Anda di halaman 1dari 7

Fhany Grace Lubis / G99171053

ANGINA LUDWIG

A. Definisi
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat
(selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam
grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga
mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang
membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus
melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan
submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).
B. Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh
odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral
hygiene yang kurang.Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang
submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi
paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute infeksi pada
kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari
perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang
erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi
gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi,
kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang.
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi
penyebab odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar
yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular
abses akan menyebar ke ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi
terakhir juga dapat menyebabkan angina Ludwig, antara lain: penyebaran
organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi
endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan
tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen
saat perawatan gigi.
C. Patofisiologi
Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan
submandibula akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat
dan dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Pada
pemeriksaan bakteriologi ditemukan polimikroba dan kebanyakan merupakan
flora normal pada mulut. Angina Ludwig umumnya berawal dari infeksi
odontogentik, terutama dari gigi molar kedua dan ketiga rahang bawah. Gigi
tersebut mempunyai akar yang mengarah ke otot mylohyoid, sehingga dapat
menyebar ke ruang submandibula. Penyebab Ludwig’s angina lainnya yang
pernah dilaporkan antara lain sialadentis, abses peritonsial, fraktur mandibula
terbuka, epilogisitis, injeksi obat-obatan intravena pada leher, trauma
bronkoskopi, intubasi endotrakea, laserasi oral, tindik lidah, infeksi saluran
pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.
Organisme yang sering diisolasi pada pasien Angina Ludwig yaitu
Streptococcus viridians, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus
aureus. Bakteri anaerob juga sering terlibat, termasuk bakteroides,
peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif lainnya yang
berhasil diisolasi yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa,
spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium species.
Bakteri gram negative yang berhasil diisolasi termasuk Neisseria species,
Escherichia coli, Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan
Klebsiella sp.
Perkembangan penyakit Angina Ludwig di dukung oleh karena struktur
anatomi jaringan dasar mulut. Hubungan margin posterior yang melingkar
pada otot mylohyoid melibatkan ruang sublingual dan kontralateralnya
dengan cepat. Tulang mandibula dan hyoid, serta lapisan superficial dari fasia
servikal membatasi perluasan jaringan bila terjadi edema sehingga
menyebabkan pergeseran dasar mulut dan lidah kearah superior dan posterior.
Lapisan superficial dari fasia servikal dalam mengelilingi kelenjar
submandibula. Infeksi atau pembengkakan kelenjar submandibula awalnya
ditahan oleh lapisan ini, namun lama-kelamaan memperlemah fasia sehingga
menyebabkan infeksi cepat meluas ke dalam ruang submandibula.
D. Manifestasi Klinis
Pasien dengan angina ludwig dapat dikaitkan dengan adanya tindakan
ekstraksi gigi dikarenakan kebersihan gigi dan mulut yang buruk serta karena
keluhan sakit pada gigi. Temuan klinik yang paling banyak ditemukan ialah
adanya bengkak, nyeri, kemerahan pada dasar mulut dan leher bagian depan,
demam, disfagia (kesulitan menelan), odinofagi (sakit saat menelan),
hipersalivasi, trismus, nyeri gigi, dan kesulitan bernapas. Tanda paling awal
yang biasanya ditemui ialah kesulitan bernapas dikarenakan adanya blokade
saluran napas karena infeksi pada dasar mulut sehingga membengkak dan
menutup saluran napas. Suara serak, stridor, distres pernapasan, penurunan
dalam pergerakan, sianosis, dan posisi mendongakkan dagu yang disebut
sniffing position merupakan tanda dari kegawatdaruratan pernapasan. Pasien
juga biasanya terdapat adanya kesulitan berbicara yang digambarkan seperti
orang yang sedang memakan kentang panas sehingga disebut hot potato voice
yang dikarenakan adanya edema pada plica vocalis dan plica vestibularis.
Hal ini harus segera diwasapadai karena hal tersebut merupakan tanda adanya
obstruksi jalan napas yang berat. Temuan klinik lain yang dapat ditemukan
biasanya terdapat demam, malaise, takipneu, dan takikardi yang menandakan
adanya sepsis. Pasien juga dapat merasa gelisah, agitasi, dan kebingungan.
Pada pemeriksaan intraoral dapat ditemukan adanya elevasi lidah, dasar mulut
dan leher bagian depan yang mengeras, dan bengkak pada suprahyoid. Adanya
bengkak pada leher bagian depan di atas tulang hyoid terkadang akan
menimbulkan manifestasi bull`s neck pada pasien.
Angina ludwig merupakan infeksi bagian wajah yang bersifat aselulitis.
Tanda yang ada bersifat bilateral, terdapat bengkak pada wajah bagian bawah
hingga leher bagian atas depan. Hal tersebut dikarenakan infeksi telah
menyebar ke ruang submandibular sublingual dan ruang submentale.

Gambar 1. Gambaran klinis angina ludwig


E. Diagnosis
Diagnosis angina ludwig didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang mendukung ke arah penyakit tersebut. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologi seperti MRI atau CT-Scan. Pemeriksaan kultur cairan juga dilakukan
untuk mengetahui kuman penyebab secara spesifik.
F. Tatalaksana
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang
utama adalah menjamin jalan napas yang stabil melalui trakeostomi yang
dilakukan dengan anastesi lokal itu, untuk mengurangi pembengkakan mukosa
dapat diberikan nebulisasi epinefrin. Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi
dan berspektrum luas secara intravena untuk organisme gram positif dan gram
negatif, aerob maupun anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil
kultur dan hasil sensitifitas pus. Antibiotik yang diberikan misalnya penicillin-G
dengan metronidazole, clindamicin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam,
amoksisilin-clavulanate. Walaupun masih merupakan suatu kontroversial,
tetapi pemberian dexamethason secara intravena untuk mengurangi edema pada
jalan napas masih sering diterapkan.
Drainase dipertimbangkan apabila terdapat infeksi supuratif, adanya
penemuan radiologis berupa akumulasi cairan atau udara pada jaringan lunak,
krepitus, atau needle aspirate yang purulen. Drainase juga dipertimbangkan bila
tidak ada perbaikan klinik setelah pemberian terapi antibiotik. Prinsip utama
penatalaksanaan pada pasien angina ludwig, yakni:
1. Proteksi dan kontrol jalan napas
2. Pemeberian antibiotik yang adekuat
3. Insisi dan drainase abses
4. Hidrasi dan nutrisi adekuat
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada angina Ludwig yang tidak diterapi
secara tepat adalah sebagai berikut:
1. Obstruksi jalan napas
2. Infeksi carotid sheath
3. Tromboplebitis supuratif pada vena jugular interna
4. Mediastenitis
5. Empiema
6. Efusi pleura
7. Osteomielitis mandibula
8. Pneumonia aspirasi
REFERENSI
Balakrishnan A, Thenmozhi MS (2014). Angina : causes, symptoms, and
treatment. Journal of Pharmacology, science, and repiration. 6(10) :
328-330
Cummings C W.Ed. Otolaringology Head and Neck Surgery.4th Ed. Pennsylvania:
Elsevier Mosby; 2005. P. 2517.

Kulkarni A H, Pai S D, Bhattarai B, Rao S T, Ambareesha M. 2008. Ludwig’s


Angina and airway consideration : a case report;Cases Journal 2008, 1:19.
Available from: URL: http://www.casesjournal.com/content/1/1/19
diunduh pada 18 Juni 2017

Lemonick DM. (2002). Ludwig’s Angina: Diagnosis and Treatment. Hospital


Physician. p. 31-37
Lemonick DM. (2002). Ludwig’s angina: diagnosis and treatment.
http://www.turner-white.com/ludwig’sangina.htm- diakses pada 18 Juni
2017
Rahardjo SP. Penatalaksanaan angina Ludwig. J Dexa Media 2008; 21 (1): 32-5.
Van Kuilenburg JT, Van Niekerk J, Sinnige H. (2009). A woman with a swollen
neck. The Journal of Medicine, 67 (9): 308-9.
Saifeldeen K, Evans R. Ludwig’s angina. (2004). Emergency Medicine Journal,
21: 242-3.
Campbell AC, Shumrick KA. (2001). Infectious and inflammatory disorders. In:
Gumper E. Otolaryngology The essentials. USA: Thieme: 438-46.

Anda mungkin juga menyukai