Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Hidrologi

2.1.1. Perhitungan Hujan Rata-Rata

Untuk perhitungan hidrologi daerah aliran sungai di perlukan perhitungan


hujan rata-rata. Karena pada perhitungan hujan rata-rata, hujan yang terjadi
distribusinya dianggap merata pada suatu daerah aliran sungai. Dalam perhitungan
hujan rata-rata daerah aliran sungai beberapa metode yang sering di gunakan yaitu:

2.1.1.1. Metode Aritmatik

Metode aritmatik baik di gunakan untuk daerah datar dan penyebaran


stasiun hujannya merata.perhitungan hujan rata-rata metode aritmatik caranya
adalah dengan membagi rata jumlah hujan dari hasil pencatatan stasiun yang ada
pada daerah aliran sungai, sehingga dapat di rumuskan sebagai berikut :

𝑃1+𝑃2+𝑃3+ …..𝑃𝑛
P= .............................(2.1)
𝑛

Dimana : P = hujan rata-rata (mm)

P1,P2..Pn = jumlah hujan masing-masing stasiun yang di amati (mm)

2.1.1.2. Metode Polygon Thiessen

Metode Polygon Thiessen baik di gunakan untuk daerah yang stasiun


hujannya tidak merata. Perhitungan hujan rata-rata metode polygon thiessen dapat
di gunakan dengan cara sebagai berikut :

1. Menghubungkan masing-masing stasiun hujan dengan garis polygon.


2. Membuat garis berat antara 2 stasiun hujan hingga bertemu dengan garis
berat lainnya pada satu titik dalam polygon.
3. Luas yang mewakili masing-masing stasiun hujan di batasi oleh garis
pemberat pada polygon.

4
5

4. Luas sub-area masing-masing stasiun hujan di pakai sebagai faktor


pemberat dalam menghitung hujan rata-rata.

Sehingga perhitunga hujan rata-rata pada suatu daerah aliran dapat di rumuskan :

𝑃1+𝑃2.𝐴2+𝑃3.𝐴3+ …..𝑃𝑛𝐴𝑛
P= .............................(2.2)
𝐴1+𝐴2+𝐴3…..+𝐴𝑛

Dimana : P = hujan rata-rata (mm)

P1,P2..Pn = jumlah hujan masing-masing stasiun yang di amati (mm)

A1,A2..An = Luas sub-area yang mewakili masing-masing stasiun hujan (mm)

2.1.2. Perhitungan Hujan rencana dengan Analisa Frekuensi Hujan

Analisa frekuensi hujan merupakan analisa statistik penafsiran (statistical


inference) hujan, biasanya dalam perhitungan hidrologi di pakai untuk menentukan
terjadinya periode ulang hujan pada periode tahun tertentu. Pada perencanaan
teknik sumber daya air, analisa frekuensi hujan ini sangat di perlukan dalam
perhitungan kejaidan banjir rencana apabila pada lokasi yang di rencanakan tidak
terdapat pencatatan debit maksimum jangka panjang dan terus menerus.

Pada perencanaan bangunan hidrolis selalu di pertimbangkan debit


maksimum berapa yang harus di tetapkan agar struktur bangunan aman terhadap
banjir periode ulang tertentu, dimana besarnya banjir itu sendiri di hasilkan dari
aliran sungai yang airnya berasal dari hujan lebat yang jatuh pada daerah aliran
sungai. Sehingga untuk menetapkan besarnya banjir periode ulang tertentu, di
perlukan data hujan harian maksimum periode panjang paling tidak 20 tahin, hal ini
untuk mendapatkan angka penyimpangan dari nilai rata-rata hujan harian maksimu
yang kecil. Sedangkan yang di maksud hujan harian maksimum periode ulang
tertentu adalah besranya hujan harian maksimum yang dalam jangka waktu ulang,
satu kali akan di samai atau di lampaui. Dalam hal ii tidak berarti bahwa selama
stu jangka waktu ulang itu hanya sekali kejadian, tetapi merupakan perkiraan bahwa
hujan harian maksimum tersebut akan sekali terjaadi atau lebih sekali terjadi pada
periode ulang yang di tetapkan.
6

Dalam analisa frekuensi hujan harian maksimum, kebenaran perhitungan


yang di buat dari analisis data hujan harian maksimum sebenarnya tidak dapat di
pastikan kebenarannya secara absolut, oleh karena itu teori aplikasi peluang sangat
di perlukan. Pada distribusi peluang terdapat persamaan distribusi peluang untuk
variabel acak deskrit (discrete random variables) mislanya Binomial dan poisson,
sedangkan variabel acak kontinyu (continue random variables) terdapat beberapa
persamaan distribusi peluang kontinyu yang sering di gunakan dalam perhitungan
hidrologi untuk perhitungan hujan harian maksimum rencana misalnya sebaran
Normal, Log Normal 2 Parameter, Log Normal 3 Parameter, Log-Person Type III
dan gumbel Type I.

2.1.2.1. aplikasi sebaran normal

Sebaran normal jua di sebut sebaran Gauss yang sering di pakai untuk
analisi frekuensihujan harian maksimum, dimana sebaran mempunyai fungsi
kerapatan kemungkinn (probability density function) sebagai berikut :
−1 𝑥−𝜇 2
1 ( )
P(X) = 𝜎 .𝑒2 𝜎 ..........................(2.20)
√2𝜋

Dimana :

P(X) = fungsi kerapatan peluang nominal

π = 3,14156

μ = 2,71828

e = nilai X rata-rata

σ = standar deviasi nilai X

2.1.2.2. Aplikasi Sebaran Log-Person Type III

Sebaran Log-Person Type III, sering di gunakan pada perhitungna hujan


harian maksimum untuk menghitung besarnya banjir rencana yang terjadi pada
periode ulang tertentu. Adapun persamaan fungsi kerapatan peluangnya adalah :
7

1 𝑥−𝑐 𝑏−1 𝑥−𝑐


P(X) = 𝑎Γ.𝑏 .[ ] 𝑒− ( 𝑎
)
..........................(2.37)
𝑎

Dimana :

P(X) = fungsi kerapatan peluang variat X

X = nilai variat

a,b,c = parameter

Γ = fungsi gamma

Apabila nilai variat X di plot pada kertas logaritma, maka bentuk persamaa
matematikanya merupakan persamaan garis harus sebagai berikut :

Xtr = 𝑥̅ + k . S ..........................(2.38)

Dimana :

Xtr = nilai logaritma X

𝑥̅ = nilai rata-rata X

S = standar deviasi

k = karakteristik distribusi Log-Person Type III, yang nilainya tergantung dari


nilai koefisien skewnessnya seperti tabel II-3 lampiran

Adapun parameter statistik yang di perlukan pada log-person type III yaitu
harga rata-rata, standar deviasi dan koefisien skewness, yang nilai koefisien
kortusis (koefisien keruncingan) mendekati Ck = 1,50 Cs2 + 3.

2.1.2.3 Aplikasi Sebaran Gumbel Type I

Sebaran gumbel type I, umumnya di gunakan pada perhitungan hujan harian


maksimum untuk menentukan kejadian yang ekstrim. Dimana sebaran ini
mempunyai fungsi distribusi eksponensial fanda sebagai berikut :

P(X) = 𝑒 (−𝑒)−𝑌 .......................................(2.39)


8

Dengan batasan: X ≤ x

-∞ < X < + -∞

Dimana :

P(X) = fungsi kerapatn peluang X

X = variabel acak kontinyu

e = 2,71828

Y = faktor reduksi (reduced variate)

Persamaan sebaran lurus Gumbel type I, di tentukan dengan metode momen :

Y = a (X – X0) ...................................(2.40)

Fisher dan tippet mendapatkan harga :

1,281
a = .......................................(2.41)
𝜎

0,557
X0 =μ- maka
𝑎

X0 = μ – 0,455 σ ..............................(2.42)

Dimana :

μ = nilai rata-rata

σ = standar deviasi

selanjutnya dengan penjabaran lebih lanjut, pada sebaran Gumbel type I


mempunyai nilai koefisien kemencengan (skewness) ≈ 1,396 dan kurtosis ≈
5,4002, sedangkan nilai Y, faktor reduksi Gumbel merupakanfungsi dari besarnya
peluang atau periode ulang seperti di tunjuka pada tabel 2.7. persamaan garis lurus
sebaran Gumebl type I juga dapat di dekati dengan persamaan :

X = 𝑥̅ + k. S ...................................(2.43)
9

Dimana :

X = perkiraan nilai yang di harapkan terjadi pad aperiode ulang


tertentu.

𝑥̅ = nilai rata-rata kejadian

S = standar deviasi kejadian.

k = faktor frekuensi k untuk harga ekstrem Gumbel, di tulis dengan


rumus.

𝑌𝑇−𝑦𝑛
k = ...............................(2.44)
𝑠𝑛

dimana :

YT = reduksi variat

yn = reduksi rata-rata variat yang nilainya tergantung jumlah data (n)

(𝑇𝑟−1)
YT = -1n ( -1n( ))...................(2.45)
𝑇𝑟

Tr = periode ulang

sn = standar deviasi variat yang nilainya tergantung jumlah data (n)

hubungan jumlah data kejadian (n) dengan reduksi rata-rata variat (yn) dan
standar deviasi variat (sn), dapat di lihat pada tabel 2.8.
10

Tabel 2.7. Nilai Variabel Reduksi Gumbel

Periode ulang Peluang


YT
T (tahun) (%)
1,001 0,999 -1390
1,001 0,990 -0,834
2,000 0,500 0,366
2,500 0,400 0,671
3,330 0,300 1,030
4,000 0,250 1,240
5,000 0,200 1,510
10,000 0,100 2,250
20,000 0,050 2,970
50,000 0,020 3,900
100,000 0,010 4,600
200,000 0,005 5,290
500,000 0,002 6,210
1000,000 0,001 6,900
11

Tabel 2.8 Hubungan Reduksi rata-rata (Yn) dan reduksi standar deviasi (Sn) dengan
jumlah data kejadian (n)

N Yn N Yn n Sn n Sn
10 0,4952 30 0,5362 10 0,9496 30 1,1124
11 0,4996 31 0,5371 11 0,9676 31 1,1159
12 0,5035 32 0,5380 12 0,9833 32 1,1193
13 0,5070 33 0,5388 13 0,9971 33 1,1226
14 0,5100 34 0,5396 14 1,0095 34 1,1255
15 0,5128 35 0,5402 15 1,0206 35 1,1285
16 0,5157 36 0,5410 16 1,0316 36 1,1313
17 0,5181 37 0,5418 17 1,0411 37 1,1339
18 0,5202 38 0,5424 18 1,0493 38 1,1363
19 0,5220 39 0,5430 19 1,0565 39 1,1388
20 0,5236 40 0,5436 20 1,0628 40 1,1413
21 0,5252 41 0,5442 21 1,0696 41 1,1436
22 0,5268 42 0,5448 22 1,0754 42 1,1458
23 0,5283 43 0,5453 23 1,0811 43 1,1480
24 0,5296 44 0,5458 24 1,0864 44 1,1499
25 0,5309 45 0,5463 25 1,0915 45 1,1519
26 0,5320 46 0,5468 26 1,0961 46 1,1538
27 0,5332 47 0,5473 27 1,1004 47 1,1557
28 0,5343 48 0,5477 28 1,1047 48 1,1574
29 0,5353 49 0,5481 29 1,1086 49 1,1590

2.1.3 Uji Kesesuaian Distribusi frekuensi

Untuk menentukan kesesuaian (the goodness of fit) distribusi frekuensi empiris dari
sampel data terhadap fungsi distribusi frekuensi teoritis yang di perkirakan dapat
menggambarkan atau mewakili distribusi empiris, di perlukan pengujian secara
statistik. Dalam menentukan distribusi frekuensi pada perhitungan statistik
hidrologi sering di terapkan dua cara pengujian yaitu : Uji kesesuaian Smirnov-
Kolmogorov dan Uji Chi Kuadrat (Chi-Square Test).

2.1.3.1 Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov meruapakan uji kesesuaian non parametrik,


karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi sebaran tertentu. Sehingga
12

pengujian kesesuaian dapat di lakukan lebih sederahana dengan membandingkan


kemungkinan untuk setiap peluang dan peluang teoritisnya untuk mendapatkan
nilai perbedaan D maksimum (Dmax).

Berdasarkan perbedaan antara peluang pengamatan dan peluang teoritis di


dapat persamaan :

D = maksimum (P (Xm) – P’(Xm) ) ......................................(2.43)

Dimana :

D = perbedaan peluang maksimum

P(Xm) = Nilai peluang data pengamatan

P’(Xm)= nilai peluang teoritis.

Apabila nilai Dmax yang terbaca pada kertas probabilitas < ∆ kritis yang di
dapat dari tabel 2.9 maka dapat di tetapka bahwa penyimpangan yang terjadi hanya
karena kesalahan yang terjadi secara kebetulan sehingga sebaran teoritis yang di
gunakan untuk menentukan persamaan sebaran dapat di terima. Sebaliknya apabila
nilai Dmax yang terbaca pada kertas probabilitas >∆ kritis maka sebaran teoritis
yang di gunakan untuk menentukan persamaan sebaran tidak dapat di terima.

Pemeriksaan uji kesesuaian cara smirnov-Kolmogorov ini di maksudkan


untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa frekuensi sebaran.

Dengan pemeriksaan ini dapat di ketahui hal seperti :

1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model sebaran yang di harapkan


atau diperoleh secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa di terima atau di tolak.

Untuk mengadakan pemeriksaan uji tersebut terlebih dahulu di lakukan plotting


data hujan hasil pengamatan pada kertas probabilitas dan garis durasi yang
sesuai.
13

Plotting data pengamatan hujan dan garis durasi pada kertas probabilitas
tersebut di lakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Data hujan harian maksimum tiap tahun disusun dari urutan besar ke
kecil.
2. Peluang (probabilitas) di hitung dengan persamaan Weibull seperti pada
rumus 2.23.
3. Plot data hujan Xm pengamatan dan peluangnya pada kertas
probabilitas.
4. Plot persamaan analisi frekuensi hujan berdasarkan periode ulang yang
di tetapkan.
5. Membandingkan perbedaan plotting nilai peluang data
pengamatan.P(Xm) dan plot persamaan analisis frekuensi hujan
berdasarkan periode ulang yang di tetapkan sebagai nilai peluang teoritis
P’(Xm).
6. Nilai perbedan terbesar antara P(Xm) dan P’(Xm), kemudian di
bandinkan dengan nilai delta ∆ kritis untuk uji kesesuaian Smirnov-
Kolmogorov, kalau hasilnya nilai P(Xm) – P’(Xm) < Nilai delta ∆ kritis
artinya hipotesa di terima. Sebaliknya jika nilai (P(Xm) – P’(Xm)
<>Nilai delta ∆ artinya hipotesa di tolak.

Uji kecocokan ini sebaiknya di lakukan pada setiap perhitungan analisa


frekuensi hujan, hal ini untuk melihat apakah data kejadian hujan yang di pakai
untuk perhitungan peluang kejadian hujan secara hipotesa di terima atau ditolak.

Nilai ∆ kritis untuk uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov dapat di lihat pada


tabel 2.9.
14

Tabel 2.9. Nilai Kritis Uji Smirnov-Komogorv

α
N 0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N > 50 1,07 / √N 1,22 / √N 1,36 / √N 1,63 / √N
α = derajat kepercayaan

2.1.3. Uji Chi Kuadrat

Metode Uji kesesuaian Chi Kuadrat biasanya di gunakan untuk menguji


apakah distribusi pengamatan dapat di smaai dengan baik oleh distribusi teoritis,
yakni menguji kebenaran distribusi yang di gunakan untuk perhitunga frekuensi
analisis. Uji Chi Kuadrat ini menggunakan parameter 𝝌2 , dimana metode ini di
peroleh berdasarkan rumus :

(𝐸𝑓−𝑜𝑓)2
𝝌2 = ∑ ...............................................(2.44)
𝐸𝑓

Dimana :

𝝌2 = harga Chi Kuadrat

Ef = frekwensi (banyaknya pengamatan) yang di harapkan, sesuai pembagian


kelas.

Ef = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama.


15

Nilai 𝝌2 hasil perhitungan nilainya harus lebih kecil dari harga 𝝌2 cr (chi
kuadrat kritis) pada tabel 2.10, untuk derajat nyata tertetu (level significance), yang
sering diambil 5%. Adapun derajat kebebasan ini secara umum dapat di hitung
dengan :

DK = K – (P + 1) .........................................(2.45)

Dimana :

DK = derajat kebebasan

K = banyaknya kelas

P = banyaknya keterikatan atau banyaknya parameter. Untuk sebaran Chi


kuadrat di tetapkan nilainya = 2.

Dalam hal ini di sarankan pula agar banyaknya kelas tidak kurang dari lima
dan frekwensi absolut tiap kelas juga kurang dari lima apabila terdapat kelas yang
frekwensinya kurang dari lima., maka dapat di lakukan penggabungan dengan kelas
yang lainnya.
16

Tabel 2.10 𝝌2 kritis untuk Uji Chi Kuadrat (Chi-square)

Y 0,20 0,10 0,005 0,001 0,001


1 1,642 2,706 3,841 6,635 10,827
2 3,219 4,605 5,991 9,210 13,815
3 4,642 6,251 7,815 11,345 16268
4 5,989 7,779 9,488 13,277 18,465
5 7,289 9,236 11,070 15,086 20,517

6 8,558 10,645 12,592 16,812 22,457


7 9,803 12,017 14,067 18,475 24,322
8 11,030 13,362 15,507 20,090 26,125
9 12,242 14,684 16,919 21,666 27,877
10 13,442 15,987 18,307 23,209 29,588

11 14,631 17,275 19,675 24,725 31,264


12 15,812 18,549 21,026 26,217 32,909
13 16,985 19,812 22,362 27,288 34,528
14 18,151 21,064 23,685 29,141 36,123
15 19,311 22,307 24,996 30,578 37,697

16 20,465 23,542 26,296 32,000 39,252


17 21,615 24,769 17,587 33,409 40,790
18 22,760 25,989 28,869 34,805 42,312
19 23,900 27,204 30,144 36,191 43,820
20 25,038 28,412 31,410 37,566 45,315
17

2.1.4. Analisa debit Rencana

2.1.4.1. Perhitungan Intensitas Hujan

Hal terpenting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi


curah hujan. Distribusi curah hujan berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu yang
di tinjau yakni curah hujan tahunan (jumlah curah hujan dalam setahun), curah
hujan bulanan (jumlah curah hujan dalam sebulan), curah hujna harian (jumlh curah
hujan dalam 24 jam). Harga-harga yang di peroleh ini dapat di gunakan untuk
menentukan prospek di kemudian hari dan akhirnya di gunkakan untuk
perencanaan sesuai dengan tujuan yang di maksud.

Dalam pembahasan data hujan ada 5 buah unsur yang harus di tinjau, yaitu :

a. Itensitas i, adalah laju hujan = tinggi air per satuan waktu misalnya,
mm/menit, mm/jam, mm/hari.
b. Lama waktu (duration) t, adalah lamanya curah hujan (durasi) dalam menit
atau jam.
c. Tinggi hujan d, adalah jumlah atau banyaknya hujan yang di nyatakan
dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
d. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian, biasanya di nyatakan dengan waktu
ulang (return periode) T, misalnya sekali dalam T (tahun).
e. Luas, adalah luas geografi curah hujan untuk menghitung itensitas hujan di
gunakan rumus Dr. Insiguro (1953).

𝑅24 24
I= 24
( 𝑡 )𝑚

Dimana :

R24 = curah hujan harian (24 jam)

t = waktu konsentrasi hujan (jam)

m = sesuai dengan angka Van Breen diambil m = 2/3


18

2.1.4.2 waktu konsentrasi

Asumsi bahwa banjir maksimum akan terjadi jika hujan berlangsung selama
waktu konsentrasi atau melebihi waktu konsentrasi menyebabkan parameter waktu
konsentrasi menjadi penting di kaji. Waktu konsentrasi didefinisikan sebagai waktu
yang di perlukan air hujan yang jatuh di titik terjauh dari suatu daerah aliran untuk
mencapai titik tinjau (outlet). Lama waktu konsentrasi tergantung pada ciri-ciri
daerah aliran, terutama jarak yang harus di tempuh oleh air hujan yang jatuh di
tempat terjauh dari titik tinjau. Lama waktu konsentrasi bisa di dapatkan melalui
hasil pengamatan atau dengan suatu pendekatan rumus. Pendekatan rumus yang ada
pada umumnya mengacu dari jarak terjauh jatuhnya hujan sampai titik tinjau (L)
dan selisih ketinggian antara ketinggian antara titik terjauh tersebut dengan titik
tinjau (H), ataupun juga kemiringan lahan yang ada.

2.1.4.3. Koefisien pengaliran

Koefisien pengaliran merupaka perbandingan antara jumlah air yang


mengalir di suatu daerah akibat turunnya hujan, dengan jumlah hujan yang turun di
daerah tersebut (Subarkah, 1980). Koefisien pengaliran merupakan cerminan dari
karakteristik daerah pengaliran dan dinyatakan dengan angka antara 0-1 yaitu
bergantung pada banyak faktor. Dismaping faktor-faktor meteorologis, faktor
daerah aliran faktor penting yang mempengaruhi besarnya koefisien pengaliran ini
adalah campur tangan manusia dalam merencanakan tata guna lahan.

Tata guna lahan adalah usaha manusia untuk melakukan pemanfaatkan


lahan secara optimal dan bijaksana. Secara optimal berarti dapat menyediakan
kebutuhan manusia baik secara ekonomi dan sosial seperti penyediaan lahan
perumahan, lahan perkantoran, lahan untuk pendidikan dalan lain-lain. Secara
bijaksana berarti pengaturan lahan yang masih mempertimbangkan keseimbangan
lingkungan seperti penyediaan lahan terbuka atau daerah hijau.

Koefisien pengaliran pada suatu daerah dipengaruhi oleh kondisi


karakteristik (Sosrodarsono dan Takeda, 1976), sebai berikut :

a. Kondisi hujan.
19

b. Luas dan bentuk daerah pengaliran.


c. Keseimbangan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai.
d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah.
e. Kebebasan yanah.
f. Suhu udara, angin dan evaporasi.
g. Tata guna lahan.

Dalam perencanaan sistem drainase kota, jika tidak di tentukan harga


koefisien pengaliran daerah dapat di pakai pendekatan besarnya angka pengaliran
(C) di tetapkan (subarkah 1980) tabel 2.5.

Tabel 2.5. – Koefisien Pengaliran berdasarkan jenis permukaan tata guna tanah

Komponen lahan Koefisien C (%)


Sumber : disalin dan diterjemahkan dari design and construction of sanitary and
storm sewer, american society of civil engineers and the water pollution control
federation 1969.

Limpasan yang dihitung dengan rumus Rasional tersebut mempunyai


variabel I (itensitas hujan) yang merupakan besaran air limpasan dan koefisien C
(koefisien limpasan permukaan ) yang juga faktor penentu dari besar limpasan, bisa
di kendalikan sesuai fungsi penggunaan lahan yaitu berupa refleksi kegiatan
manusia (Sabirin,1997).

Persamaan Rasional ini dapat digambarkan dalam persamaan aljabar


sebagai berikut :

Q = Kc. C. I . A ,

bila Q (m3/detik), I (mm/jam) A (Km2)

dimana :

C = koefisien pengaliran (tanpa satuan)

Kc = faktor konversi satuan unit

Sehingga :
20

10−3
m3 / det = kc [3600 𝑚/𝑑𝑒𝑡].106 . m2

𝑚3
( )
det
kc = [ 10−3
] = 0.27778 ≈ 0,278
( 𝑚/𝑑𝑒𝑡)(106 𝑚2
3600

rumus metode rasional dalam satuan metrik adalah sebagai berikut :

Q = 0,278 . C . I . A

Dengan :

Q = debit banjir maksimum (m3/det)

C = koefisien pengaliran

I = itensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir (mm/jam)

A = luas daerah pengaliran (Km2)

2.2 Analisa Tanah

Tahan merupakan susunanbutiran padat dan pori-pori yang saling


berhubungan satu sama lain sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang
mempunyai energi yang lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi yang lebih
rendah. Koefisien rembesan tanah tergantung pada beberapa faktor yaitu kekentalan
cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran butiran
permukaan tanah, dan derajat kejenuhan tanah.

Harga koefisien (k) untuk tiap-tipa tanah berbeda-beda, berikut harga


koefisien rembesan tanah pada umumnya.

Jenis Tanah K
(cm/dt) (ft/dt)
Kerikil bersih 1,0-100 2,0-200
Pasir kasar 1,0-0,01 2,0-0,02
Pasir halus 0,01-0,001 0,02-0,002
Lanau 0,001-0,0001 0,002-0,0002
21

Lempung Kurang dari 0,000001 Kurang dari 0,000002


2.2.1 Penentuan Koefisien Rembesan

Ada dua dua uji standar yang di lakukan untuk menentukan harga koefisien
rembesan salah satunya adalah uji konstan. Pada tip percobaan ini, pemeberian air
dalam saluran pipa masuk (inlet) di jaga sedemikian rupa hingga perbedaan tinggi
dalam pipa masuk dan pipa keluar (outlet) selalu konstan selama percobaan. Setelah
kecepatan aliran air yang melintasi contoh tanah menjadi konstan, air di kumpulkan
dalam gelas ukur selama suatu waktu yang di ketahui. Volume total dari air yang di
kumpulkan tersebut dapat di nyatakan sebagai :

Q = Avt = A(k)t (4.14)

Di mana :

Q = volume air yang di kumpulkan

A = luas penampang melintang conto tanah

t = waktu yang di kumpulkan untuk mengumpulkan air

atau


i=𝐿 (4.15)

di mana L = panjang contoh tanah

Gambar 2.2 uji rembesan dengan tinggi konstan


22

masukkan persamaan (4.15) ke dalam persamaan (4.14), maka


Q = A( k 𝐿 ) t

𝑄𝐿
k = 𝐴ℎ𝑡

uji tinggi konstan ini lebih cocok untuk tanah berbutir dengan koefisien rembesan
yang cukup besar.

2.3 Analisa Hidrolika

Metode matematik untuk analisa hidrolik 1 dimensi umumnya di buat


dengan menggunakan persamaan St. Venant, dimana persamaan tersebut hanya
dapat digunakan dengan baik untuk analisa aliran pada sungai atau saluran pada
kemiringan dasar kecil. Untuk dapat menggunakan persamaan St. Venant maka
assumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Aliran adalah satu dimensi, maksudnya adalah kecepatan aliran seragam


(uniform) dalam suatu tampang dan kemiringan muka air arah tranversalnya
horisontal.
b. Distribusi tekanan adalah hidrostatis dimana kurva garis aliran sangat lemah
dan akselerasi vertikalnya dapat di abaikan.
c. Bahwa pengaruh kekasaran dinding dan turbulensi dapat diformulasikan
sebagai persamaan kekasaran yang dipakai pada aliran permanen.
d. Bahwa kemiringan dasar saluran cukup kecil dan mendekati nol sehingga
consinus sudut dapat dianggap sama dengan satu.
e. Bahwa kerapatan massa dari air selalu konstan.

Persamaan aliran satu dimensi ini menunjukkan kondisi aliran yang dinyatakan
oleh dua variabel tak bebas h (tinggi air) dan Q (debit) untuk setiap titik disaluran.
Variabel tak bebas ini menunjukkan kondisi aliran sepanjang saluran untuk setiap
waktu t. Untuk menguraikan gerakan aliran didalam suatu daerah aliran tertentu
diperlukan suatu persamaan-persamaan yang dapat diselesaikan dengan cara
23

analitis atau numerik dengan meneraapkan kondisi batas. Persamaan-persamaan


yang diperlukan tersebut adalah persamaan kontinuitas, persamaan energi dan
persamaan momentum.

Dasar persamaan kontinuitas unsteady flow pada saluran terbuka di turunkan


sebagai persamaan berikut (Raju,1986:9) :

𝑑𝑄 𝑑𝐴
+ =0
𝑑𝑥 𝑑𝑡

Dengan :

Q = debit (m3 /dt)

x = panjang pias (m)

A = luas penampang (m2)

t = waktu (detik)

Apabila pada suatu aliran yang diperhitungkan adalah kehilangan energi


maka yang digunakan adalah persamaan kontinuitas dan persamaan energi.
Sedangkan apabila yang di perhitungkan adalah gaya-gaya luar yang bekerja maka
yang digunakan persamaan kontinuitas dan persamaan momentum. Persamaan
momentum menyatakan bahwa pengaruh dari semua gaya luar terhadap volume
kontrol dari cairan dalam setiap aliran sama dengan besarnya perubahan momentum
dalam arti itu, yaitu (Raiju, 1986:11) :

Σ Fx = 𝜌 . Q . ΔU

W sin 𝜃 + P1 – P2 – Ff – Fa = 𝜌 . Q (U2 – U1)

Dengan :

P1 dan P2 = muatan hidrostatis pada potongan 1 dan 2

W = berat volume kontrol

𝜃 = kemiringan dasar dengan garis mendatar


24

Ff = gesekan batas terhadap panjang Δx

Fa = tahanan udara pada permukaan bebas

Persamaan konservasi momentum akan ekuivalen dengan konservasi energi


apabila variabel-variabel tidak bebasnya kontinyu sepanjang aliran. Karena
persamaan konservasi massa dan momentum lebih layak di pakai untuk aliran
kontinyu dan tidak kontinyu maka persamaan aliran ini didasarka pada persamaan
kontinuitas dan persamaan momentum.

Hukum kekekalan massa pada suatu pias tertentu menyatakan bahwa “aliran
pada suatu pias akan sama dengan perubahan tmaapungan yang terjadi didalam pias
tersebut”. Hukum kekekalan massa dapat di tulis dalam persamaan sebagai berikut:

𝜕𝒬 𝜕𝐻
+𝐵 =0
𝜕𝑥 𝜕𝑡

Hukum kekekalan momentum dalam pias menyatakan bahwa perubahan


momentum per-satuan waktu dalam suatu pias air yang mengalir dalam suatu
saluran adalah sama dengan resultante semua gaya luar yang bekerja pada pias
tersebut. Persamaan momentum untuk aliran tak-langgeng dapat ditulis :

𝜕𝒬 𝜕𝐻 𝜕(𝑎𝒬𝑣) ḡ|𝒬|𝒬
+ ḡ𝐴 𝜕𝑥 + = b𝛾w2 cos(Φ − 𝜙)
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝐶 2 𝐴𝑅

Hubungan Q, v, dan A adalah sebagai berikut :

𝒬=vxA

Gambar 2.3 Persamaan momentum dan kontinuitas


25

Dimana :

t = waktu

x = jarak yang di ukur pada as saluran

H(x,t) = elevasi permukaan air

v(x,t) = kecepatan rata-rata aliran air

Q(x,H) = debit

R(x,H) =jari-jari hidraulik

A(x,H) = luas aliran

b(x,H) = lebar aliran

B(x,H) = lebar tampungan aliran

g = percepatan gravitasi

C(x,H) = koefisien de Cjezy

w(t) = kecepatan angin

Φ(t) = sudut arah angin terhadap utara

∅(t) = sudut arah aliran terhadap utara

𝛾(x) = koefisien konfersi angin

α = faktor koreksi kecepatan untuk aliran tidak seragam

𝐴
α= ∫ 𝑣(y,z)2 dydz
𝒬2

Prosedur perhitungan didasarkan pada penyelesaian persamaan aliran satu


dimensi melalui saluran terbuka. Aliran satu dimensi di tandai dengan besarnya
kecepatan yang sama pada seluruh penampang atau di gunakan kecepatan rata-rata.
Persamaan energi digunakan sebagai dasar perhitungan untuk aliran steady dalam
saluran terbuka, di berikan oleh persamaan berikut (Chow, 1997:243) :
26

U2 U22
h1 + α1 2g1 + z1 = h2 + α2 + z 2 + h f + he
2g

dengan :

g = peercepatan gravitasi (m2/dtk)

hf = kehilangan tinggi akibat gesekan (m)

he = kehilangan tinggi akibat perubahan pebampang (m)

U = kecepatan rerata (m/dtk)

α = koefisien distribusi kecepatan

z = ketinggian dari datum (m)

h = kedalaman air (m)

profil permukaan air dapat di hitung dari satu penampang melintang ke


penampang melintang berikutnya dengan menyelesaikan persamaan energi dengan
menggunakan sebuah prosedur interaktif yang disebut “Standart Step Method”.

Kehilangan energi pada penampang sungai di akibatkan oleh gesekan dan


perubahan penampang. Adapun kehilangan tinggi energi akibat perubahan
penampang terdiri dari dua yaitu akibat konttaksi dan ekpansi. Kontraksi dan
ekpansi terjadi akibat back water yang di sebabkan perubahan penampang, atau
perubahan kemiringan dasar saluran yang sangat curam sekali. Kehilangan akibat
gesekan dievaluasi sebagai hasil dari kemiringan garis energi Sf dan sepanjang L
(Anonim, 2001 :2-3) seperti terlihat pada persamaan berikut :

hf = L.S̅f

Q
Sf = (K)2
27

Sumber : Chow, 1997 :239

S +S
S̅f = f1 2 f2

Dengan :

hf = kehilangan energi akibat gesekan (m)

L = jarak antar sub bagian (m)

Sf = kemiringan garis energi (friction slope)

K = pengangkutan aliran tiap sub bagian

Q = debit air (m3/dtk)

Kehilangan tinggi energi akibat kontraksi dan ekpansi dapat di hitung


dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Anonim, 2001:2-11) :
28

𝛼2𝑉2 𝛼1𝑉2
2 1
he = C| − |
2g 2g

dengan :

C = koefisien akibat kehilangan tinggi kontraksi dan ekspansi

Program ini akan mengasumsi, kontraksi akan terjadi jika tinggi kecepatan
di hilie lebih besar dari tinggi kecepatan dihulu dan ekspansi terjadi pada kondisi
sebaliknya. Tinggi kehilangan energi terdiri dari kehilangan energi akibat gesekan
dan kehilangan energi akibat perubahan penampang melebar dan menyempit.
Persamaan tinggi kehilangan energi sebagai berikut :
𝛼2𝑉2 𝛼1𝑉2
he = L.𝑆̅ f + C| 2
− 1
|
2𝑔 2𝑔

dimana :

L = panjang penampang pembobot debit

𝑆̅ f = kemiringan gesekan antara kedua penampang

C = koefisien kehilangan akibat pelebaran atau penyempitan

Panjang penampang pembobot dapat di hitung :

𝐿𝑙𝑜𝑏 . 𝒬̅
𝑙𝑜𝑏 𝐿𝑐ℎ . 𝒬̅𝑐ℎ + 𝐿𝑟𝑜𝑏 . 𝒬̅𝑟𝑜𝑏
L= 𝒬̅𝑙𝑜𝑏 + 𝒬̅𝑐ℎ + 𝒬̅𝑟𝑜𝑏

Dimana :

Llob , Lch, Lrob = panjang penampang melintang untuk aliran di bantaran


kiri, saluran utama dan bantaran kanan

𝒬̅𝑙𝑜𝑏, 𝒬̅𝑐ℎ, 𝒬̅𝑟𝑜𝑏 = rata-rata aliran antara dua penampang untk bantaran kiri,
saluran utama dan bantaran kanan

Penentuan daya hantar (conveyance) total dan koefisien kecepatan di


perlukan dalam pemodelan, sehingga penampang aliran dibagi menjadi bebrapa
bagian dimana setiap bagian dapat dianggap terjadi distribusi kecepatan secara
29

merata. Daya hantar dihitung per-bagian penampang dengan persamaan manning


sebagai berikut :

1/2
𝒬 = K.𝑆𝑓

Pengangkutan aliran Kj di hitung berdasarkan persamaan sebagai berikut


(Anonim,2001:2-4) :

1,49 2/3
Kj = Aj 𝑅𝑗 (dalam satuan metrik)
𝑛𝑗

1 2/3
Kj = 𝑛 Aj 𝑅𝑗 (dalam satuan metrik)
𝑗

Dengan :

Kj = pengangkutan tiap bagian

n = koefisien kekasaran manning tiap bagian

Aj = daerah aliran tiap bagian

Rj = jari-jari hidrolis tiap bagian

Program akan menjumlahkan penambahan pengangkutan didaerah pinggir


sungai untuk mendapatkan pengangkutan didaerah samping kiri dan kanan.
Pengangkutan dibagian utama saluran dihitung sebagai elemen pengangkutan
tunggal. Pengangkutan total pada penampang melintang didapatkan dengan
menjumlahkan pengangkutan di tiga bagian (kiri, tengah, dan kanan).

K = ∑𝑛𝑗−1 𝐾𝑗

Dengan :

n = jumlah sub bagian pada suatu penampang melintang sungai.

Selanjutnya debit total yang mengalir merupakan hasil penjumlahan debit


pada bagian penampang kiri, tengah dan kanan. Ketika permukaan air melalui
kedalaman kritis, maka persamaan energi sudah tidak dapat digunakan. Persamaan
energi hanya dapat digunakan pada kondisi aliran berubah lambat laun, dan tidak
30

dapat digunakan untuk kondisialiran berubah dengan cepat seperti peralihan dari
aliran super kritis ke sub kritis (loncatan). Sehingga perlu digunakan persamaan
momentum untuk menyelesaikan persamaan ini. Aliran dari suatu penampang
melintang tidak dibagi menjadi beberapa sub bagian, kecuali terjadi perubahan
dalam area saluran utama. Dan program akan menerapkannya dalam perhitungan
penampang melintang. Jika tidak dapat di terapkan, maka program akan
menghitung satu nilai (n) kekasaran unutk bagian saluran. Untuk perhitungan n
komposit, saluran utama dibagi menjadi n bagian, dimana setiap sub bagian di
ketahui parameter basah Pi dan koefisen kekasaran ni (Anonim,2001 :2-7).

1,5
∑N
i−1(Pi ni ) 2/3
nc = | |
P

dengan :

nc = koefisien kekasaran komposit

P = parameter basah untuk saluran utama

Pi = parameter basah untuk sub bagian ke-i

Ni = koefisien kekasaran untuk sub bagian ke-i

Untuk masing-masing penampang melintang diperlukan informasi mengenai profil


penampang melintang dititik tersebut, koefisien kontraksi , koefisien ekpansi dan
koefisien kekasaran manning (n). Nilai n pada suatu saluran tidak selalu sama. Nilai
tersebut bervariasi meskipun ada penampang yang sama, hal tersebut karena adanya
faktor pengaruh pada keadaan disekitar sungai (Chow,1988). Faktor tersebut adalah
kekasaran permukaan tumbuhan, ketidakteraturan saluran trase saluran,
pengendapan dan penggerusan, hambatan, ukuran dan bentuk saluran, taraf air dan
debit, perubahan musiman, endapan melayang dan endapan dasar. Perngambilan
harga n tersebut tergantung pula pada pengalaman perencana. Harga koefisien
manning berdasarkan jenis material pembentuk saluran dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 2.5. harga koefisien manning (n) untuk berbagai tipe saluran
31

Sumber : Chow, 1988

Anda mungkin juga menyukai