Modul 2 Blok 2.4
Modul 2 Blok 2.4
A. DEFINISI
Glossitis adalah peradangan atau infeksi pada lidah. Glossitis dapat terjadi akut atau kronis.
Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh
yang penampakannya ada pada lidah. Glositis dapat menyerang semua umur. Penyakit ini sering pada laki-laki
dibandingkan permpuan. Dalam beberapa kasus, glossitis dapat mengakibatkan pembengkakan lidah parah
yang menghalangi jalan napas, sebuah darurat medis yang membutuhkan perhatian segera.
B. ETIOLOGI
Penybab glossitis bermacam-macam, bisa lokal dan sistemik.
Penyebab glossitis dapat diutaikan sebagai berikut :
1. Penyebab lokal
o Bakteri dan infeksi virus,
o Trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi
o Iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang
berbumbu.
o Alergi dari pasta gigi dan obat kumur
2. Penyebab sistemik
o Kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik
o Keadaan kekurangan gizi (malnutrisi ) yaitu kekurangan asupan vitamin B12, defesiensi Fe
o Pnyakit kulit seperti oral lichen, erytema multiform, aphtous ulcers, dan pemphigus vulgaris
o Infeksi seperti syphilis and human immunodeficiencyvirus (HIV) kemungkinan memberikan
tanda bahwa glossitis ini merupakan gejala yang pertama kali akan muncul nantinya.
Pengertian Esofagitis
Esofagitis adalah peradangan pada lapisan esofagus atau kerongkongan (organ berbentuk
pipa yang tersusun dari otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung).
Esofagitis berisiko merusak jaringan-jaringan esofagus.
Esofagitis dapat menimbulkan rasa sakit dan kesulitan saat menelan, sariawan, dan nyeri pada
bagian dada. Pada beberapa kasus, esofagitis dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan
saluran kerongkokan atau berkembangnya penyakit esofagus Barrett yang merupakan salah
satu faktor risiko kanker kerongkongan. Kedua komplikasi ini mungkin saja terjadi apabila
esofagitis diabaikan atau tidak mendapatkan penanganan secara tepat.
Gejala Esofagitis
Gejala yang umumnya dialami oleh penderita esofagitis adalah:
Kesulitan dan rasa sakit saat menelan.
Tersangkutnya makanan pada esofagus.
Mual dan muntah.
Nyeri ulu hati.
Nyeri dada (biasanya terasa di belakang tulang dada saat makan).
Asam lambung terasa naik ke kerongkongan atau ke mulut (regurgitasi).
Sariawan.
Pada anak-anak, selain ditandai dengan kesulitan makan atau menelan ASI, esofagitis juga
bisa ditandai dengan terganggunya pertumbuhan.
Penyebab Esofagitis
Esofagitis seringkali merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya. Ada beberapa
faktor penyebab esofagitis, antara lain:
Esofagitis Refluks. Pada kondisi ini, terjadi gangguan pada sfingter esofagus ( katup
yang berfungsi menahan cairan lambung agar tidak naik ke kerongkongan). Kinerja
katup yang terganggu (terbuka pada saat yang tidak semestinya atau tidak menutup
dengan sempurna) menyebabkan asam lambung naik ke kerongkongan dan memicu
esofagitis.
Esofagitis Eosinofilik. Kondisi ini ditandai dengan tingginya konsentrasi sel darah
putih pada esofagus. Kondisi ini biasanya menyerang orang yang alergi terhadap
makanan jenis tertentu ataupun alergi terhadap bahan yang bukan makanan, seperti
alergi debu.
Esofagitis Infeksiosa. Disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau jamur pada jaringan
esofagus, terutama pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah,
contohnya pasien HIV, kanker, atau diabetes.
Esofagitis yang Diinduksi Obat. Beberapa jenis obat, seperti kalium klorida,
antibiotik, atau obat pereda nyeri (ibuprofen atau aspirin), dapat merusak jaringan
esofagus jika bersentuhan dengan lapisan esofagus dalam jangka waktu lama. Iritasi
pada lapisan tersebut biasanya juga dapat disebabkan oleh kebiasaan menelan obat
tanpa air.
Beberapa faktor berikut ini bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena esofagitis, di
antaranya:
Riwayat esofagitis di dalam keluarga.
Pernah mengalami reaksi alergi.
Lansia.
Sering mengonsumsi makanan berlemak atau makanan dalam porsi besar.
Mengonsumsi kafein, cokelat, alkohol, atau makanan-makanan dengan rasa mint
secara berlebihan.
Langsung tidur usai makan.
Menelan pil berukuran besar.
Menelan pil dengan sedikit atau tanpa air.
Menelan obat dengan posisi berbaring atau tepat sebelum tidur.
Menjalani pengobatan dengan antibiotik atau steroid.
Mengidap diabetes.
Memiliki kekebalan tubuh yang rendah.
Diagnosis Esofagitis
Jika dokter mencurigai pasien menderita esofagitis, maka ada beberapa tindakan pemeriksaan
yang akan dilakukan, yaitu:
Endoskopi. Dokter akan memasukkan kamera kecil ke dalam esofagus untuk melihat
sesuatu yang tidak normal di dalam organ tersebut.
Uji laboratorium. Setelah pemeriksaan dengan endoskopi dilakukan, dokter akan
mengambil sampel jaringan untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium.
Uji pencitraan, dengan sinar-X dan barium. Dalam metode ini, pasien akan diminta
untuk menelan cairan yang mengandung barium atau pil barium terlebih dahulu. Zat
ini akan menutupi lapisan esofagus dan lambung, sehingga struktur esofagus akan
terlihat jelas saat dilakukan pencitraan dengan Sinar-X.
Pengertian Gastritis
Gastritis adalah kondisi ketika lapisan lambung mengalami iritasi, peradangan atau
pengikisan. Berdasarkan jangka waktu perkembangan gejala, gastritis dibagi menjadi dua,
yaitu akut (berkembang secara cepat dan tiba-tiba) dan kronis (berkembang secara perlahan-
lahan).
Lambung memiliki sel-sel penghasil asam dan enzim yang berguna untuk mencerna
makanan. Untuk melindungi lapisan lambung dari kondisi radang atau pengikisan asam, sel-
sel tersebut juga sekaligus menghasilkan lapisan “lendir” yang disebut mucin.
Ketika gastritis terjadi, ada penderita yang merasakan gejalanya dan ada juga yang tidak.
Beberapa gejala gastritis di antaranya:
Nyeri yang menggerogoti dan panas di dalam lambung
Hilang nafsu makan
Cepat merasa kenyang saat makan
Perut kembung
Cegukan
Mual
Muntah
Sakit perut
Gangguan saluran cerna
BAB dengan tinja berwarna hitam pekat
Muntah darah
Temui dokter jika gejala gastritis selalu terasa setelah Anda mengonsumsi obat-obatan
tertentu, Anda merasakan gejala sakit maag selama seminggu lebih, Anda BAB dengan
tekstur tinja hitam pekat, dan Anda muntah darah.
Sakit atau nyeri di perut tidak selalu menandakan adanya gastritis. Pengobatan biasanya
bergantung pada penyebab penyakit ini.
Penyebab Gastritis
Berikut ini sejumlah hal yang bisa menyebabkan gastritis, di antaranya:
Infeksi bakteri H. pylori
Efek samping konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen dan
aspirin) secara berkala
Stres
Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
Penyalahgunaan obat-obatan
Reaksi autoimun
Pertambahan usia
Infeksi bakteri dan virus
Penyakit Crohn
Penyakit HIV/AIDS
Refluks empedu
Anemia pernisiosa
Muntah kronis
Diagnosis Gastritis
Sejumlah hal akan dilakukan oleh dokter dalam mendiagnosis gastritis, mulai dari
menanyakan gejala, meninjau riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, melakukan
pemeriksaan fisik, hingga melakukan pemeriksaan lanjutan. Beberapa contoh pemeriksaan
lanjutan tersebut di antaranya adalah:
Tes napas guna melihat keberadaan bakteri H. pylori.
Endoskopi guna melihat adanya tanda-tanda peradangan di dalam lambung.
Pemeriksaan ini terkadang dikombinasikan dengan biopsi (pengambilan sampel
jaringan pada daerah yang dicurigai mengalami radang untuk selanjutnya diteliti di
laboratorium). Metode biopsi juga bisa diterapkan oleh dokter untuk melihat
keberadaan bakteri H. pylori.
Pemeriksaan X-ray dan cairan barium guna melihat adanya tukak di dalam lambung.
Pemeriksaan tinja untuk melihat adanya pendarahan dan infeksi di dalam lambung.
Pemeriksaan kadar sel darah untuk melihat apakah pasien menderita anemia.
Komplikasi Gastritis
Komplikasi akibat gastritis bisa saja terjadi jika kondisi tersebut tidak diobati. Beberapa di
antaranya adalah:
Tukak lambung
Pendarahan di dalam lambung
Kanker lambung
Irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan jangka panjang pada sistem pencernaan
yang umum terjadi. Penyakit ini menyerang usus besar untuk jangka waktu yang lama,
dengan gejala yang kambuh dari waktu ke waktu.
IBS lebih sering dialami oleh wanita dewasa muda yang berusia kurang dari 50 tahun. Setiap
kambuh, IBS bisa terjadi selama beberapa hari atau bisa juga beberapa bulan, dan keadaan ini
dapat dipicu oleh keadaan stres, makanan tertentu, atau perubahan hormon (seperti saat
periode menstruasi).
Gejala-gejala Irritable Bowel Syndrome
Beberapa gejala yang mungkin terjadi adalah:
Diare atau konstipasi, yang keduanya terkadang muncul bergantian.
Perut kembung.
Perut terasa sakit atau kram. Gejala ini biasanya akan berkurang setelah buang air
besar.
Tinja disertai lendir.
Sakit kepala.
Mual.
Sering bersendawa dan buang gas.
Kelelahan.
Nyeri punggung.
Cepat kenyang.
Nafsu makan turun.
Rasa panas di dada.
Orang yang mengalami IBS akan mengalami waktu di mana gejala tersebut bisa makin
buruk, berangsur-angsur membaik, atau hilang sepenuhnya. Dianjurkan untuk segera
memeriksakan diri ke dokter apabila Anda juga mengalami penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas, buang air besar berdarah, berdebar-debar, sesak, atau terdapat benjolan pada
perut.
Ulkus duodenum adalah luka terbuka yang terjadi pada lapisan dalam lambung dan bagian
atas usus halus. Untuk memahami bagaimana ulkus duodenum bisa terjadi, akan lebih mudah
apabila kita terlebih dahulu memahami proses kerja asam lambung dan sistem pencernaan
manusia.
Normalnya, lambung akan menghasilkan asam yang berfungsi untuk mencerna makanan dan
membunuh bakteri dalam makanan. Dinding lambung bagian dalam akan membentuk lapisan
pelindung alami berupa mukus. Mukus ini bekerja dengan cara melindungi lapisan lambung
dari asam lambung yang besifat korosif. Pada kondisi tertentu, terutama karena infeksi
bakteri Helicobacter pylori dan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) jangka
panjang, lapisan dinding dalam lambung akan mengalami mengalami kerusakan. Akibatnya,
asam lambung yang bersifat korosif tersebut akan merusak lapisan mukus pelindung serta
melukai dinding lambung, sehingga terjadi peradangan dan luka terbuka pada lambung.
Gejala utama dari ulkus duodenum adalah nyeri pada perut. Rasa nyeri tersebut dirasakan
pada jeda antar waktu makan atau pada malam hari. Namun, penyakit ini jarang
menimbulkan gejala yang parah. Sebagian besar ulkus duodenum dapat pulih seiring waktu
dengan pengobatan yang tepat. Pengobatan ini tergantung dari penyebab dan gejala yang
ditimbulkan.
Gejala Ulkus Duodenum
Gejala yang muncul dari ulkus duodenum adalah:
Ulu hati terasa nyeri dan terbakar.
Mual.
Perut terasa kembung, bersendawa.
Rasa terbakar pada dada
Sedangkan gejala parah yang jarang terjadi antara lain:
Penurunan selera makan.
Sulit bernapas.
Tinja berwarna gelap atau hitam.
Penurunan berat badan yang tidak wajar.
Muntah darah.
Penyebab Ulkus Duodenum
Sebagian besar kasus ulkus duodenum disebabkan oleh infeksi bakteri helicobater pylori (H.
pylori). Normalnya, bakteri ini hidup di lapisan pelindung mukus dan berfungsi untuk
melawan bakteri-bakteri yang berbahaya. Namun pada sebagian orang, bakteri ini malah
merusak lapisan pelindung mukus dan menyebabkan peradangan. Penyebaran infeksi bakteri
ini belum dapat dipastikan, tapi diduga bakteri ini dapat ditulari dari kontak langsung atau
melalui makanan dan air.
Selain infeksi bakteri H pylori, konsumsi obat-obatan antiinflamasi nonsteroid /OAINS
(seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen sodium) secara teratur juga dapat menyebabkan
iritasi pada lapisan pelindung dinding usus halus. Obat-obatan tadi biasanya dikonsumsi
penderita dewasa untuk mengatasi penggumpalan darah, arthritis, dan nyeri otot. Penyebab
ulkus duodenum lainnya yang jarang terjadi adalah sindrom Zoolinger-Ellison. Sindrom ini
menyebabkan jumlah asam lambung lebih banyak sehingga menimbulkan ulkus duodenum.
Di samping penyebab, beberapa faktor juga dapat membuat kondisi ulkus duodenum
bertambah buruk atau sulit sembuh, yaitu:
Mengalami stress yang tidak tertangani.
Mengonsumsi makanan pedas.
Merokok.
Mengonsumsi alkohol.
Berusia di atas 70 tahun.
Memiliki riwayat mengidap ulkus duodenum.
Diagnosis Ulkus Duodenum
Untuk mendeteksi adanya ulkus duodenum, dokter awalnya akan menanyakan riwayat
kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Selanjutnya, diperlukan
beberapa tes untuk memastikan kemungkinan adanya infeksi H. Pylori. Tes tersebut meliputi:
Tes darah yang bertujuan memeriksa sel yang melawan infeksi. Keberadaan sel ini
menandakan adanya infeksi H. pylori.
Tes sampel tinja untuk memeriksa pertumbuhan bakteri H. pylori dalam tinja selama
beberapa hari.
Tes napas urea (urea breath test). Dalam tes ini, pasien diminta menelan pil yang
mengandung karbon. Setelah itu, pasien menghembuskan napas ke dalam sebuah
kantong. Jika hasil tes menandakan kadar karbondioksida yang tinggi, maka
keberadaan infeksi H.pylori dapat dipastikan.
Setelah pemeriksaan laboratorium, dokter juga akan menegakkan diagnosis berdasarkan
pemeriksaan saluran cerna, yang terdiri dari:
Pemeriksaan saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan dengan sinar-X ini akan
memperlihatkan gambaran esofagus, lambung, dan usus halus. Saat pemeriksaan ini,
pasien diminta menelan cairan putih yang mengandung barium sehingga ulkus lebih
mudah terlihat.
Gastrokopi (endoskopi). Dalam prosedur ini, sebuah selang kecil dengan kamera
akan dimasukkan melalui esofagus untuk melihat langsung kondisi di dalam lambung
dan usus halus.
Pengobatan Ulkus Duodenum
Pengobatan ulkus duodenum dapat dilakukan setelah mengetahui penyebab dan tingkat
keparahannya. Pengobatan untuk ulkus duodenum yang disebabkan infeksi bakteri H.
pylori adalah dengan antibiotik, seperti amoxicillin, clarithromycin, metronidazole,
tinidazole, tetracycline dan levofloxacin. Selain antibiotik, dokter juga akan memberi obat
yang dapat menekan produksi asam lambung, seperti ranitidine, famotidine, cimetidinedan
nizatidine. Obat ini diberikan agar antibiotik dapat bekerja dengan efektif. Terapi kombinasi
obat ini dilakukan selama setidaknya satu minggu.
Untuk memastikan infeksi sudah bersih, penderita diminta melakukan pemeriksaan bakteri H.
pylori dalam waktu empat minggu setelah terapi selesai. Jika infeksi bakteri tersebut masih
ada, ulangi terapi kombinasi dengan pemberian antibiotik yang berbeda, Lakukan hal ini
hingga infeksi hilang sepenuhnya.
Sedangkan dalam pengobatan ulkus duodenum yang disebabkan konsumsi obat anti-
inflamasi secara teratur, penderita dianjurkan mengurangi atau menghentikan penggunaan
obat tersebut. Selanjutnya, dokter akan memberi obat penghambat produksi asam lambung
(proton pump inhibitor) seperti lansoprazole atau omeprazole selama beberapa minggu.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah asam di lambung dan menurunkan kemungkinan
ulkus terbentuk kembali.
Selain itu, dokter mungkin akan mengombinasikan pengobatan dengan obat golongan
antasida yang berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Obat-obatan yang berfungsi untuk
melindungi permukaan lambung dan usus halus juga dapat diresepkan oleh dokter. Contoh
obat-obatan golongan ini adalah sukralfat dan misoprostol.
Pilihan lain pengobatan ulkus duodenum adalah melalui operasi, Prosedur ini biasa dilakukan
pada zaman dahulu sebelum obat penghambat asam lambung ditemukan. Saat ini, operasi
hanya dilakukan untuk ulkus duodenum parah dimana terjadi perdarahan atau lapisan usus
halus berlubang akibat ulkus.
Komplikasi Ulkus Duodenum
Jika ulkus duodenum tidak diobati, maka mungkindapat terjadi komplikasi, seperti
Pencernaan terhalang. Ulkus pencernaan dapat menyebabkan kondisi saluran cerna
dan usus halus bengkak, mengalami peradangan atau luka parut yang menghalangi
jalannya makanan dalam saluran cerna. Halangan ini dapat membuat penderitanya
mudah kenyang, muntah dan berat badan menurun.
Perdarahan internal (dalam). Perdarahan ini dapat menyebabkan kehilangan darah
secara perlahan yang mengarah pada anemia. Dalam kondisi ini, diperlukan transfusi
darah atau perawatan di rumah sakit.
Infeksi. Ulkus dapat membuat lubang pada dinding lambung atau usus halus sehingga
kita akan mudah terkena infeksi serius pada rongga perut (peronitis).
Kolitis ulseratif adalah peradangan kronis yang terjadi pada usus besar (kolon) dan rektum.
Pada kelainan ini, terdapat tukak atau luka di dinding usus besar sehingga menyebabkan tinja
bercampur dengan darah.
Kolitis ulseratif dapat terjadi pada setiap kelompok usia. Tetapi kondisi ini umumnya mulai
terjadi pada mereka yang berusia di bawah 30 tahun.
Pengertian Divertikulitis
Divertikulitis adalah kondisi di mana kantung pada kolon (usus besar) mengalami peradangan
atau infeksi. Terbentuknya kantung atau benjolan kecil pada dinding usus sendiri sudah
merupakan kelainan yang biasa dinamakan divertikula.
Pembentukan divertikula yang terjadi pada dinding kolon dikenal dengan nama
divertikulosis. Sampai saat ini, belum diketahui apa penyebab utama divertikulosis. Tapi para
ahli menduga bahwa diet rendah serat menjadi pemicunya.
Divertikula umumnya diidap oleh seseorang yang berusia 40 tahun ke atas, karena usus besar
mereka sudah melemah. Divertikula lebih sering terjadi di negara-negara Eropa dan Amerika
Utara daripada di Asia dan Afrika. Pria dan wanita memiliki risiko yang sama untuk terkena
divertikulosis.
Gejala Divertikulitis
Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Divertikulitis memiliki
beberapa gejala yang bisa bertahan dari beberapa jam hingga beberapa hari. Gejala-gejala
divertikulitis adalah:
Rasa nyeri, sensitif, atau kram pada bagian perut, umumnya kiri bawah perut dan
lebih terasa bila tubuh digerakkan.
Demam menggigil.
Sensasi kembung atau perut terasa dipenuhi gas.
Diare atau sembelit.
Mual dan kadang muntah.
Kehilangan nafsu makan.
Penyebab dan Faktor Risiko Divertikulitis
Divertikulitis masih belum diketahui penyebab pastinya. Ada dugaan berkembangnya bakteri
pada kantung di dinding usus (divertikula), bisa memicu peradangan atau infeksi.
Diet rendah serat diduga menjadi penyebab terbentuknya divertikula karena tanpa serat,
kolon harus bekerja lebih keras untuk mendorong makanan. Tekanan kolon saat mendorong
makanan bisa menyebabkan terbentuknya kantung pada titik lemah sepanjang dinding kolon.
Beberapa hal yang meningkatkan risiko seseorang terkena divertikulitis adalah:
Faktor genetik. Ada anggota keluarga yang mengidap divertikulosis.
Usia. Semakin tua seseorang, risiko terkena divertikulitis juga semakin tinggi.
Obat-obatan. Sedang mengonsumsi obat anti peradangan non steroid atau aspirin
akan meningkatkan risiko terkena divertikulitis.
Obesitas.
Diet. Sedang menjalani diet rendah serat dan tinggi lemak hewani.
Merokok.
Kurang olahraga.
Diagnosis Divertikulitis
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang
menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Pengujian yang biasanya
dilakukan dokter untuk mendiagnosis divertikulitis adalah:
Pemeriksaan fisik. Dokter akan memeriksa bagian perut penderita untuk letak radang
di dalam rongga perut yang biasanya sakit saat perut ditekan.
Uji darah, untuk mengetahui apakah terjadi infeksi atau perdarahan di kolon
penderita.
Uji kehamilan, untuk memastikan bahwa sakit perut yang dialami penderita bukan
disebabkan oleh kehamilan.
Uji analisis urine, akan menunjukkan apakah penderita mengalami infeksi saluran
kemih.
Uji pencitraan. Penderita akan menjalani prosedur pencitraan sinar-X atau CT scan
pada bagian perut.
Uji fungsi liver, untuk menguji apakah penderita mengalami gangguan liver.
Pemeriksaan dubur digital, untuk melihat apakah ada benjolan di panggul bagian
bawah.
Sigmodoskopi atau kolonoskopi, akan disarankan dokter jika gejala-gejala condong
pada perdarahan dari usus penderita.
Tes darah samar pada sampel tinja. Untuk memeriksa apakah tampak ada darah
pada tinja penderita.
Pengobatan Divertikulitis
Cara penanganan divertikulitis biasanya tergantung dari tingkat keparahan divertikulitis yang
diidap penderita. Untuk divertikulitis ringan, penderita hanya akan diresepkan obat antibiotik,
obat pereda rasa sakit, serta diet tinggi cairan tapi rendah serat. Langkah ini dilakukan hingga
rasa nyeri hilang.
Jika yang diidap penderita adalah divertikulitis akut atau sudah berkomplikasi, maka
penderita perlu rawat inap di rumah sakit. Beberapa jenis penanganan bagi penderita
divertikulitis akut adalah:
Antibiotik intravena, biasanya diberikan untuk menangani infeksi yang
menyebabkan rasa nyeri.
Menyedot isi usus agar perut tetap kosong, jika penderita mengalami muntah atau
pembengkakan perut.
Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terinfeksi. Dilakukan jika terjadi
komplikasi, mengalami divertikulitis kambuhan, ada gangguan sistem kekebalan
tubuh penderita.
Mengistirahatkan usus, untuk mengatasi kolon yang tersumbat. Caranya dengan
tidak memberikan apa pun kecuali cairan dan nutrisi lewat infus kepada penderita.
Komplikasi dan Pencegahan Divertikulitis
Ada beberapa komplikasi yang bisa dialami para penderita divertikulitis akut yaitu:
Peritonitis, yang bisa muncul karena pecahnya kantung usus yang terinfeksi dan
menumpahkan isinya ke rongga perut.
Munculnya abses pada rongga usus ketika nanah mengumpul di dalam kantung usus
(divertikula).
Tersumbatnya pada usus besar atau usus kecil, karena munculnya jaringan parut.
Munculnya saluran tidak normal (fistula) antar bagian dari usus atau antara usus
dengan kandung kemih.
Gangguan buang air kecil. Divertikulitis menyebabkan meradangnya bagian usus
yang bersentuhan dengan kandung kemih. Hal ini menimbulkan rasa nyeri saat buang
air kecil, frekuensi buang air kecil lebih sering, dan masuknya udara dalam urine.
Abses anus adalah suatu penyakit yang menimbulkan nyeri pada daerah anus akibat infeksi
pada kelenjar-kelenjar kecil di dinding anus. Katup anus internal (sphincter ani internus)
berfungsi untuk mencegah infeksi dari rongga usus ke jaringan di sekitar anus (perianal).
Namun, jika infeksi dari usus berhasil menembus katup ini, penyebaran infeksi dapat
mencapai jaringan perianal dan menyebabkan abses anus.
Abses yang terjadi sering muncul dalam bentuk lepuh berisi nanah dan pembengkakan di
daerah anus. Jika disentuh, pembengkakan ini dapat terasa hangat dan berwarna kemerahan.
Namun pada abses yang letaknya dalam, terkadang tidak dapat terlihat maupun teraba.
Berdasarkan lokasi abses yang terjadi akibat penyebaran infeksi, abses anus dapat dibedakan
sebagai berikut:
Abses perianal (merupakan jenis abses anus yang paling umum terjadi).
Abses ischiorectal yaitu pada rongga postanal.
Abses pada rongga supralevator.
Abses pada rongga intersphincter.
Gejala abses anus yang muncul pada penderita berbeda-beda bergantung lokasi munculnya
abses. Jika abses terjadi di daerah perianal, gejala yang muncul adalah:
Nyeri pada anus secara terus-menerus, terasa menusuk, dan bertambah parah pada
saat duduk.
Iritasi kulit di sekitar anus yang disertai dengan kemerahan, pembengkakan, dan
pengerasan kulit.
Keluarnya nanah dari anus.
Sembelit dan nyeri yang diakibatkan oleh pergerakkan usus.
Pada abses yang terjadi di daerah anus yang lebih dalam, seperti abses supralevator, gejala
yang dapat muncul antara lain:
Demam.
Kedinginan.
Tidak enak badan.
Pada beberapa kasus abses anus yang letaknya dalam, terkadang malah hanya muncul gejala
demam saja sehingga cukup menyulitkan diagnosis dan memerlukan bantuan MRI atau CT
scan.
Penyebab munculnya abses anus pada seseorang dapat berbeda-beda. Namun, kondisi ini
umumnya dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
Infeksi pada fistula anus (suatu celah kecil yang terbentuk pada kulit di saluran anus).
Infeksi menular seksual.
Penyumbatan pada kelenjar anus.
Abses anal, terutama abses perianal yang tidak menimbulkan gejala sistemis, dapat
didiagnosis melalui penelusuran gejala dan pemeriksaan kondisi anus. Untuk membantu
diagnosis, dokter juga akan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi terkait, misalnya:
Pada pasien yang dicurigai menderita abses anus di bagian dalam, seperti pada abses
superelevator, diagnosis dapat dilakukan dengan metode pemindaian. Antara lain adalah
USG, MRI dan CT scan. Ada juga beberapa kasus abses anus yang tergolong kompleks dan
memunculkan gejala-gejala sistemik. Untuk membantu diagnosis abses anus yang kompleks,
dapat dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Tujuannya adalah untuk melihat abses dan
fistula, serta menentukan letak, penyebaran dan ukurannya.
Jika tidak ditangani dengan baik, abses anus dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
Fistula.
Bakteremia (bakteri masuk ke dalam sistem peredaran darah) dan sepsis, serta
penyebaran infeksi dari anus ke organ tubuh lain.
Inkontinensia fekal.
Abses menjadi ganas.
Adanya abses pada anus menandakan infeksi yang terjadi cukup parah dan memerlukan
pengobatan melalui pembedahan. Akan tetapi, selama tahap persiapan pembedahan
dilakukan, pasien abses anus dapat diberikan antibiotik. Pembedahan untuk mengobati abses
anus perlu dilakukan sesegera mungkin dikarenakan penundaan pembedahan dapat
meyebabkan kerusakan jaringan kronis.
Metode pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati abses anus antara lain sebagai
berikut:
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan abses dan fistula antara lain
adalah:
Infeksi.
Fisura anal.
Kemunculan kembali abses pasca pembedahan.
Bekas luka pada daerah insisi.
Untuk membantu pengobatan abses pasca pembedahan dan mengurangi risiko komplikasi
pasca pembedahan, pasien dapat diberikan beberapa jenis obat-obatan, seperti:
Infeksi. Pasien dapat diberikan antibiotik sebelum dan sesudah pembedahan abses.
Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan bakteri penyebab abses yang sudah
didiagnosis terlebih dahulu melalui kultur bakteri. Beberapa jenis antibiotik yang
dapat diberikan, antara lain adalah ampicillin (baik diberikan tersendiri ataupun
dikombinasikan dengan sulbactam), imipenem dan cilastatin,
cefazolin, dan clindamycin.
Obat penghilang rasa sakit. Seringkali sebelum dan sesudah pembedahan abses,
pasien akan mengalami nyeri dan tidak nyaman di daerah abses. Oleh karena itu dapat
diberikan obat anelgesik untuk meringankan rasa nyeri tersebut. Contoh obat
penghilang nyeri yang sering diberikan adalah
Antiemetik. Obat ini dapat membantu memberikan efek sinergistik jika diberikan
bersama dengan meperidine. Selain itu, antiemetik dapat menghilangkan rasa ingin
muntah yang timbul dari efek samping pengobatan yang muncul. Contoh antiemetik
yang dapat diberikan adalah promethazine.
Pasca dilakukan pembedahan dan pengobatan, pasien diharuskan melakukan kontrol rutin
kepada dokter yang bersangkutan selama 2-3 minggu. Konsultasi ini bertujuan untuk
memantau penyembuhan luka pembedahan dan mengontrol kemungkinan munculnya fistula
pada pasien. Kematian akibat abses maupun komplikasi pembedahan abses cukup jarang
terjadi. Namun, perlu diingat bahwa fistula dapat saja terbentuk beberapa waktu setelah
nanah abses dikeluarkan. Selain itu, dapat juga muncul komplikasi akibat pembedahan. Oleh
karena itu, kontrol pasca pembedahan sangat penting untuk dilakukan.
Penyakit usus buntu adalah peradangan atau pembengkakan apendiks atau usus
buntu. Sedangkan usus buntu adalah organ berbentuk kantong kecil dan tipis berukuran 5
hingga 10 cm yang terhubung pada usus besar. Hingga saat ini, alasan kenapa kita memiliki
usus buntu masih belum diketahui.
Pengangkatannya pun tidak memengaruhi kondisi kesehatan. Namun penyakit usus buntu
atau apendisitis berpotensi memicu komplikasi yang serius.
Apendisitis merupakan penyakit umum yang bisa menyerang siapa saja. Tetapi, kalangan
muda yang berusia 10 sampai 30 tahun adalah kelompok orang yang paling sering mengalami
kondisi ini.
Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah sakit perut. Meski demikian, tidak semua jenis
sakit perut akan berujung pada apendisitis.
Sakit perut yang mengindikasikan penyakit ini biasanya berawal di perut bagian tengah. Pada
awalnya, rasa sakit itu akan datang dan pergi. Beberapa jam kemudian, rasa sakit akan
berpindah ke perut kanan bawah (tempat usus buntu berada) sebelum akhirnya bertambah
parah dan terus menerus terasa sakit.
Rasa sakit juga akan bertambah parah ketika terjadi penekanan pada bagian perut tersebut.
Begitu juga pada saat Anda batuk atau berjalan. Beberapa gejala lain yang dapat menyertai
sakit perut itu antara lain:
Penyakit usus buntu juga sering dikira sebagai penyakit lain, seperti keracunan makanan,
sindrom iritasi usus yang parah, konstipasi biasa, dan infeksi saluran kemih. Wanita muda
juga sering mengira gejala penyakit ini sehubungan dengan kandungan, seperti kehamilan
ektopik atau nyeri menstruasi.
Konsultasikan kepada dokter apabila Anda mengalami sakit perut yang perlahan-lahan makin
parah. Segera panggil ambulans jika sakit perut Anda bertambah parah secara mendadak dan
menyebar ke seluruh perut. Ini mengindikasikan kemungkinan pecahnya usus buntu yang
dapat memicu peritonitis (infeksi serius pada lapisan perut bagian dalam).
Penyebab penyakit ini belum diketahui dengan pasti, sehingga pencegahannya juga belum
diketahui. Meski demikian, sebagian besar apendisitis diperkirakan terjadi akibat
tersumbatnya ‘pintu masuk’ menuju usus buntu oleh:
Tinja.
Kelenjar getah bening yang membengkak dalam dinding usus. Pembengkakan ini
biasanya berkembang setelah terjadi infeksi saluran pernapasan atas.
Gejala-gejala yang identik dengan peradangan usus buntu terkadang hanya ditemukan pada
sebagian penderita. Gejala tersebut juga cenderung mirip dengan penyakit lain sehingga sulit
didiagnosis.
Letak usus buntu pada tiap orang berbeda-beda. Hal ini juga dapat mempersulit proses
diagnosis. Ada yang terletak di bagian lain, misalnya pada rongga panggul, di belakang usus
besar atau di bawah organ hati.
Pemeriksaan fisik untuk mengonfirmasi rasa sakit pada perut. Bagian di sekitar usus
buntu (perut kanan bawah) akan ditekan secara perlahan-lahan. Ketika tekanan
dilepaskan oleh dokter, sakit perut akibat apendisitis umumnya akan bertambah parah.
Tes darah guna memeriksa jumlah sel darah putih yang menandakan adanya infeksi.
Tes urine untuk menghapus kemungkinan adanya penyakit lain, misalnya infeksi
saluran kemih atau batu ginjal.
CT scan atau USG agar kondisi usus buntu bisa diperiksa. Misalnya, membengkak
atau tidak.
Pemeriksaan organ intim dan tes kehamilan bagi wanita yang belum menopause.
Prosedur ini berfungsi menghapus kemungkinan adanya penyakit yang berhubungan
dengan organ kewanitaan.
Langkah pengobatan utama untuk penyakit usus buntu adalah melalui prosedur operasi
pengangkatan usus buntu atau yang dikenal dengan istilah apendektomi. Usus buntu tidak
memiliki fungsi yang penting bagi tubuh manusia dan pengangkatannya tidak akan
menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang.
Menjalani operasi jauh lebih aman daripada menunggu hasil konfirmasi adanya peradangan
usus buntu. Makin lama menunggu, risiko pecahnya usus buntu akan makin meningkat.
Sama seperti semua operasi, apendektomi tetap memiliki risiko seperti munculnya infeksi
pada luka operasi serta pendarahan. Tetapi, operasi ini memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi dan jarang menyebabkan komplikasi jangka panjang.
Terdapat dua jenis apendektomi yang dapat dilakukan, yaitu operasi laparoskopi atau ‘lubang
kunci’ dan bedah sayatan terbuka. Keduanya dilakukan dengan pembiusan total.
Operasi pengangkatan usus buntu melalui prosedur ‘lubang kunci’ (laparoskopi) lebih banyak
dipilih, terutama bagi pasien manula atau yang mengalami obesitas. Laparoskopi hanya
membutuhkan beberapa sayatan kecil pada perut untuk mengangkat usus buntu sehingga
masa pemulihan pasien akan jauh lebih cepat. Pasien biasanya akan diizinkan pulang setelah
beberapa hari atau bahkan 24 jam.
Namun, tidak semua penderita penyakit usus buntu dapat menjalani operasi laparoskopi,
misalnya karena usus buntu sudah pecah atau infeksinya yang sudah menyebar. Apabila ini
terjadi, penderita membutuhkan prosedur bedah sayatan terbuka untuk mengangkat usus
buntu sekaligus membersihkan rongga perut.
Proses operasi ini biasanya membutuhkan masa pemulihan selama satu minggu sebelum
pasien diizinkan pulang. Pasien biasanya dapat kembali beraktivitas secara normal dalam 2
hingga 3 minggu. Tapi aktivitas berat disarankan untuk dihindari selama 1 sampai 2 bulan
setelah operasi.
Pemantauan masa pemulihan juga sangat penting. Segera hubungi dokter atau rumah sakit
tempat Anda dioperasi jika Anda mengalami gejala-gejala infeksi seperti muntah-muntah,
rasa nyeri dan pembengkakan yang semakin parah, demam, luka operasi terasa panas, atau
ada cairan yang keluar dari luka operasi.
Penyakit usus buntu juga bisa menyebabkan gumpalan atau benjolan pada usus buntu yang
terdiri dari jaringan usus buntu dan lemak. Benjolan tersebut terbentuk karena upaya alami
tubuh untuk mengatasi radang usus buntu ini. Dokter biasanya tidak menganjurkan Anda
untuk segera menjalani operasi. Anda akan diberikan antibiotik selama beberapa minggu agar
infeksi gumpalan usus buntu berkurang sebelum dioperasi.
Penyakit usus buntu yang tidak diobati berisiko untuk pecah dan dapat berakibat fatal. Segera
hubungi rumah sakit jika sakit perut Anda mendadak makin parah dan menyebar ke seluruh
perut. Ini mengindikasikan kemungkinan pecahnya usus buntu yang dapat memicu sejumlah
komplikasi seperti:
Peritonitis. Ini adalah peradangan peritoneum, yaitu jaringan tipis yang melapisi
dinding perut bagian dalam dan organ-organ di dalam rongga perut. Peradangan ini
disebabkan oleh bakteri dari dalam usus buntu yang pecah. Gejalanya meliputi sakit
perut yang parah dan terus-menerus, muntah, detak jantung cepat, demam, daerah
perut yang membengkak, serta napas pendek dan terengah-engah. Komplikasi ini
biasanya ditangani dengan pemberian antibiotik dan operasi pengangkatan usus buntu
Abses, yaitu kantong kumpulan nanah yang terasa sakit. Komplikasi ini muncul
sebagai usaha alami tubuh untuk mengatasi infeksi akibat usus buntu yang pecah.
Penanganannya dilakukan dengan penyedotan nanah dari abses atau terkadang dengan
antibiotik. Jika ditemukan dalam operasi, abses dan bagian di sekitarnya akan
dibersihkan dengan hati-hati dan diberi antibiotik.