Oleh:
M. Amin Qutbi
NIM : 14.IK.399
sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal
kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga
keduabelas, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.
di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis, kuadratus
lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh
bantalan lemak yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung,
disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga,
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan
beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian,
Ginjal terdiri dari bagian dalam (medula), dan bagian luar (korteks).
Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan diktus
koligens terminal.
dengan garis sinus renalis, dan bagian dalam diantara piramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal
a) Nefron
Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi satu nefron
b) Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut
tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar
55 µm.
d) Ansa henle
ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar
pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar
tubulus proksimal.
halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini memiliki
B. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease
(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal
1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara
umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
Asimptomatik
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat ginjal sudah tidak dapat
ginjal terminal.
D. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
8. Nefropati obstruktif
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi
daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid.
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
3. Asidosis
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
b. Stomatitis uremia Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
5. Kelainan kulit
6. Neuropsikiatri
8. Neurologi :
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR
menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
kreatinin)
Biokimia 3. Hiperkalemia
5. Hipermagnesia
6. Hiperurisemia
sterilitas
1. Hipertensi
Kardiovaskular 4. Edema
7. Disritmia
2. Edema paru
Pernafasan
3. Pneumonitis
Sistem Tubuh Manifestasi
2. Hemolisis
pneumonia,septikemia)
1. Pucat, pigmentasi
4. “kristal” uremik
5. kulit kering
6. memar
penurunan BB
5. Gastritis, enteritis
7. Diare
intermedier menurun
1. Mudah lelah
5. Konsentrasi buruk
6. Apati
7. Letargi/gelisah, insomnia
8. Kekacauan mental
Neuromuskular
9. Koma
parestesi
menjadi paraplegi
1. Hiperfosfatemia, hipokalsemia
2. Hiperparatiroidisme sekunder
3. Osteodistropi ginjal
paru)
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
selama hemodialisa
f. Asidosis metabolik
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer
j. Hiperuremia
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Ureum kreatinin.
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
Nilai normal :
1. Diagnostik
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
RetRogram
USG.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
6) Terapi hIperfosfatemia.
6) Terapi anemia.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
K+ (hiperkalemia ) :
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
2) Anemia hemolisis
peritoneal dialisis.
a) Hemosiderosis
c. Kelainan Kulit
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
d) Pemberian obat
Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1) HD reguler.
terapinya meliputi :
3) Obat-obat antihipertensi.
4) Terapi pengganti
1) Hemodialisa
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir
adalah
Kelebihan cairan
Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin >
10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5
(Sukandar, 2006).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
reaksi penolakan
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Adanya sekret
b. Breathing
Pernafasan Kusmaul
Dispnea
c. Circulation
TD meningkat
Nadi kuat
Disritmia
Akral dingin
Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
pada tungkai.
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
1) Keluhan Utama
2) Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi
Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
peningkatan kalium
penurunan HCO3
gadtritis, haus.
J. MASALAH KEPERAWATAN
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
penurunan perifer yang Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
oksigenasi dan atau dan oksigenasi yang 4. Pasang mayo bila perlu
penglihatan tambahan
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
14. warna kulit abnormal dalam rentang normal kedalaman, irama dan
bradipena, takipenia,
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
paradoksis )
suara tambahan
suction dengan
mengauskultasi crakles
napas utama
mengetahui hasilnya
Monitro IV line
Pertahankanjalan
nafas paten
elektrolit
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Monitor status
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
ada asites
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
tekanan darah
antiaritmia
kelelahan
pasien
stress
RR
tekanan darah
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
aktivitas
paradoksus
alterans
jantung
pernapasan
abnormal
kelembaban kulit
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Penurunan pertukaran nafas yang bersih, tidak termasuk CVP, MAP, PAP, dan
- Assumption of 3-point irama nafas, frekuensi cairan dan hitung intake kalori
30 Fluid Monitoring
8 ml/Kg urine
- Timing rasio
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
energi/kelelahan penambahan BB
muskulo-skeletal odema
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Kerusakan
persepsi/kognitif
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
- Perlukaan pada
belakang
- Imaturitas Neurologis
Definisi : Retensi cairan v Bunyi nafas bersih, · Monitor hasil lAb yang sesuai
pada waktu yang singkat vena jugularis, reflek termasuk CVP, MAP, PAP, dan
berubah, tekanan arteri kapiler paru, output kelebihan cairan (cracles, CVP
pulmonalis berubah, jantung dan vital sign , edema, distensi vena leher,
- Reflek hepatojugular
seimbangan cairan
berlebihan urine
irama jantung
· Monitor parameter
hemodinamik infasif
dan output
penambahan BB
odema
(Recomended Daily v Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk
- Dilaporkan adanya
ketidakmampuan normal
nuntrisi
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan
dyspneu dan status tekanan darah, nadi dan v Kaji adanya factor yang
Intoleransi aktivitas b/d (ADLs) secara mandiri v Monitor pasien akan adanya
Activity Therapy
dan penguatan
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Alumni