Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun yang


jarang terjadi, di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi terhadap saraf
sendiri, sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut. Sindroma Guillain-Barre disebut
juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf
baik ventral maupun dorsal yang bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang
gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot
wajah.
Pada tahun 1859, Landry menerbitkan sebuah laporan pada 10 pasien dengan
kelumpuhan ascending. Selanjutnya, pada tahun 1916, 3 dokter Perancis (Guillain,
Barre, dan Strohl) menemukan 2 tentara Prancis dengan kelemahan motor, areflexia,
disosiasi albuminocytological LCS, dan berkurangnya refleks tendon dalam. Sindrom
ini kemudian diidentifikasi sebagai sindrom Guillain-Barre (SGB). Secara historis,
SGB adalah penyakit tunggal, namun pada prakteknya saat ini dapat ditemukan
beberapa varian. Tingkat kejadian tahunan adalah 1-2 per 100 000 kasus. Sindrom ini
dapat terjadi pada semua usia, tetapi yang paling umum adalah antara usia 30 dan 50. SGB
adalah penyakit heterogen di mana sekitar dua-pertiga dari pasien melaporkan ada
penyakit yang diderita sebelumnya, biasanya infeksi, seperti diare atau infeksi saluran
pernapasan bagian atas. SGB umumnya merupakan suatu proses immune-mediated
yang ditandai oleh disfungsi motorik, sensorik dan otonom. Walaupun sindroma ini
merupakan penyakit yang sebagian besar dapat mengalami kesembuhan fungsional
yang sempurna, tetapi tidak jarang terjadi kematian karena perjalanan penyakitnya
yang akut dan meluas ke bagian atas tubuh sehingga menimbulkan kegagalan
pernafasan. Untuk itu pengawasan yang ketat dan penanganan yang baik pada
penderita SGB sangat diperlukan untuk memperkecil angka kematiannya dan
mengurangi gejala sisa defisit neurologisnya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI1,2
Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah suatu penyakit langka dan parah.
Sindroma Guillain-Barre (SGB) diambil dari dua nama ilmuan Perancis yaitu Guillain
dan Baare. Penyakit ini diawali oleh kejadian suatu infeksi akut yang selanjutnya
mempengaruhi system saraf perifer.

II.2 ETIOLOGI3,4
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain infeksi,
vaksinasi, pembedahan, penyakit sistematik seperti keganasan; systemic lupus
erythematosus; tiroiditis; penyakit Addison, serta kehamilan atau dalam masa nifas.
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.5

Tabel 1. Infeksi Akut yang Berhubungan dengan SGB

Infeksi Definite Probable Possible


Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella- Measles
Zoster Mumps
Smallpox Rubella
Hepatitis
Coxsackie

2
Bakteri Campylobacter Typhoid Paratyphoid
jejuni Brucellosis
Mycoplasma Chlamydia
Pneumonia Legionella
Listeria

II.3 PATOGENESIS2,3
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindrom ini adalah melalui mekanisme imun. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis
merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindrom ini adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated


immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi,
2. Adanya auto-antibody terhadap sistem saraf tepi,
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus.

3
Gambar 1. Patogenesis dan fase klinikal dari SGB

Gambar 2. Lokasi SGB yang menyerang sistem nervus perifer.

4
Peran imunitas seluler
Sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping
peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow)
steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid
dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi, antigen harus
dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan
(fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan
memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).
Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limfosit T (CD4). Setelah itu limfosit
T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin
(IL2), gamma interferon serta TNF-α.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi
sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan
sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease
yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.6,8

II.4 KLASIFIKASI1,2
Guillain-Barré Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy


Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis
paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom
tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal
dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf
perifer dan demielinasi segmental makrofag.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy


Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas SGB
epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien

5
SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan
ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang
berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun
pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN
dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan
melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy


Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang
berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien
biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari
AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome


Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi
terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal
pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic


Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada SGB.
Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian
tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat,
kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau
bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik
awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan
gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset
berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.

6
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset akut
oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign.
Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan medula.
BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI
memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah
dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait
dan membentuk spectrum lanjutan.5

II.5 GEJALA KLINIS & KRITERIA DIAGNOSA2,3


1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris
secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai
atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih
distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot
pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari
kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.7

2. Keterlibatan saraf kranial


Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf
kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin
termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias,
Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah
dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian
Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf
kranial.7

7
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel.7 Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa,
atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului
kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses
menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau
pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat
hadir.

4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien
melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya.
Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan
dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai
sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan
penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan,
atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di
ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.
Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah
sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7

5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat
mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi
paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis. Retensi urin karena
gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat

8
ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan kegagalan
pernafasan yang parah.7

6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan
atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut;
dispnea saat aktivitas, sesak napas, kesulitan menelan, bicara cadel. Kegagalan
ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga
dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.7
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein
CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial;
jumlah sel CSS < 10 MN/mm3;Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1
minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3). Gambaran elektrodiagnostik
yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80%
kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.5

II.6 DIAGNOSA BANDING3


Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan criteria
diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan
dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria
intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri.5

II.7 TERAPI2,3
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa)
cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem
imunitas (imunoterapi).6,8

9
1) Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2) Plasmafaresis
Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan
mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat
bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

3) Pengobatan imunosupresan Imunoglobulin IV (IVIg).


Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

4) Obat sitotoksik.
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
a) 6 merkaptopurin (6-MP)
b) azathioprine
c) cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala. 4,6,8

II.8 PROGNOSIS2,3
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala sisa.
95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan
antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi

10
plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan
pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5

11
BAB III
KESIMPULAN

Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun yang


jarang terjadi, di mana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi terhadap saraf
sendiri, sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut. Sindroma Guillain-Barre disebut
juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy yang menyerang radiks saraf
baik ventral maupun dorsal yang bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang
gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah dan meluas sampai tubuh dan otot-otot
wajah. Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain infeksi,
vaksinasi, pembedahan, penyakit sistematik seperti keganasan; systemic lupus
erythematosus; tiroiditis; penyakit Addison, serta kehamilan atau dalam masa nifas.
Klasifikasi SBG adalah AIDP, AMAN, AMSAN, Miller Fisher Syndrome,
Acute Neuropatic panautonomic dan Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE).
Gejala klinis yang dapat terjadi pada SBG adalah gangguan fungsi sensoris, motoris
dan juga otonom. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik yang bertujuan untuk
dapat mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem
imunitas (imunoterapi). Prognosis penyakit ini masih bersifat buruk mengingat
lamanya masa penyembuhan yang dilalui oleh pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Seneviratne U. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types and


Electrophysiological Diagnosis. Departement of Neurology, National Neuroscience
Institute, SGH Campus; 2003.
2. Ropper HA, Brown HR. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th ed. United
States of America; 2005. p.1117-27
3. Yuki N, Hartung HP. Guillain–Barré Syndrome. N Engl J Med 2012;366:2294-304.
4. Pritchard J. Guillain–Barré Syndrome. Clinical Medicine 2010, Vol 10, No 4: 399–
401
5. Pluta RM, Lynm C, Golub RM. Guillain-Barre Syndrome. JAMA, January 19,
2011—Vol 305, No. 3
6. Kuitwaard K, Koningsveld RV, Ruts L, Jacobs BC, Doorn VA. Reccurent Guillain-
Barre Syndrome. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2009;80:56-59
7. Mardjono M, Sidharta P. Sindroma Guillain-Barre. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.
Dian Rakyat; 2000 : 42, 87,176,421.
8. Adams RD, Victor MR. Guillain-Barre Syndrome: Diseases of the Peripheral Nerves.
Principles of Neurology. New York. McGraw-Hill ; 1997:46:1312-1318.

13

Anda mungkin juga menyukai