Anda di halaman 1dari 11

PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

5. Kegiatan Belajar 4. Sumberdaya dalam Pertanian


5.1. Tujuan Pembelajaran 3.
Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa diharap mampu:
 Mampu mengidentifikasi jenis sumberdaya di bidang pertanian
 Memahami peran masing-masing sumberdaya
 Menemukenali karakteristik dan permasalahannya

5.2. Uraian Pembelajaran 3


5. 2.1. Sumberdaya alam dan lingkungan

Karakteristik Lahan
Lahan merupakan faktor produksi yang mutlak diperlukan dalam pertanian
karena merupakan tempat tumbuhnya tanaman. Meskipun sistem pertanian juga
sudah banyak berkembang ke sistem hidroponik, aeroponik, dan sebagainya lahan
tetap dibutuhkan sebagai tempat bercocok tanam dan sebagai media tanam.
Keadaan geografi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan terletak di
daerah tropis menjadikan Indonesia kaya akan lahan pertanian subur. Lahan
pertanian yang tersedia sekitar 7,7 juta hektar. Nilai ini jauh dari cukup jika
dibandingkan dengan kebutuhan yang berkisar 11-15 juta hektar. Kecepatan
konversi lahan pertanian di Indonesia lebih kurang 100-110 ribu hektar / tahun
(Yauri, 2009)1.
Lahan adalah salah satu faktor determinan yang mempengaruhi ketahanan
pangan. Namun ketersediaan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit
terutama lahan sawah sehingga upaya peningkatan produksi pertanian untuk
memenuhi kebutuhan pangan juga semakin terkendala. Hasil Sensus Pertanian
menunjukkan bahwa penyebab penyempitan lahan sawah di Jawa adalah konversi
lahan sawah menjadi lahan non pertanian terutama untuk pembangunan kawasan
pemukiman. Konversi lahan terutama di Pulau Jawa yang selama ini dikenal
sebagai gudang pangan nasional, dapat menyebabkan gangguan yang serius dalam
pengadaan pangan nasional (Irawan, 2001)2.
Sebagaimana telah diketahui lebih dari 50% petani di Indonesia memiliki
lahan dengan luas kurang dari 0,5 ha, bahkan sebagian besar di antara mereka
memiliki lahan kurang dari 0,25 ha. Buruh tani dan penggarap berkembang secara
signifikan dari tahun ke tahun. Areal yang kecil merupakan faktor utama penyebab
rendahnya tingkat pendapatan petani. Permasalahan lain adalah lebih dari 70%
petani tidak memiliki sertifikat atas lahan yang dikuasainya. Mereka hanya
memegang girik dan sejenisnya sehingga hal ini menyulitkan petani untuk
berinteraksi dengan sistem perbankan.

Masalah dan Solusi dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan


Sumberdaya tanah atau lahan adalah jenis sumberdaya alam yang tidak
terbarukan dan sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Tanah
mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai faktor produksi dan barang konsumsi.
Sebagai faktor produksi, lahan ditanami untuk menghasilkan pangan dan bahan

1
Yauri, 2009,
2
Irawan,2001,

Page 53 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

baku industri serta sumber energi. Selain itu tanah atau lahan juga merupakan
sumberdaya alam yang dikonsumsi langsung misalnya sebagai tempat mendirikan
bangunan, taman atau tempat rekreasi.
Semakin berkurangnya ketersediaan lahan sawah subur di sentra produksi
pangan nasional di Jawa adalah karena pesatnya perkembangan sektor non
pertanian yang juga memerlukan lahan. Kebijakan apapun tentang pangan yang
dirancang tidak akan berhasil kalau faktor utama ini tidak dimiliki. Hal ini karena
alih fungsi lahan dari sawah ke non pertanian bersifat irreversible, artinya sekali
lahan dialihfungsikan maka lahan tersebut tidak dapat dikembalikan kepada fungsi
semula.
Konversi lahan pertanian (sawah) merupakan bagian dari hukum permintaan
dan penawaran. Ketersediaan lahan yang terbatas sementara permintaan terhadap
lahan sawah terus meningkat menuntut realokasi penggunaan lahan ke arah yang
paling menguntungkan. Seharusnya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian diarahkan ke lahan-lahan marjinal namun data empirik menunjukkan
bahwa alih fungsi lahan pertanian justru mengarah pada lahan-lahan subur. Apabila
kondisi ini terus berlanjut maka kemampuan Indonesia dalam mempertahankan
swasembada bahan pangan akan menjadi semakin lemah.
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha pada
gilirannya akan mempengaruhi efisien tidaknya suatu usahatani. Seringkali
dijumpai, makin luas lahan yang digunakansebagai suatu usaha pertanian akan
semakin tidak efisien pemanfaatan lahan. Hal ini disebabkan antara lain oleh:
1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan sarana produksi seperti bibit,
pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja
2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah tersebut yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut
3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala
luas tersebut
Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengawasan terhadap
penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan
kebutuhan modal tidak terlalu besar, sehingga usahatani semacam ini lebih efisien.
Meskipun demikian, luasan lahan yang terlampau kecil cenderung tidak mampu
mencapai skala usaha tidak efisien (Soekartawi, 2001)3.
Pelaksanaan pembangunan hingga saat ini telah membuktikan bahwa
kebutuhan sumberdaya lahan semakin banyak dan senantiasa menghadapi
berbagai kendala yang semakin serius. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan
penajaman prioritas pemanfaatan sumberdaya lahan dan pembinaan wilayah
dengan melibatkan secara penuh segenap warga masyarakat setempat, terutama
di daerah-daerah yang potensi sumberdaya lahannya sangat terbatas dan kondisi
pembangunan wilayahnya masih tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya.
Strategi perluasan sawah dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan
potensial sawah di daerah irigasi, optimalisasi lahan-lahan sawah terlantar
terutama di daerah rawa pasang surut dan lebak, dan perluasan sawah secara
kawasan di daerah yang potensinya cukup luas seperti di Papua dan
Kalimantan. Potensi pengembangan sawah terluas terdapat di Papua, Kalimantan,
dan Sumatera, masing-masing dengan luas 5,19 juta ha, 1,39 juta ha, dan 0,96
juta ha. Di Sulawesi hanya mencakup sekitar 0,42 juta ha, Maluku dan Maluku

3
Soekartawi, 2001,

Page 54 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

Utara 0,24 juta ha, Nusa Tenggara dan Bali 0,05 juta ha, dan Jawa hanya 0,014
juta ha.
Salah satu permasalahan serius yang juga dihadapi oleh wilayah pedesaan
dalam mengelola sumberdaya lahannya yang terbatas pada umumnya adalah
terbatasnya alternatif kesempatan kerja di luar sektor pertanian, sehingga
pertambahan jumlah penduduk pedesaan akan diikuti oleh meningkatnya tekanan
atas sumberdaya lahan. Kondisi seperti ini memaksa kita semua untuk senantiasa
mencari alternatif-alternatif khusus bagi pembangunan pedesaan yang mampu
memenuhi segenap kebutuhan dasar bagi kehidupan segenap warga pedesaan dan
sekaligus melestarikan sumberdaya lahannya. Di wilayah pedesaan masyarakatnya
bersifat agraris subsisten. Sebagian besar wilayah pedesaan seperti ini sudah
semenjak dahulu merupakan pusat kegiatan ekonomi tradisional dan sekaligus
menjadi pusat pemukiman penduduk. Berbagai usaha pertanian, termasuk
peternakan dan pemanfaatan hasil hutan berkembang di wilayah ini dengan
berbagai permasalahannya, termasuk permasalahan degradasi sumberdaya lahan
dan lingkungan hidup yang kadangkala berdampak sangat luas (Sumarno, 2004)4.

Topografi Lahan
Topografi lahan menggambarkan penggunaan lahan pertanian yang
didasarkan pada tinggi tempat. Untuk tanah-tanah di Indonesia, pembagian lahan
menurut topografi dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu sebagai lahan dataran
pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Dengan demikian klasifikasi menurut
topografi juga menggambarkan jenis usaha pertanian yang dikelola oleh penduduk
setempat. Misalnya di dataran pantai, masyarakat pada umumnya mengusahakan
budidaya rumput laut, mencari tangkapan ikan di laut atau mengelola tambak ikan
air payau. Dataran rendah umumnya dibedakan dalam dua kelompok yaitu dataran
rendah beririgasi dan tidak beririgasi atau lahan tegalan. Di dataran rendah yang
beririgasi masyarakat akan mengusahakan komoditas pertanian yang memerlukan
ketersediaan air yang cukup (padi, misalnya). Sebaliknya di lahan tegalan orang
akan mengusahakan tanaman palawija. Begitu pula di lahan kering dataran tinggi,
orang akan menanam tanaman yang tidak memerlukan banyak air sekaligus
memilih tanaman yang mampu beradaptasi di daerah dataran tinggi (misalnya
kentang, apel, kol dan tanaman hortikultura lain). Kategorisasi penggunaan lahan
menurut topografi sangat penting karena mencirikan karakteristik usahatani di
daerah tersebut (Soekartawi, 2001).

Kesuburan Lahan Pertanian


Kesuburan lahan pertanian juga menjadi salah satu faktor determinan
produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan lebih banyak
produk pertanian dibandingkan lahan yang kurang subur. Kesuburan lahan
umumnya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Struktur dan tekstur
tanah menentukan jenis tanah, antara lain jenis tanah liat, grumosol, aluvial
dan sebagainya. Jenis tanah pada gilirannya akan menentukan jenis komoditas
yang dapat tumbuh dengan baik pada jenis tanah tersebut. Misal, tanaman
padi dapat tumbuh dengan baik ditanah aluvial, tanaman cengkeh tumbuh
dengan baik pada jenis tanah liat yang tertutup humus dan memiliki porositas
air tinggi. Meskipun spesifikasi tanah untuk syarat tumbuh tanaman tidak

4
Sumarno, 2004,

Page 55 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

mutlak namun kesuburan lahan pertanian baik fisis maupun kimia sangat
menentukan produktivitas tanaman yang dibudidayakan.

Sumberdaya Lingkungan
Apa yang dimaksud dengan lingkungan hidup? Lingkungan hidup merupakan
ruang kehidupan yang terdiri beberapa komponen yang saling berinteraksi secara
seimbang. Proses interaksi ini disebabkan oleh fungsi yang berbeda dari setiap
makhluk hidup secara individual dalam upaya menjaga dan mempertahankan
eksistensi dan fungsinya. Komponen yang terdapat di dalam lingkungan hidup
antara lain adalah :
1. Lingkungan fisik (anorganik), lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik dan
fisigeografis : tanah, udara, air, radisai, gaya tarik, ombak dan sebagainya.
2. Lingkungan biologi (organik), segala sesuatu yang bersifat biotis
3. Lingkungan sosial, terdiri dari :
a. Fisiososial, yaitu yang meliputi kebudayaan materiil : peralatan, senjata,
mesin, gedung dan sebagainya
b. Biososial manusia dan bukan manusia, yaitu manusia dan interaksi terhadap
sesamanya dan hewan beserta tumbuhan domestik dan semua bahan yang
digunakan manusia yang berasal dari sumber organik.
c. Psikososial, yaitu yang berhubungan dengan tabiat bathin manusia, seperti
sikap, pandangan, keinginan, keyakinan. Hal ini terlihat dari kebiasaan,
agama, ideologi, bahasa dan lain-lain.
4. Lingkungan komposit, yaitu lingkungan yang diatur secara institusional, berupa
lembaga-lembaga masyarakat
Berdasarkan definisi lingkungan hidup diatas, upaya pelestarian lingkungan
hidup dapat diartikan sebagai upaya pelestarian komponen-komponen lingkungan
hidup beserta fungsi yang melekat dan interaksi yang terjadi diantara komponen-
komponen itu sendiri.
Orientasi hidup manusia modern yang cenderung materialistik dan hedonistik
juga sangat berpengaruh. Kesalahan cara pandang atau pemahaman manusia
tentang sistem lingkungannya, mempunyai andil yang sangat besar terhadap
terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi dunia saat ini. Cara pandang
dikhotomis yang yang dipengaruhi oleh paham antroposentrisme yang memandang
bahwa alam merupakan bagian terpisah dari manusia dan bahwa manusia adalah
pusat dari sistem alam mempunyai peran besar terhadap terjadinya kerusakan
lingkungan. Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif dan
tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungannya. Disamping itu paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme
dengan kendaraan sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan
memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal,
termasuk di negara kita (Arinto Nurcahyono, 2009)5.
Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi cenderung
bersifat eksploitatif dan mengabaikan kaidah-kaidah kelestarian, konservasi, dan
keberlanjutan. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah timbulnya dampak negatif
yang berupa degradasi kualitas sumberdaya alam serta pencemaran lingkungan

5
Arianto Nurcahyono, 2009, Etika Lingkungan Hidup sebagai Landasan Kebijakan yang Berpihak terhadap Kelestarian Lingkungan, http://
www.arthur.wordpress.com, diakses 10 Maret 2011

Page 56 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

hidup yang serius seperti yang terjadi di berbagai kawasan di Indonesia. Degradasi
kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup (ecological losses) secara empiris
juga berarti: (1) Menghilangkan sebagian sumber-sumber kehidupan dan mata
pencaharian masyarakat (economic resources losses); (2) Mengerosi kearifan lokal
melalui perusakan sistem pengetahuan, teknologi, institusi, religi, dan tradisi
masyarakat lokal (social and cultural losses); dan (3) Mengabaikan hak-hak
masyarakat dan kemajemukan hukum dalam masyarakat (the political of legal
pluralism ignorance). Masih sangat terbatas kebijakan pembangunan ekonomi yang
secara eksplisit mendorong pada pola produksi dan konsumsi yang optimal dan
berkelanjutan. Selain itu, pola konsumsi yang dikaitkan dengan peningkatan gizi
dan kesehatan masih merupakan masalah utama bagi daerah-daerah.
Pola konsumsi sumberdaya alam seharusnya memberi kesempatan dan peran-
serta masyarakat serta memberdayakan masyarakat untuk dapat mengelola
sumberdaya alam secara optimal dan lestari. Dalam sebagian kehidupan
masyarakat dan budaya perkotaan telah berkembang gaya hidup konsumtif, karena
sebagian besar mereka tidak lagi mengkonsumsi berdasarkan nilai guna, nilai
pakai, tetapi sesuatu yang hanya merupakan “simbol” di mana image atau citra
menjadi sangat penting. Hal ini seiring dengan semakin pesatnya kemajuan dunia
informasi dan komunikasi. Permasalahan Lingkungan seperti pencemaran,
degradasi lahan kritis, dan kelangkaan sumberdaya alam akan cenderung
berkembang sebagai dampak dari pola produksi (industri) dan konsumsi yang
berlebihan.
Konsumsi energi meningkat sekitar 5-8% per tahun. Konsumen terbesar
adalah sektor industri (49%), transportasi membutuhkah 32% dan selebihnya
adalah untuk kebutuhan rumah tangga. Berubahnya struktur ekonomi dari
pertanian ke industri dan meningkainya aktivitas ekonomi di pelbagai sektor
kehidupan, mempengaruhi Iaju peningkatan konsumsi energi yang secara langsung
juga akan meningkatkan emisinya. Untuk mencegah dan mengatasi dampak emisi
ini pola konsumsi dan produksi sumberdaya energi perlu segera ditangani secara
tepat dan cermat.
Semakin terbatasnya ketersediaan sumberdaya air menjadi isu penting
berkenaan dengan pola konsumsi air harus mempertimbangkan sumberdaya air di
masa mendatang. Bidang agrokompleks masih akan tetap menjadi konsumen
terbesar. Walaupun demikian, di beberapa wilayah, persaingan pemanfaatan
sumberdaya air akan canderung menajam antara pertanian, industri dan rumah
tangga. Beberapa hal yang perlu diprioritaskan adalah sebagai. Salah satu
tantangan pokok abad 21 adalah agar kualitas hidup manusia terus meningkat dan
pembangunan tetap berlanjut. Dalam kaitan ini, hal yang sangat penting adalah
bagaimana mengaktualisasikan konsep pembangunan berkelanjutan menjadi
komitmen dan arahan untuk melakukan tindakan nyata dalam berbagai kegiatan
pembangunan. Sesuai dengan perhatian dan kepentingan semua pihak untuk
menjaga keberlanjutan pembangunan serta menjamin kelestarian bumi dengan
segala isi dan kehidupannya, maka dimensi penting dalam pembangunan SDA-LH,
adalah:
(1) kerja sama sinergis antar daerah,
(2) pengendalian kependudukan,
(3) penanggulangan dan pengentasan kemiskinan,
(4) optimalisasi pola konsumsi sumberdaya alam,
(5) perlindungan dan peningkatan kesehatan lingkungan,

Page 57 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

(6) penataan ruang, pemukiman dan perumahan,


(7) integrasi lingkungan ke dalam pengambilan keputusan pembangunan.

Dipahami bahwa sebagai masyarakat yang sedang membangun, segala cita-


cita, tujuan, dan sasaran hanya dapat dicapai apabila institusi yang ada mampu
menggerakan segala potensi daerah yang tersedia dan peniadakan berbagai
hambatan yang menghadang. Kemampuan institusi akan meningkat apabila
sumberdaya manusia yang menjalankan dan menggerakkannya mempunyai
kemampuan yang memadai. Dengan demikian peningkatan sumberdaya manusia
dan pemberdayaan masyarakat merupakan ujung tombak dari semua Program
Pembangunan.
Penanggulangan kemiskinan dan ketertinggalan harus dijadikan program
penting dalam menjamin pembangunan yang berkelanjutan, karena kemiskinan
selain akan menjadi beban pertumbuhan juga akan menjadi penyebab degradasi
sumberdaya alam – lingkungan hidup. Masyarakat miskin tidak akan mampu
memelihara SDA-LH apalagi memulihkan kerusakannya. Di lain pihak, kemiskinan
juga dapat terjadi akibat degradasi kualitas SDA-LH dan pemutusan akses
masyarakat terhadap sumberdaya milik bersama (common property resources).
Karena itu pengelolaan sumberdaya alam merupakan upaya penting dalam
kaitannya dengan penanggulangan kemiskinan (Dimara, N.R., 2009)6.

5.2.2. Sumberdaya Manusia


Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki potensi besar dalam
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pencanangan pembangunan pertanian
dengan konsep Agribisnis, mendorong sektor pertanian berpotensi membuka
lapangan kerja di berbagai bidang. Dalam konsep pembangunan pertanian
berbasis Agribisnis, tidak hanya keberhasilan di sisi usahatani atau budidaya
tanaman saja yang menjadi fokus dalam pengembangan pertanian di Indonesia
tetapi juga sektor industri penyedia sarana produksi, pengolah hasil pertanian dan
pemasaran. Dengan luasnya lahan garapan serta ditambah banyaknya subsistem
pendukung usaha tani yang terkait, membuat sektor pertanian membutuhkan
tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak hanya membutuhkan tenaga
kasar sebagai tenaga produksi, tetapi juga tenaga yang mempunyai keahlian
khusus dalam pengembangan teknologi pertanian, teknologi industri, ahli
pengolahan, pemasaran serta manajemen.
Indonesia memiliki kekayaan berupa sumberdaya manusia. Dengan jumlah
penduduk mencapai 104.485.444 jiwa pada tahun 2009 menunjukkan bahwa
ketersediaan tenaga kerja bagi sektor pertanian sangat besar. Data penduduk usia
produktif yang bekerja di sektor pertanian tercantum pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Usia >15 tahun yang Bekerja di Sektor Pertanian

6
Dimara, N.R., 2009, http://www.vogelkoppapua.org,LP3BH, Manokwari, Diakses 10 Maret 2011

Page 58 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

Jml penduduk yg bekerja di Total jumlah


Tahun %
sektor pertanian (jiwa) penduduk (jiwa)
2004 40.608.019 93.722.036 43.33
2005 41.309.776 93.958.387 43.97
2006 40.136.242 95.456.935 42.05
2007 41.206.474 99.930.217 41.24
2008 41.331.706 102.552.750 40.30
2009 43.029.493 104.485.444 41.18
Sumber :BPS, 20107

Dari tabel diatas dapat diketahui, sekitar 40% lebih penduduk Indonesia
menggantungkan hidup dan pendapatannya dari sektor pertanian (termasuk
kehutanan, perburuan, dan perikanan). Hal ini menunjukkan bahwa sektor
pertanian membuka lapangan kerja yang luas khususnya di Indonesia.
Selama tiga dasawarsa, sektor pertanian adalah pengganda pendapatan (income
multiplier) paling efektif dalam pengentasan kemiskinan. Upaya pemberantasan
kemiskinan ini jelas erat kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja,
pengurangan disparitas pendapatan di pedesaan dan aliran tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor ekonomi lainnya (Bustanul, 2004).
Jenis dan jumlah yang dihasilkan oleh sektor pertanian di suatu daerah juga
mempengaruhi aktivitas-aktivitas non pertanian yang akan berkembang
(pemasaran, pengolahan, ataupun transportasi). Studi lintas negara yang dilakukan
Hazell dan Haggblade (1993) dalam Harianto (2007)8 menunjukkan hubungan yang
positif antara pendapatan pertanian dengan pangsa tenaga kerja non pertanian di
pedesaaan. Untuk kasus Indonesia, ditemukan peningkatan yang tajam dari
pangsa tenaga kerja non pertanian saat pendapatan perkapita pertanian
meningkat.

Masalah Kualitas SDM


Tingkat pendidikan yang sebagian besar tidak tamat sekolah dasar merupakan
salah satu masalah mendasar dalam pembangunan pertanian. Pengolahan
usahatani secara tradisional menjadi indikasi dari dampak lemahnya kualitas SDM
masyarakat pertanian kita. Pada segmen kegiatan pembangunan pertanian lainnya
seperti pada pengolahan dan pemasaran produk hasil pertanian di Indonesia dan
kualitas SDM yang rendah, sehingga dikhawatirkan tidak mampu bersaing di pasar
bebas. Kemampuan mengolah dan menjual/ negoisasi sangat ditentukan oleh
kualitas SDM.
Pendidikan memainkan peranan yang penting dalam mengentaskan
kemiskinan di pedesaan melalui tiga saluran yakni dimana tingkat pendidikan
berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas di sektor pertanian itu sendiri.
Kemudian, pendidikan juga berhubungan dengan semakin luasnya pilihan bagi
petani untuk bisa bergerak di bidang usaha di samping sektor pertanian itu sendiri
yang pada gilirannya juga akan dapat meningkatkan investasi di sektor pertanian.
Terakhir, pendidikan juga berkontribusi terhadap migrasi pedesaan–perkotaan.
Namun demikian di India, Uganda, dan Ethipia migrasi terjadi antar desa. Buruh

7
BPS,2010,
8
Harianto, 2007, Peran Pertanian dalam Ekonomi Pedesaan, http://pse.litbang.deptan.go.id, diakses 10 Maret 201

Page 59 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

tani yang berpendidikan di Bolivia dan Uganda lebih memiliki posisi tawar yang
tinggi dalam hal upah yang lebih baik (Mosley, 2004) dalam Yauri 2009)9
Selain permasalahan kualitas SDM, masalah pengangguran musiman juga
timbul sebagai dampak sektor pertanian. Kegiatan-kegiatan pertanian ,khususnya
usahatani sangat ditentukan oleh musim. Oleh karena itu terjadilah penyediaan
tenaga kerja musiman dan pengangguran musiman. Sehingga bila terjadi
pegangguran musiman, banyak terjadi migrasi atau urbanisasi musiman.

Program Pengembangan SDM


Program pengembangan mutu SDM dimaksudkan sebagai upaya untuk
menciptakan profesionalisme bagi para petani dan pelaku agribisnis, mitra kerja,
aparat pemerintah (pusat dan daerah) sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Kegiatan program peningkatan produksi (Iskandar, 2003)10 meliputi :
1. Pelatihan petani dan pelaku agribisnis.
2. Penataan tenaga dan sistem penyuluhan.
3. Pemagangan dan studi banding.
4. Pengembangan inkubator bisnis.
5. Sosialisasi program dan kebijaksanaan bagi instansi mitra pertanian.
6. Penguatan tenaga-tenaga peneliti terutama di bidang pemuliaan, budidaya,
bioteknologi, pasca panen, mutu hasil, dan laian-lain.
Tingginya kualitas sumberdaya manusia pertanian, juga akan meningkatkan
kemampuan manajemen dalam mengelola usaha pertanian. Manajemen atau
pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam merencanakan, menata,
mengorganisir, mengarahkan, serta mengawasi faktor produksi yang dimilikinya
yang diharapkan bisa memberikan produksi yang optimal.
Dalam dunia bisnis modern, manajemen mutlak diperlukan dalam mengelola
suatu usaha, termasuk usaha pertanian. Bila suatu usaha pertanian dikelola secara
maksimal, maka usaha tersebut berpotensi berkembang menjadi sangat besar. Di
Indonesia sudah banyak sekali contoh perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertanian / agribisnis yang berkembang menjadi bisnis raksasa yang cukup merajai
perekonomian nasional. Untuk itulah perlu ada peningkatan kualitas sumberdaya
manusia.

5.2.3. Sumberdaya Modal


Pengertian Modal
Modal pertanian adalah barang atau sejumlah dana yang dapat digunakan
untuk menunjang pelaksanaan proses produksi pertanian. Untuk melaksanakan
peranan ini para petani membutuhkan modal kerja dan modal usaha. Kenyataan di
lapangan, petani berhadapan dengan berbagai masalah dalam pengadaan modal
terutama untuk menyediakan input dan biaya distribusi. Beberapa kebijakan
pemerintah yang pernah diluncurkan untuk meningkatkan aksesibilitas petani
terhadap permodalan antara lain adalah Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian
(SP-3), Bantuan Langsung Masyarakat- Keringanan Investasi Pertanian (BLM-KIP),
Kredit Usaha Tani (KUT) dan sebagainya, dengan sasaran penerima petani,
kelompok tani, Gapoktan dengan bunga kredit ringan. Ada juga petani yang
9
Yauri, 2009
10
Iskandar, 2003

Page 60 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

memperoleh modal dengan meminjam ke bank sesuai kebijakan pemerintah,namun


karena rantai birokrasi yang terlalu rumit dan memerlukan waktu lama, membuat
petani enggan untuk mengusahakannnya, juga karena terkait dengan agunan yang
disyaratkannya.

Masalah Permodalan
Sangat berbeda dengan negara-negara pertanian lainnya, di Indonesia belum
ada institusi yang menjamin pendanaan di sektor pertanian. Untuk itu perlu ada
Bank Pertanian yang bisa fully dedicate terhadap pembangunan pertanian.
Lembaga keuangan mikro yang diharapkan bisa membantu petani belum
berkembang secara signifikan sehingga tidak dapat menjangkau petani secara
keseluruhan. Kredit program (dengan bunga rendah) yang banyak dimanfaatkan
oleh petani di negara lain, tidak berkembang secara konsisten di Indonesia, bahkan
cenderung sering terhenti.
Salah satu faktor penting yang sangat menentukan investasi di sektor
pertanian bukan hanya laju pertumbuhan output, melainkan juga tingakt daya
saing global dari komoditas-kmoditas pertanian yang merupakan modal investasi
yang dapat langsung digunakan untuk berbagai tujuan produksi baik langsung
maupun tak langsung. Langsung, misalnya untuk keperluan membeli alsintan atau
sarana produksi pertanian. Tidak langsung, misalnya untuk kegiatan penelitian dan
pengembangan proses produksi maupun input output dan untuk menyelenggarakan
pelatihan bagi petani dalam hal manajemen usahatani, quality control, cara-cara
pengolahan lahan, budidaya maupun penanganan dan pengolahan pasca panen.
Modal yang diinvestasikan di sektor pertanian pada level makro dapat
bersumber dari investasi luar negeri (PMA, Penanaman Modal Asing) dan atau
dalam negeri (PMDN, Penanaman Modal Dalam Negeri). Supranto (1998) dalam
Tambunan (2001) menjelaskan bahwa rendahnya laju pertumbuhan sektor
pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan antara lain disebabkan oleh
kurangnya PMA dan PMDN di sektor tersebut dan kredit yang mengalir ke sektor-
sektor ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan sektor lain, misalnya industri
manufaktur. Investor atau bank lebih tertarik menanam modal di sektor non
pertanian. Alasannya adalah kegiatan pertanian memiliki resiko jauh lebih tinggi,
misalnya gagal panen, tergantung pada iklim dan produknya cepat rusak. Di sisi
lain sektor industri manufaktur memiliki nilai tambah atau tingkat profitabilitas jauh
lebih tinggi.
Selama dekade 1990an penggunaan kredit untuk sektor pertanian hanya 10
persen pertahun dari nilai kredit total yang diluncurkan oleh seluruh bank di
Indonesia baik milik negara, swasta nasional maupun bank asing(Tambunan,
2001)11. Dengan kata lain fakta menunjukkan bahwa sektor pertanian mengalami
underinvestment yang ditunjukkan oleh semakin menurunnya investasi sektor
pertanian dibandingkan sektor industri dan jasa. Penurunan ini dapat dikaitkan
dengan sifat investasi di sektor pertanian yang rate of return on investment (ROI)
nya rendah (lebih kurang 15%) sehingga kurang menarik bagi investor.
Untuk membantu petani yang sulit memperoleh kredit dari bank-bank
komersial, pemerintah menyediakan skim kredit khusus bagi petani yang dikenal
dengan kredit usahatani. Akan tetapi informasi dari Dinas Pertanian menunjukkan
bahwa realisasi kredit usahatani hampir setiap tahun selalu jauh di bawah plafon

11
Tambunan, 2001,

Page 61 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

yang telah ditetapkan. Hal ini mengindikasikan bahwa skim kredit pertanian dari
pemerintah mempunyai banyak masalah. Selain masalah distribusi yang terdistorsi
akibat korupsi, cost effectiveness dari KUT juga diragukan.
Selama ini program kredit usahatani khususnya padi dan palawija telah
mengalami beberapa kali perubahan kebijakan. Setelah terjadinya tunggakan yang
tinggi pada kredit Mimas/Inmas akibat puso pada tahun 1970-an dan awal 1980 an,
pada tahun 1985 pemerintah meluncurkan program KUT yang menggunakan
pendekatan kelompok.
Seperti halnya kredit Bimas/Inmas, KUT pun mengalami kemacetan dengan
total tunggakan sekitar 23 persen dari realisasi kredit Rp 1,184 triliun yang
disalurkan hingga MT 1997/1998. Meskipun demikian sejak tahun 1998 pemerintah
mengubah sistem baru dan plafon ditingkatkan drastis yaitu lebih dari 13 kali lipat
menjadi Rp. 8,4 triliun. Bank tidak lagi menjadi executing acent tetapi lebih
sebagai channeling agent. Fungsi executing agent digantikan oleh Departemen
Koperasi dan PKM yang melibatkan koperasi dan LSM dalam pelaksanaannya.
Perubahan program yang “berbau politis” ini ternyata merupakan malapetaka bagi
petani. Per September 2000, tingkat tunggakan KUT mencapai Rp6,169 triliun atau
73,69 % dari realisasi. Pada akhirnya petani menerima “getahnya”, meskipun
menurut beberapa informasi di lapangan, justru bukan petani yang paling banyak
menunggak.
Guna mengatasi persoalan di atas, pada bulan Oktober 2000 pemerintah
mengeluarkan kredit baru pengganti KUT, yaitu Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
dengan mengembalikan fungsi bank menjadi executing agent. KKP merupakan
penyempurnaan program KUT, KKPA unggas, tebu, dan nelayan, serta Kkop
Pangan, tiga diantara 17 skema kredit program untuk koperasi, pengusaha kecil
dan menengah. Program ini berlaku efektif sejak MT 2000/2001 dan
pelaksanaannya dimulai pada periode Oktober 2000 s/d Maret 2001. Namun
ternyata realisasi kreditnya berjalan lambat, dan sampai 23 Maret 2001 baru
mencapai Rp38,5 milyar atau sekitar 1,57% dari plafon sebesar Rp2,3 triliun
(Sulaksono, et al., 2002)12.

5.2.4. Sumberdaya Teknologi


Untuk mendukung pengembangan agroindustri, maka pengembangan
pertanian harus terkait ke belakang dengan infrastruktur dan terkait ke depan
dengan industry. Agroindustri berperan sebagai jembatan yang menghubungkan
antara sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir.
Pengembangan agroindustri secara tepat dan baik dapat meningkatkan (1) jumlah
tenaga kerja; (2) pendapatan petani; (3) volume ekspor; (4) perolehan devisa; (5)
pangsa pasar, baik domestik maupun internasional; (6) nilai tukar produk hasil
pertanian; (7) penyediaan bahan baku industri.
Banyak negara yang telah mencapai taraf kemajuannya karena mensinergikan
sumberdaya pembangunannya (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal
dan teknologi) dalam mengembangkan agribisnis seperti Thailand, Cina, India, dan
Jepang dan di Eropa seperti Belanda dan Perancis, yang terkenal sebagai penghasil
dan pengekspor produk pertanian serta olahannya. Begitu juga diseberang Atlantik
yakni Kosta Rika dan Kolombia, yang masing-masing dikenal sebagai penghasil dan
pengekspor utama pisang dan kopi dunia.

12
Sulaksono,et al., 2002, Pendanaan Usahatani Padi Pasca KUT dan KKP, www.smeru.or.id, diakses 10 Maret 2011

Page 62 of 63
PEP/Fundamental Ekonomi & Ekonomi Pertanian Brawijaya University 2014

Pengembangan agroindustri di Indonesia selama ini banyak menghadapi


kendala yang tak dapat dipungkiri. Salah satu kendala teknis adalah kemampuan
mengolah yang rendah. Sebagian besar komoditas pertanian yang diekspor hanya
merupakan bahan mentah, dengan nilai indeks retensi pengolahan sebesar 71-
75%. Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29% produk pertanian
Indonesia yang diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini memperkecil nilai tambah
yang diperoleh dari ekspor produk pertanian, sehingga pengolahan lebih lanjut
menjadi tuntutan bagi prekembangan agroindustri di era global. Semakin tinggi
produk olahan, semakin diharapkan devisa yang diterima oleh negara serta
keuntungan yang diperoleh oleh para pelaku agroindustri juga relatif tinggi. Salah
satu upaya untuk peningkatan mutu serta diversifikasi produk agroindustri agar
sesuai dengan tuntutan pasar global adalah penerapan dan pengembangan
teknologi proses atau teknologi pertanian lainnya.
Teknologi proses yang dapat diterapkan untuk agroindustri sangat beragam,
dari yang sangat sederhana seperti pengeringan, teknologi sedang seperti reaksi
hidrolisis, sampai pada teknologi tinggi seperti proses bioteknologi. Dengan ragam
teknologi yang sangat luas, maka diperlukan strategi pemilihan teknologi yang
tepat untuk pengembangan agroindustri. Selain teknologi proses yang diterapkan
untuk perbaikan atau pengembangan produk serta peningkatan mutu, teknik
pengemasan, penyimpanan, serta pengangkutan sangat berperan dalam
mempertahankan dan penjagaan mutu. Apalagi dalam perdagangan internasional
yang melibatkan jarak antarnegara yang jauh (Mursalim, 2011) 13.

5.3. Propagasi Pembelajaran 4


1. Setiap mahasiswa diminta untuk mencari artikel (referensi lain) yang
mendeskripsikan tentang permasalahan yang terkait dengan sumberdaya
pertanian, jenis sumber daya pertanian dari setiap anggota kelompok berbeda
antar individu. Diskusikan dalam kelompok dan buat ringkasan yang nantinya
didiskusikan dalam kelas.
2. Pada waktu pelaksanaan kegiatan praktikum di lapang (suatu desa), kumpulkan
informasi tentang lembaga keuangan yang dapat diakses oleh petani sebagai
salah satu alternatif sumber pendanaan usahatani. Berikan penjelasan
bagaimana mekanisme skim kredit tersebut, berapa dan apakah seluruh dana
yang dialokasikan oleh pemerintah telah dapat diserap sepenuhnya. Anda
diminta untuk mempresentasikan tugas ini secara berkelompok.

13
Mursalim, 2011, Teknologi Pertanian sebagai Motor Penggerak Pembangunan Agroindustri, http://www.kompasiana.com, diakses 10 Maret
2011.

Page 63 of 63

Anda mungkin juga menyukai