Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

ILMU TERNAK PERAH

“KERBAU PERAH”

OLEH

NAMA : MUHAMMAD ISMAIL RUSLI

NIM : I111 16 503

KELAS : GANJIL A1

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KERBAU PERAH
Usaha ternak kerbau merupakan usaha peternakan rakyat yang dipelihara sebagai usaha
sampingan, menggunakan tenaga kerja keluarga dengan skala usaha yang kecil karena
kekurangan modal. Disamping itu sebagian peternaknya adalah penggaduh dengan sistem bagi
hasil dari anak yang lahir setiap tahunnya. Pemeliharaan ternak umumnya bergantung pada
ketersediaan rumput alam. Selain produksi dagingnya, kerbau juga sebagai penghasil susu yang
diolah dan dijual petani dalam bentuk dadih di Sumatera Barat serta gula puan, sagon puan dan
minyak samin di Sumatera Selatan. Secara umum produktivitas susu masih rendah yaitu sekitar
1−2 liter/ekor/hari. Dibandingkan dengan ternak sapi, ternak kerbau agak kurang mendapat
perhatian dari berbagai kalangan. Konsekuensinya, produktivitas ternak relatif rendah.

A. Jenis-jenis Kerbau Perah


Semua jenis kerbau domestik diduga berevolusi dari kerbau liar di India. Kerbau ras dari
India terkenal akan kekayaan akan produksi susu yang melimpah. Adapun jenis-jenis kerbau
perah antara lain :

1. Kerbau Murrah

Kerbau Murrah merupakan kerbau yang habitat aslinya berada di Negara bagian Haryana
dan Union territory Delhi di India dan di Propinsi Punjab di Pakistan. Namun kerbau Murrah
merupakan salah satu kerbau perah yang banyak diternakkan di Indonesia, khususnya daerah
sekitar Medan. Kerbau Murrah selain sebagai kerbau perah yang menghasilkan susu, juga paling
efisien dalam menghasilkan lemak susu.
Kerbau Murrah merupakan kerbau yang paling utama di dunia, karena mampu
memproduksi susu rata-rata 3500-4000 lbs ( 1 lbs=0,453 ) setiap laktasi. Ternak dari Kerbau
Murrah merupakan hasil seleksi yang baik hingga menghasilkan susu sebanyak 5000 – 7000 lbs
setiap laktasinya. Kerbau Murrah mampu memproduksi susu dalam masa laktasi 9-10 bulan. Di
Indonesia, seekor kerbau Murrah mampu menghasilkan susu 1,5 – 3 liter/hari. Walaupun kerbau
Murrah ini termasuk jenis kerbau yang mampu menghasilkan banyak susu, namun petani lebih
sering menggunakannya sebagai kerbau pekerja.
Ciri-Ciri Umum Kerbau Murrah Adalah :
 Tubuh padat dan pendek
 Leher dan kepala relatif kecil
 Warna kulitnya hitam dengan warna putih pada dahi dan kaki
 Punggungnya lebar
 Tanduk melingkar rapat seperti spiral dan sangat kecil
 Bobot badan betina dewasa 450 kg dan dewasa jantan 550 kg
2. Kerbau Nili dan Ravi

Kerbau jenis ini adalah kerbau perah keturunan Murrah yang tinggal di lembah sungai
Sutley dan Pakistan. Selain itu juga banyak ditemukan di Lahore, Sheikhupura, Faisalabad,
Sahiwal, Multan dan Bahawal Nagar di provinsi Punjab.
Produksi susu pada jenis Kerbau Nili ini mencapai 20-24 lbs setiap hari. Sedangkan
untuk Kerbau Ravi mampu memproduksi susu hingga 4000 lbs dalam masa laktasi 250 hari.
Ciri-Ciri Umum Kerbau Nili Ravi Adalah :
 Memiliki tubuh dalam dengan panjang yang cukup
 Kepala besar dan kasar
 Leher panjang dan pipih
 Tanduk kecil
 Ekornya panjang
 Warna kulitnya hitam dan dan ada kalanya coklat serta bulu disekitar mata kepala dan
bagian ujung mulut memiliki warna putih
 Bobot badan betina dewasa 500 kg dan jantan dewasa 600 kg

3. Kerbau Kundi

Kerbau Kundi pada awalnya ditemukan di daerah Sind. Kerbau jenis ini dikenal juga
sebagai kerbau putih (walaupun warna kulitnya terkadang hitam) karena adanya warna putih
berbentuk bintang pada dahinya. Produksi susu kerbau Kundi ini mencapai 2000 kg dalam masa
laktasi selama 300 hari. Kerbau banyak dipelihara di Pakistan khususnya di daerah sepanjang
sungai Indus.
Ciri-Ciri Umum Kerbau Kundhi Adalah :
 Memiliki tubuh kecil jika dibandingkan dengan kerbau Nili Ravi
 Warna kulit hitam , coklat serta adanya bintik-bintik putih
 Memiliki tanduk luruh dan pendek
 Bobot badan betina dewasa 320 kg dan jantan dewas 450 kg
4. Kerbau Surati

Kerbau Surati atau Surti adalah bangsa kerbau perah yang sangat dikenal di daerah
Gujarat. Salah satu ciri Kerbau Surati ini mampu merupakan penghasil susu yang baik; produksi
susu rata-rata 1655,5 kg/laktasi dengan kadar lemak 7,5 %.
Ciri-Ciri Umum Kerbau Surti Adalah :
 Bentuk tubuhnya sedang
 Tanduk tidak terlalu panjang
 Memiliki Kaki pendek
 Ekornya panjang
 Warna kulit hitam dan putih
 Bobot badan betina dewasa 400 kg dan jantan dewasa 500 kg

5. Kerbau Nagpuri

Kerbau perah ini banyak diternak di Nagpur, Maharashtra, Andhra Pradesh dan Mahya
Pradesh. Kerbau ini bertanduk melengkung panjang sekali. Susu dihasilkan rendah, hanya 900-
1.200 kg selama laktasi.
Ciri-Ciri Umum Kerbau Nagpuri Adalah :
 Memiliki tubuh melebar
 Tanduk besar dan panjang serta melengkung di sisi leher
 Kaki kuat
 Leher panjang
 Warna kulitnya hitam
6. Kerbau Jaffarbadi

Kerbau ini termasuk dalam jenis kerbau sungai yang berhabitat di bagian selatan
Gujarat,India.Kerbau ini berciri khas berwarna hitam,tubuh yang masif dan tanduk melengkung
kebawah. Berat rata-rata kerbau ini 500kg-900kg. Rata-rata hasil susu per 305 hari adalah
1850kg.
Ciri-Ciri Umum Kerbau Zaffarabadi Adalah :
 Kepala bagian depan besar
 Tanduk relatif besar
 Warna kulitnya hitam kadang-kadang warna tampak pada kepala dan kaki
 Bobot badan betina dewasa 450 kg dan jantan dewasa 600 kg

7. Kerbau Mehsana

Kerbau jenis ini banyak dipelihara di India, khususnya didaerah Bombay, kerbau
mehsana mempunyai karakteristik campuran antara kerbau murrah dan surati. Kerbau jenis ini
oleh masyarat khususnya kerbau jantan tenaganya banyak dimanfaatkan dalam pertanian, seperti
untuk membajak sawah, dll. Kerbau ini juga termasuk jenis yang memproduksi susu yang dapat
menghasilkan 1700 kg per laktasi sekitar 310 hari.
Ciri-Ciri Umum Kerbau Hehsana Adalah :
 Memiliki warna tubuh hitam, coklat
 Memiliki tanduk yang sedikit melengkung ke atas
 Ukuran Tubuh Sedang
 Memiliki ekor yang panjang
B. Problematika Pengembangan Populasi Kerbau

Kerbau memiliki beberapa keunggulan tetapi juga tidak terlepas dari adanya kelemahan.
Perkembangan populasi kerbau terlihat agak lamban dibandingkan dengan temak sapi. Secara
nasional perbandingannya sekitar 20% kerbau dan 80% sapi dan ratio ini masih berlangsung
sampai saat ini.
Kondisi tersebut diatas antara lain dapat disebabkan karena dua faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal

1) Faktor internal
1. Masak lambat
Kerbau termasuk ternak yang lambat di dalam mencapai dewasa kelamin (Subiyanto,
2010). Pada umumnya kerbau mencapai pubertas pada usia yang lebih tua, sehingga kerbau
mencapai dewasa kelamin pada usia minimal 3 tahun (Toelihere, 1985; Do Kim Tuyen dan
Nguyen Van LY, 2001); 2 – 3 tahun (Lendhanie, 2005); 2 – 2,5 (Subiyanto, 2010).
2. Lama Bunting
Lama bunting pada kerbau bervariasi dari 300 – 334 hari (rata-rata 310 hari) atau secara
kasar 10 bulan 10 hari. Kerbau akan mengandung anaknya selama ± 10,5 bulan, sedangkan sapi
hanya 9 bulan. Menurut Keman (2006)
3. Berahi tenang
Tanda-tanda berahi pada kerbau, umumnya tidak tampak jelas (Subiyanto, 2010). Sifat ini
menyulitkan pada pengamatan berahi untuk program inseminasi buatan. Meskipun fenomena ini
bisa diatasi dengan menggunakan jantan, namun kelangkaan jantan dan system pemeliharaan
yang terkurung memungkinkan perkawinan tidak terjadi.
4. Waktu berahi
Umumnya berahi pada kerbau terjadi pada saat menjelang malam sampai agak malam dan
menjelang pagi atau saat subuh atau lebih pagi (Toelihere, 2001).
5. Jarak beranak yang panjang
Jarak beranak yang panjang merupakan implikasi dari sifat-sifat reproduksi lainnya. Pada
kerbau kerja jarak beranak bervariasi dari 350 sampai 800 hari dengan rata-rata 553 hari
(Keman, 2006). Menurut Hill (1988) jarak beranak pada kerbau bervariasi dari 334 hari sampai
650 hari, tergantung pada manajemen yang dilakukan. Menurut Landhanie (2005) jarak beranak
pada kerbau rawa antara 18 sampai 24 bulan.
6. Beranak pertama
Panjang sifat-sifat produksi lain akan berpengaruh langsung terhadap beranak pertama
pada kerbau. Hasil survei di Indonesia terutama di NAD, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
NTB dan Sulawesi Selatan, umur pertama kali kerbau beranak masing-masing 45,0; 49,6; 47,7;
49,1; 45,6 dan 49,2 bulan dengan rata-rata 47,7 bulan (Anonimaus, 1985 yang dikutip Keman,
2006). Sementara itu, di Brebes, Pemalang, Semarang dan Pati rata-rata umur kerbau pertama
kali beranak, berturutturut adalah 44, 40, 44 dan 42 bulan (Suryanto, et al. 2002 yang dikutip
Keman, 2006).
2) Faktor Eksternal
Diantara faktor eksternal, ada yang berpengaruh langsung terhadap performan reproduksi
dan ada yang berpengaruh tidak langsung. Faktor eksternal yang berpengaruh langsung terhadap
performa reproduksi adalah:
1. Pakan
Kontribusi pakan sangat kuat pengaruhnya terhadap performan reproduksi. Makanan
berperan penting dalam perkembangan umum dari tubuh dan reproduktip (Tillman et al.,1983).
Peternak kerbau di negara kita pada dasarnya merupakan peternak tradisional dan merupakan
kegiatan yang turun menurun sehingga pemberian pakan umumnya di dapat pada saat
digembalakan. Rumput yang tumbuh di lapangan, di pematang sawah atau pinggirpinggir jalan
adalah pakan yang tersedia pada saat digembalakan. Pakan yang diberikan di kandang umumnya
jerami kering yang kadang-kadang disiram larutan garam dapur. Pada musim kemarau
ketersediaan rumput alam akan sangat menurun jumlahnya dan secara langsung akan
berpengaruh terhadap asupan pakan pada ternak. Pakan dengan kualitas dan kuantitas seperti ini
akan berpengaruh tidak baik terhadap performa reproduksi. Diperparah lagi oleh tugas yang
harus dilakukan pada saat musim mengolah sawah. Meskipun salah satu keunggulan kerbau
adalah mampu memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah, namun untuk mendapatkan
performan reproduksi yang baik memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun
kuantitas.
2. Sosial Budaya
Beberapa daerah di Indonesia yang secara sosial budaya berkaitan dengan kerbau
menunjukkan populasi kerbau yang tinggi. Keterkaitannya bisa berupa dalam adat istiadat atau
kebutuhan tenaga kerja. NTB, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan keterkaitannya
lebih pada adat istiadat yang turun temurun. Di Sumatera Barat, kerbau mempunyai arti sosial
yang sangat khas. Rumah adat dan perkantoran pemerintah mempunyai bentuk atap yang
melengkung melambangkan bentuk tanduk kerbau. Diduga kata “Minangkabau” berasal dari
“Menang Kerbau (Hardjosubroto, 2006).
Pada masyarakat Batak dikenal upacara kematian seperti saur matua dan mangokal hili.
Bagian dari rangkaian upacara tersebut biasanya dilaksanakan pesta syukuran adat yang disertai
pemotongan kerbau. Pemotongan kerbau juga dilakukan pada saat upacara perkawinan, horja
bius (acara penghormatan terhadap leluhur, dan pendirian rumah adat (Susilowati, 2008).
Bagi etnis Toraja, khususnya Toraja Sa’dan, kerbau adalah binatang paling penting dalam
kehidupan sosial mereka (Nooy-Palm, 2003 yang dikutip Stapanus, 2008) Selain sebagai hewan
untuk memenuhi kehidupan sosial, ritual maupun kepercayaan tradisional, kerbau juga menjadi
alat takaran status sosial dan alat transaksi. Dari sisi sosial, kerbau merupakan harta yang bernilai
tinggi bagi pemiliknya (Issudarsono, 1976 yang dikutip Stephanus, 2008). Kerbau juga
merupakan hewan domestik yang sering dikaitkan dengan kehidupan masyarakat yang bermata
pencaharian di bidang pertanian.
Di Banten, kerbau selain digunakan sebagai hewan kerja juga masyarakatnya sangat
fanatic terhadap daging kerbau. Menurut Patheram dan Liem(1982) selera masyarakat Banten
terhadap daging kerbau cukup tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur lebih pada kebutuhan tenaga kerja. Hal ini menunjukan bahwa budaya
masyarakat sangat berperan terhadap perkembangan populasi kerbau. Populasi kerbau di
Indonesia terdapat di seluruh provinsi, karena kerbau mempunyai daya adaptasi yang sangat
tinggi. Kerbau bias berkembang mulai dari daerah kering di NTT dan NTB, lahan pertanian yang
subur di Jawa hingga lahan rawa di Sulawesi Selatan, Kalimantan dan daerah pantai utara
Sumatera (Asahan sampai Palembang). Selain itu pengembangannya juga tidak akan
menghadapi hambatan selera, budaya dan agama.
Selain beberapa hal diatas, penurunan populasi juga diduga berkaitan dengan sistem
pengusahaannya yang masih secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya jumlah
pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami akibat alih fungsi/konversi
lahan ke penggunaan lain (seperti perumahan dan industri). Selain itu, peran kerbau pada sistem
usaha tani belum berorientasi agribisnis serta ketersediaan bibit
unggul yang masih sangat terbatas.
Permasalahan lain yang umum dihadapi di beberapa daerah adalah kelangkaan kerbau
jantan sebagai pemacek, sehingga diperkirakan terjadi inbreeding yang tinggi, tingginya yang
menurunkan mutu bibit, Namun hal ini dapat ditekan dengan adanya upaya-upaya melalui
perbaikan teknologi (bibit, manajemen, pakan) serta pencegahan dan pengendalian
penyakit. Disamping itu perlu adanya upaya peningkatan produktivitas
kerbau melalui program pemuliaan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai