain pekerjaan berupaya mengidentifikasi karakteristik tugas
dari pekerjaan-pekerjaan, dan bagaimana karakteristik ini d gabung untuk membentuk pekerjaan
yang berbeda, dan hubungan dari karakteristik tugas ini dengan motivasi, kepuasan, dan kinerja
karyawan.
 Desain Pekerjaan atau merancang Pekerjaan
Desain pekerjaan adalah rincian tugas dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang
mencakup siapa yang mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas
dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan. menambahkan desain pekerjaan adalah fungsi
penetapan kegiatan kerja seorang atau sekelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya

16[16] elib.unikom.ac.id/download.php?id=17982(3 desember 2012 jam 11.30 wib)


untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi. Definisi diatas
menjelaskan bahwa desain pekerjaan dibuat oleh perusahaan untuk mengatur tugas- tugas
yang tepat sasaran, memberikan tugas kepada orang dengan kemampuan dan keterampilan yang
harus dimiliki untuk mengerjakan tugas tersebut demi mencapai sasaran dari perusahaan.
Sejalan dengan Dessler (2004) desain pekerjaan merupakan pernyataan tertulis tentang apa
yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya, dan bagaimana kondisi
kerjanya.
Handoko (2000) menyatakan bahwa desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan-
kegiatan kerja seseorang individu atau kelompok karyawan secara organisasional yang bertujuan
untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan organisasi, teknologi,
dan keperilakuan. Selain itu, menurut Dwiningsih (2009) desain pekerjaan adalah sebuah
pendekatan yang menentukan tugas-tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi seseorang
atau sekelompok karyawan dalam suatu organisasi.17[17] Desain pekerjaan meliputi identifikasi
pekerjaan, hubungan tugas dan tanggung jawab, standar wewenang dan pekerjaan, syarat kerja
harus diuraikan dengan jelas, penjelasan tentangjabatan dibawah dan diatasnya. Desain pekerjaan
menguraikan cakupan, kedalaman, dan tujuan dari setiap pekerjaan yang membedakan antara
pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya. Tujuan pekerjaan dilaksanakan melalui
analisis kerja, dimana para menejer menguraiakan pekerjaan sesuai dengan aktifitas yang
dituntut agar membuahkan hasil. Desain pekerjaan merupakan keputusan dan tindakan
manajerial yang mengkhususkan kedalam cakupan dan hubungan pekerjaan yang objektif untuk
memenuhi kebutuhan orgaanisasi serta kebutuhan sosial dan pribadi pemegang pekerjaan.
Strategi desain pekerjaan dikembangkan dengan menekankan pentingnya karakteristik
pekerjaan inti. Strategi berdasarkan teori motivasi Herzberg yang mencakup peningkatan
kedalam pekerjaan melalui pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemegang
pekerjaan. Tetapi pemerkayaan tidak dapat diterapkan secara universal karena tidak
mempertimbangkan perbedaan individu.
Ukuran perbedaan individu mendorong untuk mengkaji cara meningkatkan persepsi positif
terhadap keragaman. Identitas, arti, otonomi dan balikan akan meningkatkan prestasi kerja dan

17[17] abdulghoni-asykur.blogspot.com/2012/03/tugas-3.html)(03 desember 2012)


kepuasan kerja seandainya para pemegang pekerjaan memiliki kebutuhan pertumbuhan yang
relatif tinggi.
 Unsur-Unsur Desain Pekerjaan
Tiga unsure yang membingungkan manajer dalam mengenbangkan dan mengatru pekerjaan-
pekerjaan karyawan agar dapat bekerja lebih produktif dan memuaskan, yaitu :
1. sering terjadi konflik antara kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan karyawan dan
kelompok karyawan dengan berbagai persyaratan desain pekerjaan.
2. sifat unik karyawan dapat menimbulkan berbagai macam tanggapan dalam wujud sikap,
kegiatan fisik dan produktifitas dalam pelaksanaan pekerjaan.
3. perubahan lingkungan, organisasional dan perilaku karyawan membuat desain pekerjaan,
ketepatan pendekatan pengembangnan standar kerja dan bentuk-bentuk perilaku karyawan perlu
dipertanyakan.

2. Unsur-unsur Organisasi
Unsur organisasi mempunyai kaitan erat dengan desain pekerjaan yang efisien untuk
mencapai output maksimum dari pekerjaan-pekerjaan karyawan.
Dalam manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic winslow taylor telah menetapkan
adanya studi yang menyoroti tentang perilaku karyawan didalam pelaksanaan kerja. Studinya
dinamakan studi gerak dan waktu (Time and motion study)
Dengan adanya efisiensi didalam pelaksanaan kerja akan menentukan spesialisasi yang
merupakan kunci dalam desain pekerjaan.
Karyawan yang melakukan pekrjaan secara kontinyu menyebabkan dia menadi
terspesialisasi, yang selanjutnya dapat memperoleh output lebih tinggi.
Tiga unsur desain pekerjaan organisasi. Yaitu:
1. pendekatan mekanik, berupaya mengidentifikasi setiap tugas dalam suatu pekerjaan guna
meminimumkan waktu dan tenaga. Hasil pengumpulan identifikasi tugas akan menentukan
spesialisasi. Pendekatan ini lebih menekankan pada factor efisinsi waktu, tenga, biaya, dan
latihan.
2. Aliran kerja, ini dipengaruhi oleh sifat =komoditi yang sdihasilkan oelh suatu organisasi atau
perusahaan guna menentukan urutan dan keseimbangnan pekerjaan.
3. \Praktek-praktek kerja, yaitu cara pelaksanaan pekrjaan yang ditetapkan, ini bias berdasarkan
kebiasan yang berlaku dalam perusahaan, perjanjian atau kontrak kotak serikat kerja kaeyawan,
kesepakatan bersama.
3. Unsur-unsur Lingkungan
Factor lingkungan yang mempengaruhi desain pekerjaan adalah tersedianya tenaga kerja
potensial, yang mempunyai kemammpuan dan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dan pengharapan-pengharapan social, yaitu dengan tersedianya lapangan kerja seta
memperoleh kompensasi dan jaminan hidup yang layak.

3. Unsur-Unsur Perilaku :
1. otonomi, bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, deisini bawahan diberi
wewenang untuk menganmbil keputusan atas pekerjaan yang dilakukan.
2. Variasi, pemerkayaan pekerjaan dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan atas
pekerjaan-pekerjaan yang rutin, sehingga kesalahan- kesalahan dapat diminimalkan.
3. identitas tugas, untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan pekerjaan, maka
pekerjaan harus diidentifikasi, sehingga kontribusainya terlihat yang selanjutnya akan
menimbulkan kepuasan,
4. Umpan balik, diharapkan pekerjaa-pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan mempunyai
umpan balik atas pelaksanaan pekrjaan yang baik, sehingga akan memotivasi pelaksanaan
pekerjaan selanjutnya.
 Pedoman Dalam Desain Pekerjaan
Dessler (2004) menerangkan bahwa sebuah desain pekerjaan merupakan pernyataan tertulis
tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya, dan
bagaimana kondisi kerjanya. Desain pekerjaan mencakup hal-hal berikut ini :
a.Identitas pekerjaan. Identitas pekerjaan merupakan jabatan pekerjaan yang berisi nama
pekerjaan seperti penyelengara operasional dan manajer pemasaran. Handoko (2000)
menambahkan bila pekerjaan tidak mempunyai identitas, karyawan tidak akan atau kurang
bangga dengan hasil-hasilnya. Ini berarti kontribusi mereka tidak tampak.
b. Hubungan tugas dan tanggung jawab, yakni perincian tugas dan tanggung jawab secara nyata
diuraikan secara terpisah agar jelas diketahui. Rumusan hubungan hendaknya menunjukkan
hubungan antara pelaku organisasi.
c. Standar wewenang dan pekerjaan, yakni kewenangan dan standar pekerjaan yang harus
dicapai oleh setiap pejabat harus jelas. Pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kepada para
karyawan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan, berarti menambah tanggung jawab.
Hal ini akan cendrung meningkatkan perasaan dipercaya dan dihargai.
d. Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas, seperti alat-alat, mesin, dan bahan baku yang akan
dipergunakan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
e. Ringkasan pekerjaan atau jabatan harus menguraikan bentuk umum pekerjaan dan
mencantumkan fungsi-fungsi dan aktifitas utamanya.
f. penjelasan tentang jabatan debawah dan diatasnya yaitu harus dijelaskan jabatan dari mana
petugas di promosikan kejabatan mana pejabat akan dipromosikan.
B. Merancang kerja untuk kelompok dan individu
Produktivitas dan mutu kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor yang terkait dengan
lingkungan kerja; antara lain beban kerja berlebihan yang tidak dapat diperkirakan, perubahan-
perubahan di akhir waktu yang dirancang, kurangnya peralatan yang sempurna, dan tidak
efisiennya alir kerja. Dengan demikian, penting untuk menjamin bahwa kerja itu dirancang untuk
mencapai produktivitas dan mutu maksimum. Beberapa strategi untuk merancang lingkungan
kerja dalam memenuhi tujuan organisasi yaitu tercapainya mutu dan produktivitas tinggi.
Strategi dimaksud antara lain; rancangan tempat kerja atau ergonomik, komputerisasi dan mesin
otomatik, dan rancangan pekerjaan ( pengayaan, perluasan, dan rotasi pekerjaan),
Strategi Perancangan Kerja Kembali:
Perbaikan alur kerja yang jelas.
Pengurangan gerak fisik yang berulang-ulang yang menyebabkan mudah lelah.
Menyesuaikan sinar lampu dengan kondisi ruangan kerja.
Membolehkan karyawan untuk melakukan kegiatan pribadi di sekitar tempat kerja.
Menggunakan warna ruangan kerja yang menyenangkan.
Menyediakan kantor privat dan ruang kerja nyaman.
Menyediakan tempat atau ruang istirahat.
Penyusunan, penyesuaian dan pemindahan peralatan, bagian-bagian pokok dan ruang kerja.
Menempatkan sesama para anggota tim secara berdekatan sehingga mereka dapat berinteraksi
dengan mudah.
Menyediakan peralatan kursi, meja dan lemari kantor yang sesuai dengan kondisi tubuh dan
kegiatan kerja karyawan.
Komputerisasi dan Alat Otomatik:
Memberitahukan pada karyawan tentang manfaat komputer dan alat otomatik.
Melibatkan karyawan dalam keputusan untuk operasionalisasi komputerisasi.
Mengkomunikasikan isu-isu implementasi kepada seluruh karyawan seperti bagaimana dan
kapan komputer digunakan, pekerjaan apa yang dapat menggunakan komputer dan masalah-
masalah yang dihadapi.
Melatih karyawan tertentu dalam mengunakan komputer dan alat otomatik dan mengevaluasi
hasil pelatihannya.
Membolehkan para karyawan memanfaatkan waktunya untuk mempraktikkan pengetahuannya
dalam menggunakan komputer dan alat otomatik.
Memiliki staf pemelihara alat-alat baru yang tersedia setiap saat untuk memperbaiki alat.
Meningkatkan kualitas peralatan secara berkala.
Pendekatan Rancangan Pekerjaan:
Pengayaan Pekerjaan: Tujuannya adalah untuk meningkatkan motivasi, kepuasan dan kinerja
karyawan. Ada lima karakteristik inti dari pekerjaan yang dibangun sedemikian rupa dalam
suatu pekerjaan karyawan yaitu mengalami beberapa kondisi psikologis krusial, termasuk
memperoleh pekerjaan yang bermanfaat, perasaan tanggungjawab, dan memiliki pengetahuan
dari hasil aktual dari kegiatan bekerja. Dengan demikian akan diperoleh luaran berupa motivasi
yang lebih tinggi, peningkatan kepuasan kerja, dan rendahnya ketidakhadiran dan jumlah
karyawan yang keluar. Lima hal inti tersebut yaitu:
Keragaman keterampilan; derajad dari tugas yang dilaksanakan dengan syarat kemampuan dan
keterampilan berbeda.
Identitas tugas; melengkapi keseluruhan jenis pekerjaan yang dapat diidentifikasi yang
memiliki hasil yang dapat dilihat seperti penyiapan laporan keuangan dan perakitan sebuah
radio.
Signifikansi tugas; derajad suatu pekerjaan tertentu yang memiliki kepentingan dan manfaat.
Otonomi; derajad kebebasan dan keleluasaan yang dijinkan sesuai dengan skedul dan prosedur
kerja.
Umpanbalik ; menunjukkan jumlah informasi langsung yang diterima dalam keefektifan kinerja
pekerjaan.
Rotasi Pekerjaan: Suatu tehnik perancangan kembali suatu pekerjaan yang hanya
diperuntukkan bagi karyawan yang punya kesempatan untuk pindah dari pekerjaan yang satu ke
yang lainnya untuk belajar dan memperoleh pengalaman dari keragaman tugas. Manfaatnya,
antara lain meningkatkan keterampilan karyawan dalam melakukan pekerjaan lebih dari satu
tugas.
Perluasan Pekerjaan: Pemberian pekerjaan tambahan kepada karyawan agar mereka mendapat
pengetahuan dan pengalaman serta tanggungjawab baru. Syaratnya adalah beban kerja karyawan
tidak menjadi berlebihan di atas standar operasi kerja organisasi. 18[18]
Variabel organisasi, manusia dan teori management sangat berpengaruh terhadap rancangan
pekerjaan, yang mana diuraikan sebagai berikut:
 Job Design pada Model Tradisional.

Job design pada model ini terdapat perbedaan tegas antara pemikir (thinking) dan pelaksana
(doing). Prinsip dasarnya adalah bahwa pekerjaan-pekerjaan harus mengandung sejumlah tugas
yang terkait/sejenis yang masing-masing menghendaki ketrampilan yang sejenis pula dan waktu
belajar yang relatif singkat. Sehingga pekerja diharapkan dapat mempelajari dengan cepat dan
mengikuti secara tepat metode dan aturan keputusan yang terinci yang akan diterapkan.
Mekanisme hubungan kerja dan garis pertanggungjawaban menjadi tugas kewajiban atasan.
Sedangkan bawahan hanya melakukan dan mematuhi aturan kerja.
 Job Design pada Model Human Relations.

Pada model ini job design mengalami sedikit perluasan nuansa dengan diberikannya
perhatian pada human needs. Pengembangan hubungan yang baik sesama pekerja dan
kesempatan untuk berkembang mulai mendapat tempat. Para atasan sudah mulai diberi tanggung
jawab untuk dapat mengembangkan kelompok kerja yang bersatu padu suportif guna

18[18] ronawajah.wordpress.com/2008/05/27/merancang-lingkungan-kerja/
menghasilkan performa unit kerja yang baik. Para atasan juga dituntut untuk menciptakan
suasana yang kondusif, akrab, bersatu padu, serta konsultatif.
 Job Design pada Model MSDM.

Pada model ini, dimulai dari asumsi bahwa hanya melalui pemanfaatan kemampuan self-
directing dan self-control yang dimiliki oleh para anggota, dan melalui pemberian kesempatan
yang lebih besar untuk terlibat aktif bersama-sama dengan atasan dalam proses penentuan dan
penetapan tujuan atau sasaran organisasi. Dengan demikian para pekerja dan atasan bersatu padu
menciptakan pekerjaan yang berorientasi pada tujuan bersama.19[19]

 Studi kasus
Perencangan shift kerja dibagi menjadi 3 shift kerja yaitu :shift 1, shift 2, shift 3, dengan
mengasumsikan pekerja pada perusahaan tersebut di bagi menjadi 3 kelompok kerja, jadwal shift
kerja yang kami ambil adalah :
1. Shift 1 : 07.00-15.00 dengan waktu istirahat selama 60 menit yaitu pukul 12.00-01.00
yang digunakan oleh pekrja sebagai waktu shalat istirahat siang.
2. shift II : 15.00-23.00 dengan waktu istirahat selama 60 menit dan di bagi 16.00-16.30
untuk waktu shalat ashar dan 18.30-19.30 wib untuk sholat magrib dan makan malam.
3. shift III : 23.00-07.00 dengan waktu istirahat selamaa 90 menit yaitu pukul 04.00-05.30
yang digunakan pekerja untuk waktu istirahat dan shalat shubuh.
Alas an shift malam lebih lama waktu istirahatnya karena beban kerja shift malam akan
lebih berat disbanding shift lainnya. Hal tersebut di karenakan pukul 04 pagi, terjadi perubahan
tingkat cortisol, suhu badan dan tingkat melatonin yang akan berpengaruh pada pekerja. Tidur
sebentar dalam tugas shift malam berdampak positif untuk mengurangi kelelahan tanpa
mengurangi kinerja(arora dkk, 2006). Waktu istirahat juga dapat mengurangi musculoskeletal
discomfort(MSD), gangguan mata, mood dan kinerja pekerja (galainsky,dkk 2000).
Alas an kami mengambil shift 1 di mulai dari pukul 07.00 adalah dengan
mempertimbangkan waktu shift III yagn akan dijalani pekerja. Jika shift 1 dimulai dari pukul
08.00 maka shift II akan berakhir pukul 00.00 dan otomatis pekrjaan shift III dimulai pukul

19[19] belajarmanagement.wordpress.com/.../rancangan-pekerjaan-job-desig...
00.00. disini kami mengasumsikan pekerja tersebut tidak seluruhnya tinggal dekat perusahaan
tersebut. Jika shift III dimulai pukul 00.00 maka pekrja yang bertempat tinggal tidak dekat
dengan perusahaan tersebut pasti akan mengalami beban fisikologis karena jika mereka pergi
terlalu malam akan berdampak pada kesehatan pekerja tersebut.
Factor fisikologis dan lingkungan juga mempengaruhi karena diatas pukul 23.00 beban
seperti mengantuk sudah mulai dirasakan oleh pekerja terlebih lagi jika pekerja tersebut pergi
bekerja sendiri maka perasaan bosan akan muncul yang akan mengakibatkan ngantuk maka
beban juga akan semakin berat, akibatnya factor timbulnya kecelakaan akan lebih besar. Akan
tetapi jika pekerjaan shift III dimulai pukul 23.00 maka pekerja akan berangkat dari rumah
mereka sebelum pukul 23.00 waktu tersebut jika di bandingkan dengan pukul 00.00 akan lebih
baik dari segi psikologis dan fisiologis, setidaknya perasaan ngantuk yang dirasakan pekerja jika
pergi bekerja sebelum pukul 23.00 akan lebih kecil disbanding bekerja pukul 23.00
Perancangan rotasi kerja dilakukan dengan melakukan pergantian shift kerja setiap hari
karena rotasi shift akan mempengaruhi tingkat kebosanan dari pekerja. Jika rotasi shift kerja
terlalu lama maka tingkat kebosanan pekerja akan semakin tinggi dan stress akibat shift kerja
akan menyebabkan kelelahan ( fatique) yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja,
seperti ketidakpuasan dan iritasi.
Rotasi shift kerja yang terlalu lama juga akan berpengaruh negative secara social
terhadap hubungan keuarga seperti tingkat berkumpulnya anggota keluarga dan sering berakibat
pada konflik keluarga. Oleh karena itu kami merancang rotasi shift kerja setiap harinya untuk
menghindari terjadi kebosanan pada pekerja dan dampak lainnya. Perancangan rotasi kerja yang
kami buat adalah sebagai berikut :
Minggu ke 1

Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu


AB C AB C AB C AB C AB C AB C AB C
123 312 231 123 312 231 123
Minggu ke 2
SeninSelasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
C BA c b a C BA C BA C BA C BA C BA
123 312 231 123 312 231 123
Minggu Ke 3

SeninSelasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu


C A B C A B C A B CAB C A B C A B C A B
123 312 231 123 312 231 123
Minggu Ke 4 balik minggu ke 1

Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu


AB C AB C AB C AB C AB C AB C AB C
123 312 231 123 312 231 123
Dimana A B C merupakan kelompok kerja
1 2 3 Merupakan shift kerja
Alasan kami menggunakan rotasi kerja diatas adalah untuk mengoptimalkan pekerjaaan,
danean memberikan waktu istirahat yang cukup bagi pekerja. Dengan skema rotasi diatas maka
setiap kelompok kerja mempunyai waktu istirahat selama 8 jam sebelum mereka ekerja kembali.
Pergantian shift juga akan dig anti setiap minggunya, alasan mengapa setiap minggu dilakukan
pergantian shift karena jika dimisalkan rotasi kerja seperti minggu pertama dan setiap minggunya
tidak diganti, maka setiap minggunya kelompok C akan mendapatkan bekerja pada shift III
sebanyak 3 kali, sementara kelompok kerja lain hanya mendapatkan kerja pada shift III sebanyak
2 kali. Oleh sebab itu untuk mencegah terjadinya ketidakadilan dalam pembagian rotsi shift
kerja, maka setiap minggu juga dilakukan pergantian shift kerja jadi dalam setiap kelompok kerja
setiap minggunya mendapatkan shift III sebanyak 3 kali. Hal itu dikarenakan bekerja pada shift
III atau shift malam mendapatkan beban yang lebih berat dibanding kerja shift 1 atau II.
Pertanyaan :
1. apakah menurut anda Rotasi kerja atau pergantian shift kerja bisa efektif untuk menghilangkan
rasa bosan atau suntuk bagi seorang karyawan ?
2. menurut anda ? jika anda sebagai seorang karyawan hal-hal seperti apa yang akan anda lakukan
untuk menghindari kebosanan, kejenuhan,dan rasa ngantuk, jika bekerja pada shift malam hari??
3. Apa dampak positif dan dampak negative dari rotasi kerja atau pergantian shift tersebut?
Jelaskan ?

2.11 PENGAMBILAN KEPUTUSAN


A. Hakekat Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah tindakan pemilihan alternatif. Hal ini berkaian dengan
fungsi manajemen.. Misalnya, saat manajer merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka
membuat keputusan. Akan tetapi, ahli teori klasik tidak menjelaskan peng keputusan tersebut
secara umum. Pelopor teori manajemen seperti Fayol dan Urwick membahas pengambilan
keputusan mengenai pengaruhnya pada delegasi dan otoritas, sementara bapak manajemen-
Frederick W. Taylor- hanya menyinggung metode ilmiah sebagai pendekatan untuk pengambilan
keputusan. Seperti kebanyakan aspek teori organisasi modern, analisis awal pengambilan
keputusan dapat ditelusuri pada Chester Barnard. Dalam The Functions of the Exec Barnard
memberikan analisis komprehensif mengenai pengambilan keputusan clan menyat "Proses
keputusan ... merupakan teknik untuk mempersempit pilihan."
Kebanyakan pembahasan proses pengambilan keputusan terbagi dalam beberapa langkah.
Hal ini dapat ditelusuri dari ide yang dikembangkan Herbert A. Simon, ahli teori kepufusan dan
organisasi yang memenangkan hadiah Nobel, yang mengonseptualisasikan tiga tahap utama
dalam proses, pengambilan keputusan:

l. Aktivitas inteligensi. Berasal dari pengertian militer "intelligence," Simon


mendeskripsikan tahap awal ini sebagai penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan
pengambilan keputusan.
2. Aktivitas desain. Selama tahap kedua, mungkin terjadi tindakan penemuan,
pengembangan, dan analisis masalah.
3. Aktivitas memilih. Tahap ketiga dan terakhir ini merupakan pilihan sebenarnya-memilih
tindakan tertentu dari yang tersedia.

Berhubungan dengan tahap-tahap tersebut, tetapi lebih empiris (yaitu, menelusuri keputwq
sebenarnya dalam organisasi), adalah langkah pengambilan keputusan menurut Mintzberg a
koleganya:
1. Tahap identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis
dibuat Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang ekstensif dan
sistematis, tep masalah yang sederhana tidak.
2. Tahap pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar yang ada a s
mendesain solusi yang baru. Diketahui bahwa proses desain merupakan proses pencarian d
percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
3. Tahap seleksi, di mana pilihan solusi dibuat. Ada tiga cara pembentukan seleksi: dengan
penilainn pembuat keputusan, berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis; dengan
analisis alternatif yang logis dan sistematis; dan dengan tnwar-menawar saat seleksi melibatkan
kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Sekali keputusan diterima
secara formal, otorisasi pun kemudian dibuat.

Gambar 1. Tahap Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Menurut Mintzberg


Gambar 1 merangkum tahap pengambilan keputusan berdasarkan penelitian Mintzberg.
Baik terekspresi dalam tahap Simon maupun Mintzberg, terdapat langkah awal yang dapat
diidentifikasi yang menghasilkan aktivitas pemilihan dalam pengambilan keputusan. Perlu
dicatat bahwa pengambilan keputusan merupakan proses dinamis, terdapat banyak celah berupa
umpan balik dalam setiap tahap. "Celah umpan balik dapat disebabkan oleh masalah waktu,
politik, ketidaksetujuan antarmanajer, ketidakmampuan untuk mengidentifikasi alternatif yang
tepat atau mengimplementasikan solusi, pergantian manajer, atau munculnya alternatif baru
secara tiba-tiba. Yang penting adalah pengambilan keputusan merupakan proses dinamis.
Proses dinamis ini mempunyai implikasi perilaku dan strategis pada organisasi. Penelitian
empiris terbaru mengindikasikan bahwa proses keputusan yang mencakup pembuatan pilihan
strategis menghasilkan keputusan yang baik dalam organisasi 6 tetapi masih terdapat banyak
masalah, yakni manajer mengambil keputusan yang salah.' Kembali ke peranan dominan yang
dimainkan teknologi informasi dalam analisis dan praktik pengambilan keputusan yang efektif,e
relevansi studi dan aplikasi perilaku organisasi ini adalah apa yang disebut perilaku pengambilan
keputusan.

B. Perilaku Pengambilan Keputusan


Perilaku pengambilan keputusan berkaitan dengan ahli teori perilaku organisasi seperti
dalam buku March dan Simon, Organization, pada tahun 1958, tetapi bidang tersebut menjadi
lebih menarik dengan topik seperti motivasi dan tujuannya, dan menekankan berkurangnya
pengambilan keputusan. Bidang :perilaku pengambilan keputusn dikembangkan di luar jalur
teori dan penelitian perilaku organisasi oleh psikolog kognitif dan ahli teori keputusan dalam
ilmu ekonomi dan informasi. Akan tetapi, barubaru ini muncul kembali minat mengenai perilaku
pengambilan keputusan, dan kembali ke jalur bidang perilaku organisasi.

Meskipun teori pengambilan keputusan klasik berjalan dalam asumsi rasionalitas dan
kepastian, tetapi tidak begitu halnya dengan teori keputusan perilaku. Ahli teori perilaku
pengambilan keputusan sependapat bahwa individu mempunyai keterbatasan kognitif.
Kompleksitas organisasi dan dunia secara umum menyebabkan individu bertindak dalam situasi
ketidakpastian dan informasi begitu arnbigu dan tidak lengkap." Kadang-kadang risiko dan
ketidakpastian ini menyebabkan pembuat kepuhisan organisasi mempunyai keputusan yang
diragukan, atau tidak etis (lihat Contoh Aplikasi OB: Wengikuti Persaingan atau Tersingkir?)
Dikarenakan ketidakpastian dan ambiguitas, sejumlah model pengambilan keputusan telah ada
selama bertahun-tahun. Dasar dan titik awal untuk mengembangkan menganalisis berbagai
model perilaku pengambilan keputusan adalah tetap mempertahankan tingkat dan arti
rasionalitas.

C. Rasionalisasi Keputusan
Definisi Rasionalisasi yang paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan
adalah bahwa hal tersebut merupakan rencana tujuan. Jika sebuah rencana dipilih untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, maka keputusan dikatakan rasional, tetapi, terdapat banyak
komplikasi untuk tes rasionalitas yang sederhana. Pada awalnya, sulit untuk memisahkan
rencana dari tujuan karena yang nyata mungkin hanya merupakan rencana untuk tujuan di masa
depan. Ide ini umumnya disebut rangkaian atau hierarki rencana-tujuan. Simon menunjukkan
bahwa "hierarki rencana-tujuan. merupakan rangkaian yang jarang terhubung dan terintegrasi
sepenuhnya. Hubungan antara aktivitas organisasi dan tujuan akhir kerap kali tidak jelas, atau
tujuan akhir tidak sepenuhnya dirumuskan, atau terdapat konflik internal dan kontradiksi antara
tujuan akhir, atau antara rencana yang dipilih untuk mempertahankan tujuan.
Selain komplikasi yang berhubungan dengan rangkaian rencana-tujuan, ada kemungkinan
konsep tersbut tidak terpakai. Pengambilan keputusan yang relevan dengan ekonomi nasional
mendukung posisi ini. Pembuat keputusan yang mencari penyesuaian rasional dalam sistem
ekonomi mungkin menghasilkan hasil akhir yang tidak diinginkan atau yang tidak dapat
diantisipasi. Simon juga memperingatkan bahwa analisis rencana-tujuan yang sederhana
mungkin menghasilkan kesimpulan yang tidak akurat.
Salah satu cara untuk mengklarifikasi rasionalitas rencana-tujuan adalah menggunakan
keteraagan tambahan yang tepat dan berkualitas pada berbagai jenis rasionalitas. Hal tersebut
menunjukkan rasionalalisasi objektif dapat diterapkan pada keputusan yang memaksimalkan
nilai dalam situasi tertentu. Rasionalisasi subjektif dapat digunakan jika keputusan
memaksimalkan hasil dalam kaitannya dengan pengetahuan subjek tertentu. Rasionalitas
dengan sengaja dapat diterapkan pada keputusan di maana penyesuaian rencana untuk tujuan
merupakan proses dengan sengaja. Keputusan dianggap rasional saat penyesuaian rencana pada
tujuan dicari oleh individu atau organisasi; keputusan dianggap rasional secara organisasi jika
dimaksudkan untuk tujuan organisasi; dan keputusan dianggap rasional secara personal jika
diarahkan pada tujuan pribadi.

D. Model Perilaku Pengambilan Keputusan


Terdapat banyak model deskriptif dari perilaku pengambilan keputusan. Akibatnya, hal ini
menjadi model untuk banyak perilaku pengambilan keputusan manajemen. Model berusaha
mendeskripsikan secara teoritis dan realistis bagaimana manajer praktik mengambil keputusan.
Secara khusus, model berupaya menentukan seberapa rasional pembuat keputusan manajemen.
Model berkisar dari rasionalitas lengkap, seperti dalam kasus model rasionalitas ekonomi
klasik, sampai sepenuhnya tidak rasional, seperti dalam kasus model sosial
1. Model Rasionalitas Ekonomi
Model ini berasal dari model ekonomi klasik di mana pembuat keputusan sepenuhnya rasional
daam, segala hal. Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan, terdapat asumsi:
a. Keputusan akan sepenuhnya rasional dalam hal rencana-tujuan.
b. Terdapat sistem pilihan yang lengkap dan konsisten yang memungkinkan pemilihan alternatif
c. Kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan alternatif.
d. Tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat ditampilkan untuk menentukan
alternatif terbaik.
e. Probabilitas kalkulasi tidak menakutkan ataupun misterius.
Model rasionalitas ekonomi pembuat keputusan selalu berusaha memaksimalkan hasil dalam
perusahaan bisnis, dan keputusan akan diarahkan kepada titik p maksimum di mana biaya
marjinal sama dengan pendapatan marjinal (MC = MR).

Banyak ekonom dan ahli teori keputusan kuantitatif tidak menyatakan bahwa gambaran
ini merupakan model perilaku pengambilan keputusan modern yang deskriptif dan realistis.
tetapi banyak sekolah bisnis mengajarkan model rasional dan metode kuantitatif, karena itu
banyak manajer masih menyamakan pengambilan keputusan manajemen yang "baik" dengan
pendekatan tersebut. Akan tetapi, kesetiaan pada pendekatan ini bisa berbahaya dan mungkin
menyebabkan banyak masalah. Seperti dinyatakan oleh Peters dan Waterman dalam buku In
Search of Excellence: "Pendekatan alterratif dan rasional pada manajemen mendominasi sekolah
bisnis. Pendekatan tersebut mencari pembenaran yang terpisah dan analitis untuk semua
keputusan. Hal ini bisa saja salah dan membuat kita sangat tersesat.”
Secara jelas, Peters dan Waterman tidak mengatakan "buang yang buruk," dan tidak
mengki model rasional. Model rasional telah terbentuk dan akan terus memberi kontribusi
signifikan un pengambilan keputusan yang efektif. Misalnya, tenaga pemasaran yang paling
sukses, seperti Pro & Gamble, Cheesebrough-Pond's, dan Ore-Ida, terkenal dengan pendekatan
rasional mereka , menggunakan dukungan kuantitatif. Inti yang dicapai Peters dan Waterman
adalah bahwa mc rasional bukan menjadi akhir pengambilan keputusan secara efektif dan jika
terdapat perbedaan, tersebut menyebabkan kesalahpahaman dan mengganggu proses
pengambilan keputusan.
2. Teknik Rasional Modern: ABC, EVA, dan MVA
Baru-baru ini, teknik akuntansi dan finansial tradisional yang berdasarkan model
rasionalitas ekonomi telah mengalami perubahan radikal. Misalnya, perusahaan terkenal seperti
Daimler-Chrysler, Union Carbide, Hewlett-Packard, dan General Electric telah beralih ke jenis
akuntansi yang baru. Untuk mengelola biaya dengan lebih baik, mereka menggunakan activity-
based costing, atau disebut ABC. Secara tradisional, akuntansi mengidentifikasi biaya menurut
kategori pengeluaran (misalnya, gaji, suplai, dan biaya tetap). Sebaliknya, ABC menentukan
biaya menurut apa yang dibayar untuk tugas berbeda yang dikerjakan karyawan. Dalam ABC,
biaya yang berhubungan dengan aktivitas seperti memproses pesanan penjualan, mempercepat
pesanan pemasok dan atau pelanggan, memecahkan masalah kualitas pemasok dan atau masalah
pengantaran, dan memperlengkapi mesin, dihitung. Metode ABC dan tradisional mencapai biaya
yang sama, tetapi ABC memberi pembuat keputusan rincian data biaya yang jauh lebih akurat.
Misalnya, B2B (bisnis untuk bisnas menggunakan internet ternyata mengurangi akuisisi dan
distribusi biaya perusahaan yang diidentifikasi, dan di Hewlet Packard, saat ABC menunjukkan
bahwa pengujian desain dan bagian baru sangat mahal, maka tehnisi segera mengubah rencana
pada komponen yang memerlukan sedikit pengujian, dengan demikian sangat memperkecil
biaya.

3. Model Sosial
Pada sisi yang berlawanan dengan model rasionalitas ekonomi adalah model sosial yang
digambarkan psikologi. Sigmund Freud memandang manusia sebagai sekumpulan perasaan,
emosi, dan naluri, dengan perilaku yang dipandu oleh keinginan yang tidak disadari. Secara
jelas, jika ini merupakan deskripsi yang lengkap, maka orang akan tidak dapat membuat
keputusan yang efektif.
Meskipun banyak psikolog kontemporer memperdebatkan deskripsi manusia Freudian,
hampir semuanya sependapat bahwa pengaruh psikologi mempunyai dampak signifikan pada
perilaku pengambilan keputusan. Selanjutnya, tekanan dan pengaruh sosial mungkin
menyebabkan manajer membuat keputusan yang tidak rasional. Eksperimen konformitas yang
dilakukan oleh Solomon Asch menunjukkan ketidakrasionalan manusia. Studinya menggunakan
7 kelompok dengan masing-masing 9 subjek. Mereka diberitahu bahwa tugas mereka adalah
membandingkan panjang garis. Semua kecuali satu 'subjek' dalam setiap kelompok mempunyai
eksperimenter yang diatur sebelumnya agar ada 12 jawaban yang salah dari 18 percobaan
penilaian garis. Sekitar 37 persen dari 123 mahasiswa yang naif menyerah pada tekanan
kelompok dan memberikan jawaban yang salah pada 12 situasi tes. Dengan kata lain, lebih dari
sepertiga subjek eksperimen memberikan jawaban yang mereka tahn adalah salah.
Jika lebih dari sepertiga subjek Asch mengonformasikan kondisi "benar dan salah", "hitam
dan putih" dengan membandingkan panjang garis, maka kesimpulan logis adalah dunia nyata
yang "kelabu" ini penuh dengan konformis tidak rasional. Memerlukan sedikit imajinasi untuk
menyamakan garis Asch dengan alternatif keputusan manajemen. Sepertinya terdapat sedikit
keraguan mengenai pentingnya alternatif keputusan manajemen. Selain itu, terdapat banyak
dinamika psikologi lainnya. Misalnya, terdapat kecenderungan pembuat keputusan tetap pada
alternatif keputusan yang buruk meskipun ada kemungkinan bahwa sesuatu dapat diubah. Staw
dan Ross mengidentifikasi empat alasan utama mengapa fenomena ini terjadi. Fenomena ini
disebut eskalasi komitmen, yang terjadi karena:
Karakteristik proyek. Hal ini mungkin alasan utama untuk keputusan eskalasi.
Karakterist& tugas atau proyek seperti keuntungan atau investasi tertunda atau masalah temporer
mungkin menyebabkan pengambil keputusan tetap atau meningkatkan komitmen pada tindakan
yang salah.
A. Determinan psikologi. Jika keputusan menjadi buruk, manajer mempunyai kesalahan
pemprosesan informasi (menggunakan faktor bias atau mengambil risiko lebih daripada
pembenaran), karena pembuat keputusan melibatkan egonya, maka informasi negatif diabaikan
dan perisai pertahanan pun dibangun.
B. Kekuatan sosial. Mungkin pengambil keputusan mendapat tekanan dari rekan kerja dan
atau mereka perlu mempertahankan gengsi sehingga mereka terus atau mengeskalasi komitmen
untuk tindakan yang salah.
C. Determinan organisasi. Bukan hanya karakteristik proyek yang mengalami eskalasi
keputusan yang buruk-begitu juga kegagalan dalam komunikasi, disfungsi politik, dan bertahan
pada perubahan.

Penelitian terbaru mendukung eskalasi komitmen sebagai hubungan pelengkap interaktif


antara prediktor sunk cost (misalnya, dikarenakan sejumlah waktu dan jam yang dihabiskan
sebelumn pembuat keputusan menjadi terhambat secara psikologis) dan penyelesaian proyek
(misalnya, memutuskan untuk terus menghabiskan waktu dan uang akan meningkatkan
kemungkinan penyelesaian proyek yang sukses).
Tentu saja, orang yang sepenuhnya tidak rasional, digambarkan oleh Freud terlalu eksteem
Akan tetapi, eskalasi komitmen dan dinamika manusia lain yang dibahas pada buku ini
menunjukkan bahwa terdapat sedikit keraguan mengenai peranan penting bahwa kompleksitas
manusia d dan memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan manajemen. Beberapa
perilaku manajemen tidak rasional, tetapi masih sangat realistis. Misalnya, penulis dan koleganya
melakukan dua studi yang menunjukkan bahwa subjek dengan pengalaman di laboratorium dan
lapangan yang tidak memiliki banyak pengalaman komputer lebih terpengaruh dalam aktivitas
keputusan dengan informasi yang disajikan oleh komputer daripada dengan informasi yang
disajikan oleh prosedur laporan nonkomputer. Sebaliknya, kenyataan yang berkebalikan berlaku
pada subjek dengan pengalaman komputer. Dengan kata lain, aktivitas pilihan sang pembuat
keputusan dipengaruhi, sekalipun dengan tipe format informasi yang disajikan kepada mereka.
Manajer tanpa pengalaman komputer mungkin masih diintimidasi oleh teknologi informasi dan
lebih menghargainya, sementara orang dengan pengalaman TI mungkin sangat skeptis dan
meremehkan kepentingannya.

4. Model Rasionalitas Terbatas dari Simon


Untuk mempresentasikan model rasionalitas ekonomi yang lebih realistis, Herbert Simon
mengajukan Mode1 alternatif. Dia merasa bahwa perilaku pengambilan keputusan manajemen
dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Dalam memilih alternatif, manajer berusaha meminimalkan kepuasan, atau mencari sesuatu yang
memuaskan atau "cukup bagus." Contoh kriteria kepuasan minimal adalah keuntungan yang
memadai atau saham pasar dan harga yang adil.
a. Mereka menyadari bahwa dunia yang mereka rasakan merupakan model dunia nyata yang
disederhanakan secara drastis. Mereka puas dengan penyederhanaan tersebut karena mereka
yakin dunia nyata adalah kosong.
b. Karena mereka mengejar kepuasan minimal daripada yang maksimal, mereka dapat membuat
pilihan tanpa menentukan semua kemungkinan alternatif perilaku dan tanpa memastikan bahwa
ini sudah mencakup semua alternatif.
c. Karena mereka memperlakukan dunia itu kosong, mereka dapat membuat keputusan hanya
dengan metode pengalaman atau trik perdagangan atau kekuatan kebiasaan. Teknik tersebut
tidak menuntut kemustahilan dari kapasitas pemikiran mereka.

Dalam perbandingannya dengan model rasionalitas ekonomi, model Simon juga rasional
dan maksimal, tetapi terbatas. Pembuat keputusan berakhir dengan kepuasan minimal karena
mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memaksimalkan. Kasus pemaksimalan perilaku
dirangkum dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah dinamis, bukan statis; informasi kurang
sempurna; terdapat sasasan waktu dan biaya; tawaran altematif kurang disukai; dan efek
kekuatan lingkungan tidak dapat diabaikan. Model Simon menyatakan keterbatasan ini. Asumsi
model rasionalitas ekonomi tradisional dipandang tidak realistis. Tetapi dalam analisis akhir,
terdapat perbedaan antara model rasionalitas ekonomi dan model Simon karena dalam beberapa
situasi pendekatan minimalis meningkat, sementara dalam kondisi lain, minimalisasi dan
maksimalisasi merupakan hal yang jauh berbeda.
Banyak variabel ekonomi, sosial, dan organisasi memengaruhi tingkat di mana
minimalisasi kepzuasan menjadi maksimal. Contoh variabel ekonomimya adalah struktur pasar.
Semakin kompetitif pasar, minimalisasi kepuasan semakin maksimal. Dalam pasar komoditi
agrikultur, minimalisasi perlu berubah menjadi maksimalisasi. Pada umumnya, ekonom
menyadari bahwa dalam lingkungan yang sepenuhnya kompetitif, maksimalisasi keuntungan
membuat perusahaan dapat bertahan. Dengan demikian, pembuat keputusan harus
memaksimalkan keputusan. Dalam pasar oligopolistik (misalnya, industri otomotif dan baja),
minimalisasi berbeda dengan maksimalisasi. Perusahaan oligopolistik dapat bertahan dalam
keuntungan atau saham pasar. Mereka tidak harus berjalan pada titik di mana biaya marjinal
sama dengan pendapatan marjinal.. Dalam kenyataannya, mereka mungkin terhindar dari
maksimalisasi.
Selain batasan pasar ekonomi, dalam praktiknya terdapat banyak rintangan sosial yang
mencegah maksimalisasi. Beberapa rintangan sosial tersebut tidak disadari oleh pembuat
keputusan organisasi. Contohnya adalah daya tahan terhadap perubahan, keinginan akan status,
memerhatikan citra, politik, organisasi, dan kebodohan. Sebaliknya, pembuat keputusan mungkin
secara sadar menghindari maksimalisasi secara sadar. Contoh perilaku mencakup keputusan
yang mengecilkan hati peserta kompetisi atau investigasi yang menentang penggabungan
industri, mengendalikan permintaan serikat , atau mempertahankan kepercayaan konsumen.
5. Heulistik Penilaian dan Model Bias
Bazerman menyatakan bahwa model rasionalitas terbatas dari Simon dan konsep
minimalisasi merupakan perluasan penting dari model rasionalitas ekonomi, tetapi model
tersebut tidak mendiskripsikan bagaimana penilaian akan dibiaskan. Dengan demikian, lebih
jauh mengenai model rasionalitas terbatas, pada bidang perilaku organisasi muncul model
kognitif yang bias sistematis memengaruhi penilaian.
Heuristik penilaian dan model bias berasal dari Kahneman dan Tversky, ahli teori yang
menyatakan bahwa pembuat keputusan mengandalkan heuristik (penyederhanaan strategi atau
metode berdasarkan pengalaman). Bersama dengan Herbert Simon, seorang ahli teori keputusan
perilaku, Daniel Kahneman (dan jika belum meninggal pada tahun 1996 juga bersama
kolabornya Amos Tversky) memenangkan hadiah Nobel atas karyanya pada tahun 2002. Mereka
menekankan bahwa pembuat keputusan mempertimbangkan keadilan, kejadian masa lalu,
keenganan untuk rugi, dan bagaimana keputusan dibingkai, yang dulunya diabaikan para
ekonom. Sebagai contoh saat Kahneman dan Tversky secara hipotesis memutuskan langkah
untuk menangani penyakit, banyak yang memilih langkah yang menyelamatkan 80 persen orang
daripada langkah yang membunuh 20 persen. Heuristik penilai tersebut mengurangi permintaan
kebutuhan informasi pembuat keputusan dan secara nyata membantu dengan cara berikut ini:

a. Merangkum pengalaman masa lalu dan memberikan metode yang mudah untuk mengevaluasi
masa sekarang
b. Mengganti metode berdasarkan pengalaman atau "prosedur operasi standar" untuk
mengumpulkan dan menghitung informasi yang lebih kompleks
c. Menyelamatkan aktivitas mental dan proses kogniti

Akan tetapi, meskipun heuristik kognitif menyederhanakan clan membantu pembuat


keputusan dalam situasi tertentu penggunaannya dapat menyebabkan eror dan hasil bias secara
sistematis. Tuga bias utama yang teridentifikasi membantu menjelaskan bagaimana penilaian
tersebut menyimpng dari proses rasional. Pertanyaan berikut ini akan membantu memahami dan
memberikan bias:
a. Apakah ada banyak kata dalam bahasa Inggris yang (a) dimulai dengan huruf r atau (b)
mempunyai r sebagai huruf ketiga?
b. Suatu hari dalam rumah sakit metropolitan yang besar, tercatat 8 kelahiran menurut dan waktu
kelahiran. Urutan kelahiran mana yang paling mungkin untuk melaporkan tersebut (B = anak
laki-laki; G = anak perempuan)?
a. BBBBBBBB b. BBBBGGGG c. BGBBGGGB
c. Seorang teknisi yang baru diterima di sebuah perusahaan komputer di area metropolitan
Bostom mempunyai pengalaman empat tahun dan kualifikasi yang bagus. Saat diminta
memperkirakan gaji awal untuk karyawan ini, asisten staf saya (yang sedikit mengenal profesi
atau insdustri) menebak gaji tahunan $23,000. Berapa perkiraan Anda? $ _per tahun 33

E. Gaya Pengambilan Keputusan


Selain model rasionalitas keputusan, pendekatan lain untuk perilaku pengambilan
keputusan berfokus pada gaya yang digunakan manajer dalam memilih alternatif. Misalnya,
contoh tipologi gaya keputusan yang menggunakan manajer sebagai representatif
mengidentifikasi: (1) Karismatik (antusias, menarik, banyak bicara, dominan): Richard Bronson
dari Virgin Atlantic atau Herb Kelleher, pendiri Southwest Airlines; (2) Pemikir (kekuatan otak,
pintar, logis, akademis): Michael Dell dari Dell Computer aim Bill Gates dari Microsoft; (3)
Skeptis (banyak permintaan, mengganggu, tidak menyenangkan, suka melawan): Steve Case dari
AOL-Time Warner atau Tom Siebel dari pengembang perangkat Siebel Systems; (4) Pengikut
(tanggung jawab, berhati-hati, mengikuti tren, tawar-Menawar)Peter Coors dari Coors Brewery
atau Carly Fiorina dari Hewlett Packard; dan (5) Pengendali (logis, tidak emosional, bijaksana,
cermat, akurat, analitis): Mantan CEO Ford Jacques Nasser atau Martha Stewart dari
Omnimedia) Gaya-gaya ini merefleksikan sejumlah dimensi psikologi termasuk bagaimana
pembuat keputusan merasakan apa yang terjadi di sekitar mereka dan bagaimana mereka
memproses informasi
Matriks gaya perilaku pengambilan keputusan 2 x 2 dapat dikategorikan menjadi dua
dimensi orientasi nilai dan toleransi untuk ambiguitas. Orientasi nilai berfokus pada perhatian
pembuatan keputusan terhadap masalah tugas dan teknis yang berlawanan dengan perhatian pada
manusia manusia dan sosial. Toleransi orientasi ambigu mengukur berapa banyak struktur dan
control yang diperlukan pembuat keputusan (keinginan untuk ambigu yang rendah) berlawanan
dengan perjuangan dalam situasi tidak menentu (keinginan untuk ambigu yang tinggi). Dua
orientasi dengan dimensi rendah dan tinggi digambarkan dalam matriks yang ditunjukkan pada
Gambar 11.3, dengan empat gaya pengambilan keputusan: direktif, analitik, konseptual, dan
perilaku.

1. Gaya Direktif
Pembuat keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah pada ambiguitas, dan
berorienytasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung lebih efisien,
logis, pragmatis dan sistematis dalam memecahkan masalah. Pembuat keputusan direktif juga
berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat. Mereka berorientasi pada
tindakan, cenderung mempunyai fokus jangka pendek, suka menggunakan kekuasaan, ingin
mengontrol, dan secan menampilkan gaya kepemimpinan otokratis.

2. Gaya Analitik
Pembuat keputusan gaya analitik mempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan
tugas yang kuat serta orientasi teknis. Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya,
mereka cenderung terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi
dan alternatif darpada pembuat keputusan direktif. Mereka juga memerlukan waktu lama untuk
mengambil kepuputusan mereka merespons situasi baru atau tidak menentu dengan baik. Mereka
juga cenderung mempunyai gaya kepemimpinan otokratis.

3. Gaya Konseptual
Pembuat keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi untuk ambiguitas, orang
yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam memecahkan
masalah dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan masa mendatang.
Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapat
sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan. Pembuat
keputusan konseptual juga berani mengambil risiko dan cenderung bagus dalam menemukan
solusi yang kreatif atas masalah. Akan tetapi, pada saat bersamaan, mereka dapat membantu
mengembangkan pendekatan idealistis dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan..

4. Gaya Perilaku
Pembuat keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas yang rendah,
orang yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Pembuat keputusan cenderung bekerja dengan
baik dengan orang lain dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran pendapat. Mereka
cenderung menerima saran, sportif dan bersahabat, dan menyukai informasi verbal daripada
tulisan. Mereka cenderung menghindari konflik dan sepenuhnya peduli dengan kebahagiaan
orang lain. Akibatnya, pembuat keputusan mempunyai kesulitan untuk berkata 'tidak' kepada
orang lain, dan mereka tidak membuat keputusan yang tegas, terutama saat hasil keputusan akan
membuat orang sedih.

F. Implikasi Gaya Keputusan


Penelitian menunjukkan bahwa pembuat keputusan cenderung mempunyai lebih dari satu
gaya dominan. Pada umumnya, manajer mengandalkan dua atau tiga gaya keputusan, dan hal ini
akan bervariasi menurut pekerjaan, tingkat kerja, dan budaya. Gaya tersebut dapat digunakan
untuk menentukan kekuatan dlan kelemahan pembuat keputusan. Misalnya, pembuat keputusan
analitis membuat keputusan yang cepat, tetapi mereka juga cenderung otokrat dalam cara
melakukan sesuatu. Sama halnya, pembuat keputusan konseptual bersifat inovatif dan berani
mengambil risiko, tetapi mereka sering tidak tegas. Gaya ini membantu menjelaskan mengapa
manajer yang berbeda membuat keputusan yang berbeda setelah mengevaluasi informasi yang
sama. Secara keseluruhan, analisis gaya pembuat keputusan berguna dalam memberikan
pemikiran mengenai bagaimana menghadapi berbagai gaya pengambilan keputusan.
G. Teknik Pengambilan Keputusan

1. Teknik Partisipatif
Kebanyakan teknik berorientasi pada perilaku, setidaknya secara tradisional, masuk dalam
kategori partisipatif. Sebagai teknik pengamhilan keputusan, partisipatif mencakup individu atau
kelompok aalam proses 46 la dapat dilakukan secara formal maupun informal, dan memerlukan
keterlibatan intelektual, emosional, dan fisik. Sejumlah partisipasi dalam pengambilan keputusan
berkisar dari tidak ada partisipasi pada satu sisi, di mana manajer membuat keputusan dan tidak
meminta bantuan atau :de dari siapapun, sampai partisipasi penuh pada sisi lainnya, di mana
setiap orang yang berhubungan Jan terpengaruh oleh keputusan, sepenuhnya terlibat. Dalam
praktiknya, tingkat partisipasi ditentukan, oleh faktor pengalaman individu atau kelompok dan
sifat tugas. Semakin banyak pengalaman, semakin terbuka, serta semakin tidak terstrukturnya
tugas, partisipasi di dalamnya pun semakin banyak
Partisipasi semakin diminati dalam organisasi saat ini,. Teknik partisipasi telah
dibicarakan sejak awal gerakan hubungan manusia. Dan sekarang, karena tekanan kompetisi,
eliminasi hubungan, herarki bawahan-atasan, dan munculnya tim, struktur horisontal, dan
teknologi informasi terbatas, maka organisasi, tim, dan manajer individu secara efektif
menggunakan teknik tersebut: misalnya, melalui penggunaan teknologi informasi, insinyur
Raython di Dallas dihadapkan dengan keputusan teknis. Setelah mencari masalah yang sesuai
dengan proyek perpustakaan online, insinyur tersebut mengirim e-mail ke koleganya yang
berkantor di West Coast yang mencoba menjawab pertanyaan yang sama dan mereka bersama-
sama memecahkan masalah tersebut.
Teknik partisipasi diterapkan secara informal pada individu atau tim atau secara formal pada
.program. Teknik partisipasi individu adalah di mana karyawan memengaruhi pengambilan
keputusan manajer. Partisipasi kelompok menggunakan teknik konsultasi dan demokrasi.
Manajer meminta dan menerima keterlibatan karyawan dalam partisipasi konsultasi, tetapi
manajer mempertahankan hak untuk membuat keputusan. Dalam bentuk demokrasi, terjadi
partisipasi total, dan kelompok, bukan per individu, membuat keputusan akhir dengan konsensus
atau suara terbanyak.
Terdapat banyak atribut positif clan negatif dari pengambilan keputusan partisipasi.
Menyeimbangkan atribut tersebut dalam mengevaluasi keefektifan pengambilan keputusan
partisipasi merupakan hal yang sulit karena keterlibatan faktor-taktor seperti gaya kepemimpinan
atau kepribadian. Faktor situasional, lingkungan, dan kontekstual serta ideology. Meskipun
terdapat juga dukungan penelitian umum, bentuk teknik partisipasi yang berbeda mempunyai
hasil yang berbeda. Misalnya, partisipasi informal mempunyai efek positif pada produktivitas
dan kepuasan karyawan; partisipasi representasi mempunyai dampak positif pada kepuasan,
tetapi tidak pada produktivitas; dan partisipasi jangka pendek tidak efektif pada kedua criteria.
Persoalanya adalah kecenderungan terhadap pseudo-partisipasi (partisipasi palsu). Banyak
manajer meminta partisipasi, tetapi saat bawahan menanggapinya dengan memberi saran atau
coba memberi masukan pada sebuah keputusan, mereka diabaikan dan tidak pernah menerima
umpan balik apa pun. Dalam beberapa kasus, manajer mencoba membuat orang terlibat dalam
tugas, tetapi tidak dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat menyebabkan bumerang
pada kepuasan karyawan. Jika manajer menginginkan partisipasi karyawannya, tetapi tidak
pernah melibatkan mereka secara intelektual atau emosional serta tidak pernah menggunakan
saran mereka, maka hasilnya negatif. Partisipasi juga menghabiskan waktu dan mempunyai
beberapa kerugian umum seperti pelemparan tanggung jawab. Akan tetapi, dari sudut pandang
perilaku, keuntungan pengambilan keputusan partisipasi lebih banyak daripada kerugiannya.
Mungkin keuntungan terbesarnya adalah teknik partisipasi pengambilan keputusan menyatakan
bahwa setiap orang dapat membuat kontribusi signifikan terhadap pencapaian sasaran organisasi.

2. Teknik Keputusan Kelompok


Sejauh ini, kemajuan yang terjadi dalam pengambilan keputusan selama beberapa tahun
belakan ini dikarenakan teknologi informasi. Sistem informasi manajemen (SIM), sistem
pendukung keputusan (DSS) terkomputerisasi, data warehousing dan mining, dan sistem canggih
dan para ahli semakin ban} digunakan untuk membantu manajer membuat keputusan yang lebih
baik. Pendekatan berdasarkan informasi mempunyai dampak dan kesuksesan besar. Akan tetapi
terdapat beberapa kesimpulan penelitian terbaru yang mengindikasikan bahwa teknologi
informasi seperti DSS mungkin bukan solusi akhir untuk pengambilan keputusan yang efektif.
Misalnya, suatu studi menemukan bahwa lebih banyak informasi disediakan dan dipertukarkan
oleh kelompok den menggunakan DSS, tetapi saat dibandingkan dengan kelompok tanpa DSS,
tidak ada keputusan lebih baik yang dihasilkan. Studi lain, meskipun DSS mengembangkan
organisasi dalam proses pengambilan keputusan, tetapi DSS juga menghasilkan diskusi yang
kurang kritis dan mendalam, akan tetapi, manajemen pengetahuan sekarang sedang
mengembangkan proses informasi nyata tidak nyata yang lebih efektif dan peralatan teknologi
sehari-hari (e-mail, pengolah kata, spreadsheet, desktop, alat presentasi
terkomputerisasi/PowerPoint, dan program database) menjadi nomor dua. Kunci untuk pembuat
keputusan yang efektif adalah bukan menjadi seorang ahli teknologi informasi, tetapi menjadi
pembuat keputusan yang dapat menggunakan teknologi informasi efisien dan efektif untuk
mengambil keputusan yang lebih baik.
Selain dampak teknologi informasi yang semakin maju dalam pengambilan keputusan,
terdapat kebutuhan penting untuk teknik pengambilan keputusan yang berorientasi perilaku.
Sayangnya, hanya teknik perilaku partisipasi yang dibahas sejauh ini yang tersedia untuk
manajer. Tidak banyak usaha untuk mengembangkan teknik yang membantu membuat
keputusan pemecahan masalah yang lebih kreatif. Seperti diakui manajemen pengetahuan,
keputusan kreatiflah yang merupakan tantangan utama yang dihadapi manajemen modern.
Kreativitas pengambilan keputusan dapat diterapkan pada individu atau kelompok karena
pengambilan keputusan individu membantu pengambilan keputusan dalam organisasi saat ini,
maka pemahaman dinamika kelompok dan tim, menjadi relevan dengan pengambilan keputusan,
sebagai contoh, pembahasan masalah dan fenomena kesesuaian nilai dan etika kelompok seperti
perubahan risiko (bahwa kelompok mungkin membuat keputusan lebih berisiko daripada
anggota individu) membantu seseorang memahami kompleksitas pengambilan keputusan
kelompok dengan lebih baik. Kenyataannya, belakangan ini sejumlah skema keputusan sosial
muncul dari penelitian psikologi sosial. Skema tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Skema kemenangan mayoritas.
Skema yang lazim digunakan kelompok sampai kepada keputusan yang didukung oleh
mayoritas. Skema ini muncul untuk memandu pengambilan keputusan saat tidak ada keputusan
yang benar secara objektif. Contohnya adalah model mobil apa yang dibuat saat berbagai model
populer belum diuji dalam "pengadilan" pendapat publik.
b. Skema kemenangan sebenarnya.
Saat semakin banyak informasi diberikan dan pendapat dibahas dalam skema ini, kelompok
menyadari bahwa ada satu pendekatan yang benar secara objektif. Misalnya, kelompok
memutuskan apakah penggunaan nilai tes untuk menyeleksi karyawan akan berguna dan apakah
informasi nilai tersebut mampu memprediksi kinerja.
c. Skema mayoritas dua per tiga.
Skema ini sering digunakan juri yang cenderung menghukum terdakwa saat dua per tiga juri
menyetujui.
d. Aturan perubahan pertama.
Skema ini, kelompok cenderung menggunakan keputusan yang mencerminkan perubahan
pertama dalam pendapat yang diekspresikan anggota kelompok. Jika kelompok produsen mobil
terbagi dalam kelompok memproduksi mobil touring atau tidak, maka kelompok cenderung
melakukan ide awal setelah salah satu kelompok yang awalnya menolak ide tersebut menyetujui
perubahan. Jika juri mengalami jalan buntu, anggota akhirnya mengikuti ketua juri untuk
mengubah posisi.
Selain skema tersebut, terdapat juga fenomena lain seperti kecenderungan status quo (saat
individu atau kelompok dihadapkan dengan keputusan, mereka menolak perubahan dan
cenderung bertahan dengan tujuan atau rencana yang ada) yang memengaruhi pengambilan
keputusan kelompok.
Saran seperti berikut ini dapat digunakan untuk membantu mengurangi dan melawan
kekuasaan status quo dan dengan demikian keputusan kelompok menjadi lebih efektif. Saran
tersebut sebagai berikut:
a. Saat segalanya berjalan dengan baik, pembuat keputusan sebaiknya tetap mewaspadai dan
meninjau kemungkinan alternatif.
b. Sungguh baik jika memiliki kelompok terpisah yang mengawasi lingkungan,
mengembangkan teknologi baru, dan menghasilkan ide baru.
c. Untuk mengurangi kecenderungan mengabaikan informasi negatif jangka panjang, manajer
sebaiknya mengumpulkan skenario kasus yang buruk dan prediksi yang mencakup biaya jangka
panjang.
d. Membuat checkpoint dan batasan untuk semua rencana.
e. Ketika batasan sudah dilewati, perlu mempunyai tinjauan rencana lain yang independen atau
terpisah.
f. Nilailah orang berdasarkan cara mereka mengambil keputusan, bukan hanya pada
keputusannya, terutama ketika hasil di luar kontrol.
g. Menekankan kualitas proses pengambilan keputusan tidak berarti sebaiknya manajer tidak
menampilkan konsistensi keberhasilan saat keadaan belum menunjukkan perubahan.
h. Organisasi dapat menetapkan tujuan, insentif, dan sistem pendukung yang mendorong
eksperimen dan pengambilan risiko.
Selain panduan sederhana di atas, teknik keputusan kelompok seperti Delphi dan pengelompokan
nominal juga dapat digunakan untuk membantu menghilangkan disfungsi kelompok dan
membantu membuat keputusan yang lebih efektif.

3. Teknik Delphi
Meskipun Delphi pertama kali dikembangkan bertahun-tahun yang lalu di perusahaan Rand
Corporation, tetapi teknik tersebut baru dipopulerkan belakangan ini sebagai teknik pengambilan
keputusan kelompok untuk prediksi jangka panjang. Saat ini, berbagai organisasi bisnis,
pendidikan, pemerintahan, kesehatan, dan militer menggunakan Delphi. Tidak ada teknik
keputusan yang dapat memprediksi masa depan sepenuhnya, tetapi teknik Delphi sepertinya
sebaik bola kristal dalam meramal.
Teknik ini, yang dinamakan seperti ramalan di Delphi pada masa Yunani kuno,
mempunyai ebberapa variasi, tetapi umumnya bekerja sebagai berikut:

a. Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari para ahli, tetapi dalam kasus ini bukan para ahli pun
mungkin sengaja menggunakannya) dibentuk, tetapi anggota tidak berinteraksi langsung (tatap
muka) satu sama lain. Dengan demikian, biaya pengeluaran untuk mempertemukan kelompok
dapat dikurangi.
a. Setiap anggota diminta membuat prediksi atau input tanpa mencantumkan nama untuk
keputusan kelompok.
b. Setiap anggota k'emudian menerima umpan balik gabungan dari orang lain. Dalam beberapa
variasi, alasan dkcantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan hanya data dan daftar gabungan
yang digunakan.
c. Pada umpan balik, dilakukan babak lain dari input anonim. Pengulangan terjadi pada
sejumlah waktu yang telah ditetapkan atau sampai umpan balik gabungan tetap sama, yang
berarti setiap orang masuk dalarn posisinya.

Kunci utama keberhasilan teknik ini adalah anonimitasnya. Meneruskan respons anggota
kelompok Delphi yang tanpa nama menghapus masalah "menjaga gengsi" dan mendorong para
ahli untuk lebih fleksibel dan diuntungkan dari penilaian orang lain. Pra ahli mungkin lebih
memerhatikan pembelaan posisi mereka daam teknik pengambilan keputusan kelompok yang
berinteraksi secara tradisional dari ada membuat keputusan yang baik.
Banyak organisasi membuktikan diri sukses dengan teknik Delphi. Weyerhaeuser,
perusahaan suplai bangunan, menggunakan teknik tersebut untuk memprediksi apa yang akan
terjadi pada bisnis konstruksi, dan G1axoSmithKline, manufaktur obat, menggunakan teknik
tersebut untuk mempelajari ketidakpastian obat. TRW, perusahaan berorientasi teknologi yang
sangat beragam, mempunyai 14 panel Delphi, masing-masing 17 anggota. Panel menyarankan
produk dan layanan yang mempunyai potensi pemasaran dan memprediksi perkembangan
teknologi dan peristiwa politik, ekonomi, sosial, Jan budaya yang signifikan. Selain aplikasi
bisnis, teknik berhasil digunakan pada berbagai masalah dalarn pemerintahan, pendidikan,
kesehatan, dan militer. Dengan kata lain, Delphi dapat diterapkan pada berbagai perencanaan
program dan masalah keputusan dalarn berbagai organisasi.
Kritik utama terhadap teknik Delphi berpusat pada konsumsi waktu, biaya, clan efek
papan Ouija. iietiga kritik tersebut mengimplikasikan bahwa Delphi tidak memiliki basis atau
dukungan ilmiah. Unuk menghadapi kritik tersebut, Rand berusaha menvalidasi Delphi melalui
eksperimen terkontrol. Peusahaan mengatur panel non-ahli yang menggunakan teknik Delphi
untuk menjawab pertanyaan, "Berapa banyak suara untuk Lincoln ketika dia pertama kali
menjadi presiden?" dan "Berapa harga rata-rata yang diterima petani untuk apel pada tahun
1940?" Pertanyaan khusus ini digunakan karena rata-rata orang tidak tahu jawaban yang tepat,
tetapi mengetahui subjeknya. Hasil studi menunjukkan bahwa perkiraan awal oleh panel non-ahli
hampir benar, tetapi dengan teknik umpan balik anonim. Delphi, perkiraan akan lebih mendekati.

4. Teknik Kelompok Nominal


Berhubungan dekat dengan Delphi adalah pendekatan kelompok nominal untuk
pengambilan keputusan kelompok. Kelompok nominal telah digunakan oleh ahli psikologi sosial
dalam penelitian mereka selama bertahun-tahun. Kelompok nominal hanyalah "kelompok di atas
kertas". Ini hanya nama kelompok karena tidak ada interaksi verbal antaranggota. Dalam
penelitian dinamika kelompok, ahli psikologi sosial akan mengadu kelompok yang berinteraksi
dengan kelompok nominal (sebuah kelompok individu yang dikumpulkan bersama-sama, tetapi
tidak berinteraksi secara verbal). Dalam konteks jumlah ide, keunikan ide, dan kualitas ide,
penelitian menemukan bahwa kelompok nominal lebih unggul dibanding kelompok riil.
Kesimpulan umum adalah kelompok yang berinteraksi mempunyai disfungsi tertentu yang
menghalangi kreativitas. Sebagai contoh, sebuah studi menemukan bahwa kinerja peserta dalam
kelompok interaktif lebih serupa dan lebih sesuai daripada kinerja kelompok nominal." Akan
tetapi, kompleksitas bertambah ketika sebuah studi terbaru menemukan bahwa (1) kelompok
interaktif lebih memerhatikan input anggota berkinerja paling tinggi dan (2) kelompok interaktif
mempunyai kinerja pada tingkat terbaik dari sejumlah individu yang sama.18 Tetapi, kecuali
untuk mendapatkan ide, efek anggota kelompok yang berinteraksi'diketahui memiliki efek positif
yang lebih signifikan pada sejumlah variabel. Jenis efek selanjutnya dibahas pada Bab 14,
mengenai dinamika dan tim.
Saat pendekatan kelompok nominal murni dikembangkan menjadi teknik khusus untuk
pengambilan keputusan dalam organisasi, pendekatan ini dinamakan nominal group technique
(NGT) dan terdiri dari langkah berikut ini:
a. Pembangkitan ide yang tidak terucapkan melalui tulisan
b. Umpan balik round-robin dari anggota kelompok, yang mencatat setiap ide dalam frasa
pendek pada flip chart atau papan tulis
c. Pembahasan setiap ide yang tercatat untuk klarifikasi dan evaluasi
d. Voting individu mengenai ide prioritas, dengan keputusan kelompok diambil secara
matematis menurut rating"

Perbedaan antara pendekatan tersebut dan metode Delphi adalah anggota NGT biasanya
diperkenalkan satu sama lain, mempunyai kontak langsung, dan berkomunikasi secara langsung
dalam langkah ketiga.
Meskipun diperlukan lebih banyak penelitian, terdapat beberapa bukti bahwa kelompok NGT
muncul dengan lebih banyak ide daripada kelompok yang berinteraksi secara tradisional dan me-
lakukan dengan lebih baik, atau sedikit lebih baik, daripada kelompok yang menggunakan
Delphi. Sebuah studi menemukan bahwa kelompok NGT mencapai kinerja pada tingkat akurasi
yang sama dengan anggota yang paling pandai, akan tetapi, studi lain menemukan bahwa
kelompok NGT tidak memiliki kinerja, kelompok pesertanya secara pervasif juga menyadari
permasalahan kelompok dan saat di mana tidak ada orang dominan yang menghalangi orang lain
untuk mengomunikasikan ide. Sebuah studi menemukan bahwa individu yang bekerja sendiri
dan kemudian masuk dalam kelompok nominal menjadi superior, tetapi untuk pembangkitan ide
melalui komputer, kelompok yang utuh (seperti kelompok kerja reguler) menghasilkan lebih
banyak ide (dengan kualitas tinggi) daripada orang yang bekerja dalam subkelompok atau
individu dalam kelompok nominal.

2.12MEMASUKI ORGANISASI
A. Pemilihan Pekerjaan Perspektif Individu

 Karakteristik Individu (Individual Characteristics).


Mengingat prestasi organisasi tergantung atas prestasi individu, manajer seperti Ted
Johnson harus memiliki pengetahuan yang lebih memadai dan bukan hanya pengetahuan yang
pas-pasan tentang faktor yang menentukan prestasi individu. Psikologi dan psikologi sosial
menyumbang pengetahuan yang sangat besar berkenaan dengan hubungan antara sikap, persepsi,
kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi individu.

Kapasitas individu untuk belajar dan menanggulangi stress telah menjadi topik yang
semakin penting pada tahun-tahun belakangan ini. Manajer tidak dapat mengabaikan kebutuhan
untuk belajar dan bertindak tentang pengetahuan karakteristik individu, baik dari bawahannya
maupun di antara manajer sendiri.

 Motivasi Individu (Individual Motivation).


Motivasi dan kemampuan bekerja mempengaruhi prestasi kerja. Teori motivasi mencoba
menerangkan dan meramal bagaimana perilaku individu itu muncul, mulai berlanjut dan
berhenti. Tidak seperti Ted Johnson, tidak semua manajer dan sarjana perilaku setuju tentang
teori motivasi “terbaik”. Sebenarnya, motivasi itu begitu rumit sehingga mustahil memiliki satu
teori yang mencakup keseluruhan tentang bagaimana hal tersebut terjadi. Akan tetapi, para
manajer harus terus mencoba memahaminya. Mereka harus menaruh perhatian terhadap motivasi
karena mereka harus mempertahankan prestasi.
 Imbalan (Rewards)
Salah satu pengaruh yang paling kuat atas prestasi individu ialah sistem imbalan dalam
organisasi. Manajemen dapat menggunakan “imbalan” (atau hukuman) untuk meningkatkan
prestasi karyawan. Manajemen dapat juga menggunakan imbalan untuk menarik karyawan-
karyawan terlatih masuk dalam organisasi itu. Gaji dan kenaikannya serta bonus adalah aspek-
aspek yang penting dalam sistem imbalan, tetapi bukan satu-satunya aspek. Ted Johnson
memperhitungkan masalah ini dengan jelas dalam pertimbangannya ketika ia mengatakan, “saya
tahu rahasianya untuk memperoleh suatu prestasi”. Prestasi dari pekerjaan itu sendiri menjamin
karyawan mendapat imbalan; terutama jika prestasi kerja tersebut mengarah kepada rasa
tanggung jawab pribadi, otonomi, dan keberartian.

 Stress (Ketegangan Mental).


Stress merupakan hasil (yang penting) dari interaksi antara tugas pekerjaan dengan
individu-individu yang melaksanakan pekerjaan itu. Stress dalam hal ini ialah suatu keadaan
ketidakseimbangan di dalam diri individu yang bersangkutan, yang sering tercermin dalam
gejala-gejala seperti tak bisa tidur, keringat berlebihan, gugup dan sufat lekas marah. Apakah
ketegangan itu bersifat positif atau negatif tergantung pada tingkat toleransi individu
bersangkutan. Orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap situasi yang dari luar nampaknya
menyebabkan tuntutan fisik dan psikologis yang sama. Beberapa individu menanggapi positif
peningkatan motivasi dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas pekerjaan. Individu lain
menanggapi negatif, malahan mencari jalan keluar lain seperti menjadi alkoholik dan
menggunakan obat-obatan secara salah. Ted Johnson akan menanggapi secara positif ketegangan
dalam pekerjaan barunya.

Tanggung jawab manajemen dalam menanggulangi stress belum jelas didefinisikan, tetapi
makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa oeganisasi terus berupaya mengadakan program
untuk menangani pekerjaan yang menyebabkan stress.

B. Seleksi Perspektif Organisasi

 ASUMSI – ASUMSI PERSPEKTIF ORGANISASI


Dalam kajian Stephen W Littlejohn memberikan satu bentuk metafora lain yang
mengibaratkan bahwa organisasi adalah sebagai sebuah jaringan (Organizational Network).
Jaringan adalah struktur-struktur sosial yang diciptakan melalui komunikasi di antara individu-
individu dan kelompok-kelompok. Sewaktu orang berkomunikasi dengan orang lain, sebenarnya
ia sedang membuat kontak-kontak dan pola-pola hubungan dan saluran-saluran ini menjadi
instrumen dalam semua bentuk fungsi sosial, dalam organisasi-organisasi dan dimasyarakat luas.
Organisasi dipahami mampu membangun realita sosial. Jaringan adalah saluran-saluran melalui
mana pengaruh dan kekuasaan dijalankan, tidak hanya oleh manajemen dengan cara formal
tetapi juga informal diantara para anggota organisasi.2 Sementara itu, Peter Monge dan Eric
Eisenberg3 melihat teori jaringan sebagai suatu cara untuk mengintegrasikan tiga tradisi dalam
studi organisasi. Pertama tradisi posisional, relasional, dan kultural. 2 Stephen W Littlejohn,
Teories of Human Communication ,Thomson Learning,USA. 7th.ed. 2001. 3 ibid..p.282. “Satu-
satunya cara yang bermakna untuk mempelajari organisasi adalah sebagai suatu sistem” (Scott,
1961)

Beberapa teori teori organisasi antara lain :


A. ASUMSI TEORI KLASIK

Konsep tentang organisasi telah berkembang mulai 1880-an dan dikenal sebagai teori klasik
(classical theory). Dampak teori ini terhadap organisasi masih sangat besar. Sebagai contoh
organisasi yg didasarkan birokrasi dan banyak bagian dari teori klasik Menurut teori organisasi
klasik, rasionalitas, efisiensi, dan keuntungan ekonomis merupakan tujuan organisasi. Teori ini
juga menyatakan bahwa manusia diasumsikan bertindak rasional sehingga secara rasional
dengan menaikkan upah, produktivitas akan meningkat.
Asumsi teori klasik tentang Perspectif Organisasi dipahami sebagai tempat (wadah)
berkumpulnya orang-orang yang diikat dalam sebuah aturan-aturan yang tegas dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah terkoordinir secara sistematis dalam sebuah struktur
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Max Weber dengan konsep birokrasi idealnya menekankan pada konsep otoritas dan kekuasaan
yang sah untuk melakukan kontrol kepada pihak lain yang berada di bawahnya sehingga
organisasi akan terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakefisienan. Frederick
Taylor mengajukan konsep "manajemen ilmiah" yang inti gagasannya adalah "bagaimana cara
terbaik untuk melakukan pekerjaan". Untuk ini Taylor membuat standardisasi mulai dari seleksi
(rekruitmen) dan penempatan yang menurutnya merupakan sistem hubungan kerja antara
manusia dengan mesin sehingga pekerjaan dapat dianalisis secara ilmiah.
Henry Fayol mengembangkan teori yang memusatkan perhatiannya pada pemecahan
masalah-masalah fungsional kegiatan administrasi. Fayol mengajukan konsep planning,
organizing, command, coordination, dan control yang menjadi landasan bagi fungsi dasar
manajemen. Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip yang sangat fleksibel yang
digunakan sebagai dasar bagi manajer dalam mengelola organisasi. Keempat belas prinsip itu
adalah pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan
arah, mengutamakan kepentingan umum, pemberian upah, sentralisasi, rantai perintah,
ketertiban, keadilan, kestabilan masa kerja, inisiatif, dan semangat korps. Gagasan Fayol sendiri
didukung oleh koleganya di AS yaitu Gulick, Urwick, Mooney dan Reiley. Menurut James D.
Mooney terdapat empat prinsip dasar untuk merancang organisasi, yaitu :

a. Koordinasi, yang meliputi wewenang, saling melayani, serta perumusan tujuan dan
disiplin.
b. Prinsip skalar, meliputi prinsip, prospek, dan pengaruh sendiri, tercermin dari
kepemimpinan, delegasi dan definisi fungsional.
c. Prinsip fungsional, yaitu funsionalisme tugas yang berbeda.
d. Prinsip staf, yaitu kejelasan perbedaan antara staf dan lini Meskipun mendapat banyak
kritik yang menganggap bahwa teori-teori klasik itu telah mengabaikan faktor humanistik,
deterministik, dan tertutup, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa teori klasik merupakan peletak
dasar dari teori-teori organisasi modern.

B. ASUMSI TEORI MODREN


Teori mutakhir atau modern merupakan pengembangan aliran hubungan manusiawi
sekaligus sebagai pandangan baru tentang perilaku manusia dan sistem sosial. Asumsi modren
Tentang perspectif organisasi : Organisasi sebagai sebuah jaringan sistem yang terdiri dari
setidak-tidaknya 2 (dua) orang atau lebih dengan kesalingtergantungan, input, proses dan output.
Menurut pandangan ini, orang-orang (komunikator) bekerjasama dalam sebuah sistem untuk
menghasilkan suatu produk dengan menggunakan energi, informasi dan bahan-bahan dari
lingkungan

Proses pengorganisasiaan akan menghasilkan organisasi. Pengorganisasian adalah sebuah


proses dan aktivitas/kegiatan. Walaupun organisasi memiliki struktur namun bagaimana
organisasi bertindak dan bagaimana organisasi tersebut tampil ditentukan oleh struktur yang
ditetapkan oleh pola-pola reguler perilaku yang saling bertautan. (Weick, 1979, hal 90).
Dalam teori ini konsep manusia yang mewujudkan diri (motivasi manusia) sangat penting
bagi manajemen organisasi. Terdapat empat prinsip dasar perilaku organisasi, yaitu:
a. Manajemen tidak dapat dipandang sebagai proses teknik secara ketat (peranan, prosedur, dan
prinsip).
b. Manajemen harus sistematis dan pendekatan yang digunakan dengan pertimbangan secara
hati-hati.
c. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual dalam pengawasan
harus sesuai dengansituasi.

d. Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi


sangat perlu. Berdasarkan berbagai teori yang dikemukakan, baik teori klasik, teori tradisional,
maupun teori mutakhir mengindikasikan bahwa kinerja lembaga atau organisasi sangat
ditentukan oleh sistem komunikasi yang diterapkan, baik menyangkut praktik komunikasi, pola
pendekatan, media komunikasi, maupun ketersediaan sarana umpan balik. Variabel-variabel
tersebut akan menentukan produktivitas kinerja lembaga. Demikian pula dalam praktiknya,
kegiatan komunikasi hendaknya memperhatikan beragam bentuk komunikasi, seperti
komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horizontal, komunikasi lintas saluran dan
komunikasi informal. Semakin kreatif dan variatif organisasi itu menggunakan bentuk
komunikasi, maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas kinerja lembaga tersebut.

C. ASUMSI TEORI PERALIHAN


Teori tradisional (teori peralihan) Teori tradisional muncul sebagai reaksi atas konsep-
konsep yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik meskipun tidak sepenuhnya mengabaikan
prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh teori klasik. Pendekatan yang dilakukan oleh ahli teori
ini adalah pendekatan perilaku atau bahavioral approach (Human Relation Approach).
Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen yang dikenal dengan Hawthorne
Experiment yang secara garis besar dibagi dalam 4 tahap Antara Lain :
a. Mengkaji efek lingkungan dari produktivitas pekerja
b. Melakukan konsultasi dengan pekerja yang ikut eksperimen
c. Melakukan wawancara dengan pekerja (yang tidak ikut eksperimen) melalui pertanyaan
terbuka
d. Eksperimen yang dikenal dengan bank - Wiring - Room Experiment.

Hasil eksperimen tersebut adalah :


- Sistem sosial para pekerja ikut berperan dalam organisasi formal.
- Imbalan nonfinansial dan sanksi berperan dalam mengarahkan perilaku pegawai
- Kelompok ikut berperan dalam menentukan kinerja dan sikap anggota kelompok
- Munculnya pola kepemimpinan informal.
- Komunikasi yang makin intensif.
- Kepuasan dan kenyamanan bekerja meningkat.
- Pihak manajemen dituntut untuk lebih memahami situasi sosial.

Experiment Hawthorne menjadi pemicu munculnya beberapa pemikiran baru (yang


masih dalam kerangka humanistik). Termasuk munculnya teori sistem yang melihat organisasi
sebagai suatu sistem yang memiliki antara lain :
a. Sub sistem teknis
b. Sub sistem sosial
c. Sub sistem kekuasaan. Kemudian juga muncul teori kontingensi yang dibangun atas dasar
prinsip-prinsip yang telah dikembangkan oleh pendekatan sistem. Teori kontingensi ini pada
prinsipnya melihat bahwa organisasi harus berlandaskan pada sistem yang terbuka (open system
concept)
PERSPEKTIF YANG MENDASARI KOMUNIKASI ORGANISASI

Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi
dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi/peranan, yaitu:
1. Covering Law Theories
Pespektif ini berangkat dari prinsip sebab-akibat atau hubungan kausal. Rumusan umum dari
prinsip ini antara lain dicerminkan dalam pernyataan hipotesis. Menurut Dray penjelasan
Covering Law Theories didasarkan pada dua asas:
- Teori berisikan penjelasan yang berdasarkan pada keberlakuan umum/hukum umum.
- Penjelasan teori berdasarkan analisis keberaturan.

C. Interview Pekerjaan

Keberhasilan suatu wawancara dapat diperoleh dengan menggunakan suatu perangkat


wawancara berupa Pedoman Wawancara yang dibantu dengan penggunaan beberapa teknik
wawancara sebagai berikut:

Pedoman wawancara (interview Guide) yang memuat semua yang anda perlukan untuk
menyiapkan dan melakukan wawancara, termasuk pertanyaan-pertanyaan yang telah
dipertimbangkan dengan baik, bersifat menggali, serta direncanakan secara khusus untuk
pekerjaan sasaran.

Pertanyaan tindak-lanjut (follow up question) yang membantu anda untuk mengumpulkan


perilaku yang lengkap dan cukup jumlahnya, yang akan dipergunakan untuk mengevaluasi
kandidat. – Keterampilan membuat catatan membantu anda untuk mencatat informasi
wawancara secara akurat dan lengkap.

Membina hubungan baik (building raport) dengan kandidat membantu agar ia merasa
nyaman dan terdorong untuk lebih terbuka dalam wawancara.Teknik mengelola wawancara
untuk membantu anda menjaga proses wawancara berjalan dengan baik dan lancer, sehingga
anda dapat mencakup latar belakang kandidat secara lengkap.

 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan rencana tindakan selama wawancara dan merupakan
perangkat wawancara yang paling berharga. Pedoman ini memuat hal-hal yang anda perlukan
untuk menyiapkan dan melakukan wawancara.

 Isi Pedoman Wawancara


Pedoman Wawancara dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dari setiap organisasi.
Namun sebagian besar pedoman memuat beberapa komponen dibawah ini:

1. Daftar Persiapan (Preparation Check List) memberikan instruksi bagi anda untuk
menyiapkan proses wawancara
2. Garis Besar untuk Membuka Wawancara (outline for opening the interview) memberikan
format yang harus anda ikuti dalam membuka sebuah wawancara, dan menjelaskan tujuan serta
rencana wawancara tersebut.Bagian Tinjauan latar belakang (key background review) memuat
pertanyaan –pertanyaan mengenai pendidikan dan riwayat pekerjaan kandidat.
3. Bagian Pertanyaan perilaku Terencana (planned behavioral questions) memuat
pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai perilaku kandidat dalam dimensi sasaran.
4. Penutup wawancara (interview close) memberikan peluang bagi anda untuk memeriksa
catatan wawancara, untuk menanyakan pertanyaan tambahan serta untuk menjwab pertanyaan
kandidat mengenai jabatan dan organisasi.
5. Instruksi pasca-wawancara (post-interview instructions) membimbing anda dalam
mengevaluasi informasi yang telah anda kumpulkan, dan dalam menilai kandidat menurut
dimensi yang ditugaskan kepada anda.
6. Table cakupan dimensi (dimensi coverage Grid) mengingatkan para pewawancara akan
dimensi-dimensi apa saja yang harus dicakup dalam sistem seleksi.
7. Pertanyaan Tindak Lanjut
Pertanyaan – pertanyaan tindak lanjut membantu anda untuk meneliti pengalaman kandidat
secara mendalam, memberikan informasi yang anda perlukan serta memberi kesempatan kepada
kandidat untuk mendemonstrasikan kompetensinya dalam dimensi sasaran. Karena alasan ini,
maka tindak-lanjut merupakan ketrampilan wawancara yang utama.

 Tiga jenis Pertanyaan


Pertanyaan-pertanyaan tindak-lanjut tergolong dalam salah satu dari tiga jenis:

Mengenai perilaku Pertanyaan mengenai perilaku meminta kandidat untuk memberikan


informasi spesifik tentang bagian-bagian perilaku. Pertanyaan mengenai perilaku meminta
kandidat untuk menguraikan “pengalaman yang pernah dialaminya”, “suatu saat ketika”, “suatu
situasi dimana”, atau “sebuah contoh ketika”.

 Teoritis
Pertanyaan teoritis menanyakan kandidat mengenai teori, pendapat, atau tindakan umum, yaitu
apa yang ia pikir tentang suatu topic atau situasi atau apa yang ia ingin lakukan atau biasanya
lakukan, bukan apa yang sesungguhnya telah ia lakukan dalam suatu situasi yang spesifik.
Pertanyaan teoritis tidak efektif karena orang umumnya menjawab dengan teori dan pendapat,
bukan informasi perilaku yang anda perlukan.
 Mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan mendorong kandidat untuk memberikan jawaban yang ia piker anda
ingin dengar. Kata-kata pertanyaan ini disusun untuk menunjukkan adanya “jawaban yang
benar”, dan mendorong kandidat untuk membuat jawaban seperti itu.
Langkah – langkah Interview Berbasis Perilaku :

1.Sebelum interview

- Memeriksa (ulang ) seluruh materi yang berhubungan dengan lamaran pekerjaan tersebut.

- Memeriksa (ulang) definisi tiap-tiap Dimensi dan Tindakan utama

- Hubungkan pertanyaan-pertanyaan wawancara dengan pengalaman calon/kandidat.

- Estimasi waktu yang diperlukan untuk tiap bagian dari pedoman wawancara.

2. Saat Wawancara

Gunakan pertanyaan tindak-lanjut untuk membangun perilaku yang lengkap dan untuk
merubah perilaku yang palsu menjadi perilaku yang asli.

3. Setelah interview

- Identifikasikan perilaku yang lengkap diseluruh pedoman wawancara

- Kategorisasikan perilaku sesuai dengan dimensi masing-masing

- Identifikasikan perilaku tersebut sebagai yang efektif (+) atau yang tidak efektif (-)

- Berikan nilai masing-masing perilaku (dari aspek kepentingannya) dengan mempertimbangkan


:

a. Kesamaan, seberapa dekat kesamaan situasi tersebut dengan pekerjaan yang ditargetkan.

b. Dampak , seberapa penting situasi/hasil tersebut?

c. Kebaruan, Kapan perilaku tersebut terjadi?

d. Nilailah seluruh dimensi, dengan mempertimbangkan perilaku yang paling signifikan.

 TEKNIK TAMBAHAN
Disamping Pedoman proses, tiga teknik lain akan membantu anda mengelola wawancara
sehingga anda memperoleh informasi selengkap mungkin dalam waktu yang telah dialokasikan.

- Petunjuk non-verbal

Petunjuk nonverbal berguna untuk mendorong kandidat yang pendiam untuk memberikan
lebih banyak informasi dan mendorong kandidat yang terlalu banyak bicara untuk berbuat
sebaliknya.

- Diam

Semua pertanyaan dalam targeted selection tidak mudah untuk dijawab.Kadang-kadang


menunggu sambil diam selama beberapa detik dapat mendorong kandidat untuk menjawab.
Kandidat seringkali memberi jawaban yang paling bermakna bila ia diberi sedikit waktu untuk
mengingat suatu kejadian.

Banyak pewawancara sulit sekali untuk diam, ia ingin mengisi kevakuman itu dengan
pertanyaan lain atau mengulang kembali pertanyaan pertama dalam ungkapan yang lain.
Sebaiknya anda tunggu beberapa detik untuk mendapatkan jawaban. Diam harus digunakan
dengan seperlunya, namun jangan digunakan untuk menimbulkan stress pada diri kandidat. Bila
kandidat jelas-jelas tidak dapat menjawab, lanjutkan ke pertanyaan lain. Catatlah bahwa kandidat
ini tidak dapat atau tidak menjawab, tetapi tunggulah satu atau dua menit sebelum membuat
catatan, karena kandidat dapat mengartikan ketidakmampuan untuk menjawab sebagai suatu hal
negative.

- Membuat catatan
Membuat catatan, salah satu bentuk dari komunikasi nonverbal, dapat anda gunakan untuk
mengelola wawancara. Membuat catatan mengatakan kepada kandidat, “ bicaralah terus. Apa
yang anda katakan penting”. Tidak membuat catatan mengirimkan pesan sebaliknya. Membuat
catatan adalah cara yang untuk memberitahu kandidat bila anda menginginkan dia untuk
melanjutkan atau berhenti memberikan informasi.

- Mengelola Waktu dalam Wawancara


Langkah pertama yang baik dalam mengatur setiap wawancara ialah menyusun jadwal
waktu wawancara. Pertama-tama perkirakan waktu yang diperlukan untuk mencakup tiap
segmen wawancara, lalu susun jadwal dengan sasaran waktu untuk tiap segmen. Bawalah jadwal
itu ketika mengadakan wawancara atau tuliskan waktunya dalam pedoman wawancara anda.
Dengan memonitor, jadwal itu dapat memberitahukan anda bagaimana mengatur laju
wawancara, apakah anda perlu memotong sesuatu bidang sehingga menjadi lebih singkat agar
dapat mencakup semua dimensi terpenting secara mendalam.

2.13. STRES PEKERJAAN


A. DEFINISI STRES
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang. Pengertian lainnya yaitu pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan
adanya ketidakseimbangan fisik dn psikis dalam diri seseorang sebagai akibat dari faktor
lingkungan eksternal, organisasi, atau orang lain (Szilagyi,1990).
Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan
yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja adalah Job stress refers to a
physical or psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the
work environment. yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal
dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada.
Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu
proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan,
tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik
fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian
diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan
suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang
menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.
B. Sifat Dan Stres Kerja
Banyak orang sekarang ini yang mengalami stress. Dengan kondisi perekonomian yang
makin sulit. Lapangan pekerjaan yang semakin menyempit. Bertambahnya pengangguran akibat
krisis global. Wajarlah jika sekarang banyak dari kita yang begitu berat memikirkan kehidupan
sehari-hari. Tak hanya masalah ekonomi yang menjadi beban pikiran. Pekerjaan yang
menumpuk dan tak kunjung selesai juga berakibat yang sama. Apalagi saat dalam usia-usia
beranjak dewasa. Pasti akan banyak pikiran-pikiran yang akan membebani sampai-sampai
terbawa saat tidur. Sebagai contoh, maslah dengan pacar, masalah dengan teman di kampus atau
sekolah, masalah dengan dosen atau guru, atau bahkan masalah dengan orangtua. Ya..semua itu
juga bisa menimbulkan stress. Sangatlah tidak nyaman jika hidup ini dikejar-kejar oleh hal-hal
yang menganggu pikiran. Apa bisa menikmati hidup dengan cara seperti ini??? Dengan stress
yang sangat mengganggu??? Dengan pikiran yang selalu saja tegang dan tak bisa tenang???
Jika stress yang kita alami adalah stress yang baik itu tidak ada masalah. Nah, masalahnya
bagaimana bisa membedakan antara stress baik dan stress jahat?? Secara umum, stress yang baik
adalah stress yang dapat memberikan energi positif dan dapat mengangkat motivasi untuk diri
sendiri. Perbedaan ciri-ciri antara stress baik dan stress jahat adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri stress yang baik:
1. Mengahadapi sesuatu dengan penuh harapan untuk melawan rasa takut dalam diri.

2. Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi didalam sela-sela jadwal yang padat itu ada aktivitas
yang sangat diharapkan dan sangat dinikmati.
3. Memiliki komitmen yang lebih terhadap apa yang Anda sayangi. Misalnya: pernikahan, menjadi
seorang ayah/ibu, menjadi pekerja, atau menjadi pegawai negeri.
4. Bekerja dengan tujuan tertentu dan Anda tahu kecepatan Anda saat bergerak akan berkurang saat
tujuan itu tercapai atau bahkan saat baru akan tercapai.
5. Merasa tertantang, siap dan bersemangat untuk menerima dan menyelesaikan tugas yang akan
Anda hadapi.
6. Merasakan kondisi badan yang cukup lelah namun akhirnya akan menikmati tidur yang lelap
dan nyaman
Ciri-ciri stress yang jahat:
1. Menghadapi segala sesuatu dengan perasan takut, resah, gelisah dan khawatir.
2. Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi tak ada satupun yang dapat Anda nikmati dan mau
tidak mau, harus Anda penuhi kewajiban itu.
3. Merasa bahwa semua yang Anda lakukan tidaklah penting, tidak memenuhi seluruh kebutuhan
Anda, dan tak sebanding dengan tenaga, pikiran dan waktu yang Anda curahkan.
4. Merasa tidak memegang kendali dan selalu merasa panik seakan-akan tidak ada jalan keluar
untuk menyelesaikan tugas, merasa tidak ada selesainya, dan merasa tidak ada yang membantu
menyelesaikannya.
5. Merasa lebih baik bekerja daripada berhenti/istirahat sejenak saat jam kerja.
6. Memiliki tidur yang tidak lelap, tidur yang resah, sering sakit maag, sakit punggung dan
mempunyai sakit yang sifatnya menahun.
C. Sumber-Sumber Stres Pekerjaan
Ada tiga faktor potensial yang bisa menyebabkan stress pekerjaan, yaitu :
1. Faktor Lingkungan
Ketidakpastian ekonomis, politik, dan teknologi cenderung menciptakan stress. Ekonomi
yang menurun menjadikan orang semakin mencemaskan keamanan mereka. Depresi besar dalam
dasawarsa 1930-an serta resesi kecil menaikkan tingkat stress. Inovasi baru dapat membuat
keterampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam waktu pendek. Komputer, rebotika
otomatisasi dan aneka ragam lain dari inovasi teknologis merupakan ancaman bagi banyak orang
dan menyebabkan mereka stress.

2. Faktor Organisasional
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stress. Tekanan untuk
menghindari kekeliruan dan menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban
kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Kita telah mengkategorikan
faktor-faktor ini disekitar tuntutan tugas, tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi,
struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi itu.
3. Faktor Individual
Riset terbaru dalam tiga organisasi yang sangat berlainan menemukan bahwa gejala stress
yang dilaporkan sebelum memulai suatu pekerjaan dapat membuat kita paham akan kebanyak
varians dalam gejala stress yang dilaporkan. Ini mendorong para peneliti menyimpulkan bahwa
beberapa orang mempunyai kecenderungan yang inheren untuk menekankan aspek negatif dari
dunia ini secara umum. Jika benar maka suatu faktor individual penting yang mempengaruhi
stress adalah kodrat kecenderungan dasar dari seseorang. Artinya, gejala stress yang diungkapan
pada pekerja itu sebenarnya mungkin berasal dari dalam kepribadian orang tersebut.
 Konsekuensi-Konsekuensi Stres Pekerjaan
1. Gejala Fisiologis
Kebanyak perhatian dini atas stress diarahkan pada gejala fisiologis. Dalam riset
disimpulkan bahwa stress dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme. Tautan antara stress
dan gejala fisiologis tertentu tidaklah jelas. Tapi yang lebih relevan adalah fakta bahwa gejala
fisiologis mempunyai relevansi langsung.
2. Gejala Psikologis
Stress menyebabkan ketidakpuasan. Stress yang berkaitan dengan pekerjaan dapat
menimbulkan ketidakpuasan yang berakitan dengan pekerjaan. Itulah efek psikologis yang
paling sederhana dan paling jelas dari stress.
3. Gejala Prilaku
Gejala stress yang dikaitkan dengan prilaku mencakup perubahan dalam produktivitas,
absensi dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya
meroko dan konsumsi alkohol, serta gangguan tidur.

 Perbedaan-Perbedaan Individu Dalam Stres


1. Persepsi.
Pada dasarnya setiap karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap
realitas dan bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi dapat memperlunak hubungan
antara suatu kondisi stress potensial dan reaksi seorang karyawan terhadap kondisi itu.
2. Pengalaman Kerja.
Dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan guru yang terbaik, pengalaman juga
merupakan pengurang stress yang sangat baik. Orang yang tetap lebih lama berada dalam
organisasi mereka adalah mereka dengan ciri yang lebih tahan stress atau lebih tahan terhadap
karakteristik stress dari organisasi mereka. Kedua, pada akhirnya orang mengembangkan
mekanisme untuk mengatasi stress. Karena pengembangan ini memakan waktu, anggota senior
organisasi lebih besar kemungkinannya untuk menyesuaikan diri sepenuhnya dan seharusnya
mengalami lebih sedikit stress.
3. Dukungan Sosial.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat menyangga dampak stress.
Logika yang mendasari variabel lunak ini adalah bahwa dukungan sosial bertindak sebagai suatu
pereda, yang mengurangi efek negatif bahkan dari pekerjaan yang bertegangan tinggi.
 Mengatasi Stres Pekrjaan
Penanggulangan stress penting dilakukan karena dapat mempengaruhi kehidupan,
kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi organisasi tidak saja karena alasan kemanusian
tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dari organisasi dan efektivitas
organisasi secara keseluruhan. Sedangkan cara yang paling efektif untuk membantu karyawan
yang stress adalah dengan program konseling, yaitu pembahasan suatu masalah dengan seorang
karyawan agar karyawan tersebut dapat menangani masalah secara lebih baik.
1. Fungsi-Fungsi Konseling
Di bawah ini adalah fungsi dari adanya konseling yaitu :
1. Pemberian nasihat
2. Penentram hati
3. Komunikasi
4. Pengenduran ketegangan emosional
5. Penjernihan pemikiran
6. Reorientasi
2. Tipe-Tipe Konseling
a. Directive Couseling
Proses mendengarkan masalah-masalah emosional karyawan, memutuskan dengan karyawan
apa yang harus dilakukan, dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan hal tersebut.
b. Non-Directive Couseling
Proses mendengarkan dan mendorong karyawan untuk menjelaskan masalah-masalah
mereka, memahami dan menentukan penyelesaian yang tepat.
c. Cooperative Counseling
Hubungan timbal balik antara pembimbing dan karyawan yang mengembangkan pertukaran
gagasan secara kooperatif untuk membantu pemecahan masalah-masalah karyawan.
3. KiatUntuk Menghindari Stress
Salah satu penyebab utama stress dalam bekerja adalah perasaan seolah tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan apapun dan juga tekanan dari pekerjaan itu sendiri. Ada sejumlah tip
praktis untuk menghindari dari stress yang berlebihan.
a) Luangkan waktu secara teratur untuk menarik napas dan menghirup udara segar. Selipkan
kegiatan ini disela waktu sibuk anda.
b) Jangan memulai pekerjaan, kecuali jika anda dapat menyelesaikannya.
c) Prioritaskan kegiatan yang penting dan mendesak. Jangan tanda hal penting sampai ia
menjadi ancaman bagi hidup anda.
d) Simpan barang penting dengan rapi, karena terkadang kita membutuhkan waktu lebih dari
30 menit untuk menemukan suatu barang.
e) Manfaatkan waktu makan siang untuk menghirup udara segar, dan cobalah untuk keluar
ruangan atau kantor barang sejenak.
f) Rawat ruang kerja. Ruangan yang tidak teratur dan jorok dapat membuat pikiran semakin
suntuk.
g) Cukup tidur. Stress dan isomania ternyata mempunyai keterkaitan yang erat. Cobalah
bersantai disetiap akhir aktivitas.
h) Hindari hal yang membuat anda tertekan. Buatlah sebisa mungkin anda menikmati hidup
dan pekerjaan anda sehingga anda tidak akan merasa terbebani oleh apapun.

2.14 . KARIR DALAM ORGANISASI


A. Definisi Karir
Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu konsep yang tidak statis
dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir sebagai “perjalanan pekerjaan seorang
pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan
berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut.

Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang pegawai dimulai pada
saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan karir ini mungkin akan berlangsung
beberapa jam saja atau beberapa hari, atau mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian.
Perjalanan karir ini mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan
serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh dunia”.

Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau negatif). Karena itu
karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada perjalanan karir yang lambat, ada pula yang
cepat. Tetapi, tentu saja semua orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin
bergulir dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi karir
dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal.
Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi organisasi. Menurut
Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri.
Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk.
Sebaliknya, pegawai mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia
tahu ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.

Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan
membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980)
bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat
memperhatikan pengembangan karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik
oleh organisasi akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan
motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi
organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan-
kebutuhan lainnya.

Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan yang dilakukan seseorang
selama masa usia kerjanya”. Pertanyaannya sekarang adalah sampai usia berapa Anda ingin
berkarir? Seumur hidupkah? Apakah Anda ingin menjadi long life employee atau Anda
merencanakan membuka usaha sendiri pada usia tertentu?

Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) :

1. Steady State: Pilihan karir untuk mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan tertentu.
Misalnya terus-menerus bekerja di satu profesi, sebagai programmer saja.

2. Linear : Adanya peningkatan ke atas pada satu jenis pekerjaan. Misalnya saat ini Anda
bekerja sebagai programmer, kemudian meningkat menjadi System Analyst.

3. Spiral : Tetap menekuni satu bidang pekerjaan dalam 7-10 tahun, kemudian beralih bidang
pekerjaan, dimana tetap menggunakan keterampilan dan pengalaman yang sudah ada. Misalnya
setelah bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka usaha pribadi ”software
house”, dengan memanfaatkan skill dan pengalaman Anda sebelumnya.

4. Transitory: Memilih beralih karir dalam jangka waktu yang cepat, dimana keinginan untuk
menggeluti aneka ragam profesi menjadi tujuan utamanya. Misalnya setelah bekerja sebagai
programmer, Anda ingin beralih menjadi web designer, kemudian Anda memutuskan untuk
menjadi instruktur dan sebagainya.

B.Kriteria yang Menentukan Efektivitas Karir

 Kinerja

Gaji dan posisi adalah indikator yang lebih populer dari kinerja karir. Jelasnya, semakin cepat
gaji seseorang meningkat, dan semakin tinggi kedudukannya, maka semakin tinggi pula kinerja
karirnya. Derajat pertumbuhan gaji dan posisi tercermin dalam seberapa banyak tindakan pekerja
yang memberikan kontribusi demi pencapaian kinerja organisasi

 Sikap

Konsep sikap karir (career attitudes) mengacu pada cara orang – orang memandang dan
mengevaluasi karir mereka. Orang – orang yang memiliki sikap karir yang positif juga akan
memiliki persepsi dan evaluasi yang positif tentang karir mereka. Sikap positif memiliki
implikasi penting terhadap organisasi, karena orang – orang yang memiliki sikap positif lebih
memiliki komitmen karir dan keterlibatan jabatan yang tinggi.

 Kemampuan adaptasi

Sedikit sekali profesi yang bersifat stagnan dan tidak mengalami perubahan. Perubahan itu
sendiri membutuhkan pengetahuan dan keahlian baru untuk mempraktikkannya. Orang – orang
yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan itu dan tidak dapat mempraktikkannya dalam
karir mereka akan segera mengalami kesulitan dan kehilangan pekerjaan.

 Identitas

Identitas karir (career identity) mencakup dua unsur penting. Pertama, wawasan yang
menyebabkan orang – orang memiliki kesadaran yang jelas dan konsisten terhadap minat, nilai –
nilai, dan harapan mereka untuk masa yang akan datang. Kedua, wawasan yang menyebabkan
orang – orang memandang kehidupan mereka tetap konsisten sepanjang waktu, wawasan yang
menyebabkan mereka melihat diri mereka sendiri sebagai perpanjangan dari masa lalu mereka.
Ide yang terwujud dalam konsep ini adalah, “ingin jadi itu ?” orang – orang yang mampu
menjawab pertanyaan ini secara memuaskan biasanya memiliki karir yang efektif, dan mampu
memberikan konribusi kepada organisasi yang mempekerjakan mereka.

C. Tahap Karir

Menurut James L. Gibson (1996; 320), tahap – tahap karir terbagi menjadi :

 Pembentukan karir

Orang – orang memberikan perhatian lebih pada kebutuhan akan keamanan kerja. Selama
masa pembentukan, mereka membutuhkan dan mencari dukungan dari orang lain, terutama
manajer mereka. Penting bagi para manajer untuk menyadari kebutuhan ini dan menanggapinya
dengan melakukan pembinaan.

 Pengembangan karir

Para manajer menunjukkan perhatian yang lebih kecil terhadap kebutuhan akan rasa aman,
dan lebih memperhatikan masalah prestasi, aktualisasi diri, dan otonomi. Promosi dan kemajuan
untuk meraih jabatan yang lebih tinggi, sebagaimana peluang untuk menguji pendapat dengan
bebas, merupakan karakteristik tahap ini.

 Pemeliharaan karir

Tahap pemeliharaan karir ditandai dengan upaya menjaga stabilitas penghasilan yang
diperoleh sebelumnya. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan terpenting pada tahap ini. Banyak
orang yang mengalami krisis karir madya selama fase pemeliharaan. Sebgian orang tidak dapat
mencapai kepuasan dari pekerjaannya dan, sebagai konsekuensinya, menjadi kurang berprestasi.
Mereka lalu kehilangan dukungan dari para manajer, sehingga kondisi kesehatan dan masalah
yang berhubungan dengan pekerjaan mereka semakin buruk.

Para manajer yang berada dalam pemeliharaan diharapkan dapat membina pekerja yang ada
di tahap awal. Mereka juga didorong untuk memperluas minat mereka dan lebih banyak
berhubungan dengan orang – orang di luar organisasi. Jadi, pusat kegiatan para manajer dalam
tahap ini adalah menjalani pelatihan dan interaksi denan pihak lain. Mereka menilai prestasi
kerja orang lain yaitu karakteristik dalam tahap ini yang mampu memunculkan tekanan
psikologis. Seseorang yang tidak mampu tuntutan baru dan berbeda ini, bisa jadi akan kembali
ke tahap sebelumnya. Sedangkan yang lain mungkin merasa puas dengan melihat beberapa rekan
kerja mereka terus bergerak untuk meraih jabatan yang lebih baik. Mereka akan tetap berada
dalam fase pemeliharaan sampai pensiun.

Di samping program pembinaan, manajer tahap pemeliharaan dapat memperkaya


pengembangan karirnya dengan membangun hubungan sepergaulan (peer relationship).
Hubungan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai information peer (saling berbagi informasi),
collegial peer (saling memeberikan bantuan dalam mengerjakan tugas – tugas, persahabatan),
dan special peer (saling memberikan dukungan emosional, konfirmasi.

 Penarikan diri dari karir

Fase penarikan diri menindaklanjuti fase pemeliharaan. Dalam hal ini seseorang bisa
menuntaskan sebuah karir atau pindah ke karir yang lain. Seseorang yang tidak melakukan
perpindahan karir dalam tahap ini, akan mengalami proses aktualisasi diri melalui kegiatan yang
tidak mungkin dapat dilakukan ketika dia masih aktif bekerja.

Menurut Hall and Morgan ( 1977), ada Empat Tahapan Karir yang biasa dilalui seorang

pegawai yaitu :

• tahap coba- coba,

• tahap kemapanan,

• tahap pertengahan,

• tahap lanjut.

Menurut Male Emporium, tahap karir terbagi menjadi :

1. Tahap Membangun Identitas

Setelah menyelesaikan studinya, seseorang mulai memasuki tahap pencarian jati diri.
Biasanya usianya di bawah tiga puluh tahun. Mereka mencoba menemukan apa kira-kira
pekerjaan yang terbaik bagi dirinya. Untuk menjawab pertanyaan ini, mereka kadang-kadang
suka berpindah-pindah karier dan pekerjaan. Mereka juga sering meminta pendapat dari banyak
orang seputar karier dan pekerjaan. Sebagian besar orang pada tahap ini belum menyadari nilai-
nilai, kekuatan serta kelemahan yang dimiliki.

Seseorang yang masih berada pada tahap ini biasanya memiliki motivasi untuk memperoleh
keahlian-keahlian mendasar yang diperlukan dalam pekerjaan, serta memahami struktur, fungsi,
dan budaya organisasi. Mereka juga mulai membangun hubungan dan network dengan rekan-
rekan kerja yang ada, serta menelusuri dinamika profesional. Namun jika seseorang menjalani
fase ini dengan kerangka berpikir yang positif, mereka dapat mempelajari dan menelusuri
berbagai kemungkinan yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan.

Pada sekitar awal sampai pertengahan 30-an, mereka membangun identitas professional
serta mulai diterima sebagai bagian dari kelompok profesional tersebut. Fase ini ditandai dengan
sikap penuh semangat (excitement) , di mana seseorang merasa bangga karena dapat melakukan
pekerjaan yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi. Keahlian baru terus dipelajari dan
diperoleh, lalu seseorang mulai menetapkan tujuan dan membangun mindset yang bersifat
success-oriented . Namun hendaknya seseorang jangan cepat berpuas diri, karena sebetulnya
masih banyak hal yang bisa dicapai.

2. Tahap Mencari Tanggung Jawab

Pada masa usia sekitar pertengahan 30-an sampai dengan umur 40-an, mereka telah mulai
merasa menemukan jati dirinya. Mereka ingin menerima tanggung-jawab yang lebih besar untuk
mengatur orang lain dalam organisasi. Dengan kata lain, banyak dari mereka yang mencari posisi
sebagai pemimpin, serta tidak jarang telah memiliki reputasi dalam dunia bisnis, balk pada
tingkat lokal, nasional, bahkan global.

Mereka mulai memahami bahwa kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh kerja individu,
namun juga perlu adanya peran saling ketergantungan, serta menyelesaikan pekerjaan mereka
melalui usaha-usaha yang dilakukan orang lain. Network yang dimiliki pun semakin meluas dan
mereka semakin mendapatkan penghormatan dari para anggota organisasi yang lain.

3. Tahap Inovasi & Pengambilan Resiko

Pada usia 40-an seseorang telah merasa nyaman dengan karier yang dijalani, dengan
pemahaman yang semakin mendalam mengenai industri yang digeluti. Seseorang tetap ingin
menjaga komitmen dengan karier yang dijalaninya pada tahap ini dan pada saat yang sama
berusaha secara terus-menerus meng-update pengetahuan dan keahlian yang dimiliki sesuai
dengan standar industri, sehingga mereka memiliki keahlian yang semakin beragam.

Suatu aktivitas yang tidak akan dan tidak boleh berhenti sampai kapanpun. Seseorang pada
tahap ini termotivasi untuk terlibat dalam perencanaan strategis, inovasi, dan pengambilan resiko
bagi kepentingan organisasi. Mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruhnya,
baik internal maupun eksternal dalam proses pengambilan keputusan.

4. Tahap Persiapan Pensiun

Setelah tahap ini dilewati mereka mulai merasakan ketidaknyamanan menjelang memasuki
masa pensiun akibat ketidakpastian mengenai apa yang akan dilakukan setelah pensiun. Pensiun
berarti seseorang akan kehilangan berbagai fasilitas-fasilitas dan reputasi yang selama ini ia
nikmati. Oleh karenanya, mereka perlu melakukan persiapan yang matang, baik secara finansial
maupun secara mental, karena tahapan ini adalah tahapan yang mau tidak mau harus dialami,
berbeda dengan tahapan-tahapan lainnya.

Menurut Robert L. Mathis, tahap karir terbagi menjadi :

 Tahap Pertumbuhan. Tahap ini berlangsung kurang lebih dari saat lahir hingga seseorang
berumur 14 tahun dan merupakan periode di mana seseorang mengembangkan suatu citra pribadi
dengan mengidentifikasikan dirinya dan berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga, kawan,
dan guru. Pada awal periode ini, permainan peranan adalah penting, dan anak-anak menerapkan
peranan yang berbeda-beda. Hal ini membantu mereka untuk membentuk impresi tentang
bagaimana reaksi orang lain terhadap prilaku yang berbeda-beda dan memberi kontribusi pada
upaya mereka mengembangkan citra pribadi atau identitas tersendiri. Pada saat mulai
berakhirnya periode ini, si remaja mulai berfikir realistik tentang alternatif keahlian.

 Tahap Eksplorasi. Dalam periode ini kurang lebih berlangsung pada saat seseorang
berusia 15 hingga 24 tahun, seseornag berusaha menggali berbagai alternatif keahlian secara
serius, dengan upaya membanding-bandingkan alternatif tersebut dengan hal-hal yang telah
dipelajarinya tentang alternatif tersebut dan tentang minat dan kemampuannya sendiri di sekolah,
aktivitas waktu senggang, gan hobi. Biasanya, pada saat-saat awal periode ini terbentu beberapa
pilihan keahlian tentatif yang luas. Pilihan ini kemudian disempurnakan pada saat seseorang
mempelajari lebih banyak tentang pilihan itu dan tentang dirinya sendiri sampai pada saat akan
berakhirnya tahap ini., ditetapkannya kemungkinan pilihan yang sesuai dan orang yang
bersangkutan mencoba suatu pekerjaan awal. Barangkali tugas yang paling penting yang dimiliki
seseorang dalam tahap ini dan tahap selanjutnya adalah mengembangkan pemahaman yang
realistik tentang kemampuan dan bakatnya. Demikian juga halnya, seseorang harus mampu
menemukan dan mengembangkan nilai-nilai positif, dan ambisinya serta mengambil keputusan
yang baik berdasarkan atas sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai alternatif keahlian.
 Tahap Pemantapan. Tahap ini berlangsung sejak seseorang berusia 24 hingga 44 tahun.
Tahap ini merupakan inti kehidupan kerja setiap orang pada umumnya. Tahap pemantapan ini
terdiri dari tiga subtahap. – Subtahap percobaan berlangsung sejak seseorang berusia 25 hingga
30 tahun. Selama periode ini orang yang bersangkutan menentukan apakah bidang yang dipilih
cocok atau tidak, apabila tidak mungkin diupayakan beberapa perubahan. – Subtahap Stabilisasi
yang berlangsung pada usia 30 – 40 tahun. Pada tahap ini tujuan pekerjaan perusahaan
ditetapkan dan orang yang bersangkutan merencanakan karir secara lebih eksplisit untuk
menentukan urutan promosi, perubahan pekerjaan, dan/atau aktivitas pendidikan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Akhirnya pada usia 40 – 44 tahun orang tersebut mengalami
masa subtahap krisis karir pertengahan. Dalam subtahap ini orang sering melakukan penilaian
kembali kemajuan mereka dalam hubungannya dengan ambisi dan tujuan semula. Mereka
mungkin merasa bahwa mereka tidak akan dapat mencapai cita-cita, atau setelah melakukan hal-
hal yang direncanakan, hasil yang dicapai tidak sebagaimana yang diharapkan. Orang-orang
harus memutuskan sejauh mana kadar penting pekerjaan dan karir mereka seharusnya dalam
kehidupan. Sering dalam subtahap krisis karir pertengahan ini, untuk pertama kalinya
menghadapi kesukaran untuk memutuskan hal-hal yang sesungguhnya diinginkan, hal-hal yang
dapat dicapai, dan seberapa banyak yang harus dikorbankan untuk mencapai hal itu. Biasanya
dalam subtahap ini sebagian orang untuk mempertama kali menyadari bahwa mereka memiliki
jenjang karir, misalnya perhatian pokok pada rasa aman, atau pada kemandirian dan kebebasan
di mana mereka tidak akan menyerah untuk mencapainya apabila pilihan harus dilakukan.

 Tahap Pemeliharaan. Antara usia sekitar 45 – 65, banyak orang yang hanya sekedar
menyelip dari subtahap stabilisasi de dalam tahap pemeliharaan. Dalam tahap ini seseorang telah
menciptakan suatu tempat dalam dunia kerja dan semua upaya umumnya sekarang diarahkan
untuk mengamankan tempat tersebut.

 Tahap Kemunduran. Pada saat usia pensiun mendekat, sering terdapat suatu periode
perlambatan di mana banyak orang menghadapi prospek untuk harus menerima keadaan
menurunnya level kekuasaan dan tanggung jawab dan pada saat seperti ini mereka harus belajar
menerima dan mengembangkan peranan baru sebagai mentor dan orang kepercayaan bagi
mereka yang lebih muda. Selanjutnya orang memasuki masa pensiun yang tidak dapat dihindari,
setelah orang menghadapi prospek menemukan alternatif penggunaan waktu dan upaya yang
diadakan sebelumnya atas pekerjaan.

D. Jalur Karir
Jalur karir adalah pola urutan pekerjaan (Pattern of Work Sequence) yang harus dilalui
pegawai untuk mencapai suatu tujuan karir. Tersirat di sini, jalur karir selalu bersifat formal, dan
ditentukan oleh organisasi (bukan oleh pegawai). Jalur karir selalu bersifat ideal dan normatif.
Artinya dengan asumsi setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama dengan pegawai lain,
maka setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai tujuan karir tertentu.

Meskipun demikian, kenyataan sehari-hari tidak selalu ideal seperti ini. Ada pegawai yang
bagus karirnya, ada pula pegawai yang mempunyai karir buruk meskipun prestasi kerja yang
ditunjukkannya bagus.Dalam organisasi yang baik dan mapan, jalur karir pegawai selalu jelas
dan eksplisit, baik titik-titik karir yang dilalui maupun persyaratan yang harus dipenuhi untuk
mencapai tujuan karir tertentu.

Jalur karir adalah pola pekerjaan berurutan yang membentuk karir seseorang. Jalur karier
adalah garis kemajuan yang fleksibel yang secara khusus digunakan oleh karyawan untuk
melakukan perpindahan jabatan selama bekerja dengan suatu perusahaan.

Jalur karier memiliki suatu fokus secara historis pada mobilitas ke atas di dalam suatu
pekerjaan tertentu. Terdapat empat jalur karier yang biasa digunakan oleh organisasi, yaitu :

1. Jalur karier tradisional adalah suatu tipe jalur karier di mana karyawan mengalami kemajuan
secara vertikal ke atas di dalam suatu organisasi dan suatu jabatan tertentu ke jabatan berikutnya.
2. Jalur karier jaringan adalah jalur karier yang meliputi urutan urutan (sekuensi) jabatan secara
vertikal dan horizontal. Jalur karier ini mengakui adanya saling pertukaran pengalaman pada
level tertentu dan kebutuhan pengalaman yang luas pada suatu level sebelum promosi ke level
yang lebih tinggi.
3. Jalur karier lateral adalah jalur karier yang memungkinkan seseorang memperoleh revitalisasi
dan menemukan tantangan baru pada jenjang posisi yang sama karena jumlah jabatan yang akan
ditempati sangat terbatas. Dalam hal ini tidak ada promosi dan kenaikan upah, namun nilai
seseorang menjadi lebih tinggi dengan ditempatkannya pada posisi yang lebih menantang.
4. Jalur karier rangkap adalah jalur karir ganda yang diberikan kepada seseorang karena
pengetahuan teknisnya sebagai penghargaan kepadanya. Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan
berteknologi tinggi dan karyawan tersebut tidak masuk dalam jajaran manajemen struktural.
Menurut James L. Gibson, jalur karir ini ada beberapa macam, di antaranya :

 Puncak datar (plateau)

Puncak datar merupakan titik akhir dalam akhir pendakian seseorang. Dewasa ini, para
pekerja mencapai puncak datarnya lebih cepat. Sebuah puncak datar merupakan dilema yang
menimbulkan rasa putus asa bagi kebanyakan pekerja yang merasa bahwa karir mereka telah
berakhir. Selain itu, banyak yang mengalami perasaan kegagalan pribadi.

 Jalur karir berliku

Sebagian pekerja memberi tanggapan dengan mengambil jalur karir berliku, mereka
meninggalkan tempat kerja dan mencoba bergerak ke atas dengan berpindah – pindah dari satu
perusahaan ke perusahaan lain, bahkan kadangkala dari satu industri ke industri lain.

Para pekerja puncak datar yang enggan untuk pindah dapat melakukan mutasi lateral guna
memperluas keahlian manajerial mereka dan untuk mengatasi tantangan – tantangan baru.
Kadang – kadang, sebuah mutasi lateral dapat membuka jalur ke ata yang baru. Beberapa pekerja
menjadi lebih merasa terlibat dalam melatih para manajer yang lebih muda atas bidang keahlian
mereka. Sementara yang lain lebih memusatkan perhatian ‘harga’ mereka dengan melanjutkan
studi yang lebih tinggi dan selanjutnya mengembangkan kehidupan sosial mereka. Semakin
banyak perusahaan yang mengembangkan pelatihan dan seminar karir dengan tujuan
meningktkan kepuasan manajer atas jabatannya yang sekarang, selain terus berupaya
menyesuaikan aspek – aspek dalam jabatan dengan kegemaran dan bakat manajer dengan
memberikan tanggung jawab yang lebih besar

 Jalur karir rangkap


Perusahaan juga mengakui adanya jalur karir rangkap (dual career path), suatu konsep yang
mulai dikenal pada pertengahan tahun 1970-an. Jalur karir rangkap dirancang untuk memberikan
peluang bagi para profesional nonmanajerial untuk mencapai jenjang karir yang lebih tinggi, dan
memberikan penghargaan serta prestise yang sama sebagaimana mitra kerja manajerial mereka,
sementara meeka tetap bekerja di bidang profesional mereka. Jalur karir rangkap diharapkan
dapat memeprtahankan para profesional berbakat yang merasa kecewa karena kurangnya
peluang kemajuan dalam organisasi, kecuali jika mereka masuk ke dalam manajemen (sesuatu
yang tidak mereka inginkan).

 Jalur Ibu

Jalur ibu memberi manfaat yang mendasar bagi organisasi, para manajer, dan profesional.
Jalur ibu memungkinkan perusahaan mempertahankan banyak wanita ‘karir dan keluarga’ yang
berbakat, yang akan meninggalkan pekerjaannya karena tuntutan keluarga bila kebutuhannya
tidak terpenuhi. Organisasi yang fleksibel akan dapat mempertahankan kontribusi para pekerja
wanita untuk jangka panjang dan mencegah lenyapnya sejumlah investasi dalam latihan dan
pengembangan jika mereka dikeluarkan.

Bagi kaum wanita, jalur ibu memberi peluang untuk mencurahkan waktu bagi keluarga dan
melanjutkan karir mereka. Jalur ibu juga memberi kesempatan bagi lebih banyak wanita untuk
memiliki anak, sebuah pilihan yang tidak bisa diambil para eksekutif wanita karena akan
mengganggu karir mereka.

E. Perencanaan Karir dalam Manajemen


Perencanaan karir adalah salah satu fungsi manajemen karir. Perencanaan karir adalah
perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi berkenaan
dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk
mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus
dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak,
maka perencanaan karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis.

Perencanaan karir merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan perjalanan karir pegawai
serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir tertentu.

A. Perencanaan Karir di Tingkat Organisasi


Perencanaan karir di tingkat organisasi dilakukan dengan tujuan untuk

mengadakan atau mengidentifikasi hal-hal berikut :

a. Profil Kebutuhan Pegawai

Semua organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal mobilitas pegawai-pegawainya.


Pegawai baru datang, pegawai lama pergi, dipromosikan, direlokasikan, dipensiunkan, pindah,
dan seterusnya. Jelas, dinamika ini harus dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali
diperlukan. Pemetaan itu sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi (catatan kuantitas
pegawai) dan pemetaan normatif (kualitatif).Perlu diingat kembali, profil kebutuhan pegawai
adalah gambaran (kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien.

Pemetaan kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan cara-cara memenuhi kebutuhan
tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini kebutuhan pegawai; antara lain adalah melalui
penarikan (rekrutmen) pegawai baru, relokasi pegawai dari unit ke unit lain, menyesuaikan
beban kerja dengan pegawai yang ada, memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain,
menambah beban kerja sampai ambang batas tertentu, dan sebagainya.

b. Deskripsi Jabatan

Selain membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga harus membuat deskripsi
jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini cukup rumit. Namun pada prinsipnya, sebuah
organisasi seharusnya mempunyai daftar untuk semua jenis pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap
dengan persyaratan untuk mengerjakannya (job requirement).

c. Peta Jalur Karir

Peta jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama jabatan (Job title) beserta alur-
alur yang menghubungkan satu jabatan dengan jabatan yang lain. Alur-alur ini berarti
kemungkinan beralihnya pegawai dari satu jabatan ke jabatan lainnya. Dengan melihat peta-peta
ini, pegawai akan segera tahu dan mengerti masa depan karirnya sendiri.
d. Mekanisme Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena itu, kinerja pegawai harus
dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme penilaian yang jelas.
e. Perencanaan Karir Individual Pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting bila tidak
ada sangkut pautnya dengan karir sipegawai tersebut. Karena itu, perencenaan karir ditingkat
organisasi harus bisa “ diterjemahkan” menjadi perencanaan karir ditingkat individu pegawai.
Telah dijelaskan bahwa perjalanan karir seorang pegawai dimulai sejak dia masuk kesebuah
organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu. Dan hal ini berlaku bagi
siapapun yang bekerja diorganisasi tersebut, dari pegawai ditingkat yang paling rendah sampai
ke tingkat pimpinan yang paling tinggi.

Pada dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai adalah mengetahui sedini
mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa depan, serta menentukan langkah-langkah yang
perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat dicapai secara efektif-efisien.

Lima Syarat Utama Perencanaan Karir Pegawai

1. Dialog

Urusan karir adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai.
Pegawai harus diajak berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri. Ini
kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti Indonesia, karir jarang didialogkan denga
pegawai. Pegawai sering kali merasa malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka
sendiri. Mereka takut dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering
kali tabu dibicarakan. Meskipun demikian dialog tentang karir ini harus diusahakan terjadi
antara organisasi (misalnya diwakili seorang pimpinan) dengan pegawai. Melalui dialog inilah
diharapkan timbul saling pengertian antara pegawai dan organisasi tentang prospek masa depan
si pegawai.

2. Bimbingan

Tidak semua pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu,
organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap pegawai.
Melalui bimbingan inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai informasi tentang karir
mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir yang dapat mereka raih
(jangka pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut, serta
usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien.

3. Keterlibatan Individual

Dalam rangka hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap
sebagai sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena- mena
termasuk dalam penentuan nasib karir mereka. Setiap individu pegawai seharusnya dilibatkan
dalam proses perencanaan karir. Mereka harus diberi kesempatan berbicara dan memberikan
masukan dalam proses tersebut. Jika tidak maka perencanaan karir akan berjalan timpang karena
hanya dilihat dari sisi kepentingan organisasi belaka.

4. Umpan Balik

Sebenarnya, proses pemberian umpan balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal ini
ingin ditegaskan bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mengetahui setiap keputusan yang
berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak tahu mengapa mereka
dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam waktu yang cukup lama, mereka juga
berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya. Organisasi berkewajiban
menjawab pertanyaan tersebut.

5. Mekanisme Perencanaan Karir

Yang maksud di sini adalah tata cara atau prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan
karir dapat dilaksanakan sebaik- baiknya. Dalam mekanisme perencanaan karir ini harus
diusahakan agar empat hal di atas (dialog, bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik)
dapat terwadahi. Di samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur
yang lebih rinci, formal, dan tertulis.

Mekanisme Perencanaan Karir Pegawai

Ada beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses perencanaan karir pegawai.
1. Analisis Kebutuhan Karir Individu

Analisis kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses
mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai, agar
dengan demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan
sebaik- baiknya.

Pada dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu atasan
langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja sama sebaik-baiknya
sehingga kebutuhan karir pegawai dapat diidentifikasi sebaik- baiknya Sedikitnya ada dua cara
untuk mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai yaitu career by objective (CBO) dan analisis
peran kompotensi.

a) Career By Objective

Melalui cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab beberapa

pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :

• Dimana saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat
kembali apa saja yang pernah dicapainya di masalalu, dan kegagalan apa saja yang pernah
dialaminya. Dengan kata lain,pertanyaan ini menggiring si pegawai untuk mengkaji
kembaliperjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda pada bagian bagian
terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia sukses, dimana pula ia gagal.

• Siapa saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai

menemukan jati dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi

jiwanya sendiri dan menjawab:

• Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya

punya bakat menjadi pemimpin ? Apakah saya pemberani ? Penakut ?

Jujur ? dan seterusnya.

• Apa yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk

membantu pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara

realistis. Ia dibantu untuk menjawab: Apakah dengan kemampuan yang


saya miliki ini, saya tanpa sadar mendambakan sesuatu yang terlalu

muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu rendah ? Pesimis ? Kurang

ambisius ?

• Pekerjaan apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini

mendorong pegawai untuk berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut

untuk memilih. Ia dituntut untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah

saya cocok bekerja dilapangan yang membutuhkan keterampila

keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan kemauan

untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal yang

teoritis dan konseptual ?

• Jabatan apa yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah

menjurus ke jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat si

pegawai bekerja. Cocokkah saya staf marketing ? Atau saya justru lebih

cocok bekerja sebagai staf keuangan dan sebagainya.

b) Analisis Peran – Kompetensi

Yang dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah analisis untuk mengetahui
peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk seorang pegawai, kemudian mengkaji
kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh si pegawai dan kompetensi mana yang belum
dikuasi.Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk melihat prospek karirnya
sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis, kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan
kompetensi mana saja yang belum dia kuasai, dalam rangka menjalankan peran-peran yang ada.

2. Pemetaan Karir Individu

Jika analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan telah
melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika hal ini telah tercapai,
maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya sudah dapat dibuat.Jadi, pemetaan karir individu
adalah suatu proses untuk menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan
tentang tingkat kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.

3. Penilaian Kinerja Individu

Pemetaan karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk menduduki jabatan tertentu
di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara empiris (nyata) apakah
pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan yang menunjang jabatan-jabatan
yang tersebut dalam peta keriernya.Penilaian kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha
untuk mencari bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti
nyata yang didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan pembinaan
karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan bonus, mencari masukan
untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.

4. Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir

Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada seorang pegawai, tetapi si
pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan yang dicita-citakannya. Hal ini tentu dapat
mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan sikap mana yang paling benar.Pegawai
sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya sendiri, ataukah si pegawai harus cukup
“ambisius” untuk mengejar karirnya sendiri ? Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang
bersangkutan mempunyai kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak
tersendat, apalagi mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat atau lambat akan
menimbulkan masalah bagi semua pihak.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat
individu dan tingkat kelompok dalam suatuorganisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik
kinerja individual, kelompok,Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara
kuantitas maupun kualitas.
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan
organisasi.
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-
masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan
dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi
tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
Kelompok Kerja adalah kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan
mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Tujuan
Berbagi info, Tanggung Jawab. Individual, Keterampilan Beragam/acak.

3.2 SARAN
Makalah ini bermaksud untuk setiap individu atau mahasiwa selalu berprilaku organisasi untuk
mencapai tujuan bersama secara cepat, tepat dan efisien. Adapun saran yang yang lain semoga
makalah ini berguna bagi individu atau kelompok dalam kehidupan berorganisasi dan segala
krtik dan saran tentang makalah ini kami terima dengan lapang dada.

DAFTAR PUSTAKA
Deborah Tannen, 1996, Seni komunikasi Efektif: membangun relasi dengan membina gaya
percakapan, (alih bahasa dra. Amitya Komara), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muchlas, M. 2005. Prilaku Organisasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Marnis. 2011. Pengantar Manajemen. Pekanbaru : PT Arjuna Riau Grafindo

Gitosudarno, Indriyo & Nyoman Sudita. 1997. Prilaku Keorganisasian, BPFE, Yogyakarta

Joseph A. Devito,1997, Komunikasi antar manusia (edisi kelima), Profesional Books, Jakarta.

Larry King, Bill Gilbert, 2002, Seni Berbicara: kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja
(editor Tanti Lesmana), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Prof. Dr. Astrid S. Susanto-Sunarto, 1995, Globalisasi dan komunikasi, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai