Anda di halaman 1dari 21

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS


KLIEN DENGAN SECTIO CAESAREA a/i PRESENTASE BOKONG DI
BANGSAL ALAMANDA RSUD BANTUL

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:

Yeny Tutut Pusptasari


3217126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS


KLIEN DENGAN SECTIO CAESAREA PRESENTASE BOKONG
DI BANGSAL ALAMANDA RSUD BANTUL

Disusun oleh:
Yeny Tutut Puspitasari
3217126

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) (Yeny Tutut Puspitasari)

A. Pengertian Sectio Seasaria


Sectio Saesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Rustam, 2008). Sectio Cesaria
adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gr,
melalui sayatan pada dinding perut dan dinding rahim yang masih utuh.
(Hudaya, 2007).
Sectio Cesaria merupakan suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat di atas 500 gram (Mitayani, 2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2008).
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian
yang terendah (Presentasi Bokong). Angka kejadian : ± 3 % dari seluruh angka
kelahiran.

B. Etiologi
1. Indikasi Ibu
Indikasi SC pada ibu meliputi panggul sempit absolute, placenta previa,
ruptura uteri mengancam, partus lama, partus tak maju, pre eklampsia, dan
hipertensi, dan gestasional hipertensi.
2. Indikasi Janin
Indikasi SC pada janin meliputi kegawatan janin, janin besar, janin mati,
syok, anemia berat, kelainan congenital berat, dan kelainan letak janin yang
dibagi menjadi:
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea merupakan
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat
lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.

C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia
serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya
suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik
akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
D. Pathway
E. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.

F. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea


1. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a. Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
b. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (SC Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)

G. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan
sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi - komplikasi lain
Komplikasi lain yang dapat terjadi pada sectio caesaria seperti luka kandung
kemih dan embolisme paru – paru.

H. Hal yang Perlu Diperhatikan pada Sc


a. SC elektif : pembedahan direncanakan terlebih dahulu, karena segala
persiapan dapat dilakukan dengan baik.
b. Anestesia : anestesia umum akan mempengaruhi defensif pada pusat
pernafasan janin, anestesi spinal aman buat janin tetapi ada kemungkinan
tekanan darah ibu menurun yang bisa berakibat bagi ibu dan janin
sehingga cara yang paling aman adalah anestesi local, tetapi sering tidak
dilakukan karena mengingat sikap mental penderita.
c. Transfusi darah : pada umumnya SC perdarahannya lebih banyak
dibanding persalinan pervaginam, sehingga perlu dipersiapkan.
d. Pemberioan antibiotik : pemberian antibiotik sangat dianjurkan mengingat
adanya resiko infeksi pada ibu.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis/kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
J. Penatalaksanaan Medis Post Sc
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi, latihan pernafasan dapat dilakukan
penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar. Hari kedua
post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.Kemudian posisi tidur telentang
dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler). Selanjutnya
selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 – 48 jam/lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi.
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

K. Presentasi Bokong
1. Pengertian
Presentasi bokong atau letak sungsang merupakan letak memanjang
dengan kepala janin di fundus dan bokong di bagian bawah kavum uteri
(Manuaba, 2010 dan Saifuddin, 2011). Letak sungsang adalah janin yang
letaknya memanjang dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di
bawah (Mochtar, 2013). Presentasi bokong adalah letak memanjang
dengan kelainan dalam polaritas dengan panggul janin merupakan kutub
bawah (Oxorn, 2010). Presentasi bokong adalah janin dalam posisi
longitudinal dengan bokong berada di kutub bawah uterus (Fraser, 2012).
2. Etiologi
a) Dari sudut ibu
1) Keadaan rahim (rahim arkuatus, septum pada rahim, uterus
dupleks, mioma bersama kehamilan)
2) Keadaan plasenta (plesenta letak rendah, plasenta previa)
3) Kedaan jalan lahir (kesempitan panggul, deformitas tulang
panggul, terdapat tumor menghalangi jalan lahir) (Manuaba, 2010).
b) Dari sudut Janin
1) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
2) Hidrosefalus, Anensefalus
3) Kehamilan kembar, Prematuritas
4) Hidramnion, Oligohidramnion (Medforth, 2012).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko dari presentasi bokong menurut Saifuddin (2011) dan Fraser
(2012) :
a) Prematuritas
Karena air ketuban masih banyak dan kepala anak mudah bergerak.
b) Plasenta previa
Letak plasenta yang berada di bawah menghalangi turunya kepala
kedalam pintu atas panggul.
c) Multiparitas Frekuensi
Presentasi bokong lebih banyak pada multipara dibandingkan
primigravida. Angka paritas yang tinggi biasanya disertai dengan
relaksasi uterus.
d) Kehamilan kembar
Kehamilan kembar membatasi ruang yang tersedia untuk perputaran
janin sehingga dapat menyebabkan salah satu janin atau lebih memiliki
presentasi bokong.
e) Kelainan bentuk kepala
Seperti hidrosefalus, anensefalus karena kepala kurang sesuai dengan
bentuk pintu atas panggul. 10 6) Polihidramnion, Oligohidramnion
Cairan amnion yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat
menyebabkan presentasi bokong.
f) Abnormalitas struktur uterus
Bentuk uterus yang abnormal dan distorsi rongga uterus oleh septum
atau jaringan fibroid dapat menyebabkan presentasi bokong.
4. Kliasifikasi Presentasi Bokong
Berdasarkan bagian terbawah janin presentasi bokong dapat dibagi
menjadi:
a) Bokong murni (frank breech) Kedua kaki terangkat keatas sehingga
pada pemeriksaan dalam hanya teraba bokong (Mochtar, 2013).
b) Bokong kaki sempurna (complete breech) Disamping bokong dapat di
raba kedua kaki (Medforth, 2012).
c) Bokong kaki tidak sempurna (Incomplet Breech) Salah satu atau kedua
pinggul tidak difleksikan dan satu atau kedua kaki atau lutut berada
dibawah bokong (Dutton, 2012).
d) Flooting breech Satu atau kedua kaki menjadi bagian presentasi karena
baik pinggul atau lutut tidak sepenuhnya fleksi. Bedanya dengan
Complete Breech kaki lebih rendah dari bokong (Fraser, 2009).
5. Patofisiologi pada presentasi bokong
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin
terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32
minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan
janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan
diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang (Tanto,
2014).
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan
jumlah air ketuban relatif berkurang. Bokong dengan kedua tungkai terlipat
lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang
lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang
lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala. Presentasi bokong yang menetap dapat
disebabkan oleh abnormalitas dari bayi, volume cairan amnion, lokasi
plasenta, kelainan uterus, tonus otot uterus yang lemah dan prematuritas
(Saifuddin, 2011 dan Tanto, 2014).

L. Masa Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan
dalam periode ini karena merupakan masa kritis ibu maupun bayinya.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama
(Saifuddin, 2010).
Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat dengan tidur
telentang selama 8 jam pascapersalinan. Setelah itu, ibu boleh miring ke
kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli,
hari kedua ibu diperbolehkan duduk. Pada hari ketiga ibu dianjurkan
berjalan-jalan dan pada hari keempat atau hari kelima diperbolehkan
pulang. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung protein, sayur-
sayuran, dan buah-buahan (Mochtar, 2013).
2. Perubahan Fisiologis
Masa Nifas Menurut Fraser (2012), Terlepasnya plasenta dari dinding
rahim menimbulkan perubahan fisiologis pada jaringan otot dan jaringan
ikat, 7 karena disebabkan menurunnya kadar estrogen dan progesteron
dalam tubuh, perubahan-perubahan fisiologis itu meliputi :
a. Perubahan Sistem Reproduksi Segera setelah pengeluaran plasenta,
fundus uteri yang berkontraksi tersebut terletak sedikit di bawah
umbilikus. Dua hari setelah pelahiran, uterus mulai mengalami
pengerutan hingga kembali ke ukuran sebelum hamil yaitu 100g atau
kurang (Cunningham, 2014). Perubahan uterus dalam keseluruhannya
disebut involusi uteri (Rukiyah, 2010). Selain uterus, serviks juga
mengalami involusi bersamaan dengan uterus, hingga 6 minggu
setelah persalinan serviks menutup (Trisnawati, 2012).
Pada masa nifas dari jalan lahir ibu mengeluarkan cairan mengandung
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus
(Lochia). Lochia berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-
beda pada setiap wanita . Pengeluaran lochia berlangsung pada hari
pertama setelah persalinan hingga 6 minggu setelah persalinan dan
mengalami perubahan warna serta jumlahnya karena proses involusi
(Mansyur, 2014).
Berdasarkan waktu dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4
jenis:
1) lochia rubra, lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari
ketiga masa postpartum, warnanya merah karena berisi darah segar
dari jaringan sisa-sisa plasenta 8
2) lochia sanginolenta, berwarna merah kecoklatan dan muncul di
hari keempat sampai hari ketujuh
3) lochia serosa, lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai hari
keempatbelas dan berwarna kuning kecoklatan
4) lochia alba, berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6 minggu
postpartum (Marmi, 2012, dan Mansyur, 2014).
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini terjadi
karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat tekanan
menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang makan, dan laserasi jalan
lahir (Trisnawati, 2012).
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan
sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat
spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami tekanan kepala janin selama persalinan. Protein dapat
muncul di dalam urine akibat perubahan otolitik di dalam uterus
(Rukiyah, 2010).
d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal Ligamen, fasia, dan diafragma
pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir
berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali (Mansyur, 2014).
e. Perubahan Sistem Hematologi
Selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar
200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan
hemoglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal
dalam 4-5 minggu postpartum (Trisnawati, 2012).
f. Perubahan Sistem Endokrin
Human Choirionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum
(Mansyur, 2014).
g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah persalinan volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan
ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia (Rukiyah, 2010).
h. Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada ibu masa nifas terjadi peerubahan tanda-tanda vital, meliputi:
a) suhu tubuh
24 jam setelah melahirkan subu badan naik sedikit (37,50 C-380 C)
sebagai dampak dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan
cairan yang berlebihan, dan kelelahan (Trisnawati,2012).
b) nadi Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat dari denyut nadi
normal orang dewasa (60-80x/menit).
c) tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan darah tinggi
atau rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan
preeklamsia (Mansyur, 2014).
d) pernafasan Frekuensi
pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24 kali per menit. Pada
ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Bila
pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,
kemungkinan ada tanda-tanda syok (Rukiyah, 2010)

i. Kunjungan Masa Nifas


Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali, kunjungan masa nifas
dilakukan untuk menilai status kesehatan ibu dan bayi baru lahir
(Saifuddin, 2010).

M. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih, efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agens cidera fisik
b. Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik
c. Risiko infeksi b/d prosedur invasif
d. Hambatan mobilitas fisik b/d agens farmaseutikal
e. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (suara bising)
f. Ketidakefektifan pemberian ASI b/d suplai ASI tidak cukup
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1400)
agens cidera keperawatan selama 3 x 8 1. Kaji nyeri klien secara
fisik. jam, diharapkan nyeri akut komprehensif (P,Q,R,S,T).
2. Observasi reaksi nonverbal
klien teratasi dengan kriteria
dari ketidaknyamanan.
hasil :
3. Gunakan teknik
Kontrol Nyeri (1605)
komunikasi terapeutik
1. Mampu mengontrol
untuk mengetahui
nyeri dengan teknik
pengalaman nyeri pasien.
nonfaramakologi. 4. Monitor tanda-tanda vital
2. Melaporkan bahwa nyeri
(Tekanan darah, nadi, suhu,
dapat berkurang (skala 1
dan respirasi).
-10). 5. Tingkatkan istirahat total
3. TTV dalam batas normal
klien (bedrest).
(TD:120/80 mmHg, 6. Ajarkan klien teknik non
N:60-100 x/menit, RR: farmakologi (tarik nafas
12-24 x/menit). dalam dan distraksi).
7. Kolaborasi pemberian
analgetik jika diperlukan.
2 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (3660)
integritas keperawatan selama 3 x 8 1. Monitor karakteristik luka,
jaringan b/d jam, diharapkan kerusakan termasuk drainase, warna,
faktor mekanik integritas jaringan dapat ukuran, dan bau.
2. Bersihkan luka dengan
teratasi dengan kriteria
normal saline atau
hasil:
pembersih yang tidak
Penyembuhan Luka
beracun, dengan tepat.
Primer (1102)
3. Berikan balutan yang sesuai
1. Terjadi pembentukan
dengan jenis luka.
bekas luka. 4. Pertahankan teknik balutan
2. Tidak ada eritema di
steril ketika melakukan
kulit sekitar luka.
perawatan luka, dengan
3. Tidak ada peningkatan
suhu tubuh. tepat.
4. Tidak ada bau luka. 5. Ajari pasien dan keluarga
tentang tanda-tanda infeksi.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang asupan nutrisi yang
sesuai untuk pasien.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi (6540)
1. Monitor tanda-tanda
b/d prosedur keperawatan selama 3 x 8
infeksi.
invasif jam, diharapkan risiko
2. Anjurkan pengunjung untuk
infeksi dapat teratasi dengan
mencuci tangan sebelum
kriteria hasil:
dan sesudah meninggalkan
Keparahan Infeksi (0703)
1. Tidak ada tanda-tanda kamar pasien.
3. Batasi jumlah pengunjung.
infeksi (Kolor, Dolor,
4. Ganti peralatan perawatan
Rubor, dan Tumor).
pasien sesuai protokol.
2. Tidak adanya
5. Dorong pasien untuk
peningkatan sel darah
beristirahat yang cukup.
putih. 6. Ajari pasien dan keluarga
3. Tidak ada malaise dan
bagaimana cara
lethargi.
menghindari terjadinya
infeksi.
7. Kolaborassi pemberian
antibiotik dengan dokter.
4 Hambatan Setelah dilakukan asuhan Terapi Latihan: Ambulasi
mobilitas fisik keperawatan selama 3 x 8 (0221)
b/d agens jam, diharapkan hambatan 1. Monitor vital sign
farmaseutikal mobiltas fisik dapat teratasi sebelum/sesudah latihan
dengan kriteria hasil: dan lihat respon pasien saat
Posisi Tubuh: Berinisiatif latihan.
Sendiri (0203) 2. Ajarkan pasien atau tenaga
1. Klien kesehatan lain tentang
meningkat dalam teknik ambulasi.
aktivitas fisik. 3. Kaji kemampuan pasien
2. Mengerti dalam mobilisasi.
tujuan dari peningkatan 4. Latih pasien dalam
mobilitas. pemenuhan kebutuhan
3. Memverbal ADLs secara mandiri sesuai
isasikan perasaan dalam kemampuan.
meningkatkan kekuatan 5. Dampingi dan Bantu pasien
dan kemampuan saat mobilisasi dan bantu
berpindah/merubah penuhi kebutuhan ADLs.
posisi 6. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
7. Konsultasikan dengan ahli
terapi fisik mengenai
rencana ambulasi, sesuai
kebutuhan.
5 Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Tidur (1850)
1. Monitor pola tidur klien
tidur b/d keperawatan selama 3 x 8
dan jumlah jam tidur.
halangan jam diharapkan gangguan
2. Identifikasi faktor yang
lingkungan pola tidur dapat
dapat meningkatkan
(suara bising) teratasidengan kriteria
mood tidur
hasil : 3. Ajarkan pasien
Tidur (0004) bagaimana melakukan
1. Tidak ada kesulitan relaksasi otot atau
memulai tidur. bentuk intervensi non-
2. Perasaan segar setelah farmakologi lainnya
tidur. untuk memancing tidur.
4. Anjurkan pasien untuk
3. Tidak terganggunya
menghindari makanan
pola tidur.
dan minuman yang dapat
menggangggu tidur.
5. Bantu meningkatkan
jumlah jam tidur, jika
diperlukan.
6. Berikan informasi
mengenai teknik yang
dapat membantu
meningkatkan tidur.
7. Kolaborasi pemberian
obat tidur dengan dokter,
jika diperlukan.

6 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Konseling Laktasi (5244)


pemberian ASI keperawatan selama 3 x 8 1. Monitor kemampuan bayi
b/d suplai ASI jam, diharapkan untuk menghisap.
2. Demonstrasikan breast
tidak cukup ketidakefektifan pemberian
care dan pantau
ASI dapat teratasi dengan
kemampuan klien untuk
kriteria hasil:
melakukan secara teratur.
Keberhasilan Menyusui:
3. Ajarkan cara
Maternal (1001)
mengeluarkan ASI dengan
1. Posisi nyaman selama
benar, cara menyimpan,
menyusui.
cara transportasi sehingga
2. Payudara penuh sebelum
bisa diterima oleh bayi.
menyusui. 4. Berikan dukungan dan
3. Pengeluaran ASI (refleks semangat pada ibu untuk
let down). melaksanakan pemberian
4. Adanya dukungan Asi eksklusif.
5. Berikan penjelasan tentang
keluarga.
tanda dan gejala
5. Klien puas dengan
bendungan payudara dan
proses menyusui.
infeksi payudara.
6. Anjurkan keluarga untuk
memfasilitasi dan
mendukung klien dalam
pemberian ASI.
7. Ajarkan teknik marmet
untuk membantu
melancarkan pengeluaran
ASI.
8. Berikan informasi
mengenai manfaat
kegiatan menyusui baik
fisiologis maupun
psikologis.
9. Rujuk pada praktisi atau
konsultan laktasi jika
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2005. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Cunningham, F G, et all. 2014. Obstetri Williams Volume I. Jakarta: EGC

Doengoes, M. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Fraser, Diane, M. dan Cooper, M. A. 2012. Buku Ajar Bidan Myles. EGC. Jakarta.

Manuaba, I.B. 2011. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2012. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mansyur, Arif, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Jakarta.

Marmi, 2012, Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Pustaka Belajar: Yogyakarta

Medforth, Janet, dkk, 2012, Kebidanan Oxford, EGC: Jakarta

Mochtar. 2004. Sinopsis Obstetri, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta : EGC

Oxron H, & William R. Forte. 2010. Yayasan Essentia Medika: Yogyakarta

Rukiyah. 2013. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info Media.

Saifuddin, A B. 2011. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan


Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Sarwono, 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Trisnawati F. 2012. Asuhan Kebidanan. Jilid I. PT. Prestasi Pustakarya: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai