Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes millitus (DM) suatu keadaan dimana tubuh tidak bisa
menghasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak bisa
memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan,sehingga terjadi
kelonjakan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes melitus bisa
juga terjadi karena hormon isulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak dapat
bekerja dengan baik (Fitriana, Siti 2016)

Meiner (2011) menyatakan bahwa sehat dan sakit dipengaruhi oleh


budaya, keluarga, sosial ekonomi dan lingkungan. Pengaruh keluarga
terhadap sehat dan sakit berkaitan dengan peran dan fungsi keluarga.
Keluarga memainkan peran yang sangat signifikan terhadap kehidupan
keluarga yang lain terutama status sehat sakit.

Dukungan keluarga dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan


oleh anggota keluarga yang lain sehingga akan memberikan kenyamanan
fisik dan fisiologis pada orang yang dihadapkan pada situasi stress.
Dukungan keluarga yang terkait dengan kesejahteraan dan kesehatan
dimana lingkungan keluarga menjadi tempat individu belajar seumur
hidup. Dukungan keluarga telah didefinisikan sebagai faktor penting
dalam kepatuhan manajeman penyakit untuk remaja dan dewasa dengan
penyakit kronik. Dukungan keluarga merupakan indikator yang paling
kuat memberikan dampak positif terhadap perawatan diri pada pasien
diabetes. ( Taylor, 2006 dikutip dalam Santama,2016)

Menurut Friedman Sudiharto (2007) dan Bowden & Jones (2010),


salah satu fungsi keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga.
Masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan akan saling
mempengaruhi antara sesama anggota keluarga. Keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan
komunitas. Oleh karena itu peran keluarga sangat mendukung dalam
mencapai keberhasilan perawatan klien DM di rumah.

Menurut Waspandji (2009) mengatakan bahwa pengawasan dan


pemantauan dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM) pada setiap
saat menjadi penting. Dimana peran dari keluarga diperlukan khususnya
dalam pengontrolan dan pengendalian kadar gula darah pada penderita
Diabetes Mellitus (DM).

Di Indonesia Diabetes Melitus berada pada urutan 4 penyakit


kronis yang paling sering dialami oleh penduduk di Indonesia. Data
Riskesdas tahun 2013 mengatakan bahwa kota Pulau Sulawesi menduduki
posisi teratas dengan jumlah penderita terbanyak dengan persentasi 3,7 % -
3,4%, selanjutnya Nusa Tenggara Timur 3,3% , Yogyakarta 3,0%, pada
pula Sumatera dengan perolehan persentasi 2,3 % - 1,3% jumlah penderita
dengan tingkat paling sedikit di Sumatera diduduki oleh Sumatera Selatan,
kemudian tingkat penderita Diabetes Melitus paling rendah adalah kota
Lampung dengan persentasi nilai 0,8% jumlah penderita (Kemenkes RI,
2013).

American Diabetes Association mengatakan bahwa Diabetes dapat


dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi yaitu yang pertama Diabetes Melitus
Tipe 1 yang diakibatkan oleh kerusakan pada sel β yang menyebabkan
defisiensi insulin, yang kedua yaitu Diabetes Melitus Tipe 2 dikarenakan
hilangnya progresif retensi urin yang dilatar belakangi dengan retensi urin,
selanjutnya Diabetes Gestasional yang terjadi pada trimester kehamilan
tanpa diketahui penyebab khususnya dan akan hilang ketika setelah
melahirkan, kemudian tipe terakhir dari Diabetes melitus adalah tipe
penyebab lain misalnya monogenik diabetes sindrom, penyakit pada
pankreas, penggunaan obat–obatan yang berlebihan seperti glukokortikoid
(American Diabetes Association, 2016).
Menurut data statistik jumlah penderita DM di dunia berdasarkan
WHO 2012 Indonesia berada pada urutan nomor 4 dunia dengan jumlah
penderita 152% dari jumlah penduduk.

Menurut data (Kemenkes,2013) penderita DM di Sumatera Selatan


berada di urutan ke 6 dengan jumlah penduduk usia ≥ 14 tahun 5.479.724
dan perkiraan jumlah penduduk penderita DM 49.318 atau 0,9% dan
penduduk bukan penderita DM 6.21.919 atau 0,4%.

Jurnal terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk


melakukan penelitian tentang Perhatian Keluarga Dengan Pengendalian
Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka peneliti
bermaksud untuk mengetahui perhatian keluarga dengan pengendalian
kadar gula darah pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perhatian
keluarga dengan pengendalian kadar gula darah pasien Diabetes
Melitus di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi perhatian keluarga klien
Diabetes Mellitus
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengendalian kadar gula
c. Mengetahui hubungan perhatian keluarga dengan pengendalian
kadar gula darah pasien Diabetes Melitus.
D. Ruang Lingkup
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha
peningkatan kualitas mutu pendidikan serta sebagai referensi untuk
meningkatkan proses belajar pada mahasiswa.

1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar dalam
meningkatkan pengetahuan peneliti dan keterampilan keluarga
khususnya dalam keperawatan medikal bedah serta keperawatan
keluarga.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan
penelitian terkait tentang dukungan keluarga dengan kadar gula darah
pada pasien diabetes mellitus.
F. Keaslian Penelitian
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Diabetes Mellitus
a. Definisi Mellitus
b. Klasifikasi dan Etiologi
Menurut American Diabetes Association (ADA,2016)
mengklasifikasikan diabetes menjadi empat yaitu sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus /
IDDM)
Merupakan kondisi autoimum yang menyebabkan
kerusakan sel β pankreas sehingga timbul defisiensi insulin
absolut. Pada DM Tipe 1 sistem imun tubuh sendirisecara
spesifik menyerang dan merusak sel – sel penghasil insulin
yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang
memicu terjadinya kerja autoimun ini, namun bukti – bukti
yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor
lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam proses
nya. Sekitar 70 - 90 % sel β hancur sebelum timbul gejala
klinis. Pasien DM Tipe 1 menggunakan injeksi insulin dan
menjalankan diet secara ketat.
Penderita DM Tipe 1 ini sangat tergantung dengan insulin
dari luar. Untuk kelangsungan hidup nya, penderita harus
mendapatkan suntikan hormon insulin secara teratur dan
terjadwal. Tipe DM ini umumnya menyerang anak – anak
hingga remaja. Oleh karena itu jenis diabetes ini dimana kan
dengan juvenile diabetes.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus / NIDDM)
Diabetes pada tipe ini merupakan diabetes yang paling
banyak menimpa para penderita diabetes, bahkan persentase
nya mencapai 90% dari keseluruhan penderita diabetes melitus.
Penyebab nya bervariasi mulai dari dominan resistensi disertai
dengan defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin
disertai retensi urin dan kurangnya respon terhadap insulin
sehingga hormon tersebut menjadi tidak efektif. Kurangnya
memampuan tubuh dalam merespon hormon insulin
mengakibatkan tubuh tidak mampu memanfaatkan insulin yang
dihasilkan oleh organ pankreas.
Meskipun pankreas telah memproduksi insulin secara
normal, namun hormon yang dihasilkan tidak bisa
dimanfaatkan oleh tubuh secara efektif. Ketidakmampuan
tubuh dalam memanfaatkan hormon insulin umumnya
dikarenakan sel dalam tubuh bersaing berat dengan sel lemak
dalam tubuh. Oleh karena itu DM Tipe 2 ini banyak menimpa
orang dengan kondisi hidup dan pola makan yang buruk
sehingga terjadi penimbunan lemak yang belebih dan
kegemukan. Kegemukan dapat menganggu sistem kerja
pankreas akibatnya metabolisme pun terganggu.
3. Diabetes Melitus Gestational (DMG)
Diabetes pada tipe ini disebabkan karena terjadinya retensi
urin selama kehamilan dan ada nya hormon penghambat respon
yang dihasilkan oleh plasenta selama sehingga biasanya kerja
insulin akan kembali normal saat setelah melahirkan. Tipe
diabetes ini adalah gabungan dari tipe diabetes 1 dan 2 hal ini
terjadi ketika penderita DM Tipe 1 terus menerus disuntik
insulin dan pada penderita DM Tipe 2 mengkonsumsi obat –
obatan yang merangsang produksi insulin lebih banyak.
Sehingga dalam waktu jangka panjang dapat menyebabkan
pankreas menjadi rusak dan menyebabkan produksi menjadi
sedikt atau terhenti.
Biasa nya diabetes gestational ini muncul pada minggu ke -
24 kehamilan (bulan keeenam). Diabetes ini kemungkinan
untuk timbul kembali setelah melahirkan. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan jumlah pasien diabetes yang dirawat
dengan gangguan sistem endokrin 4% dari wanita hamil yang
tetkena diabetes.
4. Diabetes Yang Lain
Diabetes jenis ini sering disebut diabetes sekunder, atau
DM tipe lain. Etiologi diabetes jenis ini adalah penyakit pada
pankreas yang merusak sel β, seperti hemokromatosis,
pankreatitis, sindrom hormonal yang mengganggu sekresi
dan/atau menghambat kerja insulin, gangguan genetik pada
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic
fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti
dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
5. Diabetes karena malnutrisi
Golongan diabetes ini terjadi akibat malnutrisi, biasanya
pada penduduk yang miskin. Diabetes tipe ini dapat ditegakkan
jika ada 3 gejala dari gejala yang mungkin yaitu :
1) Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, berat
badan kurang dari 80% berat badan ideal.
2) Adanya tanda-tanda mal absorsi makanan
3) Usia antara 15-40 tahun memerlukan insulin untuk
regulasi Diabetes Mellitus dan menaikkan berat badan
4) Nyeri perut berulang (Santama,2016)

c. Patofisiologi
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan
dengan efek utama kekurangan insulin yaitu, pengurangan
penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan
peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai
1.20 mg per 100 ml. Insulin berfungsi membawa glukosa ke sel dan
menyimpannya sebagai glikogen. Sekresi insulin normalnya terjadi
dalam dua fase yaitu (a) fase I, terjadi dalam beberapa menit
setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan cadangan insulin
yang disimpan dalam sel β , dan (b) fase 2 , merupakan pelepasan
insulin yang baru disintesis dalam beberapa jam setelah makan.
Pada DM pada tipe-2, pelepasan insulin fase 2 sangat terganggu.
Peningkatan mobilisasi lemk dan daerah penyimpanan lemak
sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lemak pada dinding vaskuler dan pengurangan
protein dalam jaringan tubuh. . ( Nur dan Ledy 2016)

d. Manifestasi Klinis
Menurut Fitriana (2016) membagi manifestasi klinis
menjadi 4 gejala yaitu gejala umum, gejala awal, gejala diabetes
tahap lanjut, dan diabetes pada wanita adalah sebagai berikut :
1. Gejala Umum adalah sebagai berikut :
a. Haus dan banyak minum
b. Lapar dan banyak makan
c. Sering kencing
d. Berat badan menurun
e. Mata kabur
f. Luka sulit untuk sembuh
g. Mudah terjadi infeksi dan gatal – gatal pada kulit, saluran
kencing dan gusi.
h. Nyeri atau baal pada tangan dan kaki
i. Badan terasa lemah
j. Mudah mengantuk

Gejala diatas adalah sifat yang masih awal dan cukup


ringan dan biasa nya belum dapat disadari oleh penderita
diabetes melitus. Untuk mengetahui seseorang menderita
diabetes melitus tidak perlu melakukan pemeriksaan lanjutan,
tetapi cukup melakukan pemeriksaan gula darah dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Gula darah puasa lebih besar atau sama dengan 126 mg/dl.
b. Gula darah sewaktu lebih besar atau sama dengan 200
mg/dl.
c. Gula darah 2 jam setelah pemberian larutan glukosa 75
gram (pada tes tolerensi glukosa oral), memberikan hasil
lebih besar atau sama dengan 200 mg/dl.
Apabila seseorang memilki gejala khas diabetes
seperti yang telah dijelaskan dan hasil pemeriksaan seperti
diatas maka dapat menentukan bahwa seseorang tersebut
telah menderita diabetes. Tetapi apabila gejala has tidak ada
maka harus dilakukan pemeriksaan lajutan untuk
memastikan benar diagnosa diabetes tersebut.
2. Gejala Awal
Setidaknya terdapat tiga gejala awal yang dapat dijadikan
dasar untuk memastikan seseorang terkena penyakit diabetes.
Tiga gejala tersebut adalah :
a. Poliuri
Poliuri yaitu kebiasaan yang dialami penderita
diabetes melitus. Kebiasaan tersebut yaitu sering buang air
kecil dalam jumlah banyak. Kebiasaan ini biasanya
berlangsung pada malam hari. Hal ini terjadi karena kadar
gula dalam darah sangat tinggi dan tidak mampu ditoleransi
oleh ginjal. Akhirnya, kadar gula dalam air seni menjadi
pekat dan untuk selanjutnya memaksa ginjal untuk menarik
air dalam jumlah bnayak dari tubuh, agar air seni tidak
teralu pekat.
b. Polidipsi
Kebiasaan berikutnya dari penderita diabetes adalah
polidipsi yang merupakan gejala dari diabetes melitus
sering merasakan haus yang sangat hebat. Peristiwa ini
terjadi karena pada saat itu sedang berlangsung penarikan
cairan yang bnayak oleh ginjal. Oleh karena itulah,
penderita cepat merasa haus dan ingin secara terus menerus
minum.
c. Polifagi
Dalam kondisi polifagi ini adalah dimana kondisi
penderita diabetes sering merasakan cepat lelah dan lemas.
Hal ini terjadi dikarenakan sel – sel tubuh kekurangan
energi akibat tidak bisa masuknya gula kedalam sel.
Akibatnya, sel dalam tubuhu kekurangan energi dan tubuh
merasakan lemas dan lelah. Pada saat yang sama, otak akan
merespon bahwa penderita ini kurang makan sehingga akan
sering merasa lapar dan merangsang untuk terus menurus
makan. Inilah akhir yang akan semakin memperparah
keadaan jika rasa laparnya dituruti dengan banyak makan.
Di dalam darah akan semakin terjadi penumpukan kadae
gula.
Apabila gejala awal ini tidak segera disadari dan
ditangani, maka penderita akan berada pada stadium yang
lebih parah dengan gejala lanjutan. Terlebih lagu, jika
ketiga gejala tersebut sudah terdapat dalam tanda awal
seseorang, maka seseorang tersebut berada dalam keadaan
diabetes akut dan harus segera ditangani untuk mencegah
dari diabetes yang akan semakin parah.
3. Gejala Diabetes Tahap Lanjut
Setelah terjadi gejala umum dan awal penderita diabetes
melitus biasa nya akan timbul gejala lain sebagai tanda gejala
lanjutan dari diabetes melitus. Gejala lanjutan ini adalah
menuju dalam keadaan parah. Adapu gejala lanjutan nya
sebagai berikut :
a. Berat Badan Turun dengan Cepat
Perlu diperhatikan oleh penderita diabetes melitus
agar jangan terlalu senang terlebih dahulu ketika berat
badan turun dengan cepat. Biasanya peristiwa ini buka
dikarenakan diet diabetes yang sukses tetapi dikarenakan
pankreas rusak.
Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa pankreas
memiliki tugas memproduksi insulin yang digunakan untuk
mengolah glukosa menjadi sumber energi. Dengan
kerusakan yang ada maka pankreas tidak mampu
melakukan pengolahan gula secara maksimal. Karena
pankreas pada penderita diabetes melitus ini gagal
mengolah gula menjadi energi, maka terjadila retensi
insulin. Tubuh kemudian akan mecari sumber energi
alternatif dengan membakar cadangan lemak dalam tubuh.
Jika cadangan lemak sudah habis, maka sasaran selanjutnya
adalah otot. Akibatnya meskipun nafsu makan baik tetapi
tetap berat badan penderita kan menyusut.
b. Sering kesemutan
Sering kesemutan merupakan peristiwa bagian
tubuh tertentu, seperti tangan dan kaki terasa seperti digigit
semut. Peristiwa tersebut terjadi karena pembuluh darah
yang rusak, sehingga darah yang mengalir di ujung – ujjung
saraf menjadi berkurang.
c. Luka yang Sulit Sembuh
Gejala lain dari diabetes akut adalah lluka yang sulit
sembuh. Hal tersebut adalah efek lain dari kerusakan
pembuluh darah dan saraf selain kesemutan. Kerusakan ini
mengakibatkan penderita diabetes melitus tidak merasakan
sakit ketika mengalami luka. Penderita bahkan kadang tidak
sadar ketika ada bagian tubuh yang terluka.
Gabungan dari kadar gula yang tinggi dan tidak
hanya ada nay nyeri, maka luka yanga awalnya kecil dan
bahkan dapat membesar dan luas menjadi borok bahkan
pada akhirnya akan membusuk. Jika sudah sampai tahap
ini, amputasi adalah satu – satu nya jalan untuk
menyembuhakannya.
4. Gejala Diabetes Pada Wanita
Selain gejala yang biasa terjadi pada penderita diabetes
melitus, ada gejala teretuntu yang harus diketahui oleh wanita.
Gejala ini merupakan gejala khusus yang sering di alami,
namun sering kali tidak disadari oleh wanita. Berikut adalah
beberapa gejala yang harus diwaspadai oleh wanita :
a. Infeksi vagina yang ditandai dengan munculnya keputihan
secra berulang, meskipun telah mendapatkan pengobatan.
b. Terjadi infeksi jamur didaerah organ intim. Karena pada
organ intim wanita mengalami tingkat kelembaban yang
cukup tinggi, maka daerah tersebut akan menjadi tempat
yang nyaman bagi jamur, sehingga menyebabkan terjadinta
infeksi.
c. Terjadinya ganggguan fungsi hormonal yang disebabkan
karena aliran darah tidak lancar.
d. Polycytic Ovarian Syndrome, yaitu keseimbangan hormon
terganggu sehingga akan menganggu sistem reproduksi.
e. Depresi pada wanita bisa dikenal dengan sebagai makhluk
yang lebih mementingkan perasaan daripada pikirannya,
cenderung lebih mudah terkena depresi.

e. Komplikasi
Diabetes melitus dapat berkembang menjadi penyakit-
penyakit lain, baik akut maupun kronis.
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma hipoglekimia
Kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa darah
kurang dari 60mg/dL. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
DM tipe 1. Penyebabnya adalah pemberian dosis insulin yang
berlebih sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.
b. Krisis hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada DM, baik tipe 1
maupun 2. Terjadi dalam bentuk ketoasidosis dan koma
hipersosmolar non-ketotik.
1) Ketosidosis
Asidosis merupakan masalah yang serius dan kritis dalam
DM. Masalah ini sebagai dampak dari potogenesis primer
DM, yaitu defesiensi insulin. Ketoasidosis lebih banyak
terjadi pada DM tipe 1, dan jarang terjadi pada DM tipe 2
karena masalah terdapat sedikit insulin untuk dapat
mencegah pemecahan lemak dan protein. Ketoasidosis pada
DM tipe 2 dapat disebabkan karena infeksi berat dan adanya
penyakit penyerta lain seperti stroke,jantung,dan lain-lain.
Ketidak mampuan mentranspor glukosa kedalam sel dan
metabolisme glukosa ke dalam sel dan metabolisme glukosa
seluler, menyebabkan tubuh menggunakan leak sebagai
sumber energi. Akibatnya akan ada peningkatan kadar
guladarah, kenaikannya dapat bervariasi dari 300 hingaa
800 mg/dl. Sehingga pasien mungkin memperlihatkan kadar
gula darah yang lebih rendah. Lemak akan dipecah menjadi
asam aseto asetat, asam beta hidroksibutiran, dan aseton,
dan umlahnya meningkat dalam cairan ekstrasekunder.
Dengan demikian, jumlah keton yang diekskresikan lewat
urine meningkat yaiitu 500-1.000 mmol/ hari.
2) Hiperglikemia non ketotik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 akibat tingginya kadar gula darah dan
kekurangan insulin secara relatif, biasanya dijumpai pada
orang tua pengidap diabetes setelah konsumsi makanan tinggi
karbohidrat. Perbedaannya dengan ketoasidosis adalah pada
HHNK tidak terjadi ketosis karena kadar insulin msih cukup
sehingga tidak terjadi lipolisis besar-besaran. Kadar gula
darah yang sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik
sehingga terjadi penurunan lomposisi cairan intrasel dan
ekstrasel karena pengeluaran urine berlebihan. Dalam kondisi
ini dapat terjadi pengeluaran urine berliter-liter urine, defisit
cairan sekitar 6-10 liter dan potasium (kalium) ± 400 meq.
Gejala lainnya adalah hipotensi, dehidrasi berat (memberan
mukosa kering,turgor kulit jelek) takikardia (nadi cepat dan
lemah) rasa haus yang hebat,hipokalemia berat, tidak ada
hiperventilasi dan bau napas, serta tanda-tanda neurologis
(perubahan sensori, kejang, dan hemiparesis).
c. Efek somogyi
Efek somogyi adalah penurunan kadar glukosa darah pada
malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya.
d. Fenomena fajar ( dawn phenomenon )
Fenomena fajar adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam
5 dan 9, referensi lainnya menyebutkan antara jam 3 dan 5 pagi)
yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkardian kadar
glukosa pada pagi hari. Fenomena ini dapat dijumpai pada
penderita diabetes tipe 1 dan 2. Hormon lain yang
memperlihatkan variasi sirkardian pada pagi hari adalah kortisol
dan hormon pertumbuhan, yang keduannya merangsang
glukoneogenesis.
2. Komplikasi yang bersifat kronis
a. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,
pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh
darah otak.
b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetik,nefropati diabetik, dan neuropati. Neuropati terjadi
karena perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fungsi ginjal
yang menyebabkan komlikasi pada ginjal .
(Menurut Corwin E.J. (2000) dan Scobie, I.N. (2007) dalam
buku Nur dan Ledy 2016 )
f. Penatalaksanaan
Menurut (Damayanti,2015), ada 5 pilar dalam penatalaksanaan
Diabetes Mellitus : manajemen diet,latihan fisik (olahraga),
pemantauan (monitoring) kadar gula darah, terapi farmakologi dan
pendidikan kesehatan
1. Manajemen Diet
Tujuan umum penatalaksanaan diet pasien DM antara lain :
mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid
mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat badan
dalam batas – batas normal atau ± 10% dari berat badan
idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta
meningkatkan kualitas hidup. Bagi pasien obesitas, penurunan
berat badan, merupakan kunci penanganan DM.
Penurunan berat badan ringan ringan atau sedang (5-10%
dari total berat badan) telah menunjukkan perbaikan dalam
mengontrol DM Tipe 2. Pelaksanaan nutrisi dimulai dari
menilai kondisi pasien, salah satunya menilai status gizi.
Penilaian status gizi dengan menghitung Indeks Masa Tubuh
(IMT) = BB (kilogram)/ TB2 (meter) untuk melihat apakah
penderita DM mengalami kegemukan atau obesitas. IMT
normal pada orang dewasa antara 18,5 – 25.
Standar komposisi makanan untuk pasien DM yang
dianjurkan oleh konsensus Perkeni adalah karbohidrat 45-65%,
protein 10-20%, lemak 20-25%, dapat digunakan secukupnya.
Hiperkolesterolemia dapat menimbulkan aterosklerosis oleh
karena itu konsumsi makanan yang berkolestrol harus dibatasi.
Pemanis buatan yang aman dan dapat diterima untuk digunakan
pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah sakarin,
aspartame, acesulfame, potassium, dan sukralose. Jumlah
kalori disesuaikan dengan status gizi, umur, ada tidaknya stress
akut, dan kegiatan jasmani.
2. Latihan Fisik (Olahraga)
Olahraga mengaktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin
dimembran plasma sehingga dapat menurunkan kadar glukosa
dalam darah. Latihan fisik yang rutin memelihara berat badan
normal dengan IMT ≤ 25. Manfaat latihan fisik adalah
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah
kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolestrol
dan menurunkan kadar kolestrol total serta trigliserida.
Semua manfaat ini penting bagi pasien DM mengingat
adanya peningkatan rasio untuk terkena penyakit
kardiovaskuler pada diabetes. Pada studi lain dikatakan bahwa
pasien DM Tipe 2 terjadi penurunan kapasitas mitokondria
pada otot skeletal yang menyebabkan peningkatan risiko
gangguan fisik dan aktivitas fisik atau olahraga dapat
memperbaiki kondisi tersebut.
Prinsip latihan fisik pasien DM pada prinsipnya sama saja
dengan prinsip latihan jasmani pada umumnya yaitu mengikuti
: “F I D J” yang dapat dijelaskan sebagai berikut F : frekuensi 3
– 5 x/minggu secara teratur, I : intensitas ringan dan sedang (60
– 70 % Maximum Heart Rate, D : Durasi 30 – 60 menit setiap
melakukan latihan dan J : jenis latihan fisik yang dianjurkan
adalah aerobil yang bertujuan meningkatkan stamina seperti
jalan, jogging, berenang, senam berkelompok atau aerobik dan
bersepeda. Khusus pada diabetes yang digunakan insulin, ada
beberapa petunjuk olehraga yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Monitor kadar glukosa darah sebelum dan sesudah
berolahraga
b. Hindari gula darah rendah dengan memakai karbohidrat
ekstra sebelum olahraga.
c. Hindari olahraga berat selama reaksi puncuk insulin.
d. Lakukan suntikan insulin ditempat – tempat yang tidak akan
digunakan untuk berolahraga aktif.
e. Ikuti saran dokter untuk mengurangi dosis insulin sebelum
melakukan olahraga yang melelahkan atau lama.
f. Glukosa darah bisa turun bahkan beberapa jam setelah
berolahraga karena itu sangat penting untuk memeriksa gula
darah secara periodic.
3. Pemantauan (monitoring) kadar gula darah
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri atau self
monitoring blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk
deteksi dan memcegah hiperglikemia atau hipoglikemia, pada
akhirnya akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang.
Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi pasien dengan penyakit
DM yang tidak stabil, kecenderungan untuk mengalami ketosis
berat, hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala ringan.
Kaitannya dengan pemberian insulin, dosis insulin yang
diperlukan pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang
kuat.
Beberapa hal yang harus dimonitor secara berkala adalah
glukosa darah, glukosa urin, keton darah, keton urin. Selain itu
juga, pengkajian tambahan seperti cek berat badan secara
reguler, pemeriksaan fisik teratur, dan pendidikan tentang diit,
kemampuan monitoring diri, injeksi, pengetahuan umum
tentang diabetes dan macam – macam perubahan dalam
diabetes.
4. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar gula darah
normal atau mendekati normal. Pada DM tipe 2, insulin
terkadang diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet, latihan
fisik dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) tidak dapat menjaga
gula darah dalam rentang normal. Pada pasien DM tipe 2
kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau
beberapa kejadian stress lainnya.
Berdasarkan konsensus Perkeni, OHO saat ini terbagi
dalam 2 kelompok yaitu obat yang memperbaiki kerja insulin
dan obat yang meningkatkan produksi insulin. Obat – obatan
seperti metformin, glitazone, dan akarbose adalah obat – obat
kelompok pertama. Mereka bekerja pada hati, otot dan jaringan
lemak dan usus. Singkatan mereka bekerja ditempat dimana
terdapat insulin yang mengatur glukosa darah. Sulfonil,
Repaglinid, Nateglinid meningkatkan pelepasan inslin yang
disuntikkan menambah kadar insulin di sirkulasi darah.
Mekanisme kerja obat – obat tersbut diatas berbeda.
Berdasarkan cara kerja, OHO dibagai menjadi 3 golongan :
a. Memicu produksi insullin
1. Sulfonilurea
Obat ini telah digunakan dalam menangani
hipoglikemia pada diabetisi tipe 2 selama lebih 40
tahun. Mekanisme kerja obat ini cukup rumit. Ia bekerja
terutama pada sel beta pankreas untuk meningkatkan
produksi insulin sebelum maupun setelah makan. Sel
beta pankreas merupakan sel yang memproduksi insulin
dalam tubuh.
Sulfonilurea sering digunakan pada penyandang
diabetes yang tidak gemuk dimana kerusakan utama
diduga adalah terganggunya produksi insulin. Diabetes
yang tepat untuk diberikan obat ini adalah diabetes tipe
2 yang mengalami kekurangan insulin tapi masih
memiliki sel beta yang berfungsi dengan baik. Diabetes
yang biasanya menunjukkan respon yang baik dengan
obat golongan sulfoniurea adalah usia saat diketahui
menyandang diabetes melitus lebih dari 5 tahun, berat
badan normal atau gemuk, gagal dengan pengobatan
melalui pengaturan gaya hidup, perubahan pengobatan
dengan insulin dengan dosis yang relatif kecil.
2. Golongan Glinid
Meglitinide merupakan bagian dari kelompok yang
meningkatka produksi insulin (selain sulfonilurea).
Maka dari itu ia membutuhkan sel beta yang masih
berfungsi baik. Repaglinid dan Nateglinid termasuk
dalam kelompok ini, mempunyai efek kerja cepat, lama
kerjaa sebentar, dan digunakan untuk mengontrol kadar
glukosa darah setelah makan. Repaglinid diserap secara
segera dimakan, mencapai kadar puncak didalam darah
selama 1 jam.
b. Meningkatkan kerja insulin (sensitivitas terhadap insulin)
1. Biguanid
Metformin adalah satu – satu nya biguanid yang
tersedia saat ini. Metformin berguna untuk diabetes yang
mengalami kerja insulin. Alasan penggunaan metformin
pada diabetes karena obat ini menurunkan nafsu makan
dan menyebabkan penurunan berat badan.
Sebanyak 25% dari diabetes yang di berikan
metformin dapat mengalami efek samping pada saluran
pencernaan, yaitu rasa tidak nyaman pada perut, diare
dan rasa seperti logam di lidah. Pemberian obat ini
bersama makanan dan dimulai dengan dosis yan terkecil
dan meningkatkannya secara perlahan dapat
meminimalkan kemungkinan timbulnya efek samping.
Obat ini tidak tidak seharusnya diberikan pada
penyandang dengan gagal ginjal, hati, jantung dan
pernafasan. Metformin dapat digunakan sebagai obat
tunggal atau dalam kombinasi. Obat – obatan oral
mungkin gagal untuk mengontrol gula darah setelah
beberapa saat sebelumnya berhasil (kegagal sekunder)
akibat kurangnya kebutuhan pasien diabetes.
2. Tiazolidinedion
Saat ini terdapat 2 tiazolidinedion di indonesia yaitu
rosiglitazon dan pioglitazon. Obat golongan ini
memperbaiki kadar gula darah dan menurunkan
hiperinsulinemia dengan meningkatkan kerja insulin.
Obat golongan ini juga menurunkan kadar trigliserida
dan asam lemak bebas.
3. Resiglitazone (Avandia)
Pada obat golongan ini dapat pula digunakan
kombinasi dengan metformin pada diabetes yang gagal
mencapai target kontrol gula darah dengan pengaturan
makan dan olahraga. Pioglitazon juga diberikan untuk
meningkatkan kerja insulin.
Efek samping dari obat golongan ini dapat berupa
bengkak di daerah perifer (misalnya kaki), yang
disebabkan oleh peningkatan volume dalam cairan
tubuh. Oleh karena itu maka obat golongan ini tidak
boleh diberikan pada penderita diabetes dengan gagal
jantung berat. Selain itu, pada penggunaan obat ini
pemeriksaan fungsi hati secara berkala harus dilakukan.
c. Penghambat enzin alfa glukosidase
Penghambat kerja enzim alfa glukosidase seperti
akarbose, menghambat penyerapan karbohidrat dengan
menghambat enzim disakarida di usus. Obat ini terutama
menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek
sampingnya yaitu, kembung, buang angin, dan diare. Agar
lebih efektif oabat ini harus dikonsumsi bersama dengan
makanan.
Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada
penderita diabetes tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasa
nya kurang dari 200 mg/dL dan kadar glukosa darah setelah
semakin tinggi. Obat ini mengakibatkan hipoglikemia, dan
boleh diberikan baik pada penyandang diabetes yang
obesitas maupun tidak, serta dapat diberikan bersama
dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin.
Setelah obat tertentu dipilih untuk penyandang
diabetes, biasanya pemberian obat dimulai dari dosis yang
terendah. Dosis kemudian dinaikan secara bertahap setiap 1
– 2 minggu, hingga mencapai kadar glukosa dalam dosis
yang normal. Jika dosis hampir maksimal namun tidak
menghasilkan kontrol kadar gula darah yang memadai,
maka dipertimbangkan untuk diberikan obat kombinasi
insulin.
5. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien
diabetes sangat diperlukan karena penalataksanaan DM
memerlukan perilaku penanganan yang khusus seumur hidup.
Pasien tidak hanya belajar keterampilan untuk merawat diri
sendiri guna mengindari fluktuasi kadar glukosa dalam darah
yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif
dalam gaya hidup untuk mengindari komplikasi diabetik jangka
panjang.
Pasien harus mengerti mengenai nutrisi, manfaat dan efek
samping terapi, latihan, perkembangan penyakit, strategi
pencegahan, teknik pengontrolan gula darah dan penyesuaian
terhadap terapi. Penatalaksanaan DM tipe 2 adalah selama
hidup pasien harus rutin melakukan kunjungan ke dokter untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisik,
perawatan kaki, melakukan diet DM, olahraga dan
mendapatkan pendidikan kesehatan dalam upaya merawat DM
secara mandiri.
2. Konsep Glukosa Darah
a. Definisi Glukosa Darah

Anda mungkin juga menyukai