PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI1,2
Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah suatu penyakit langka dan parah.
Sindroma Guillain-Barre (SGB) diambil dari dua nama ilmuan Perancis yaitu Guillain
dan Baare. Penyakit ini diawali oleh kejadian suatu infeksi akut yang selanjutnya
mempengaruhi system saraf perifer.
II.2 ETIOLOGI3,4
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain infeksi,
vaksinasi, pembedahan, penyakit sistematik seperti keganasan; systemic lupus
erythematosus; tiroiditis; penyakit Addison, serta kehamilan atau dalam masa nifas.
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.5
2
Bakteri Campylobacter Typhoid Paratyphoid
jejuni Brucellosis
Mycoplasma Chlamydia
Pneumonia Legionella
Listeria
II.3 PATOGENESIS2,3
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindrom ini adalah melalui mekanisme imun. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis
merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindrom ini adalah:
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus.
3
Gambar 1. Patogenesis dan fase klinikal dari SGB
4
Peran imunitas seluler
Sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping
peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow)
steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid
dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi, antigen harus
dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan
(fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan
memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).
Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limfosit T (CD4). Setelah itu limfosit
T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin
(IL2), gamma interferon serta TNF-α.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi
sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan
sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease
yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.6,8
II.4 KLASIFIKASI1,2
Guillain-Barré Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:
5
SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan
ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang
berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun
pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN
dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan
melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.
6
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset akut
oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign.
Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan medula.
BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI
memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah
dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait
dan membentuk spectrum lanjutan.5
7
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel.7 Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa,
atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului
kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses
menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau
pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat
hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien
melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya.
Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan
dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai
sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan
penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan,
atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di
ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.
Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah
sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat
mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi
paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis. Retensi urin karena
gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat
8
ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan kegagalan
pernafasan yang parah.7
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan
atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut;
dispnea saat aktivitas, sesak napas, kesulitan menelan, bicara cadel. Kegagalan
ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga
dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.7
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein
CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial;
jumlah sel CSS < 10 MN/mm3;Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1
minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3). Gambaran elektrodiagnostik
yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80%
kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.5
II.7 TERAPI2,3
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa)
cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem
imunitas (imunoterapi).6,8
9
1) Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2) Plasmafaresis
Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan
mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat
bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
4) Obat sitotoksik.
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
a) 6 merkaptopurin (6-MP)
b) azathioprine
c) cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala. 4,6,8
II.8 PROGNOSIS2,3
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala sisa.
95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan
antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi
10
plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan
pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5
11
BAB III
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
13