Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK

DI RUANG HEMODIALISA RUMAH SAKIT SARI MULIA


BANJARMASIN

Oleh:
M. Amin Qutbi
NIM : 14.IK.399

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2018
A. ANATOMI GINJAL

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua

sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal

kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga

keduabelas, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.

Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum,

di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis, kuadratus

lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh

bantalan lemak yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung,

disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga,

sedangkan di anterior (bawah) dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.

Struktur Ginjal terdiri atas:

1. Struktur Makroskopik Ginjal

Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7

hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan

beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian,

yaitu korteks dan medula ginjal.

Ginjal terdiri dari bagian dalam (medula), dan bagian luar (korteks).

a) Bagian dalam (internal) medula. Substansia medularis terdiri dari piramid

renalis yang jumlahnya antara 18-16 buah yang mempunyai basis

sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya mengahadap ke sinus renalis.

Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan diktus

koligens terminal.

b) Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklat

merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah

tunika fibrosa, melengkung sapanjang basis piramid yang berdekatan

dengan garis sinus renalis, dan bagian dalam diantara piramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal

yang berkelok-kelok dan duktus koligens.

2. Struktur Mikroskopik Ginjal

a) Nefron

Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron).

Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang

membentuknya. Tiap ginjal manusia memiliki kira-kira 1.3 juta nefron.

Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi satu nefron

dapat menerangkan fungsi ginjal.

b) Glomerulus

Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut

glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.

Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding

kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring masuk ke dalam

tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar

untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.

c) Tubulus kontortus proksimal

Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah

disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari

filtrat glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-

kapiler sekitar tubulus kotortus proksimal. Panjang 15 mm dan diameter

55 µm.

d) Ansa henle

Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron

ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan

kemudian naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total

panjang ansa henle 2-14 mm.


e) Tubulus kontortus distalis

Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar

kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat

pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar

20 ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam

tubulus proksimal.

f) Duktus koligen medula

Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara

halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini memiliki

kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

B. DEFINISI

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat

persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan

laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang

dan berat (Mansjoer, 2007).

CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk

mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,

sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah (Smeltzer, 2001).


C. KLASIFIKASI CKD

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease

(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure

(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk

membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5

grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal

yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)

menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage

1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara

umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan

terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :

a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

Kreatinin serum dan kadar BUN normal

Asimptomatik

Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

b. Stadium II : Insufisiensi ginjal

Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)

Kadar kreatinin serum meningkat

Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

1) Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

2) Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal

3) Kondisi berat 2% - 20% fungsi ginjal normal


c. Stadium III : Gagal ginjal stadium akhir atau uremia

kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat ginjal sudah tidak dapat

menjaga homeostasis cairan dan elektrolit air kemih/urin isoosmotis

dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)

Merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat

penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :

a. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan

LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)

b. Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara

60 -89 mL/menit/1,73 m2)

c. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)

d. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)

e. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal

ginjal terminal.

D. ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak

nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan

bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),

poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.


5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,

asidosis tubuler ginjal.

6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

8. Nefropati obstruktif

a. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

b. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali

congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi

yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR /

daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾

dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar

daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan

haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri

timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada

pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila

kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang

demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah

itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,

akan semakin berat.


1. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan

jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens

substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju

filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam

untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak

berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar

kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)

biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling

sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.

BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan

protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi

seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin

secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai

terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.

Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya

edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi

akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya

meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan

untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.

Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang

semakin memperburuk status uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic

seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)


yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan

tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium

bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga

terjadi

4. Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya

usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami

perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran

gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia

berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan

metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh

memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka

yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,

terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar

serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi

parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak

berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan

mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga

metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal

dibuat di ginjal menurun.

6. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat

dan keseimbangan parathormon.


E. TANDA DAN GEJALA

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,

gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum

meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.

b. Defisiensi hormone eritropoetin

Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin

→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi

terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.

2. Kelainan Saluran cerna

a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia

(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.

b. Stomatitis uremia Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan

saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.

c. Pankreatitis berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

3. Kelainan mata

4. Kardiovaskuler :

a. Hipertensi

b. Pitting edema

c. Edema periorbital

d. Pembesaran vena leher

e. Friction Rub Pericardial

5. Kelainan kulit

a. Gatal Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

1) Toksik uremia yang kurang terdialisis

2) Peningkatan kadar kalium phosphor

3) Alergi bahan-bahan dalam proses HD


4) Kering bersisik Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan

kristal urea di bawah kulit.

a) Kulit mudah memar

b) Kulit kering dan bersisik

c) rambut tipis dan kasar

6. Neuropsikiatri

7. Kelainan selaput serosa

8. Neurologi :

a. Kelemahan dan keletihan

b. Konfusi

c. Disorientasi

d. Kejang

e. Kelemahan pada tungkai

f. rasa panas pada telapak kaki

g. Perubahan Perilaku

9. Kardiomegali

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal

yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian

perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR

menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien

menderita apa yang disebut Sindrom Uremik.

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan

elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan

metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.

Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya


MANIFESTASI SINDROM UREMIK

Sistem Tubuh Manifestasi

1. Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)

2. Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,

kreatinin)

Biokimia 3. Hiperkalemia

4. Retensi atau pembuangan Natrium

5. Hipermagnesia

6. Hiperurisemia

1. Poliuria, menuju oliguri lalu anuria

2. Nokturia, pembalikan irama diurnal

3. Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010


Perkemihan& Kelamin
4. Protein silinder

5. Hilangnya libido, amenore, impotensi dan

sterilitas

1. Hipertensi

2. Retinopati dan enselopati hipertensif

3. Beban sirkulasi berlebihan

Kardiovaskular 4. Edema

5. Gagal jantung kongestif

6. Perikarditis (friction rub)

7. Disritmia

1. Pernafasan Kusmaul, dispnea

2. Edema paru
Pernafasan
3. Pneumonitis
Sistem Tubuh Manifestasi

1. Anemia menyebabkan kelelahan

2. Hemolisis

Hematologik 3. Kecenderungan perdarahan

4. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,

pneumonia,septikemia)

1. Pucat, pigmentasi

2. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah

patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru

yang berkaitan dengan kehilangan protein)


Kulit
3. Pruritus

4. “kristal” uremik

5. kulit kering

6. memar

1. Anoreksia, mual muntah menyebabkan

penurunan BB

2. Nafas berbau amoniak

3. Rasa kecap logam, mulut kering


Saluran cerna
4. Stomatitis, parotitid

5. Gastritis, enteritis

6. Perdarahan saluran cerna

7. Diare

1. Protein-intoleransi, sintesisi abnormal

Metabolisme 2. Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin

intermedier menurun

3. Lemak-peninggian kadar trigliserida


Sistem Tubuh Manifestasi

1. Mudah lelah

2. Otot mengecil dan lemah

3. Susunan saraf pusat :

4. Penurunan ketajaman mental

5. Konsentrasi buruk

6. Apati

7. Letargi/gelisah, insomnia

8. Kekacauan mental
Neuromuskular
9. Koma

10. Otot berkedut, asteriksis, kejang

11. Neuropati perifer :

12. Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg

13. Perubahan sensorik pada ekstremitas –

parestesi

14. Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut

menjadi paraplegi

1. Hiperfosfatemia, hipokalsemia

2. Hiperparatiroidisme sekunder

3. Osteodistropi ginjal

Gangguan kalsium 4. Fraktur patologik (demineralisasi tulang)

dan rangka 5. Deposit garam kalsium pada jaringan lunak

(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-

paru)

6. Konjungtivitis (uremik mata merah)


F. KOMPLIKASI

a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme

dan masukan diet berlebih.

b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-

angiotensin-aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah

selama hemodialisa

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

f. Asidosis metabolik

g. Osteodistropi ginjal

h. Sepsis

i. Neuropati perifer

j. Hiperuremia

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

Ureum kreatinin.

Asam urat serum.

b. Identifikasi etiologi gagal ginjal

Analisis urin rutin

Mikrobiologi urin

Kimia darah
Elektrolit

Imunodiagnosis

c. Identifikasi perjalanan penyakit

Progresifitas penurunan fungsi ginjal

Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau

0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau

0,85 - 1,23 mL/detik/m2

Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

Endokrin : PTH dan T3,T4

Pemeriksaan lain : berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,

misalnya: infark miokard.

1. Diagnostik

a. Etiologi CKD dan terminal

Foto polos abdomen.


USG.

Nefrotogram.

Pielografi retrograde.

Pielografi antegrade.

Mictuating Cysto Urography (MCU).

b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

RetRogram

USG.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal

Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai

tahun.

Tujuan terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi.

3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.


6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa

indikasi medis yang kuat.

b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

2) Kendalikan terapi ISK.

3) Diet protein yang proporsional.

4) Kendalikan hiperfosfatemia.

5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

6) Terapi hIperfosfatemia.

7) Terapi keadaan asidosis metabolik.

8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.

c. Terapi alleviative gejala asotemia

1) Pembatasan konsumsi protein hewani.

2) Terapi keluhan gatal-gatal.

3) Terapi keluhan gastrointestinal.

4) Terapi keluhan neuromuskuler.

5) Terapi keluhan tulang dan sendi.

6) Terapi anemia.

7) Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum

K+ (hiperkalemia ) :

1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama

dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia

1) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi

hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia

ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin (

r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2) Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan

adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau

peritoneal dialisis.

3) Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran

cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti

hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah

merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,

namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

a) HCT < atau sama dengan 20 %

b) Hb < atau sama dengan 7 mg5

c) Klien dengan keluhan: angina pektoris, gejala umum

anemia dan high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

a) Hemosiderosis

b) Supresi sumsum tulang

c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV


e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk

rencana transplantasi ginjal.

c. Kelainan Kulit

1) Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,

insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a) Bersifat subyektif

b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic

papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,

terapi ini bisa diulang apabila diperlukan

d) Pemberian obat

Diphenhidramine 25-50 P.O

Hidroxyzine 10 mg P.O

2) Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa

berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi

trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.

d. Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya :

1) HD reguler.

2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

3) Operasi sub total paratiroidektomi.


e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen

hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program

terapinya meliputi :

1) Restriksi garam dapur.

2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3) Obat-obat antihipertensi.

4) Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik

stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut

dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi

ginjal (Suwitra, 2006).

f. Dialisis yang meliputi :

1) Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah

gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak

boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir

akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD

adalah

a) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK

dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

b) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa

apabila terdapat indikasi:

Hiperkalemia > 17 mg/lt

Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

Kegagalan terapi konservatif


Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,

asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi,

edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam

darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %

Kelebihan cairan

Mual dan muntah hebat

BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

Sindrom kelebihan air

Intoksidasi obat jenis barbiturat

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan

indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut,

yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru

dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,

hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood Uremic

Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin >

10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5

dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat

(Sukandar, 2006).

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia

(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi

Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit

dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit

walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi

tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila

terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis

metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.


Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan

sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).

Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang

tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya

yang mahal (Rahardjo, 2006).

2) Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di

Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang

tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita

penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal (Sukandar, 2006).

a) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi

dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih

seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya

mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah


 Kualitas hidup normal kembali

 Masa hidup (survival rate) lebih lama

 Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah

reaksi penolakan

 Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

a. Airway

Lidah jatuh kebelakang

Benda asing/ darah pada rongga mulut

Adanya sekret

b. Breathing

Pasien sesak nafas dan cepat letih

Pernafasan Kusmaul

Dispnea

Nafas berbau amoniak

c. Circulation

TD meningkat

Nadi kuat

Disritmia

Adanya peningkatan JVP

Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka

Capillary refill > 3 detik

Akral dingin
Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

d. Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi

koma,Kelemahan dan keletihan, konfusi, Disorientasi, kejang, kelemasan

pada tungkai.

A : Allert sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon è kesadaran menurun, berespon terhadap suara

P : Pain Respons è kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara,

berespon terhadap rangsangan nyeri

U : Unresponsive è kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara,

tidak bersespon terhadap nyeri

2. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau

penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

1) Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-

kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.

2) Riwayat kesehatan

Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi

saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat

keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)


3) Anamnesa

 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,

RBC)

 Cardiovaskuler : Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,

peningkatan kalium

 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.

 Elektrolit : Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,

penurunan HCO3

 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan

menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,

gadtritis, haus.

 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.

 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan

kesadaran, perubahan fungsi motorik

 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan

 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido

 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul

 Lain-lain : Penurunan berat badan

J. MASALAH KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar

2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis

3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,

perikarditis

4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah


5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan

yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialysis.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

1 Gangguan pertukaran NOC : NIC :

gas b/d kongesti paru, Respiratory Status : Airway Management

hipertensi pulmonal, Gas exchange 1. Buka jalan nafas, gunakan

penurunan perifer yang Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw

mengakibatkan asidosis ventilation thrust bila perlu

laktat dan penurunan Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk

curah jantung. memaksimalkan ventilasi

Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya

Definisi: Kelebihan atau 1. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan

kekurangan dalam peningkatan ventilasi nafas buatan

oksigenasi dan atau dan oksigenasi yang 4. Pasang mayo bila perlu

pengeluaran adekuat 5. Lakukan fisioterapi dada

karbondioksida di dalam 2. Memelihara jika perlu

membran kapiler alveoli kebersihan paru paru 6. Keluarkan sekret dengan

dan bebas dari tanda batuk atau suction

Batasan karakteristik : tanda distress 7. Auskultasi suara nafas,

1. Gangguan pernafasan catat adanya suara

penglihatan tambahan
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

2. Penurunan CO2 3. Mendemonstrasikan 8. Lakukan suction pada

3. Takikardi batuk efektif dan mayo

4. Hiperkapnia suara nafas yang 9. Berikan bronkodilator bial

5. Keletihan bersih, tidak ada perlu

6. somnolen sianosis dan dyspneu 10. Barikan pelembab udara

7. Iritabilitas (mampu 11. Atur intake untuk cairan

8. Hypoxia mengeluarkan mengoptimalkan

9. kebingungan sputum, mampu keseimbangan.

10. Dyspnoe bernafas dengan 12. Monitor respirasi dan

11. nasal faring mudah, tidak ada status O2

12. AGD Normal pursed lips) 13. Respiratory Monitoring

13. sianosis 4. Tanda tanda vital 14. Monitor rata – rata,

14. warna kulit abnormal dalam rentang normal kedalaman, irama dan

(pucat, kehitaman) usaha respirasi

15. Hipoksemia 15. Catat pergerakan dada,

16. hiperkarbia amati kesimetrisan,

17. sakit kepala ketika penggunaan otot

bangun tambahan, retraksi otot

18. frekuensi dan supraclavicular dan

kedalaman nafas intercostal

abnormal 16. Monitor suara nafas,

19. Faktor faktor yang seperti dengkur

berhubungan : 17. Monitor pola nafas :

bradipena, takipenia,
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

20. ketidakseimbangan kussmaul, hiperventilasi,

perfusi ventilasi cheyne stokes, biot

21. perubahan 18. Catat lokasi trakea

membran kapiler- 19. Monitor kelelahan otot

alveolar diagfragma ( gerakan

paradoksis )

20. Auskultasi suara nafas,

catat area penurunan /

tidak adanya ventilasi dan

suara tambahan

21. Tentukan kebutuhan

suction dengan

mengauskultasi crakles

dan ronkhi pada jalan

napas utama

22. Uskultasi suara paru

setelah tindakan untuk

mengetahui hasilnya

23. Acid Base Managemen

 Monitro IV line

 Pertahankanjalan

nafas paten

 Monitor AGD, tingkat

elektrolit
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

 Monitor status

hemodinamik(CVP,

MAP, PAP)

 Monitor adanya tanda

tanda gagal nafas

 Monitor pola respirasi

24. Lakukan terapi oksigen

25. Monitor status neurologi

26. Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung NOC : NIC :

b/d respon fisiologis otot Cardiac Pump Cardiac Care

jantung, peningkatan effectiveness v Evaluasi adanya nyeri dada

frekuensi, dilatasi, Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)

hipertrofi atau Vital Sign Status v Catat adanya disritmia

peningkatan isi sekuncup Kriteria Hasil: jantung

v Tanda Vital dalam v Catat adanya tanda dan

rentang normal (Tekanan gejala penurunan cardiac

darah, Nadi, respirasi) putput

v Dapat mentoleransi v Monitor status

aktivitas, tidak ada kardiovaskuler

kelelahan v Monitor status pernafasan

v Tidak ada edema yang menandakan gagal

paru, perifer, dan tidak jantung

ada asites
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Tidak ada penurunan v Monitor abdomen sebagai

kesadaran indicator penurunan perfusi

v Monitor balance cairan

v Monitor adanya perubahan

tekanan darah

v Monitor respon pasien

terhadap efek pengobatan

antiaritmia

v Atur periode latihan dan

istirahat untuk menghindari

kelelahan

v Monitor toleransi aktivitas

pasien

v Monitor adanya dyspneu,

fatigue, tekipneu dan ortopneu

v Anjurkan untuk menurunkan

stress

Vital Sign Monitoring

§ Monitor TD, nadi, suhu, dan

RR

§ Catat adanya fluktuasi

tekanan darah
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

§ Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

§ Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan

§ Monitor TD, nadi, RR,

sebelum, selama, dan setelah

aktivitas

§ Monitor kualitas dari nadi

§ Monitor adanya pulsus

paradoksus

§ Monitor adanya pulsus

alterans

§ Monitor jumlah dan irama

jantung

§ Monitor bunyi jantung

§ Monitor frekuensi dan irama

pernapasan

§ Monitor suara paru

§ Monitor pola pernapasan

abnormal

§ Monitor suhu, warna, dan

kelembaban kulit

§ Monitor sianosis perifer


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

§ Monitor adanya cushing

triad (tekanan nadi yang

melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik)

§ Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management

v Respiratory status : · Pertahankan catatan intake

Definisi : Pertukaran Ventilation dan output yang akurat

udara inspirasi dan/atau v Respiratory status : · Pasang urin kateter jika

ekspirasi tidak adekuat Airway patency diperlukan

v Vital sign Status · Monitor hasil lAb yang sesuai

Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : dengan retensi cairan (BUN ,

- Penurunan tekanan v Mendemonstrasikan Hmt , osmolalitas urin )

inspirasi/ekspirasi batuk efektif dan suara · Monitor status hemodinamik

- Penurunan pertukaran nafas yang bersih, tidak termasuk CVP, MAP, PAP, dan

udara per menit ada sianosis dan PCWP

- Menggunakan otot dyspneu (mampu · Monitor vital sign

pernafasan tambahan mengeluarkan sputum, · Monitor indikasi retensi /

- Nasal flaring mampu bernafas dengan kelebihan cairan (cracles, CVP

- Dyspnea mudah, tidak ada pursed , edema, distensi vena leher,

- Orthopnea lips) asites)

- Perubahan v Menunjukkan jalan · Kaji lokasi dan luas edema

penyimpangan dada nafas yang paten (klien


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

- Nafas pendek tidak merasa tercekik, · Monitor masukan makanan /

- Assumption of 3-point irama nafas, frekuensi cairan dan hitung intake kalori

position pernafasan dalam harian

- Pernafasan pursed-lip rentang normal, tidak ada · Monitor status nutrisi

- Tahap ekspirasi suara nafas abnormal) · Berikan diuretik sesuai

berlangsung sangat lama v Tanda Tanda vital interuksi

- Peningkatan diameter dalam rentang normal · Batasi masukan cairan pada

anterior-posterior (tekanan darah, nadi, keadaan hiponatrermi dilusi

- Pernafasan rata- pernafasan) dengan serum Na < 130 mEq/l

rata/minimal · Kolaborasi dokter jika tanda

§ Bayi : < 25 atau > 60 cairan berlebih muncul

§ Usia 1-4 : < 20 atau > memburuk

30 Fluid Monitoring

§ Usia 5-14 : < 14 atau > · Tentukan riwayat jumlah dan

25 tipe intake cairan dan eliminaSi

§ Usia > 14 : < 11 atau > · Tentukan kemungkinan faktor

24 resiko dari ketidak seimbangan

- Kedalaman pernafasan cairan (Hipertermia, terapi

§ Dewasa volume diuretik, kelainan renal, gagal

tidalnya 500 ml saat jantung, diaporesis, disfungsi

istirahat hati, dll )

§ Bayi volume tidalnya 6- · Monitor serum dan elektrolit

8 ml/Kg urine

- Timing rasio
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

- Penurunan kapasitas · Monitor serum dan

vital osmilalitas urine

· Monitor BP, HR, dan RR

Faktor yang · Monitor tekanan darah

berhubungan : orthostatik dan perubahan

- Hiperventilasi irama jantung

- Deformitas tulang · Monitor parameter

- Kelainan bentuk dinding hemodinamik infasif

dada · Monitor adanya distensi

- Penurunan leher, rinchi, eodem perifer dan

energi/kelelahan penambahan BB

- Perusakan/pelemahan · Monitor tanda dan gejala dari

muskulo-skeletal odema

- Obesitas

- Posisi tubuh

- Kelelahan otot

pernafasan

- Hipoventilasi sindrom

- Nyeri

- Kecemasan

- Disfungsi

Neuromuskuler

- Kerusakan

persepsi/kognitif
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

- Perlukaan pada

jaringan syaraf tulang

belakang

- Imaturitas Neurologis

4 Kelebihan volume cairan NOC : NIC :

b/d berkurangnya curah v Electrolit and acid base Fluid management

jantung, retensi cairan balance · Timbang popok/pembalut jika

dan natrium oleh ginjal, v Fluid balance diperlukan

hipoperfusi ke jaringan · Pertahankan catatan intake

perifer dan hipertensi Kriteria Hasil: dan output yang akurat

pulmonal v Terbebas dari edema, · Pasang urin kateter jika

efusi, anaskara diperlukan

Definisi : Retensi cairan v Bunyi nafas bersih, · Monitor hasil lAb yang sesuai

isotomik meningkat tidak ada dyspneu/ dengan retensi cairan (BUN ,

Batasan karakteristik : ortopneu Hmt , osmolalitas urin )

- Berat badan meningkat v Terbebas dari distensi · Monitor status hemodinamik

pada waktu yang singkat vena jugularis, reflek termasuk CVP, MAP, PAP, dan

- Asupan berlebihan hepatojugular (+) PCWP

dibanding output v Memelihara tekanan · Monitor vital sign

- Tekanan darah vena sentral, tekanan · Monitor indikasi retensi /

berubah, tekanan arteri kapiler paru, output kelebihan cairan (cracles, CVP

pulmonalis berubah, jantung dan vital sign , edema, distensi vena leher,

peningkatan CVP dalam batas normal asites)

- Distensi vena jugularis · Kaji lokasi dan luas edema


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

- Perubahan pada pola v Terbebas dari · Monitor masukan makanan /

nafas, dyspnoe/sesak kelelahan, kecemasan cairan dan hitung intake kalori

nafas, orthopnoe, suara atau kebingungan harian

nafas abnormal (Rales v Menjelaskanindikator · Monitor status nutrisi

atau crakles), kelebihan cairan · Berikan diuretik sesuai

kongestikemacetan paru, interuksi

pleural effusion · Batasi masukan cairan pada

- Hb dan hematokrit keadaan hiponatrermi dilusi

menurun, perubahan dengan serum Na < 130 mEq/l

elektrolit, khususnya · Kolaborasi dokter jika tanda

perubahan berat jenis cairan berlebih muncul

- Suara jantung SIII memburuk

- Reflek hepatojugular

positif Fluid Monitoring

- Oliguria, azotemia · Tentukan riwayat jumlah dan

- Perubahan status tipe intake cairan dan eliminasi

mental, kegelisahan, · Tentukan kemungkinan

kecemasan faktor resiko dari ketidak

seimbangan cairan

Faktor-faktor yang (Hipertermia, terapi diuretik,

berhubungan : kelainan renal, gagal jantung,

- Mekanisme pengaturan diaporesis, disfungsi hati, dll )

melemah · Monitor berat badan


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

- Asupan cairan · Monitor serum dan elektrolit

berlebihan urine

- Asupan natrium · Monitor serum dan

berlebihan osmilalitas urine

· Monitor BP, HR, dan RR

· Monitor tekanan darah

orthostatik dan perubahan

irama jantung

· Monitor parameter

hemodinamik infasif

· Catat secara akutar intake

dan output

· Monitor adanya distensi

leher, rinchi, eodem perifer dan

penambahan BB

· Monitor tanda dan gejala dari

odema

5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :

nutrisi kurang dari v Nutritional Status : food Nutrition Management

kebutuhan tubuh and Fluid Intake § Kaji adanya alergi makanan

Kriteria Hasil : § Kolaborasi dengan ahli gizi

Definisi : Intake nutrisi untuk menentukan jumlah

tidak cukup untuk


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

keperluan metabolisme v Adanya peningkatan kalori dan nutrisi yang

tubuh. berat badan sesuai dibutuhkan pasien.

dengan tujuan § Anjurkan pasien untuk

Batasan karakteristik : v Berat badan ideal meningkatkan intake Fe

- Berat badan 20 % atau sesuai dengan tinggi § Anjurkan pasien untuk

lebih di bawah ideal badan meningkatkan protein dan

- Dilaporkan adanya v Mampu vitamin C

intake makanan yang mengidentifikasi § Berikan substansi gula

kurang dari RDA kebutuhan nutrisi § Yakinkan diet yang dimakan

(Recomended Daily v Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk

Allowance) malnutrisi mencegah konstipasi

- Membran mukosa dan Tidak terjadi penurunan § Berikan makanan yang

konjungtiva pucat berat badan yang berarti terpilih (sudah dikonsultasikan

- Kelemahan otot yang dengan ahli gizi)

digunakan untuk § Ajarkan pasien bagaimana

menelan/mengunyah membuat catatan makanan

- Luka, inflamasi pada harian.

rongga mulut § Monitor jumlah nutrisi dan

- Mudah merasa kandungan kalori

kenyang, sesaat setelah § Berikan informasi tentang

mengunyah makanan kebutuhan nutrisi

- Dilaporkan atau fakta § Kaji kemampuan pasien

adanya kekurangan untuk mendapatkan nutrisi

makanan yang dibutuhkan


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

- Dilaporkan adanya

perubahan sensasi rasa Nutrition Monitoring

- Perasaan § BB pasien dalam batas

ketidakmampuan normal

untuk mengunyah § Monitor adanya penurunan

makanan berat badan

- Miskonsepsi § Monitor tipe dan jumlah

- Kehilangan BB dengan aktivitas yang biasa dilakukan

makanan cukup § Monitor interaksi anak atau

- Keengganan untuk orangtua selama makan

makan § Monitor lingkungan selama

- Kram pada abdomen makan

- Tonus otot jelek § Jadwalkan pengobatan dan

- Nyeri abdominal tindakan tidak selama jam

dengan atau tanpa makan

patologi § Monitor kulit kering dan

- Kurang berminat perubahan pigmentasi

terhadap makanan § Monitor turgor kulit

- Pembuluh darah kapiler § Monitor kekeringan, rambut

mulai rapuh kusam, dan mudah patah

- Diare dan atau § Monitor mual dan muntah

steatorrhea § Monitor kadar albumin, total

protein, Hb, dan kadar Ht

§ Monitor makanan kesukaan


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

- Kehilangan rambut § Monitor pertumbuhan dan

yang cukup banyak perkembangan

(rontok) § Monitor pucat, kemerahan,

- Suara usus hiperaktif dan kekeringan jaringan

- Kurangnya informasi, konjungtiva

misinformasi § Monitor kalori dan intake

nuntrisi

Faktor-faktor yang § Catat adanya edema,

berhubungan : hiperemik, hipertonik papila

Ketidakmampuan lidah dan cavitas oral.

pemasukan atau Catat jika lidah berwarna

mencerna makanan atau magenta, scarlet

mengabsorpsi zat-zat

gizi berhubungan

dengan faktor biologis,

psikologis atau ekonomi.

6 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :

curah jantung yang v Energy conservation Energy Management

rendah, v Self Care : ADLs v Observasi adanya

ketidakmampuan Kriteria Hasil : pembatasan klien dalam

memenuhi metabolisme v Berpartisipasi dalam melakukan aktivitas

otot rangka, kongesti aktivitas fisik tanpa v Dorong anal untuk

pulmonal yang disertai peningkatan mengungkapkan perasaan

menimbulkan hipoksinia, terhadap keterbatasan


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

dyspneu dan status tekanan darah, nadi dan v Kaji adanya factor yang

nutrisi yang buruk RR menyebabkan kelelahan

selama sakit v Mampu melakukan v Monitor nutrisi dan sumber

aktivitas sehari hari energi tangadekuat

Intoleransi aktivitas b/d (ADLs) secara mandiri v Monitor pasien akan adanya

fatigue kelelahan fisik dan emosi

Definisi : Ketidakcukupan secara berlebihan

energu secara fisiologis v Monitor respon

maupun psikologis untuk kardivaskuler terhadap

meneruskan atau aktivitas

menyelesaikan aktifitas v Monitor pola tidur dan

yang diminta atau lamanya tidur/istirahat pasien

aktifitas sehari hari.

Activity Therapy

Batasan karakteristik : v Kolaborasikan dengan

a. Melaporkan secara Tenaga Rehabilitasi Medik

verbal adanya dalammerencanakan progran

kelelahan atau terapi yang tepat.

kelemahan. v Bantu klien untuk

b. Respon abnormal mengidentifikasi aktivitas yang

dari tekanan darah mampu dilakukan

atau nadi terhadap v Bantu untuk memilih

aktifitas aktivitas konsisten yangsesuai


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

c. Perubahan EKG dengan kemampuan fisik,

yang menunjukkan psikologi dan social

aritmia atau iskemia v Bantu untuk

d. Adanya dyspneu mengidentifikasi dan

atau mendapatkan sumber yang

ketidaknyamanan diperlukan untuk aktivitas yang

saat beraktivitas. diinginkan

v Bantu untuk mendpatkan

Faktor-faktor yang alat bantuan aktivitas seperti

berhubungan : kursi roda, krek

· Tirah Baring atau v Bantu untu mengidentifikasi

imobilisasi aktivitas yang disukai

· Kelemahan menyeluruh v Bantu klien untuk membuat

· Ketidakseimbangan jadwal latihan diwaktu luang

antara suplei oksigen v Bantu pasien/keluarga

dengan kebutuhan untuk mengidentifikasi

· Gaya hidup yang kekurangan dalam beraktivitas

dipertahankan. v Sediakan penguatan positif

bagi yang aktif beraktivitas

v Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi diri

dan penguatan

v Monitor respon fisik, emoi,

social dan spiritual


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa

keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler

Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK

Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT

Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai