Laporan CBD
Laporan CBD
PENDAHULUAN
1
mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan
prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
akan bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus di
ganglion Gasseri.4
3
Gambar 2. Area dari kulit yang diinervasi oleh cabang-cabang
nervus trigeminus (N. V).7
2. Cabang maksila (V/2). Sebelum memasuki foramenrotundum,
nervus V/2 mempersarafi arteri meningea media dan duramater dari
fossa kranialis media melalui cabang meningea media. Sementara
cabang lainnya menginervasi kulit daerah zygomatikum dan pipi.
Saraf infraorbita memasuki orbit melalui fissure orbita inferior,
kemudian keluar melalui kanalis infraorbital. Saraf ini
menginervasi pipi dan gigi rahang atas.
3. Cabang mandibula (V/3). Cabang ini keluar melalui foramen
ovale kemudian bercabang lagi menjadi nervus aurikulotemporal
(sendi temporomandibular, kulit dari bagian anterior aurikula,
kanalis auditori eksterna, membran timpani, dan kelenjar parotis),
nervus lingualis (tonsil, membran mukosa gusi rahang bawah, dan
mukosa lidah 2/3 anterior), nervus alveolar inferior (gigi rahang
bawah dan gusi daerah lateral), nervus mentalis (bibir bawah, dagu,
dan gusi rahang atas), serta nervus buccal (mukosa pipi bagian
dalam kavum oris).
4
Menurut HIS (International Headache Society) Neuralgia
Trigeminal adalah Nyeri unilateral pada wajah yang ditandai sperti
sengatan listrik singkat dan terbatas pada satu atau lebih percabangan
nervus trigeminus. Nyeri ini biasanya ditimbulkan oleh rangsangan ringan
mencukur, merokok, berbicara, dan menyikat gigi, tetapi juga dapat terjadi
secara spontan. Rasa sakit ini mendadak dengan onset waktu yang singkat.
Menurut IASP (International Association for the study of Pain)
Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri di wajah yang timbulnya mendadak,
biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu
cabang nervus trigeminus (Tesseroli S.R.D et al, 2004)
3.2 Epidemiologi
Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40
tahun dengan rata – rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang –
kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder,
danada yang melaporkan kasus neuralgia trigeminal pada anak laki – laki
usia 9 tahun. Umunya N.V2 dan V3 dan < 5% N.V1. Pada wanita sedikit
lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan 1,6: 1.
Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian
Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk
dan insidensi 40 per 1.000.000. Angka prevalensi maupun insidensi untuk
Indonesia belum pernah dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan
Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi
mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan
prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat.10
3.3 Etiologi
Saat ini, terdapat tiga teori etiologi neuralgia trigeminal yang
dikenal. Pertama berdasarkan hubungan dengan penyakit, kedua, trauma
langsung ke nervus dan teori ketiga menyatakan asal polietiologi dari
penyakit. Pada umumnya sebagian besar pasien dengan neuralgia
trigeminal tidak memiliki penyebab yang pasti. 11
Karena pasien dengan neuralgia trigeminal cenderung memiliki
penyakit vaskuler seperti atherosclerosis, arterial hypertonia, beberapa
peneliti mengajukan teori vaskular sebagai salah satu etiologi. Dari hasil
5
penelitian ditemukan gangguan morfologikal dan fungsional pada
pembuluh darah yang meng-suply bagian perifer dan bagian sentral dari
Nervus Trigeminal. Namun belum ada bukti yang mendukung hubungan
langsung antara gangguan pembuluh darah terhadap Neuralgia trigeminal.
Meskipun, secara nyata ditemukan gangguan morfologikal namun
neuralgia trigeminal tidak terdiagnosis. Itulah mengapa peneliti
mendukung konsep perubahan organik atau fungsional dari pembuluh
darah yang mengsuply nervus trigeminus tidak dapat menjadi penyebab
utama dari neuralgia trigeminal, namun hal tersebut dapat mempengaruhi
pathogenesis penyakit.11
Beberapa peneliti juga mengusulkan pentingnya multiple sklerosis
dalam etiologi neuralgia trigeminal, namun peneliti lain juga
meperdebatkan hal tersebut karena neuralgia trigeminal terjadi hanya 0.9%
sampai 4.5% pada pasien dengan multiple sklerosis.11
Pada studi elektrofisiologi mengindikasikan Diabetes mellitus
dapat mempengaruhi nervus trigeminal. Finestone Te la melaporkan
Siantar 40 pasien dengan neuralgia trigeminal, 19 pasien (48%) mengidap
DM. sehinggan DM dapat menjadi factor penyebab neuralgia trigeminal.11
Beberapa peneliti megajukan penyebab dari neuralgia trigeminal
dapat dihubungkan dengan syndrom decompression, dan yang paling
populer adalah neurovascular compression pada jalur masuk nervus yang
dapat terjadi akibat malformasi arteriovenous. Ada banyak lesi kompresi
lain yang dapat menyebabkan lesi kompresi seperti vestibular
schwannomas, meningiomas, epidermoid cysts, tuberculoma dan beragam
kista lain dan tumor. Neuralgia trigeminal dapat terjaid akibat adanya
aneurisma, agregasi pembuluh darah, dan penyumbatan akibat
arachnoiditis. 11
Peneliti juga mengajukan hipotesis alergi sebagai salah satu
etiologi dari neuralgia trigeminal. Namun hanya bukti tidak langsung yang
mendukung alergi sebagai salah satu penyebab neuralgia trigeminal. Hal
ini sering disebabkan karena peningkatan tak terduga dan irregular dari
gejala klinis, remisi dan rekuren sensitif terhadap faktor profokatif
endogen dan eksogen dan akhirnya peningkatan serum histamin. Peneliti
memperhatikan dibawah pengaruh beragam faktor perusak seperti dingin,
6
tonsilitis, rinitis kronik, sinusitis maxilla dan infalmasi kronik yang terjadi
pada regio maxillofaical dapat meng-trigger timbulnya respons imun lokal,
sehingga terjadi peningkatan sekresi IgE, mastcell yang mengalami
degranulasi akan melepaskan substansi biologi aktif seperti histamin,
serotonin dan lainnya ke ruang intercellular. Sehingga histamin yang
terlepas dan berkumpul pada nervus trigeminal selama terjadi reaksi alergi
lokal memegang peranan penting dalam patogenesis neuralgia trigeminal.11
Hipotesa lain menjelaskan tibulnya neuralgia trigeminal adalah
demielinisasi pada serabut – serabut nervus trigemius, karena
demielinisasi mungkin terjadi Short circuit, sehingga impuls – impuls
perasaan apapun, baik proprioseptif maupun propatik terpaksa
menghantarkan listrik melalui serabut – serabut halus saja, yang sudah
11,12
dikenal sebagai penghantar impuls yang mewujudkan perasaan nyeri.
3.4 Patofisiologi
7
Patofisiologi kondisi ini masih belum dipahami, ada dua
pendapat, yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer sebagai
penyebab Neuralgia trigeminal dan pendapat kedua mengatakan gangguan
mekanisme sentral. Peneliti mengungkapkan neuralgia trigeminalis
sebagai akibat kompresi radiks trigeminalis oleh pembuluh darah,
biasanya arteri superior serebelli, yang melingkar dan mengelilingi bagian
proksimal radiks yang tidak bermielin segera setelah keluar dari pons.
Hipotesis ini di dukung oleh observasi bahwa keadaan bebas nyeri dapat
dicapai hingga 80% pada pasien dengan tindakan pembedahan saraf yang
dikenal dengan dekompressi mikrovaskular.13
Gangguan saraf tepi sebagai penyebab Neuralgia Trigeminal
didukung oleh data-data klinis berupa:
3.5 Klasifikasi
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society )
membedakan Neuralgia Trigeminal klasik dan Neuralgia Trigeminal
simptomatik. Termasuk Neuralgia Trigeminal klasik adalah semua kasus
yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan Neuralgia
Trigeminal simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau
kelainan di basis kranii. Sebagai indikator Neuralgia Trigeminal
simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus
8
trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai
hubungan antara Neuralgia Trigeminal simptomatik dengan terlibatnya
nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau kegagalan terapi
farmakologik.13
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.
Neuralgia Trigeminus Idiopatik.
3.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, HIS (International
Headache Society) tahun 2005 menetapkan kriteria diagnostik untuk
neuralgia trigeminal sebagai berikut :
1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik
sampai 2 menit, mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang
saraf trigeminal.
2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut :
a) Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-
tusuk.
b) Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.
3. Pola serangan sama terus.
4. Tidak ada defisit neurologis.
5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.
9
Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh tersebut; minimal
kriteria 1, 2, dan 3.
A. Serangan paroksismal yang terjadi selama A. Serangan paroksismal yang terjadi selama
sedetik hingga 2 menit pada satu atau sedetik hingga 2 menit, dengan atau tanpa
lebih dari area cabang nervus trigeminus nyeri pada interval, mengenai satu atau
dan memenuhi poin B dan C lebih dari area cabang nervus trigeminus
dan memenuhi poin B dan C
B. Nyeri setidaknya memiliki satu dari B. Nyeri setidaknya memiliki satu dari
karakteristik berikut: karakteristik berikut:
a. Intens, tajam, superfisial, menusuk
b. Muncul dari trigger areas atau oleh a. Intens, tajam, superfisial, menusuk
trigger factors b. Muncul dari trigger areas atau oleh
trigger factors
C. Serangan bersifat stereotipe pada tiap C. Serangan bersifat stereotipe pada tiap
individu individu
10
Serangan nyeri paroksismal berlangsung beberapa detik sampai
kurang dari 2 menit.
Nyeri dirasakan sepanjang inervasi 1 atau lebih cabang nervus V,
awitan nyeri yang tiba-tiba, berat, tajam seperti ditikam, panas atau
kesetrum dan superfisial.
Alodinia (rangsangan antara lain : menggosok gigi, makan,
mengunyah, mencukur, atau mencuci wajah dan tiupan angin, bicara).
Diantara 2 searangan tidak ada rasa nyeri, jika ada hanya berupa nyeri
ringan atau tumpul.
Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang
terkena.
Menentukan waktu dimulainya neuralgia trigeminal dan mekanisme
pemicunya.
Menentukan interval bebas nyeri.
Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap
pengobatan.
Menanyakan riwayat penyakit herpes.
Pemeriksaan Fisik:
Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral
(termasuk refleks kornea).
Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus
(membuka mulut, deviasi dagu).
11
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang
muncul pada wajah dan kepala.14
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia
trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan
kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah
biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus
cabang pertama.14
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke
rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia
trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya
disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.14
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan
diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah
atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri
bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas
(walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya
dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda
fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan
biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang
oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin.14
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan
nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat
dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap
nyeri paroksismal yang lebih lama.14
Tabel 3. Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal
Faktor yang
Diagnosis
Persebaran Karakteristik Klinis Meringankan/
Banding
Memperburuk
12
unilateral berminggu-minggu atau lebih,
Ada titik-titik pemicu,
Tidak ada paralisis motorik
maupun sensorik.
Neuralgia Unilateral Lebih banyak ditemukan pada Tidak ada
Fasial atau bilateral, wanita usia 30-50 tahun
Nyeri hebat berkelanjutan
Atipik pipi atau
umumnya pada daerah maksila
angulus
nasolabialis,
hidung bagian
dalam
3.8 Penatalaksanaan
Pilihan penatalaksanaan utama bagi neuralgia trigeminal adalah
medikamentosa dan kebanyakan pasien dengan nyeri mereda setidaknya
untuk beberapa saat dengan penggunaan agen selektif. Pasien yang tidak
memberikan respon terhadap terapi medikamentosa bisa dipertimbangkan
untuk mendapatkan terapi bedah. Alur untuk penegakan diagnosis dan
pemberian terapi tertera pada gambar 4.
13
Gambar 4. Algoritma penegakan diagnosis dan tatalaksana NT (12)
a. Terapi medikamentosa
Banyak penelitian yang menunjukkan efektivitas carbamazepine
terhadap pengobatan neuralgia trigeminal. Beberapa peneliti
merekomendasikan carbamazepine sebagai diagnosis untuk
membedakan neuralgia trigeminal tipe klasik dengan tipe simptomatik
dimana respon yang kurang terhadap carbamazepine akan
mengarahkan ke neuralgia trigeminal tipe simptomatik atau penyakit
lain. Dosis yang dianjurkan adalah 100 hingga 2.400 mg per hari
dimana banyak pasien menunjukkan respon yang baik pada kisaran
200 hingga 800 mg per hari yang dibagi menjadi dua hingga tiga kali
pemberian.15
Carbamazepine selayaknya menjadi pilihan medikasi utama
pada pasien neuralgia trigeminal tipe klasik. Obat jenis lain mungkin
bisa dicoba jika carbamazepine tidak berhasil atau hanya meredakan
nyeri sebagian. Baclofen dalam dosis 10 hinga 80 mg per hari
14
menunjukkan efektivitas yang cukup baik. Adapun obat lain yang
dilaporkan memiliki keberhasilan pada penelitian kecil atau laporan
kasus antara lain phenytoin (Dilantin), lamotrigine (Lamictal),
gabapentin (Neurontin), topiramate (Topamax), clonazepam
(Klonopin), pimozide (Orap), danasam valproat (Depakene).
Kebanyakan pasien akan memberikan respon, setidaknya sementara,
terhadap penggunaan tunggal atau kombinasi dari obat-obatan
tersebut. Suatu penelitian mengemukakan bahwa penggunaan
lidocaine (Xylocaine) intranasal secara signifikan meredakan nyeri NT
pada cabang nervus V/2 lebih dari empat jam. 14
b. Terapi bedah
Prosedur bedah dapat berupa bedah terbuka atau perkutan.
Prosedur yang dipilih harus berdasarkan pilihan pasien dan
pengalaman dari ahli bedah serta telah mengevaluasi risiko yang
mungkin terjadi dan keuntungan yang akan didapatkan. Kebanyakan
prosedur menunjukkan efektivitas jangka pendek, namun penelitian
menunjukkan bahwa terdapat rekurensi nyeri pada banyak pasien
setelah beberapa tahun. Teknik perkutan seperti injeksi gliserol,
kompresi balon, rizotomi radiofrekuensi, dan gamma knife
stereotactic radiosurgery. Teknik tersebut menawarkan keuntungan
yang relatif noninvasif, rawat inap yang singkat, dan kurangnya efek
samping yang mengancam jiwa. Walaupun demikian, teknik tersebut
tidak bersifat jangka panjang dan memiliki insidens tinggi untuk
kehilangan fungsi sensorik.
Teknik terbuka seperti rizotomi trigeminus parsial dan
dekompresi mikrovaskuler melibatkan eksplorasi fossa posterior yang
memberikan risiko stroke, meningitis, dan kematian, walaupun sejauh
ini tingkat komplikasi tersebut kurang dari 2%. Dekompresi
mikrovaskuler memberi peredaan nyeri jangka panjang hingga 10
tahun pada lebih dari 70% pasien. Teknik ini jarang menimbulkan
rekurensi dan hilangya fungsi sensorik. Oleh karena itu, teknik ini
sangat disarankan pada pasien muda dan sehat yang memiliki efek
samping lebih rendah jika menjalani prosedur yang lebih invasive. 15
15
3.9 Prognosis
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul
kembali selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
berikutnya. Setelah itu serangan bisa menjadi lebih sering, lebih
mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan jangka
panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak terkait dengan hidup
singkat, morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan
berulang dapat dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup
terkontrol. Kondisi ini dapat berkembang menjadi sindrom nyeri
kronis, dan pasien dapat menderita depresi dan kehilangan fungsi
sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi kegiatan yang
memicu rasa sakit, seperti mengunyah, sehingga pasien mungkin
kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.14
3.10 Komplikasi
Komplikasi utama neuralgia trigeminal adalah efek
samping dan toksisitas dari penggunaan rutin jangka panjang dari
agen antikonvulsan. Dua dari sepuluh orang mendapatkan efek
samping seperti pusing, konstipasi, ruam kulit, leukopenia, dan
gangguan fungsi hati.15
Komplikasi lainnya bisa berupa berkurangnya efektivitas
dari obat antikonvulsan yang telah digunakan selama bertahun-
tahun sehingga memerlukan penggunaan antikonvulsan kedua yang
akan menyebabkan reaksi efek samping lainnya.Komplikasi
terburuk dari NT adalah anastesia dolorosa yang lebih parah dari
sekedar NT biasa. Disestesia ini bisa disebabkan oleh prosedur
seperti operasi.14,15
BAB III
PENUTUP
16
3.1 Kesimpulan
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat
dengan ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti
menusuk atau seperti tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan
trigeminus. Ada dua macam etiologi yang pertama adalah idiopatik atau
sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum ada pemeriksaan spesifik
cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan dengan cara
pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
1) Walton, Sir John. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford
Universiy Press; 1985.p.110-2
2) Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham
N, editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit:
Thomson Gale; 2006.p.875-7.
3) Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010:[1 screen]. Available from:
URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm. Diakses: Feb 2, 2018.
4) Weaker, F. Trigeminal Nerve. Structures of the Head and Neck.
Philadelphia: F. A. Davis Company, 2014:250-1.
17
5) Trigeminal Nerve Anatomy. Edoctoronline(dot)com, 2001. Tersedia di
http://www.edoctoronline.com/medical-atlas.asp?c=4&id=21874&m=3.
Diakses: Feb 2, 2018.
6) Rohkamm, R. Normal and Abnormal Function of the Nervous System.
Color Atlas of Neurology. New York: Thieme, 2004:94.
7) Agur, A. & Dalley, A. Cranial Nerve V: Trigeminal. Grant’s Atlas of
Anatomy. Lippincott: Philadelphia, 2012:830.
8) Greenstain, B. & Greenstein, A. The Brain Stem. Color Atlas of
Neuroscience. New York: Thieme, 2000:222.
9) Sunaryo, Utoyo. Neuralgia Trigeminal. Seminar Sehari PDGI Cabang
Probolinggo. Probolinggo; 2010
10) Sjahrir, Hasan. Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan
Nyeri Kepala. PERDOSSI; 2005.
11) Sabalys G, Juodzbalys G, Wang HL. Aetiology and Pathogenesis of
Trigeminal Neuralgia: a Comprehensive Review. Journal of oral and
maxillofacial research. 2012;3.
12) Mardjono M, Sidharta P. Neurologidasarklinis. Jakarta: Dian Rakyat; 2010.
13) Sunaryo, Utoyo. Neuralgia Trigeminal. Seminar Sehari PDGI
CabangProbolinggo. Probolinggo;2010
14) Manish KS. Trigeminal neuralgia. [online] Medscape 2013. Available from
URL: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview. Diakses:
Feb 2, 2018.
15) Agrawal, A., Cincu, R., Borle, R., & Bhola, M. Trigeminal Neuralgia: An
Overview. J MGIMS, March 2008;13(1):40-1.
18