Anda di halaman 1dari 24

GLOSSITIS

A. DEFINISI
Glossitis adalah peradangan atau infeksi pada lidah. Glossitis dapat terjadi akut atau kronis.
Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh
yang penampakannya ada pada lidah. Glositis dapat menyerang semua umur. Penyakit ini sering pada laki-laki
dibandingkan permpuan. Dalam beberapa kasus, glossitis dapat mengakibatkan pembengkakan lidah parah
yang menghalangi jalan napas, sebuah darurat medis yang membutuhkan perhatian segera.
B. ETIOLOGI
Penybab glossitis bermacam-macam, bisa lokal dan sistemik.
Penyebab glossitis dapat diutaikan sebagai berikut :
1. Penyebab lokal
o Bakteri dan infeksi virus,
o Trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi
o Iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang
berbumbu.
o Alergi dari pasta gigi dan obat kumur
2. Penyebab sistemik
o Kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik
o Keadaan kekurangan gizi (malnutrisi ) yaitu kekurangan asupan vitamin B12, defesiensi Fe
o Pnyakit kulit seperti oral lichen, erytema multiform, aphtous ulcers, dan pemphigus vulgaris
o Infeksi seperti syphilis and human immunodeficiencyvirus (HIV) kemungkinan memberikan
tanda bahwa glossitis ini merupakan gejala yang pertama kali akan muncul nantinya.

C. GEJALA DAN TANDA


 Peradangan pada lidah
 Permukaan lidah yang halus
 Sulit berbicara, menelan / mengunyah
 Warna lidah menjadi pucat jika oleh anemia pernisiosa dan merah berapi-api jika oleh
kekurangan vitamin B
 kadang kesulitan bernafas (bengkak hebat)
 mulut perih
D. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan menunjukkan lidah bengkak (atau
patch pembengkakan). Para nodul pada permukaan lidah (papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa
mengkonfirmasi sistemik penyebab gangguan tersebut.
E. TERAPI
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan biasanya tidak memerlukan
rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik kebersihan mulut perlu, termasuk menyikat gigi
menyeluruh setidaknya dua kali sehari, dan flossing sedikitnya setiap hari. Kortikosteroid seperti prednison
dapat diberikan untuk mengurangi peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur
prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid ditelan
atau disuntikkan. Antibiotik, obat anti jamur, atau anti mikroba lainnya mungkin diresepkan jika penyebab
glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlakukan, sering dengan perubahan pola makan
atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti makanan panas atau pedas, alkohol, dan tembakau)
untuk meminimalkan ketidaknyamanan.
F. KOMPLIKASI
o Kegelisahan
o Penyumbatan jalan nafas
o Kesulitan dalam berbicara
o Kesulitan dalam mengunyah, atau menelan
o Peradangan lidah yang kronis
G. PROGNOSA
Dalam beberapa kasus, glossitis bisa menyebabkan lidah bengkak yang dapat menghambat
jalan nafas.
KANDIDIASIS ORAL
Defenisi, etiologi, epidemiologi
Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi merah dan lesi
putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp, dimana Kandida albikan merupakan jenis
jamur yang menjadi penyebab utama. Terdapat sekitar 30-40% Kandida albikan pada rongga
mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada
pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-
obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95%
pada pasien HIV/AIDS. 6 Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun
wanita. Meningkatnya prevalensi infeksi Kandida albikan ini dihubungkan dengan kelompok
penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds
dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita HIV/AIDS,
sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis.
Faktor resiko
Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan masalah apapun
dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh secara
berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :
a.Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Kandida adalah
adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi
merupakan proses melekatnya sel Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari
ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida
terhadap sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga
sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan.
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Termasuk
faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah
saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan
dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan
berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren
syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi
saliva.
Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral.
Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi
Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit
mengakibatkan Kandida tumbuh pesat.
Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan
sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV,
keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik
spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.
Perawatan
Pada pasien yang kesehatan tubuhnya normal, seperti perokok dan pemakai gigi tiruan,
perawatan kandidiasis oral relatif mudah dan efektif, namun pasien yang mengkonsumsi
antibiotik jangka panjang, dan pasien dengan sistem imun tubuh rendah yang mendapat
perawatan kemoterapi dimana infeksi jamur mau tidak mau akan timbul, maka perawatan
kandidiasisnya lebih spesifik.
Adapun perawatan kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut, memberi
obat obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor
predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi.]
Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun menyikat daerah bukal dan
lidah dengan sikat lembut.Pada pasien yang memakai gigi tiruan, gigi tiruan harus direndam
dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya
meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan poreus menyebabkan
Kandida mudah melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya.
Pemberian obat-obatan antifungal juga efektif dalam mengobati infeksi jamur. Terdapat dua
jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat antifungal secara topikal dan sistemik.
Pengobatan antifungal topikal pada awal abad 20 yaitu dengan menggunakan gentian violet,
namun karena perkembangan resisten dan adanya efek samping seperti meninggalkan stain
pada mukosa oral, sehingga obat itu diganti dengan Nystatin yang ditemukan pada tahun
1951 dan Amphotericin B pada tahun 1956. Obat-obat tersebut bekerja dengan mengikat
sterol pada membran sel jamur, dan mengubah permeabilitas membran sel. Nystatin
merupakan obat antifungal yang paling banyak digunakan. Obat antifungal sistemik
digunakan pada pasien yang tidak mempan terhadap obat antifungal topikal dan pada pasien
dengan resiko tinggi menderita infeksi sistemik. Selain menjaga kebersihan rongga mulut dan
memberi obat-obatan antifungal pada pasien, faktor predisposisi juga harus ditanggulangi.
Penanggulangan faktor predisposisi meliputi pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara
rutin dengan menggunakan cairan pembersih, seperti Klorheksidin, mengurangi rokok dan
konsumsi karbohidrat, mengunyah permen karet bebas gula untuk merangsang pengeluaran
saliva, menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid, menangani penyakit yang dapat
memicu kemunculan kandidiasis seperti penanggulangan penyakit diabetes, HIV, dan
leukemia.

Pengertian Penyakit Asam Lambung


Penyakit asam lambung atau Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah kondisi yang
ditandai dengan nyeri pada ulu hati atau sensasi terbakar di dada akibat naiknya asam
lambung menuju esofagus. Esofagus yang juga dikenal sebagai kerongkongan adalah bagian
dari saluran pencernaan yang menghubungkan mulut dan lambung. Penyakit asam lambung
merupakan masalah kesehatan yang cukup umum terjadi di masyarakat.

Penyebab Naiknya Asam Lambung atau GERD


Penyakit asam lambung atau GERD pada umumnya disebabkan oleh tidak
berfungsinya lower esophageal sphinchter (LES). LES adalah lingkaran otot pada bagian
bawah dari esofagus. LES berfungsi sebagai pintu otomatis yang akan terbuka ketika
makanan atau minuman turun ke lambung. Setelah makanan masuk, LES akan menutup
untuk mencegah asam dan makanan yang ada di lambung agar tidak naik kembali ke
esofagus.
Jika LES menjadi longgar dan tidak menutup dengan baik, asam lambung bisa keluar dari
perut dan menyebabkan penyakit asam lambung. Penyebab penyakit asam lambung biasanya
terkait dengan faktor keturunan, stres, konsumsi obat-obat tertentu, kelebihan berat badan,
hiatus hernia, keadaan hamil, gastroparesis, atau konsumsi makanan yang mengandung
banyak lemak.
Gejala GERD yang dirasakan adalah sensasi terbakar di bagian dada atau nyeri ulu hati.
Akibatnya, kita akan merasa tidak nyaman setelah mengonsumsi makanan.
Mulut serta kerongkongan juga akan terasa tidak enak. Kita juga akan mengalami rasa sakit
dan kesulitan menelan makanan. Perawatan serius akan diperlukan jika gejala GERD muncul
secara terus-menerus.
Diagnosis Asam Lambung atau GERD
Untuk melakukan diagnosis penyakit asam lambung atau GERD, dokter cukup menanyakan
gejala-gejala yang Anda alami. Penelitian lebih lanjut untuk memastikan diagnosis bisa
dilakukan melalui prosedur endoskopi.
Endoskopi sendiri menggunakan alat yang disebut endoskop, sebuah tabung fleksibel panjang
dengan lampu dan kamera pada bagian ujungnya. Alat ini akan dimasukkan melalui mulut
untuk melihat penyebab naiknya asam lambung dan jika ada luka di dinding esofagus.

Pengobatan Asam Lambung atau GERD


Pengobatan penyakit asam lambung memiliki tahapan. Cara awal yang paling mudah untuk
dilakukan adalah dengan mengganti menu makanan, yaitu beralih ke makanan-makanan yang
rendah lemak, tidak terlalu asin, maupun terlalu pedas. Tapi ketika perubahan menu makanan
tidak berhasil, obat-obatan akan digunakan untuk meredakan gejala yang dirasakan. Bagi
penderita yang mengalami penyakit asam lambung secara kambuhan, dokter kemungkinan
akan meresepkan obat untuk jangka panjang.
Jika langkah-langkah pengobatan di atas masih belum berhasil mengatasi GERD, prosedur
operasi kemungkinan akan dipertimbangkan dan disarankan oleh dokter.

Komplikasi Akibat Asam Lambung atau GERD


Komplikasi yang paling sering terjadi akibat penyakit asam lambung adalah esofagitis.
Esofagitis adalah peradangan atau inflamasi pada dinding esofagus atau kerongkongan. Pada
kasus esofagitis yang parah, penderita akan kesulitan menelan karena munculnya tukak.
Tukak terbentuk ketika lapisan dinding esofagus tererosi sehingga menjadi luka. Pada kasus
yang lebih parah lagi, bisa terjadi kanker esofagus.

Pengertian Esofagitis
Esofagitis adalah peradangan pada lapisan esofagus atau kerongkongan (organ berbentuk
pipa yang tersusun dari otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung).
Esofagitis berisiko merusak jaringan-jaringan esofagus.
Esofagitis dapat menimbulkan rasa sakit dan kesulitan saat menelan, sariawan, dan nyeri pada
bagian dada. Pada beberapa kasus, esofagitis dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan
saluran kerongkokan atau berkembangnya penyakit esofagus Barrett yang merupakan salah
satu faktor risiko kanker kerongkongan. Kedua komplikasi ini mungkin saja terjadi apabila
esofagitis diabaikan atau tidak mendapatkan penanganan secara tepat.

Gejala Esofagitis
Gejala yang umumnya dialami oleh penderita esofagitis adalah:
 Kesulitan dan rasa sakit saat menelan.
 Tersangkutnya makanan pada esofagus.
 Mual dan muntah.
 Nyeri ulu hati.
 Nyeri dada (biasanya terasa di belakang tulang dada saat makan).
 Asam lambung terasa naik ke kerongkongan atau ke mulut (regurgitasi).
 Sariawan.
Pada anak-anak, selain ditandai dengan kesulitan makan atau menelan ASI, esofagitis juga
bisa ditandai dengan terganggunya pertumbuhan.

Penyebab Esofagitis
Esofagitis seringkali merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya. Ada beberapa
faktor penyebab esofagitis, antara lain:
 Esofagitis Refluks. Pada kondisi ini, terjadi gangguan pada sfingter esofagus ( katup
yang berfungsi menahan cairan lambung agar tidak naik ke kerongkongan). Kinerja
katup yang terganggu (terbuka pada saat yang tidak semestinya atau tidak menutup
dengan sempurna) menyebabkan asam lambung naik ke kerongkongan dan memicu
esofagitis.
 Esofagitis Eosinofilik. Kondisi ini ditandai dengan tingginya konsentrasi sel darah
putih pada esofagus. Kondisi ini biasanya menyerang orang yang alergi terhadap
makanan jenis tertentu ataupun alergi terhadap bahan yang bukan makanan, seperti
alergi debu.
 Esofagitis Infeksiosa. Disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau jamur pada jaringan
esofagus, terutama pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah,
contohnya pasien HIV, kanker, atau diabetes.
 Esofagitis yang Diinduksi Obat. Beberapa jenis obat, seperti kalium klorida,
antibiotik, atau obat pereda nyeri (ibuprofen atau aspirin), dapat merusak jaringan
esofagus jika bersentuhan dengan lapisan esofagus dalam jangka waktu lama. Iritasi
pada lapisan tersebut biasanya juga dapat disebabkan oleh kebiasaan menelan obat
tanpa air.
Beberapa faktor berikut ini bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena esofagitis, di
antaranya:
 Riwayat esofagitis di dalam keluarga.
 Pernah mengalami reaksi alergi.
 Lansia.
 Sering mengonsumsi makanan berlemak atau makanan dalam porsi besar.
 Mengonsumsi kafein, cokelat, alkohol, atau makanan-makanan dengan rasa mint
secara berlebihan.
 Langsung tidur usai makan.
 Menelan pil berukuran besar.
 Menelan pil dengan sedikit atau tanpa air.
 Menelan obat dengan posisi berbaring atau tepat sebelum tidur.
 Menjalani pengobatan dengan antibiotik atau steroid.
 Mengidap diabetes.
 Memiliki kekebalan tubuh yang rendah.

Diagnosis Esofagitis
Jika dokter mencurigai pasien menderita esofagitis, maka ada beberapa tindakan pemeriksaan
yang akan dilakukan, yaitu:
 Endoskopi. Dokter akan memasukkan kamera kecil ke dalam esofagus untuk melihat
sesuatu yang tidak normal di dalam organ tersebut.
 Uji laboratorium. Setelah pemeriksaan dengan endoskopi dilakukan, dokter akan
mengambil sampel jaringan untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium.
 Uji pencitraan, dengan sinar-X dan barium. Dalam metode ini, pasien akan diminta
untuk menelan cairan yang mengandung barium atau pil barium terlebih dahulu. Zat
ini akan menutupi lapisan esofagus dan lambung, sehingga struktur esofagus akan
terlihat jelas saat dilakukan pencitraan dengan Sinar-X.

Pengobatan dan Komplikasi Esofagitis


Penanganan esofagitis bertujuan untuk meredakan gejala, mengurangi risiko komplikasi serta
mengobati penyebabnya. Penanganan yang disarankan oleh dokter akan tergantung dari
penyebab esofagus itu sendiri, di antaranya:
 Esofagitis Refuks. Biasanya akan ditangani dengan pemberian obat-obatan baik yang
bebas (misalnya antasida, ranitidine, cimetidine, omeprazole, dan lansoprazole) atau
obat resep yang lebih kuat (misalnya dexlansoprazole, rabeprazole, pantoprazole,
omeprazole, lanzoprazole, dan esomeprazole). Jika diperlukan tindakan pembedahan
akan dilakukan untuk memperbaiki kondisi esofagus.
 Esofagitis Infeksiosa. Dokter umumnya akan meresepkan obat untuk mengatasi
infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit yang menyebabkan esofagitis muncul.
 Esofagitis yang Diinduksi Obat. Penanganan utama bagi esofagitis jenis ini adalah
dengan menghindari konsumsi obat penyebab esofagitis, serta mengganti teknik
mengonsumsi obat.
 Esofagitis Eosinofilik. Biasanya dokter akan menyarankan penderita kondisi ini
untuk menghindari pemicu alergi, serta memberi obat untuk mengurangi reaksi alergi
(misalnya esomeprazole, omeprazole, dexlansoprazole, pantoprazole, lansoprazole,
dan rabeprazole).
Dokter mungkin akan melakukan prosedur pembedahan berupa pelebaran (dilatasi) esofagus,
jika organ tersebut sudah menyempit cukup parah atau jika ada makanan yang tersangkut.
Apabila tidak ditangani dengan baik, esofagitis dapat menyebabkan perubahan struktur di
dalam esofagus, di mana esofagus akan menyempit. Selain itu, komplikasi yang dapat
muncul adalah esofagus Barrett’s. Kondisi ini akan mengubah lapisan sel di esofagus
sehingga membuat seseorang lebih rentan terkena kanker esofagus.

Pengertian Gastritis

Gastritis adalah kondisi ketika lapisan lambung mengalami iritasi, peradangan atau
pengikisan. Berdasarkan jangka waktu perkembangan gejala, gastritis dibagi menjadi dua,
yaitu akut (berkembang secara cepat dan tiba-tiba) dan kronis (berkembang secara perlahan-
lahan).
Lambung memiliki sel-sel penghasil asam dan enzim yang berguna untuk mencerna
makanan. Untuk melindungi lapisan lambung dari kondisi radang atau pengikisan asam, sel-
sel tersebut juga sekaligus menghasilkan lapisan “lendir” yang disebut mucin.
Ketika gastritis terjadi, ada penderita yang merasakan gejalanya dan ada juga yang tidak.
Beberapa gejala gastritis di antaranya:
 Nyeri yang menggerogoti dan panas di dalam lambung
 Hilang nafsu makan
 Cepat merasa kenyang saat makan
 Perut kembung
 Cegukan
 Mual
 Muntah
 Sakit perut
 Gangguan saluran cerna
 BAB dengan tinja berwarna hitam pekat
 Muntah darah
Temui dokter jika gejala gastritis selalu terasa setelah Anda mengonsumsi obat-obatan
tertentu, Anda merasakan gejala sakit maag selama seminggu lebih, Anda BAB dengan
tekstur tinja hitam pekat, dan Anda muntah darah.
Sakit atau nyeri di perut tidak selalu menandakan adanya gastritis. Pengobatan biasanya
bergantung pada penyebab penyakit ini.

Penyebab Gastritis
Berikut ini sejumlah hal yang bisa menyebabkan gastritis, di antaranya:
 Infeksi bakteri H. pylori
 Efek samping konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen dan
aspirin) secara berkala
 Stres
 Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
 Penyalahgunaan obat-obatan
 Reaksi autoimun
 Pertambahan usia
 Infeksi bakteri dan virus
 Penyakit Crohn
 Penyakit HIV/AIDS
 Refluks empedu
 Anemia pernisiosa
 Muntah kronis
Diagnosis Gastritis
Sejumlah hal akan dilakukan oleh dokter dalam mendiagnosis gastritis, mulai dari
menanyakan gejala, meninjau riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, melakukan
pemeriksaan fisik, hingga melakukan pemeriksaan lanjutan. Beberapa contoh pemeriksaan
lanjutan tersebut di antaranya adalah:
 Tes napas guna melihat keberadaan bakteri H. pylori.
 Endoskopi guna melihat adanya tanda-tanda peradangan di dalam lambung.
Pemeriksaan ini terkadang dikombinasikan dengan biopsi (pengambilan sampel
jaringan pada daerah yang dicurigai mengalami radang untuk selanjutnya diteliti di
laboratorium). Metode biopsi juga bisa diterapkan oleh dokter untuk melihat
keberadaan bakteri H. pylori.
 Pemeriksaan X-ray dan cairan barium guna melihat adanya tukak di dalam lambung.
 Pemeriksaan tinja untuk melihat adanya pendarahan dan infeksi di dalam lambung.
 Pemeriksaan kadar sel darah untuk melihat apakah pasien menderita anemia.

Pencegahan dan Pengobatan Gastritis


Jika Anda rentan terkena gejala gastritis, cobalah untuk membagi porsi makan Anda ke
jadwal makan baru. Sebagai contoh, jika sebelumnya Anda suka makan dengan porsi besar
tiap jadwal makan, ubah porsinya menjadi sedikit-sedikit sehingga jadwal makan Anda
menjadi lebih sering dari biasanya. Selain itu, hindari makanan berminyak, asam, atau pedas.
Jika Anda termasuk seseorang yang aktif mengonsumsi minuman beralkohol, maka
kurangilah kebiasaan tersebut karena alkohol juga dapat menyebabkan gejala gastritis. Selain
itu, kendalikan stres Anda.
Jika gejala gastritis sering kambuh setelah Anda menggunakan obat pereda sakit jenis anti-
inflamasi nonsteroid (OAINS) konsultasikan hal tersebut kepada dokter. Dalam kasus ini,
dokter biasanya akan mengganti OAINS dengan obat pereda nyeri golongan lain
seperti paracetamol.
Gejala penyakit gastritis bisa reda jika ditangani dengan benar. Ada beberapa obat yang
biasanya diresepkan oleh dokter, di antaranya:
 Obat penghambat histamin 2 (H2 blocker). Obat ini mampu meredakan gejala
gastritis dengan cara menurunkan produksi asam di dalam lambung. Salah satu contoh
obat penghambat histamin 2 adalah ranitidine.
 Obat penghambat pompa proton (PPI). Obat ini memiliki kinerja yang sama
seperti penghambat histamin 2, namun lebih efektif. Salah satu contoh obat
penghambat pompa proton adalah omeprazole.
 Obat antasida. Obat ini mampu meredakan gejala gastritis (terutama rasa nyeri)
secara cepat dengan cara menetralisir asam lambung.
 Obat antibiotik. Obat ini diresepkan pada penderita gastritis yang kondisinya
diketahui disebabkan oleh infeksi bakteri. Contoh obat antibiotik adalah amoxicillin,
clarithromycin, dan metronidazole.

Komplikasi Gastritis
Komplikasi akibat gastritis bisa saja terjadi jika kondisi tersebut tidak diobati. Beberapa di
antaranya adalah:
 Tukak lambung
 Pendarahan di dalam lambung
 Kanker lambung

Pengertian Irritable Bowel Syndrome

Irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan jangka panjang pada sistem pencernaan
yang umum terjadi. Penyakit ini menyerang usus besar untuk jangka waktu yang lama,
dengan gejala yang kambuh dari waktu ke waktu.
IBS lebih sering dialami oleh wanita dewasa muda yang berusia kurang dari 50 tahun. Setiap
kambuh, IBS bisa terjadi selama beberapa hari atau bisa juga beberapa bulan, dan keadaan ini
dapat dipicu oleh keadaan stres, makanan tertentu, atau perubahan hormon (seperti saat
periode menstruasi).
Gejala-gejala Irritable Bowel Syndrome
Beberapa gejala yang mungkin terjadi adalah:
 Diare atau konstipasi, yang keduanya terkadang muncul bergantian.
 Perut kembung.
 Perut terasa sakit atau kram. Gejala ini biasanya akan berkurang setelah buang air
besar.
 Tinja disertai lendir.
 Sakit kepala.
 Mual.
 Sering bersendawa dan buang gas.
 Kelelahan.
 Nyeri punggung.
 Cepat kenyang.
 Nafsu makan turun.
 Rasa panas di dada.
Orang yang mengalami IBS akan mengalami waktu di mana gejala tersebut bisa makin
buruk, berangsur-angsur membaik, atau hilang sepenuhnya. Dianjurkan untuk segera
memeriksakan diri ke dokter apabila Anda juga mengalami penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas, buang air besar berdarah, berdebar-debar, sesak, atau terdapat benjolan pada
perut.

Penyebab dan Faktor Pemicu Irritable Bowel Syndrome


Belum diketahui secara pasti penyebab irritable bowel syndrome (IBS). Beberapa faktor yang
diduga bisa memicu terjadinya IBS adalah:
 Infeksi di saluran pencernaan.
 Perubahan kondisi bakteri normal di dalam usus kecil.
 Gangguan pada fungsi otak sewaktu mengirim sinyal ke usus.
 Makanan yang terlalu cepat atau terlalu lambat dicerna di saluran pencernaan,
sehingga menyebabkan diare atau konstipasi.
 Makanan atau minuman tertentu yang sulit untuk dicerna, contohnya yang makanan
dengan kadar asam, lemak, gula, atau karbohidrat yang tinggi.
 Perubahan kadar hormon atau zat kimia lainnya di dalam tubuh yang berperan untuk
mentransmisikan sinyal-sinyal saraf.
 Gangguan kesehatan mental, seperti gangguan panik, cemas, depresi, dan stres.
Diagnosis Irritable Bowel Syndrome
Dokter dapat mencurigai seorang pasien menderita irritable bowel syndrome (IBS) apabila
terdapat keluhan pada pencernaan, yang bisa berupa sakit di perut, perut kembung, atau
perubahan pada kebiasaan BAB serta bentuk tinja, yang sudah berlangsung setidaknya
selama tiga bulan.
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis IBS, tetapi dokter perlu melakukan
beberapa pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan lainnya, di antaranya
adalah:
 Tes darah. Bertujuan untuk mengetahui apakah ada kondisi lain yang memiliki gejala
sejenis, misalnya penyakit celiac atau intoleransi laktosa.
 Pengambilan sampel tinja. Tinja diperiksa untuk melihat adanya infeksi bakteri atau
parasit.
 Pencitraan dan endoskopi. Foto Rontgen, CT scan, atau endoskopi yang
menggunakan selang berkamera, baik masuk melalui mulut ataupun dubur, dapat
melihat keadaan saluran cerna dan mendeteksi kemungkinan infeksi atau kelainan
struktur lainnya.

Pengobatan Irritable Bowel Syndrome


Tidak ada obat maupun suatu pola makan spesifik yang cocok untuk semua penderita irritable
bowel syndrome (IBS). Namun, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi gejala, sehingga orang dengan IBS dapat hidup secara normal, yang merupakan
tujuan dari pengobatan IBS. Beberapa cara tersebut di antaranya adalah:

 Mengatur pola makan dan jenis makanan.


 Mengonsumsi makanan dengan porsi kecil.
 Tidak telat makan.
 Mengurangi konsumsi alkohol, kafein, dan minuman soda.
 Mencukupi kebutuhan cairan dengan minum, paling tidak 8 gelas air putih.
 Menghindari makanan berlemak dan makanan kaleng.
 Mengonsumsi buah tidak melebihi dari 3 porsi (satu porsi sekitar 80 g).
 Mengunyah makanan dengan baik, tidak terburu-buru.
 Sesuaikan jenis makanan dengan keluhan yang dialami.
 Perut kembung. Hindari makanan yang dapat mengakibatkan peningkatan gas
dalam saluran cerna, seperti kacang-kacangan, kol, kembang kol, brokoli, dan
juga permen karet.
 Diare. Kurangi konsumsi makanan tinggi serat seperti gandum, dan makanan
yang mengandung pemanis buatan seperti sorbitol.
 Konstipasi. Tingkatkan konsumsi serat, seperti sayuran, buah, dan gandum.
Proses ini sebaiknya dilakukan secara bertahap, jangan tiba-tiba, karena akan
membuat keluhan semakin buruk.
 Rutin berolahraga. Olahraga seperti senam aerobik, jalan cepat atau bersepeda,
dapat meningkatkan pergerakkan usus dan mengurangi tingkat stres.
 Menurunkan tingkat stres. Selain olahraga, meditasi dan pijatan dapat mengurangi
stres. Bila keluhan tidak membaik, dapat dilakukan psikoterapi.
 Mengonsumsi probiotik, yaitu suplemen yang dapat membantu menyehatkan sistem
pencernaan dengan mengembalikan keseimbangan bakteri normal dalam usus secara
alami.
 Mengonsumsi obat-obatan. Beberapa obat-obatan yang dapat digunakan pada
penderita IBS:
 Antikolinergik (contoh: hyoscine butylbromide).
 Antidiare (contoh: loperamide).
 Antidepresan trisiklik (contoh: amitriptyline).
 Pencahar.
 Suplemen serat.
Komplikasi Irritable Bowel Syndrome
Diare dan sembelit kronis yang timbul akibat irritable bowel syndrome (IBS) dapat mengarah
pada hemoroid atau penyakit wasir. Selain itu, IBS juga dikaitkan dengan gangguan mental
seperti gangguan cemas dan depresi. Gangguan cemas dan depresi ini bahkan dapat
menyebabkan IBS makin parah. Dalam sejumlah kasus, pasien yang mengalami IBS tingkat
sedang hingga parah memiliki kualitas hidup yang buruk, terutama dalam produktivitas kerja

Pengertian Ulkus Duodenum

Ulkus duodenum adalah luka terbuka yang terjadi pada lapisan dalam lambung dan bagian
atas usus halus. Untuk memahami bagaimana ulkus duodenum bisa terjadi, akan lebih mudah
apabila kita terlebih dahulu memahami proses kerja asam lambung dan sistem pencernaan
manusia.

Normalnya, lambung akan menghasilkan asam yang berfungsi untuk mencerna makanan dan
membunuh bakteri dalam makanan. Dinding lambung bagian dalam akan membentuk lapisan
pelindung alami berupa mukus. Mukus ini bekerja dengan cara melindungi lapisan lambung
dari asam lambung yang besifat korosif. Pada kondisi tertentu, terutama karena infeksi
bakteri Helicobacter pylori dan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) jangka
panjang, lapisan dinding dalam lambung akan mengalami mengalami kerusakan. Akibatnya,
asam lambung yang bersifat korosif tersebut akan merusak lapisan mukus pelindung serta
melukai dinding lambung, sehingga terjadi peradangan dan luka terbuka pada lambung.
Gejala utama dari ulkus duodenum adalah nyeri pada perut. Rasa nyeri tersebut dirasakan
pada jeda antar waktu makan atau pada malam hari. Namun, penyakit ini jarang
menimbulkan gejala yang parah. Sebagian besar ulkus duodenum dapat pulih seiring waktu
dengan pengobatan yang tepat. Pengobatan ini tergantung dari penyebab dan gejala yang
ditimbulkan.
Gejala Ulkus Duodenum
Gejala yang muncul dari ulkus duodenum adalah:
 Ulu hati terasa nyeri dan terbakar.
 Mual.
 Perut terasa kembung, bersendawa.
 Rasa terbakar pada dada
Sedangkan gejala parah yang jarang terjadi antara lain:
 Penurunan selera makan.
 Sulit bernapas.
 Tinja berwarna gelap atau hitam.
 Penurunan berat badan yang tidak wajar.
 Muntah darah.
Penyebab Ulkus Duodenum
Sebagian besar kasus ulkus duodenum disebabkan oleh infeksi bakteri helicobater pylori (H.
pylori). Normalnya, bakteri ini hidup di lapisan pelindung mukus dan berfungsi untuk
melawan bakteri-bakteri yang berbahaya. Namun pada sebagian orang, bakteri ini malah
merusak lapisan pelindung mukus dan menyebabkan peradangan. Penyebaran infeksi bakteri
ini belum dapat dipastikan, tapi diduga bakteri ini dapat ditulari dari kontak langsung atau
melalui makanan dan air.
Selain infeksi bakteri H pylori, konsumsi obat-obatan antiinflamasi nonsteroid /OAINS
(seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen sodium) secara teratur juga dapat menyebabkan
iritasi pada lapisan pelindung dinding usus halus. Obat-obatan tadi biasanya dikonsumsi
penderita dewasa untuk mengatasi penggumpalan darah, arthritis, dan nyeri otot. Penyebab
ulkus duodenum lainnya yang jarang terjadi adalah sindrom Zoolinger-Ellison. Sindrom ini
menyebabkan jumlah asam lambung lebih banyak sehingga menimbulkan ulkus duodenum.
Di samping penyebab, beberapa faktor juga dapat membuat kondisi ulkus duodenum
bertambah buruk atau sulit sembuh, yaitu:
 Mengalami stress yang tidak tertangani.
 Mengonsumsi makanan pedas.
 Merokok.
 Mengonsumsi alkohol.
 Berusia di atas 70 tahun.
 Memiliki riwayat mengidap ulkus duodenum.
Diagnosis Ulkus Duodenum
Untuk mendeteksi adanya ulkus duodenum, dokter awalnya akan menanyakan riwayat
kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Selanjutnya, diperlukan
beberapa tes untuk memastikan kemungkinan adanya infeksi H. Pylori. Tes tersebut meliputi:
 Tes darah yang bertujuan memeriksa sel yang melawan infeksi. Keberadaan sel ini
menandakan adanya infeksi H. pylori.
 Tes sampel tinja untuk memeriksa pertumbuhan bakteri H. pylori dalam tinja selama
beberapa hari.
 Tes napas urea (urea breath test). Dalam tes ini, pasien diminta menelan pil yang
mengandung karbon. Setelah itu, pasien menghembuskan napas ke dalam sebuah
kantong. Jika hasil tes menandakan kadar karbondioksida yang tinggi, maka
keberadaan infeksi H.pylori dapat dipastikan.
Setelah pemeriksaan laboratorium, dokter juga akan menegakkan diagnosis berdasarkan
pemeriksaan saluran cerna, yang terdiri dari:
 Pemeriksaan saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan dengan sinar-X ini akan
memperlihatkan gambaran esofagus, lambung, dan usus halus. Saat pemeriksaan ini,
pasien diminta menelan cairan putih yang mengandung barium sehingga ulkus lebih
mudah terlihat.
 Gastrokopi (endoskopi). Dalam prosedur ini, sebuah selang kecil dengan kamera
akan dimasukkan melalui esofagus untuk melihat langsung kondisi di dalam lambung
dan usus halus.
Pengobatan Ulkus Duodenum
Pengobatan ulkus duodenum dapat dilakukan setelah mengetahui penyebab dan tingkat
keparahannya. Pengobatan untuk ulkus duodenum yang disebabkan infeksi bakteri H.
pylori adalah dengan antibiotik, seperti amoxicillin, clarithromycin, metronidazole,
tinidazole, tetracycline dan levofloxacin. Selain antibiotik, dokter juga akan memberi obat
yang dapat menekan produksi asam lambung, seperti ranitidine, famotidine, cimetidinedan
nizatidine. Obat ini diberikan agar antibiotik dapat bekerja dengan efektif. Terapi kombinasi
obat ini dilakukan selama setidaknya satu minggu.
Untuk memastikan infeksi sudah bersih, penderita diminta melakukan pemeriksaan bakteri H.
pylori dalam waktu empat minggu setelah terapi selesai. Jika infeksi bakteri tersebut masih
ada, ulangi terapi kombinasi dengan pemberian antibiotik yang berbeda, Lakukan hal ini
hingga infeksi hilang sepenuhnya.
Sedangkan dalam pengobatan ulkus duodenum yang disebabkan konsumsi obat anti-
inflamasi secara teratur, penderita dianjurkan mengurangi atau menghentikan penggunaan
obat tersebut. Selanjutnya, dokter akan memberi obat penghambat produksi asam lambung
(proton pump inhibitor) seperti lansoprazole atau omeprazole selama beberapa minggu.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah asam di lambung dan menurunkan kemungkinan
ulkus terbentuk kembali.
Selain itu, dokter mungkin akan mengombinasikan pengobatan dengan obat golongan
antasida yang berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Obat-obatan yang berfungsi untuk
melindungi permukaan lambung dan usus halus juga dapat diresepkan oleh dokter. Contoh
obat-obatan golongan ini adalah sukralfat dan misoprostol.
Pilihan lain pengobatan ulkus duodenum adalah melalui operasi, Prosedur ini biasa dilakukan
pada zaman dahulu sebelum obat penghambat asam lambung ditemukan. Saat ini, operasi
hanya dilakukan untuk ulkus duodenum parah dimana terjadi perdarahan atau lapisan usus
halus berlubang akibat ulkus.
Komplikasi Ulkus Duodenum
Jika ulkus duodenum tidak diobati, maka mungkindapat terjadi komplikasi, seperti
 Pencernaan terhalang. Ulkus pencernaan dapat menyebabkan kondisi saluran cerna
dan usus halus bengkak, mengalami peradangan atau luka parut yang menghalangi
jalannya makanan dalam saluran cerna. Halangan ini dapat membuat penderitanya
mudah kenyang, muntah dan berat badan menurun.
 Perdarahan internal (dalam). Perdarahan ini dapat menyebabkan kehilangan darah
secara perlahan yang mengarah pada anemia. Dalam kondisi ini, diperlukan transfusi
darah atau perawatan di rumah sakit.
 Infeksi. Ulkus dapat membuat lubang pada dinding lambung atau usus halus sehingga
kita akan mudah terkena infeksi serius pada rongga perut (peronitis).

Pengertian Kolitis Ulseratif

Kolitis ulseratif adalah peradangan kronis yang terjadi pada usus besar (kolon) dan rektum.
Pada kelainan ini, terdapat tukak atau luka di dinding usus besar sehingga menyebabkan tinja
bercampur dengan darah.
Kolitis ulseratif dapat terjadi pada setiap kelompok usia. Tetapi kondisi ini umumnya mulai
terjadi pada mereka yang berusia di bawah 30 tahun.

Gejala Kolitis Ulseratif


Gejala kolitis ulseratif bisa berbeda pada tiap penderita. Perbedaan ini muncul berdasarkan
tingkat keparahan serta lokasi peradangan yang dialami oleh pasien. Berikut adalah beberapa
gejala yang umum terjadi pada kolitis ulseratif:
 Diare yang disertai darah, lendir, atau nanah.
 Nyeri atau kram perut.
 Sering ingin buang air besar, tapi tinja cenderung tidak bisa keluar.
 Kelelahan.
 Nyeri pada rektum.
 Penurunan berat badan.
 Demam.
Penderita juga terkadang tidak merasakan gejala apa pun atau hanya mengalami gejala-gejala
ringan selama beberapa waktu, sebelum tiba-tiba mengalami serangan yang parah. Serangan
ini umumnya diawali keluhan buang air besar lebih dari 6 kali dalam sehari, detak jantung
yang tidak teratur, serta napas cepat.
Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami gejala-gejala kolitis ulseratif. Terutama
serangan yang parah dan terjadi secara tiba-tiba karena kondisi ini membutuhkan penanganan
darurat di rumah sakit.
Penyebab dan Faktor Risiko Kolitis Ulseratif
Penyebab kolitis ulseratif belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit ini
disebabkan oleh respons autoimun. Sementara itu, ada faktor lain yang bisa meningkatkan
risiko terjadinya kolitis ulseratif dan keparahan gejalanya, yaitu:
 Faktor keturunan. Risiko seseorang untuk mengalami kolitis ulseratif akan
meningkat jika ada anggota keluarganya yang menderita penyakit sama.
 Usia. Usia bisa mempengaruhi tingkat keparahan gejala. Makin muda usia penderita
saat mengalami penyakit ini, maka tingkat keparahan gejala yang dialaminya juga
akan makin meningkat.
Diagnosis Kolitis Ulseratif
Pada tahap awal diagnosis, dokter akan menanyakan gejala-gejala yang dialami serta riwayat
penyakit dan kesehatan pasien serta keluarga, kemudian melakukan pemeriksaan fisik guna
memastikan kondisi pasien.
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih mendetail,
meliputi:
 Pemeriksaan darah. Langkah ini dilakukan untuk memeriksa apakah pasien
menderita anemia atau infeksi.
 Pemeriksaan sampel tinja. Keberadaan sel-sel darah putih pada tinja akan
mengindikasikan pasien menderita kolitis ulseratif.
 Rontgen atau CT scan. Proses ini dilakukan apabila dokter menduga adanya
kemungkinan komplikasi.
 Kolonoskopi. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat rongga usus besar dan
dinding bagian dalam usus.
 Sigmoidoskopi atau pemeriksaan sigmoid. Pemeriksaan ini dianjurkan jika usus
besar pasien mengalami peradangan yang parah.
Selain untuk pemeriksaan, pada waktu tindakan kolonoskopi dan sigmoidoskopi, dapat juga
dilakukan pengambilan sampel jaringan atau prosedur biopsi.
Pengobatan Kolitis Ulseratif
Jenis penanganan pada setiap pasien bisa berbeda-beda, tergantung pada tingkat keparahan
peradangan serta kondisi kesehatan pasien.
Gejala yang ringan hingga tingkat menengah biasanya dapat ditangani dengan berobat jalan.
Tetapi serangan dengan gejala yang parah harus dirawat inap di rumah sakit karena
berpotensi menyebabkan komplikasi yang serius.
Kolitis ulseratif termasuk penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Tujuan pengobatan yang
dilakukan adalah untuk meringankan gejala, khususnya saat serangan terjadi. Penanganan
penyakit ini juga berfungsi untuk mencegah kambuhnya gejala. Langkah-langkah
penanganan tersebut biasanya meliputi:
Obat antiinflamasi
Obat antiinflamasi berfungsi untuk mengurangi peradangan. Contoh obatnya
adalah aminosalicylate dan kortikosteroid.
Imunosupresan
Obat ini akan menekan respons sistem kekebalan tubuh yang memicu peradangan. Beberapa
jenis imunosupresan yang biasanya dianjurkan meliputi azathioprine,
ciclosporin, dan infliximab.
Operasi
Tindakan operasi umumnya dianjurkan bagi pasien yang sering mengalami serangan parah
yang tidak bisa ditangani dengan obat-obatan. Jenis prosedur yang akan dilakukan
adalah proctocolectomy, yaitu pengangkatan seluruh usus besar dan rektum. Dokter juga akan
menyambung ujung usus halus dengan anus untuk menyalurkan kotoran. Jika tidak
memungkinkan, akan dibuat lubang permanen pada perut untuk mengeluarkan kotoran secara
langsung ke dalam kantong kecil di luar tubuh.
Di samping penanganan secara medis, penderita kolitis ulseratif juga sebaiknya mengubah
gaya hidup untuk mencegah kekambuhan atau memburuknya gejala. Beberapa langkah
sederhana yang mungkin bermanfaat adalah:
 Mengubah pola makan, misalnya mengonsumsi makanan rendah lemak,
memperbanyak asupan cairan dan serat, mengonsumsi suplemen, membatasi
konsumsi produk susu, dan menghindari minuman keras dan rokok. Jangan lupa
untuk mencatat makanan atau minuman apa saja yang mungkin memperparah gejala,
agar dapat dihindari di kemudian hari.
 Mengurangi stres. Misalnya dengan berolahraga ringan atau melakukan kegiatan
relaksasi. Olahraga teratur juga bisa membantu penderita untuk mempertahankan
berat badan yang ideal.
Komplikasi Kolitis Ulseratif
Jika tidak ditangani secepatnya, kolitis ulseratif dapat berkembang dan memicu berbagai
penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
 Terbentuknya lubang pada usus besar.
 Perdarahan hebat.
 Osteoporosis. Selain akibat kolitis ulseratif, komplikasi ini juga termasuk dalam efek
samping kortikosteroid.
 Pertumbuhan yang terhambat atau terganggu. Penderita kolitis ulseratif anak-anak
serta remaja sebaiknya menjalani pemeriksaan berkala untuk memantau pertumbuhan
mereka.
 Kolangitis sklerosis primer, yaitu terjadinya peradangan dan pembentukan jaringan
parut (fibrosis) di saluran empedu.
 Megakolon toksik, yaitu membesarnya usus besar karena penumpukan gas dari proses
peradangan. Komplikasi ini bisa menyebabkan pecahnya usus besar dan masuknya
bakteri ke dalam darah (septikemia).
 Kanker kolorektal. Setelah menjalani proses pengobatan, penderita kolitis ulseratif
dianjurkan untuk lebih sering menjalani pemeriksaan untuk mendeteksi kanker kolon
karena risiko mereka lebih tinggi.

Pengertian Divertikulitis
Divertikulitis adalah kondisi di mana kantung pada kolon (usus besar) mengalami peradangan
atau infeksi. Terbentuknya kantung atau benjolan kecil pada dinding usus sendiri sudah
merupakan kelainan yang biasa dinamakan divertikula.
Pembentukan divertikula yang terjadi pada dinding kolon dikenal dengan nama
divertikulosis. Sampai saat ini, belum diketahui apa penyebab utama divertikulosis. Tapi para
ahli menduga bahwa diet rendah serat menjadi pemicunya.

Divertikula umumnya diidap oleh seseorang yang berusia 40 tahun ke atas, karena usus besar
mereka sudah melemah. Divertikula lebih sering terjadi di negara-negara Eropa dan Amerika
Utara daripada di Asia dan Afrika. Pria dan wanita memiliki risiko yang sama untuk terkena
divertikulosis.
Gejala Divertikulitis
Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Divertikulitis memiliki
beberapa gejala yang bisa bertahan dari beberapa jam hingga beberapa hari. Gejala-gejala
divertikulitis adalah:
 Rasa nyeri, sensitif, atau kram pada bagian perut, umumnya kiri bawah perut dan
lebih terasa bila tubuh digerakkan.
 Demam menggigil.
 Sensasi kembung atau perut terasa dipenuhi gas.
 Diare atau sembelit.
 Mual dan kadang muntah.
 Kehilangan nafsu makan.
Penyebab dan Faktor Risiko Divertikulitis
Divertikulitis masih belum diketahui penyebab pastinya. Ada dugaan berkembangnya bakteri
pada kantung di dinding usus (divertikula), bisa memicu peradangan atau infeksi.
Diet rendah serat diduga menjadi penyebab terbentuknya divertikula karena tanpa serat,
kolon harus bekerja lebih keras untuk mendorong makanan. Tekanan kolon saat mendorong
makanan bisa menyebabkan terbentuknya kantung pada titik lemah sepanjang dinding kolon.
Beberapa hal yang meningkatkan risiko seseorang terkena divertikulitis adalah:
 Faktor genetik. Ada anggota keluarga yang mengidap divertikulosis.
 Usia. Semakin tua seseorang, risiko terkena divertikulitis juga semakin tinggi.
 Obat-obatan. Sedang mengonsumsi obat anti peradangan non steroid atau aspirin
akan meningkatkan risiko terkena divertikulitis.
 Obesitas.
 Diet. Sedang menjalani diet rendah serat dan tinggi lemak hewani.
 Merokok.
 Kurang olahraga.
Diagnosis Divertikulitis
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang
menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Pengujian yang biasanya
dilakukan dokter untuk mendiagnosis divertikulitis adalah:
 Pemeriksaan fisik. Dokter akan memeriksa bagian perut penderita untuk letak radang
di dalam rongga perut yang biasanya sakit saat perut ditekan.
 Uji darah, untuk mengetahui apakah terjadi infeksi atau perdarahan di kolon
penderita.
 Uji kehamilan, untuk memastikan bahwa sakit perut yang dialami penderita bukan
disebabkan oleh kehamilan.
 Uji analisis urine, akan menunjukkan apakah penderita mengalami infeksi saluran
kemih.
 Uji pencitraan. Penderita akan menjalani prosedur pencitraan sinar-X atau CT scan
pada bagian perut.
 Uji fungsi liver, untuk menguji apakah penderita mengalami gangguan liver.
 Pemeriksaan dubur digital, untuk melihat apakah ada benjolan di panggul bagian
bawah.
 Sigmodoskopi atau kolonoskopi, akan disarankan dokter jika gejala-gejala condong
pada perdarahan dari usus penderita.
 Tes darah samar pada sampel tinja. Untuk memeriksa apakah tampak ada darah
pada tinja penderita.
Pengobatan Divertikulitis
Cara penanganan divertikulitis biasanya tergantung dari tingkat keparahan divertikulitis yang
diidap penderita. Untuk divertikulitis ringan, penderita hanya akan diresepkan obat antibiotik,
obat pereda rasa sakit, serta diet tinggi cairan tapi rendah serat. Langkah ini dilakukan hingga
rasa nyeri hilang.
Jika yang diidap penderita adalah divertikulitis akut atau sudah berkomplikasi, maka
penderita perlu rawat inap di rumah sakit. Beberapa jenis penanganan bagi penderita
divertikulitis akut adalah:
 Antibiotik intravena, biasanya diberikan untuk menangani infeksi yang
menyebabkan rasa nyeri.
 Menyedot isi usus agar perut tetap kosong, jika penderita mengalami muntah atau
pembengkakan perut.
 Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terinfeksi. Dilakukan jika terjadi
komplikasi, mengalami divertikulitis kambuhan, ada gangguan sistem kekebalan
tubuh penderita.
 Mengistirahatkan usus, untuk mengatasi kolon yang tersumbat. Caranya dengan
tidak memberikan apa pun kecuali cairan dan nutrisi lewat infus kepada penderita.
Komplikasi dan Pencegahan Divertikulitis
Ada beberapa komplikasi yang bisa dialami para penderita divertikulitis akut yaitu:
 Peritonitis, yang bisa muncul karena pecahnya kantung usus yang terinfeksi dan
menumpahkan isinya ke rongga perut.
 Munculnya abses pada rongga usus ketika nanah mengumpul di dalam kantung usus
(divertikula).
 Tersumbatnya pada usus besar atau usus kecil, karena munculnya jaringan parut.
 Munculnya saluran tidak normal (fistula) antar bagian dari usus atau antara usus
dengan kandung kemih.
 Gangguan buang air kecil. Divertikulitis menyebabkan meradangnya bagian usus
yang bersentuhan dengan kandung kemih. Hal ini menimbulkan rasa nyeri saat buang
air kecil, frekuensi buang air kecil lebih sering, dan masuknya udara dalam urine.

Pengertian Abses Anus

Abses anus adalah suatu penyakit yang menimbulkan nyeri pada daerah anus akibat infeksi
pada kelenjar-kelenjar kecil di dinding anus. Katup anus internal (sphincter ani internus)
berfungsi untuk mencegah infeksi dari rongga usus ke jaringan di sekitar anus (perianal).
Namun, jika infeksi dari usus berhasil menembus katup ini, penyebaran infeksi dapat
mencapai jaringan perianal dan menyebabkan abses anus.

Abses yang terjadi sering muncul dalam bentuk lepuh berisi nanah dan pembengkakan di
daerah anus. Jika disentuh, pembengkakan ini dapat terasa hangat dan berwarna kemerahan.
Namun pada abses yang letaknya dalam, terkadang tidak dapat terlihat maupun teraba.
Berdasarkan lokasi abses yang terjadi akibat penyebaran infeksi, abses anus dapat dibedakan
sebagai berikut:

 Abses perianal (merupakan jenis abses anus yang paling umum terjadi).
 Abses ischiorectal yaitu pada rongga postanal.
 Abses pada rongga supralevator.
 Abses pada rongga intersphincter.

Gejala Abses Anus

Gejala abses anus yang muncul pada penderita berbeda-beda bergantung lokasi munculnya
abses. Jika abses terjadi di daerah perianal, gejala yang muncul adalah:

 Nyeri pada anus secara terus-menerus, terasa menusuk, dan bertambah parah pada
saat duduk.
 Iritasi kulit di sekitar anus yang disertai dengan kemerahan, pembengkakan, dan
pengerasan kulit.
 Keluarnya nanah dari anus.
 Sembelit dan nyeri yang diakibatkan oleh pergerakkan usus.

Pada abses yang terjadi di daerah anus yang lebih dalam, seperti abses supralevator, gejala
yang dapat muncul antara lain:

 Demam.
 Kedinginan.
 Tidak enak badan.

Pada beberapa kasus abses anus yang letaknya dalam, terkadang malah hanya muncul gejala
demam saja sehingga cukup menyulitkan diagnosis dan memerlukan bantuan MRI atau CT
scan.

Penyebab Abses Anus

Penyebab munculnya abses anus pada seseorang dapat berbeda-beda. Namun, kondisi ini
umumnya dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

 Infeksi pada fistula anus (suatu celah kecil yang terbentuk pada kulit di saluran anus).
 Infeksi menular seksual.
 Penyumbatan pada kelenjar anus.

Seseorang dapat lebih mudah terkena abses anus jika:

 Menderita radang divertikulum.


 Mengonsumsi obat-obatan antiradang, seperti prednisone.
 Menjadi penerima seks anal.
 Menderita diabetes.
 Menderita peradangan pada bagian pelvis.
 Menderita peradangan pada saluran pencernaan, seperti pada penyakit
Crohn atau kolitis ulseratif.

Diagnosis Abses Anus

Abses anal, terutama abses perianal yang tidak menimbulkan gejala sistemis, dapat
didiagnosis melalui penelusuran gejala dan pemeriksaan kondisi anus. Untuk membantu
diagnosis, dokter juga akan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi terkait, misalnya:

 Penyakit infeksi menular seksual.


 Penyakit peradangan saluran pencernaan.
 Penyakit divertikulum.
 Kanker rektum.

Pada pasien yang dicurigai menderita abses anus di bagian dalam, seperti pada abses
superelevator, diagnosis dapat dilakukan dengan metode pemindaian. Antara lain adalah
USG, MRI dan CT scan. Ada juga beberapa kasus abses anus yang tergolong kompleks dan
memunculkan gejala-gejala sistemik. Untuk membantu diagnosis abses anus yang kompleks,
dapat dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Tujuannya adalah untuk melihat abses dan
fistula, serta menentukan letak, penyebaran dan ukurannya.

Komplikasi Abses Anus

Jika tidak ditangani dengan baik, abses anus dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:

 Fistula.
 Bakteremia (bakteri masuk ke dalam sistem peredaran darah) dan sepsis, serta
penyebaran infeksi dari anus ke organ tubuh lain.
 Inkontinensia fekal.
 Abses menjadi ganas.

Pengobatan Abses Anus

Adanya abses pada anus menandakan infeksi yang terjadi cukup parah dan memerlukan
pengobatan melalui pembedahan. Akan tetapi, selama tahap persiapan pembedahan
dilakukan, pasien abses anus dapat diberikan antibiotik. Pembedahan untuk mengobati abses
anus perlu dilakukan sesegera mungkin dikarenakan penundaan pembedahan dapat
meyebabkan kerusakan jaringan kronis.

Metode pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati abses anus antara lain sebagai
berikut:

 Pembedahan abses perianal. Abses perlu dibuang melalui pembedahan sebelum


pecah dan menimbulkan komplikasi. Berbeda dengan pembedahan lainnya,
pembedahan abses anus tidak memerlukan pengosongan saluran pencernaan. Sebelum
pembedahan dilakukan, pasien akan diberikan anestesi lokal terlebih dahulu.
Pembedahan abses dilakukan dengan cara membuat sayatan (insisi) pada daerah
abses, diikuti dengan pengeluaran dan pengeringan nanah dari abses. Insisi yang
dibuat biasanya cukup dengan insisi kecil untuk mengurangi risiko terbentuknya
fistula. Nanah yang dikeluarkan dari abses kemudian dianalisis untuk mengetahui
jenis bakteri yang menyebabkan infeksi. Setelah pembedahan dilakukan, insisi ditutup
dengan kain kasa antiseptik yang berisi iodin. Setelah 24 jam, pasien diharuskan
untuk merendam bagian bokongnya di air yang mengandung obat-obatan 3 kali
sehari, dan satu kali setiap setelah buang air besar.
 Pembedahan abses supralevator, ischiorectal, dan intersphincter. Prinsip ketiga
pembedahan ini hampir sama dengan pembedahan pada kasus abses perianal. Hanya
saja, pembedahan abses supralevator, ischiorectal dan intersphincter memerlukan
proses yang lebih rumit karena letaknya dalam, dan harus dilakukan di ruang operasi.
Untuk mengeluarkan nanah dari abses, dibuat insisi di daerah yang mengalami
pembengkakan paling besar. Setelah dibuat insisi, nanah dikeluarkan melalui pipa
kecil dan dibantu dengan penekanan di bagian abses agar nanah dapat keluar dengan
maksimal. Untuk pembedahan ini, pasien dapat diberikan anestesi lokal atau anestesi
umum jika dirasa perlu.
 Pembedahan dan pengobatan fistula. Fistula merupakan salah satu komplikasi yang
dapat muncul akibat abses. Operasi fistula dapat dilakukan bersamaan dengan operasi
abses. Namun, kadang fistula baru muncul beberapa minggu hingga beberapa bulan
setelahnya, sehingga pembedahan untuk fistula dilakukan terpisah dengan
pembedahan abses.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan abses dan fistula antara lain
adalah:

 Infeksi.
 Fisura anal.
 Kemunculan kembali abses pasca pembedahan.
 Bekas luka pada daerah insisi.
Untuk membantu pengobatan abses pasca pembedahan dan mengurangi risiko komplikasi
pasca pembedahan, pasien dapat diberikan beberapa jenis obat-obatan, seperti:

 Infeksi. Pasien dapat diberikan antibiotik sebelum dan sesudah pembedahan abses.
Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan bakteri penyebab abses yang sudah
didiagnosis terlebih dahulu melalui kultur bakteri. Beberapa jenis antibiotik yang
dapat diberikan, antara lain adalah ampicillin (baik diberikan tersendiri ataupun
dikombinasikan dengan sulbactam), imipenem dan cilastatin,
cefazolin, dan clindamycin.
 Obat penghilang rasa sakit. Seringkali sebelum dan sesudah pembedahan abses,
pasien akan mengalami nyeri dan tidak nyaman di daerah abses. Oleh karena itu dapat
diberikan obat anelgesik untuk meringankan rasa nyeri tersebut. Contoh obat
penghilang nyeri yang sering diberikan adalah
 Antiemetik. Obat ini dapat membantu memberikan efek sinergistik jika diberikan
bersama dengan meperidine. Selain itu, antiemetik dapat menghilangkan rasa ingin
muntah yang timbul dari efek samping pengobatan yang muncul. Contoh antiemetik
yang dapat diberikan adalah promethazine.

Pasca dilakukan pembedahan dan pengobatan, pasien diharuskan melakukan kontrol rutin
kepada dokter yang bersangkutan selama 2-3 minggu. Konsultasi ini bertujuan untuk
memantau penyembuhan luka pembedahan dan mengontrol kemungkinan munculnya fistula
pada pasien. Kematian akibat abses maupun komplikasi pembedahan abses cukup jarang
terjadi. Namun, perlu diingat bahwa fistula dapat saja terbentuk beberapa waktu setelah
nanah abses dikeluarkan. Selain itu, dapat juga muncul komplikasi akibat pembedahan. Oleh
karena itu, kontrol pasca pembedahan sangat penting untuk dilakukan.

Pengertian Penyakit Usus Buntu

Penyakit usus buntu adalah peradangan atau pembengkakan apendiks atau usus
buntu. Sedangkan usus buntu adalah organ berbentuk kantong kecil dan tipis berukuran 5
hingga 10 cm yang terhubung pada usus besar. Hingga saat ini, alasan kenapa kita memiliki
usus buntu masih belum diketahui.

Pengangkatannya pun tidak memengaruhi kondisi kesehatan. Namun penyakit usus buntu
atau apendisitis berpotensi memicu komplikasi yang serius.

Apendisitis merupakan penyakit umum yang bisa menyerang siapa saja. Tetapi, kalangan
muda yang berusia 10 sampai 30 tahun adalah kelompok orang yang paling sering mengalami
kondisi ini.

Gejala-gejala Penyakit Usus Buntu

Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah sakit perut. Meski demikian, tidak semua jenis
sakit perut akan berujung pada apendisitis.

Sakit perut yang mengindikasikan penyakit ini biasanya berawal di perut bagian tengah. Pada
awalnya, rasa sakit itu akan datang dan pergi. Beberapa jam kemudian, rasa sakit akan
berpindah ke perut kanan bawah (tempat usus buntu berada) sebelum akhirnya bertambah
parah dan terus menerus terasa sakit.
Rasa sakit juga akan bertambah parah ketika terjadi penekanan pada bagian perut tersebut.
Begitu juga pada saat Anda batuk atau berjalan. Beberapa gejala lain yang dapat menyertai
sakit perut itu antara lain:

 Kehilangan nafsu makan.


 Perut kembung.
 Tidak bisa buang gas.
 Mual dan muntah.
 Konstipasi atau diare.
 Demam.

Penyakit usus buntu juga sering dikira sebagai penyakit lain, seperti keracunan makanan,
sindrom iritasi usus yang parah, konstipasi biasa, dan infeksi saluran kemih. Wanita muda
juga sering mengira gejala penyakit ini sehubungan dengan kandungan, seperti kehamilan
ektopik atau nyeri menstruasi.

Konsultasikan kepada dokter apabila Anda mengalami sakit perut yang perlahan-lahan makin
parah. Segera panggil ambulans jika sakit perut Anda bertambah parah secara mendadak dan
menyebar ke seluruh perut. Ini mengindikasikan kemungkinan pecahnya usus buntu yang
dapat memicu peritonitis (infeksi serius pada lapisan perut bagian dalam).

Penyebab Penyakit Usus Buntu

Penyebab penyakit ini belum diketahui dengan pasti, sehingga pencegahannya juga belum
diketahui. Meski demikian, sebagian besar apendisitis diperkirakan terjadi akibat
tersumbatnya ‘pintu masuk’ menuju usus buntu oleh:

 Tinja.
 Kelenjar getah bening yang membengkak dalam dinding usus. Pembengkakan ini
biasanya berkembang setelah terjadi infeksi saluran pernapasan atas.

Penyumbatan tersebut akan menyebabkan terjadinya inflamasi dan pembengkakan. Tekanan


akibat pembengkakan akan memicu pecahnya usus buntu.

Proses Diagnosis Penyakit Usus Buntu

Gejala-gejala yang identik dengan peradangan usus buntu terkadang hanya ditemukan pada
sebagian penderita. Gejala tersebut juga cenderung mirip dengan penyakit lain sehingga sulit
didiagnosis.

Letak usus buntu pada tiap orang berbeda-beda. Hal ini juga dapat mempersulit proses
diagnosis. Ada yang terletak di bagian lain, misalnya pada rongga panggul, di belakang usus
besar atau di bawah organ hati.

Dokter biasanya akan menanyakan gejala-gejala Anda sebelum mengadakan pemeriksaan


lebih lanjut yang berupa:

 Pemeriksaan fisik untuk mengonfirmasi rasa sakit pada perut. Bagian di sekitar usus
buntu (perut kanan bawah) akan ditekan secara perlahan-lahan. Ketika tekanan
dilepaskan oleh dokter, sakit perut akibat apendisitis umumnya akan bertambah parah.
 Tes darah guna memeriksa jumlah sel darah putih yang menandakan adanya infeksi.
 Tes urine untuk menghapus kemungkinan adanya penyakit lain, misalnya infeksi
saluran kemih atau batu ginjal.
 CT scan atau USG agar kondisi usus buntu bisa diperiksa. Misalnya, membengkak
atau tidak.
 Pemeriksaan organ intim dan tes kehamilan bagi wanita yang belum menopause.
Prosedur ini berfungsi menghapus kemungkinan adanya penyakit yang berhubungan
dengan organ kewanitaan.

Langkah Pengobatan Penyakit Usus Buntu

Langkah pengobatan utama untuk penyakit usus buntu adalah melalui prosedur operasi
pengangkatan usus buntu atau yang dikenal dengan istilah apendektomi. Usus buntu tidak
memiliki fungsi yang penting bagi tubuh manusia dan pengangkatannya tidak akan
menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang.

Menjalani operasi jauh lebih aman daripada menunggu hasil konfirmasi adanya peradangan
usus buntu. Makin lama menunggu, risiko pecahnya usus buntu akan makin meningkat.

Sama seperti semua operasi, apendektomi tetap memiliki risiko seperti munculnya infeksi
pada luka operasi serta pendarahan. Tetapi, operasi ini memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi dan jarang menyebabkan komplikasi jangka panjang.

Terdapat dua jenis apendektomi yang dapat dilakukan, yaitu operasi laparoskopi atau ‘lubang
kunci’ dan bedah sayatan terbuka. Keduanya dilakukan dengan pembiusan total.

Operasi pengangkatan usus buntu melalui prosedur ‘lubang kunci’ (laparoskopi) lebih banyak
dipilih, terutama bagi pasien manula atau yang mengalami obesitas. Laparoskopi hanya
membutuhkan beberapa sayatan kecil pada perut untuk mengangkat usus buntu sehingga
masa pemulihan pasien akan jauh lebih cepat. Pasien biasanya akan diizinkan pulang setelah
beberapa hari atau bahkan 24 jam.

Namun, tidak semua penderita penyakit usus buntu dapat menjalani operasi laparoskopi,
misalnya karena usus buntu sudah pecah atau infeksinya yang sudah menyebar. Apabila ini
terjadi, penderita membutuhkan prosedur bedah sayatan terbuka untuk mengangkat usus
buntu sekaligus membersihkan rongga perut.

Proses operasi ini biasanya membutuhkan masa pemulihan selama satu minggu sebelum
pasien diizinkan pulang. Pasien biasanya dapat kembali beraktivitas secara normal dalam 2
hingga 3 minggu. Tapi aktivitas berat disarankan untuk dihindari selama 1 sampai 2 bulan
setelah operasi.

Pemantauan masa pemulihan juga sangat penting. Segera hubungi dokter atau rumah sakit
tempat Anda dioperasi jika Anda mengalami gejala-gejala infeksi seperti muntah-muntah,
rasa nyeri dan pembengkakan yang semakin parah, demam, luka operasi terasa panas, atau
ada cairan yang keluar dari luka operasi.

Penyakit usus buntu juga bisa menyebabkan gumpalan atau benjolan pada usus buntu yang
terdiri dari jaringan usus buntu dan lemak. Benjolan tersebut terbentuk karena upaya alami
tubuh untuk mengatasi radang usus buntu ini. Dokter biasanya tidak menganjurkan Anda
untuk segera menjalani operasi. Anda akan diberikan antibiotik selama beberapa minggu agar
infeksi gumpalan usus buntu berkurang sebelum dioperasi.

Komplikasi Pecahnya Usus Buntu

Penyakit usus buntu yang tidak diobati berisiko untuk pecah dan dapat berakibat fatal. Segera
hubungi rumah sakit jika sakit perut Anda mendadak makin parah dan menyebar ke seluruh
perut. Ini mengindikasikan kemungkinan pecahnya usus buntu yang dapat memicu sejumlah
komplikasi seperti:

 Peritonitis. Ini adalah peradangan peritoneum, yaitu jaringan tipis yang melapisi
dinding perut bagian dalam dan organ-organ di dalam rongga perut. Peradangan ini
disebabkan oleh bakteri dari dalam usus buntu yang pecah. Gejalanya meliputi sakit
perut yang parah dan terus-menerus, muntah, detak jantung cepat, demam, daerah
perut yang membengkak, serta napas pendek dan terengah-engah. Komplikasi ini
biasanya ditangani dengan pemberian antibiotik dan operasi pengangkatan usus buntu
 Abses, yaitu kantong kumpulan nanah yang terasa sakit. Komplikasi ini muncul
sebagai usaha alami tubuh untuk mengatasi infeksi akibat usus buntu yang pecah.
Penanganannya dilakukan dengan penyedotan nanah dari abses atau terkadang dengan
antibiotik. Jika ditemukan dalam operasi, abses dan bagian di sekitarnya akan
dibersihkan dengan hati-hati dan diberi antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai