com/doc/84068257/MAKA
LAH-HISPRUNG-PJBL2
TUGAS PJBL 2 SISTEM GASTROINTESTINAL
TENTANG
KONSEP PENYAKIT HISPRUNG dan ASKEPNYA
Disusun oleh :
1
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011/2012
Student Learning Objectives (SLO)
2
1. Definisi Hisprung
Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus
intramuscural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia
muda dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan
segmen dengan dilatasi colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi
diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi
kebanyakan pasien memerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991)
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
3
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (
Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah
kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan
kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir £ 3 Kg, lebih banyak laki – laki
dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
2. Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang
dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN CiptoMangunkusomo Jakarta. (Kartono, 1993)
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah lakilaki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada
penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital
dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan
yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan
kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan
urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria
(mencapai 1/3 kasus). (Swenson, dkk, 1990)
3. Patofisiologi
4
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S &
Wilson, 1995 : 141 ).
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh
usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak
dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi,
2010).
KLASIFIKASI
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70% dari
kasus penyakit hisprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan.
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki maupun perempuan. (ngastiyah,
1997: 138)
5. Manifestasi Klinis
5
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen. (Nelson, 2000: 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi
abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur
merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi
abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak-anak
a. Konstipasi
b. Tinja seperti pita dan berbau busuk
c. Distensi abdomen
d. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia (Betz cecily & Sowden, 2002:197)
2. Komplikasi
a. Obstruksi usus
b. konstipasi
c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d. Entrokolitis
e. Struktur anal dan Inkontinensial ( pos operasi ) (Betz cecily & Sowden, 2002:
197)
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala
klinis mulai terlihat :
(1). Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
6
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus
, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk
waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini,
yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir
1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat
pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,1993; Fonkalsrud dkk,1997;
Swenson dkk,1990).
(2). Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di
dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya
buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
defekasi.
6. Komplikasi Hisprung
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi
spinkter. Sedangkan tujuan utama dari setiap operasi definitif pull-through adalah
menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung, dimana penderita mampu
menguasai dengan baik fungsi spinkter ani dan kontinen (Swenson dkk,1990).
Obstruksi usus
Konstipasi
Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
Entrokolitis
Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 :
197).
7
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini
khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 :
17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
8. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar
untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga
normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
8
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz
Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley
& Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan
terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik
telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan
mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat.
Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga
adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan
nutrisi parenteral total ( NPT )
Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama:
1. Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi,
Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit,
menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis.
Maka dari itu, hidrasi intravena, dekompressi
nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki peranan
utama dalam penatalaksanaan medis awal.
9
2. Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan,
Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang
besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan
elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi
prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis.
3. untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi. Injeksi BOTOX pada
sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien
post-operatif.
Tindakan bedah
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil
yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang
sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang
dilakukan, membersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.
1. Prosedur Swenson
· Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk
menangani penyakit Hirschsprung
· Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique
dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal
2. Prosedur Duhamel
· Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson
· Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian
rektum yang aganglionik dipertahankan.
· Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian
proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan
sakrum), kemudian end-to-side
anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa
3. Prosedur Soave
· Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa
dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler
rektum aganglionik.
· Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari
pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik.
10
Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer
pada anus.
A. Tujuan
B. Indikasi
C. Persiapan alat
1. Alat-alat steril
e. Stoma bag
f. korentang/forcep
b. Pengalas
11
c. Kom kecil 1 buah
d. Nierbeken 2 buah
e. NaCl 9 %
f. Sabun antiseptik
h. Masker
D. Pelaksanaan
3. Pasang sampiran
9. Buka stoma bag lama (hati-hati jangan sampai menyentuh stoma) dengan
menggunakan pinset anatomi, buang stoma bag bekas kedalam nierbeken.
10. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari stoma
11. Bersihkan stoma dengan sabun cair anti septik, mulai dari pusat luka kearah
keluar secara berlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat sedikit edema
12
12. Bersihkan stoma dengan kassa desinfektan mulai dari pusat luka kearah keluar
secara perlahan-lahan.
17. Bersihkan stoma dengan kassa desinfektan, mulai dari pusat luka kearah keluar
secara perlahan-lahan
18. Tutup stoma dengan stoma bag, kemudian plester dengan rapi
24. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering
dan rapi
13
3. Jaga privacy pasien dan jangan memperlihatkan sikap yang menyinggung pasien
14
mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan
perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh
peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan
permainan.Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan
perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anak
harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau
paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN:
Identitas Pasien
1. Nama : An. Karunia
2. Usia : 7 hari
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Suku/bangsa :
6. Status pernikahan :
7. Pendidikan :
8. Pekerjaan :
9. Alamat :
10. Nomer register ;
11. Tanggal MRS :
12. Tanggal pengkajian :
13. Diagnosa Medis : Hisprung
Penanggung Jawab
1. Nama : ibu...
2. Usia :
3. Jenis Kelamin : perempuan
4. Hubungan dengan Pasien : Ibu An. Karunia
5. Alamat :
15
KELUHAN UTAMA
An. Karunia usia 7 hari dibawa ke RS karena perut kembung dan muntah.
16
Alergi?-
Status imunisasi?-
RIWAYAT KELAHIRAN
AN. Karunia anak pertama lahir normal, lahir di tolong bidan,BB lahir 3,6 kg, mekonium
pertam,a keluar pada hari ketiga setelah kelahiran
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Bahasa yang digunakan?
Persepsi pasien tentang penyakitnya?
Pasien khawatir dengan kondisinya saat ini
Konsep diri
body image?
ideal diri?
harga diri?
peran diri?
personal identity?
Keadaan emosi?
Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara?
Hubungan dengan keluarga?
Hubungan dengan saudara?
Kegemaran / hobby?
Mekanisme pertahanan diri?
Interaksi sosial?
17
POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
a. Pola Nutrisi
1. Sebelum sakit
Frekwensi makan :
Jumlah makanan :
Jenis makanan :
Alergi / intoleransi makanan :
Nafsu makan :
( ) baik
( ) meningkat
( ) menurun
( ) penurunan sensasi rasa
( ) mual muntah
( ) stomatitis
Berat badan :
Tinggi badan :
2. Saat sakit
Frekwensi makan :
Jumlah makanan :
Jenis makanan :
Alergi / intoleransi makanan :
Nafsu makan :
( ) baik
( ) meningkat
( ) menurun
( ) penurunan sensasi rasa
( ) mual muntah
( ) stomatitis
Berat badan :
Tinggi badan :
Masalah makan dan minum?
Gigi Palsu?
Upaya mengatasi masalah?
18
b. Pola Eliminasi
1. Sebelum sakit
BAB
Frekwensi :
Waktu :
Konsistensi :
Warna :
BAB terakhir :
Penggunaan pencahar :
BAK
Frekwensi :
Warna :
Bau :
2. Saat sakit
BAB
Frekwensi :
Waktu :
Konsistensi :
Warna :
BAB terakhir :
Penggunaan pencahar :
Riwayat perdarahan :
( ) diare ( ) konstipasi ( ) inkontinensia
BAK
Frekwensi :
Warna :
Bau :
Jumlah :
Nyeri / rasa terbakar?
Riwayat penyakit ginjal / kandung kemih?
19
Penggunaan deuritika?
Penggunaan alat bantu ?
( ) inkontine
( ) hematuri
( ) retensi
( ) anuria
( ) oliguri
( ) nokturia
( ) lain-lain : ......................................................................
Upaya mengatasi masalah?
2. Saat sakit
Kegiatan perawatan
- Mandi
( ) mandiri
( ) dibantu sebagian
( ) perlu bantuan orang lain
( ) perlu bantuan orang lain dan alat
( ) tergantung / tidak mampu
- Berpakaian
( ) mandiri
( ) dibantu sebagian
( ) perlu bantuan orang lain
( ) perlu bantuan orang lain dan alat
( ) tergantung / tidak mampu
- Eliminasi
( ) mandiri
20
( ) dibantu sebagian
( ) perlu bantuan orang lain
( ) perlu bantuan orang lain dan alat
( ) tergantung / tidak mampu
- Makan & Minum
( ) mandiri
( ) dibantu sebagian
( ) perlu bantuan orang lain
( ) perlu bantuan orang lain dan alat
( ) tergantung / tidak mampu
- Mobilisasi
( ) mandiri
( ) dibantu sebagian
( ) perlu bantuan orang lain
( ) perlu bantuan orang lain dan alat
( ) tergantung / tidak mampu
- Ambulasi
( ) mandiri
( ) dibantu sebagian
( ) perlu bantuan orang lain
( ) perlu bantuan orang lain dan alat
( ) tergantung / tidak mampu
Alat bantu :
( ) kruk
( ) kursi roda
( ) tongkat
( ) lain-lain : ......................................................................
21
Hal-hal yang mempermudah tidur :
Hal-hal yang mempermudah bangun :
2. Saat sakit
Waktu tidur (jam) :
Waktu bangun :
Masalah tidur : menangis terus, tidak
bisa tidur dengan nyenyak, tidur hanya sebentar-sebentar kemudian
menangis.
Hal-hal yang mempermudah tidur :
Hal-hal yang mempermudah bangun :
Masalah tidur :
( ) sering bangun
( ) insomnia
2. Saat sakit
Mandi : x/hari
Keramas : x/minggu
Ganti pakaian : x/hari
Sikat gigi : x/hari
Memotong kuku : x/minggu
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
22
Compos mentis (kesadaran penuh)
b. Tanda-tanda Vital
Tensi :
RR : 42 x/menit
Nadi : 130 x/menit
Suhu : 37,9oC
BB : 3,1 kg
TB :
23
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya
kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan
karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
i. Ekstremitas / Musculoskeletal
Dikaji gangguan rasa nyaman?
j. Genetalia dan Anus
k. Integument
Dikaji apakah akral hangat?
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
l. Neurology
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen
yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan
aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MK
1. DS: perut kembung dan Absensi ganglion meissner dan Ketidakseimbangan nutrisi
muntah, Ibu auerbach kurang dari kebutuhan tubuh
mengatakan sehari
sebelum ke RS BB anak Usus spastis dan daya dorong
3,3 Kg (ditimbang tidak ada
bidan), sekarang di RS
BB anak 3,1 Kg. Mual dan muntah
DO: Anak terlihat
24
lemas, bibir kering, diare
distensi perut dan
selalu memuntahkan nutrisi kurang dari kebutuhan
ASI dan formula yang tubuh
diberikan.
2. DS: perut kembung dan Absensi ganglion meissner dan Kekurangan volume cairan
muntah, auerbach
DO: anak selalu
memuntahkan ASI dan Usus spastis dan daya dorong
formula yang tidak ada
diberikan, Suhu 37,9 C
Mual dan muntah
diare
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang inadekuat.
2. Kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah
25
3. Gangguan rasa nyaman b.d distensi abdomen
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kriteria hasil:
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan nutrisi parenteral sesuai Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
kebutuhan.
Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai
2. Pantau pemasukan makanan selama kebutuhan 1300-3400 kalori
perawatan
Untuk mengetahui perubahan berat
3. Pantau atau timbang berat badan. badan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Mengetahui kondisi dan menentukan
langkah selanjutnya
2. Monitor cairan yang masuk dan keluar. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
26
tubuh
3. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan
yang diprogramkan Mencegah terjadinya dehidrasi
3. Berikan obat analgesik sesuai program Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg
kerjanya pada sistem saraf pusat
27
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd),
Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta
: EGC.
Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 . Jakarta :
FKUI .
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI
28
29