Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Makalah yang
berjudul Makalah Perkembangan dan Penggunaan Biomassa, Biomassa merupakan
suatu sumber daya baru dan terbarukan pengganti daripada bahan bakar fosil yang
pada saat ini banyak mendapat perhatian karena pemanfaatan biomassa bisa
menjadi salah satu jalan keluar untuk menekan tingkat penggunaan bahan bakar
fosil yang saat ini memasuki jumlah yang kian bertambah penggunaannya.
Biomassa adalah bahan bakar alternatif yang mencakup dari bioethanol,
biodiesel, biogas, dan sumber energi-energi lainnya yang bersumber dari tumbuhan
dan hewan. Dimana penggunaan energi-energi tersebut menjadi jalan keluar dalam
krisis energi yang dewasa ini menjadi perhatian masyarakat dunia.
Selama pembuatan makalah, penulis mendapat banyak bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis haturkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu menyukseskan penyusunan makalah ini.
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna untuk
kemajuan dimasa yang akan datang.

Oktober, 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 4
1.4. Manfaat ................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 5
2.1. Biomassa .................................................................................................. 5
2.2. Potensi Biomassa .................................................................................... 7
2.3. Tantangan Bagi Bioenergi Dari Biomassa ......................................... 12
2.4. Bioenergi................................................................................................ 14
2.5. Pembangkit Listrik dari Biomassa ..................................................... 15
2.6. Pengaplikasian Biomassa di Indonesia dan Dunia ............................ 20
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 22
3.2. Saran ...................................................................................................... 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia telah meningkatkan kebutuhan
sarana transportasi dan aktifitas industri. Hal itu dapat mengakibatkan pada
peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar fosil. Seperti pada penggunaan
solar sebagai bahan bakar mesin diesel yang pada tahun 2012 mencapai jumlah 34
juta kL. Nilai penggunaan yang sangat tinggi dimana nilai ini diperkirakan akan
terus naik seiring dengan meningkatnya penggunaan sarana transportasi yang
digunakan.
Selain itu energi yang dihasilkan oleh penggunaan biomassa dapat
mengurangi dampak emisi pencemaran lingkungan yang menjadi perhatian dunia
akibat banyaknya zat karbon dioksida yang dilepaskan seiring dengan pembakaran
dari bahan bakar fosil yang digunakan. Pada tahun 2006, pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor lima tentang
Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan tersebut untuk mengembangkan sumber
energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti bahan
bakar nabati (biofuel). Hal ini tercantum dalam Intruksi Presiden Nomor satu Tahun
2006 tertanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Berdasarkan perhitungan Bappenas dalam buku infrastruktur Indonesia
pada tahun 1995 perkiraan timbunan sampah di Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan
akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton.
Sementara di kota besar produk sampah perkapita berkisar antara 600-830 gram per
hari. Berdasarkan data tersebut maka kebutuhan TPA pada tahun 1995 seluas 675
Ha dan meningkat menjadi 1610 Ha di tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi
masalah besar dengan terbatasnya lahan kosong di kota besar. Menurut data BPS
pada tahun 2001 timbulan sampah yang diangkut hanya mencapai 18,3 %, ditimbun
10,46 %, dibuat kompos 3,51 %, dibakar 43,76 % dan lainnya dibuang di

3
pekarangan pinggir sungai atau tanah kosong sebesar 24,24%. Hal ini membuktikan
bahwa potensi biomassa di Indonesia begitu melimpah.

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana penggunaan biomassa di Indonesia?
2) Bagaimana perkembangan penggunaan biomassa di dunia?
3) Bagaimana tantangan yang dihadapi pada pengembangan biomassa?
4) Bagaimana potensi dari penggunaan biomassa sebagai energi alternatif?
1.3. Tujuan
1) Mengetahui penggunaan biomassa di Indonesia.
2) Mengetahui perkembangan penggunaan biomassa di dunia.
3) Mengetahui tantangan yang dihadapi pada pengembangan biomassa.
4) Mengetahui potensi dari penggunaan biomassa sebagai energi alternatif.
1.4. Manfaat
1) Dapat mengetahui penggunaan biomassa di Indonesia.
2) Dapat mengetahui perkembangan penggunaan biomassa di dunia.
3) Dapat mengetahui tantangan yang dihadapi pada pengembangan biomassa.
4) Dapat mengetahui potensi dari penggunaan biomassa sebagai energi
alternatif.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Biomassa
Energi biomassa adalah jenis bahan bakar yang dibuat dengan
mengkonversi bahan biologis seperti tanaman. Biomassa adalah bahan biologis
yang berasal dari organisme atau makhluk hidup. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah keseluruhan organisme yang terdapat
dalam suatu habitat (perairan). Bahan organik juga dapat diperoleh dari hewan dan
mikroorganisme. Seperti diketahui, tumbuhan memproduksi makanan dengan
bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis. Karena itu biomassa lebih
identik dari tumbuhan daripada dari hewan. Meski sebenarnya, cangkupan definisi
biomassa itu sendiri terdiri dari berbagai jenis organisme hidup, baik produknya,
limbah olahan ataupun sisa metabolismenya. Energi ini lantas ditransfer ke hewan
dan manusia saat mereka mengkonsumsi tumbuhan. Biomassa, yang terutama
terdiri dari tumbuhan, mampu memberikan sejumlah besar energi yang digunakan
untuk berbagai keperluan. Saat tidak dikonsumsi oleh hewan, tumbuhan lantas
dipecah atau dimetabolisme oleh mikroorganisme untuk kemudian melepaskan
karbon dioksida dan metana kembali ke atmosfer. Hal tersebut merupakan proses
berkesinambungan yang berkontribusi pada siklus karbon.
Seperti disebutkan sebelumnya, biomassa adalah bentuk energi terbarukan
karena diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diproduksi lagi. Hal ini karena
sumber utama biomassa (tumbuhan) berlimpah di alam dan dapat terus tumbuh,
serta limbahnya (dalam bentuk daun kering, cabang mati, dll) tersedia terus-
menerus. Dalam berbagai situasi, biomassa juga didefinisikan sebagai bahan-bahan
organik berumur relatif muda yang berasal dari tumbuhan atau hewan, baik yang
terbentuk dari hasil produksinya, sisa metabolismenya, ataupun limbah yang di
hasilkannya. Biomassa dapat di peroleh dari berbagai bidang industri budidaya,
baik pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, maupun perikanan.
Dewasa ini biomassa telah menjadi sumber energi yang dapat di perbaharui
yang paling populer. Energi biomassa menjadi salah satu sumber energi alternatif
pengganti bahan bakar fosil. Biomassa sebagai sumber energi tidak akan pernah

5
habis, karena bahan biologis yang di butuhkan untuk membuat energi biomassa
akan selalu tersedia selama kehidupan di muka bumi ini masih ada. Energi yang di
hasilkan dari biomassa dapat di gunakan untuk berbagai keperluan. Berikut ini
adalah beberapa sumber energi biomassa yang mulai populer dan diberdayakan
oleh masyarakat dan pemerintah.
2.1.1. Limbah pertanian dan pengolahan pangan
Limbah pertanian dan pengolahan pangan yang dapat di olah menjadi
energai biomassa antara lain adalah jerami, ampas tebu, ampas tapioka, cairan
limbah tapioka, bagian tanaman dari hasil budidaya yang tidak dapat di manfaatkan
seperti daun, batang, dll serta sampah organik dari yang di hasilkan dari proses
pengolahan pangan dan rumah tangga. Untuk dapat menghasilkan energi biomassa,
bahan-bahan ini perlu perlakuan khusus.
2.1.2. Sisa metabolisme makhluk hidup
Seperti kotoran manusia dan kotoran hewan dapat di rubah menjadi biogas
melalui proses fermentasi bahan organik oleh mikroba secara anaerobik. Hasil yang
di peroleh dari proses fermentasi ini adalah karbon dioksida dan metana yang
kemudian dapat di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar sehari-hari
hingga pembangkit listrik.
2.1.3. Tanaman sumber energi biomassa
Ada sejumlah tanaman khusus yang menjadi sumber bomassa yang ditanam
secara komersial dan dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan ini. Tanaman
sumber energi biomassa ini diantaranya adalah jagung, kedelai, rami, serta gandum.
Produk bahan bakar yang dihasilkan pun beragam tergantung bahan bakunya,
diantaranya adalah butanol, etanol, metanol, propanol, serta biodiesel.
2.1.4. Kayu bakar
Dibeberapa tempat di penjuru dunia, kayu masih menjadi sumber bahan
bakar utama. Kayu bakar berasal dari batang dan ranting tumbuhan yang telah
kering sehingga mudah terbakar. Kayu dianggap sebagai bentuk sederhana dari
biomassa dan yang paling mudah di manfaatkan karena tidak memerlukan
perlakuan khusus. Energi yang dilepaskan saat pembakaran kayu akan
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk memasak, dan membangkitkan

6
listrik tenaga uap. Sayangnya penggunaan kayu sebagai sumber energi biomassa
sangat tidak ramah lingkungan karena menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2)
yang merupakan salah satu jenis gas rumah kaca.
2.2. Potensi Biomassa
Berbicara tentang sumber energi, biomassa merupakan salah satu alternatif.
Biomassa mengandung energi tersimpan dalam jumlah cukup banyak
Kenyataannya, pada saat kita makan, tubuh kita mampu mengubah energi yang
tersimpan di dalam makanan menjadi energi atau tenaga untuk tumbuh dan
berkembang. Pada saat kita bergerak, bahkan ketika kita berpikir pun, energi dalam
makanan akan terbakar. Dari latar belakang itulah kini mulai digali banyak
kemungkinan pemanfaatan biomassa sebagai sumber bahan bakar nabati (biofuel).
Dari bahan bakar nabati dapat dikembangkan biokerosene (minyak tanah),
biodiesel, bioetanol bahkan biopower (untuk listrik).
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan
biofuel mengingat begitu besarnya sumber daya hayati yang ada baik di darat
maupun di perairan. Menurut hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang berpotensi
menjadi energi bahan bakar alternatif, antara lain :
1) Potensi biomassa yang bersumber dari residu primer hasil pertanian,
diantaranya: jerami padi sawah, jerami padi ladang, batang jagung, dan
batang ubi kayu.
2) Potensi biomassa yang bersumber dari residu sekunder pertanian, yang
terdiri dari: sekam padi sawah, sekam padi ladang, dan tongkol jagung.
3) Potensi biomassa yang bersumber dari perkebunan kelapa sawit, yang
terdiri dari: tandan kosong kelapa sawit, serat, cangkang, dan limbah cair
(POME).
Beberapa diantara tumbuhan penghasil energi dengan potensi produksi
minyak dalam liter per hektar dan ekivalen energi yang dihasilkan adalah sebagai
berikut:

7
Jenis Tumbuhan Produksi Minyak Ekivalen Energi
(Liter per Ha) (kWh per Ha)
Elaeis guineensis (kelapa sawit) 3.600-4.000 33.900-37.700
Jatropha curcas (jarak pagar) 2.100-2.800 19.800-26.400
Aleurites fordii (biji kemiri) 1.800-2.700 17.000-25.500
Saccharum officinarum (tebu) 2.450 16.000
Ricinus communis (jarak kepyar) 1.200-2.000 11.300-18.900
Manihot esculenta (ubi kayu) 1.020 6.600
Tabel 2.1. Jenis Tumbuhan Penghasil Energi
(Sumber: Business Week edisi 15 Maret 2006)

Biomassa adalah satu-satunya sumber energi terbarukan yang dapat diubah


menjadi bahan bakar cair - biofuel – untuk keperluan transportasi (mobil, truk, bus,
pesawat terbang dan kereta api). Di antara jenis biofuel yang banyak dikenal adalah
biogas, biodiesel dan bioetanol.
2.2.1. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
menyerupai minyak diesel atau solar. Bahan bakar ini ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) yang rendah;
memiliki cetane number yang lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna
(clear burning); memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; dan dapat terurai
(biodegradabe) sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic). Menurut hasil
penelitian BBPT, biodiesel bisa langsung digunakan 100% sebagai bahan bakar
pada mesin diesel tanpa memodifikasi mesin dieselnya atau dalam bentuk
campuran dengan solar pada berbagai konsentrasi mulai dari 5%. Keuanggulan
biodiesel diantaranya:
1) Angka Cetane tinggi (>50), yakni angka yang menunjukan ukuran baik
tidaknya kualitas Solar berdasarkan sifaf kecepatan bakar dalm ruang bakar
mesin. Semakin tinggi bilangan Cetane, semakin cepat pembakaran
semakin baik efisiensi termodinamisnya.

8
2) Titik kilat (flash point) tinggi, yakni temperatur terendah yang dapat
menyebabkan uap Biodiesel menyala, sehingga Biodiesel lebih aman dari
bahaya kebakaran pada saat disimpan maupun pada saat didistribusikan dari
pada solar.
3) Tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen,
serta dapat diuraikan secara alami
4) Menambah pelumasan mesin yang lebih baik daripada solar sehingga akan
memperpanjang umur pemakaian mesin
5) Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai
komposisi dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun
6) Mengurangi asap hitam dari gas asap buang mesin diesel secara signifikan
walaupun penambahan hanya 5% - 10% volume biodiesel kedalam solar
Biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat dihasilkan
dari tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (Crude Palm
Oil/CPO), jarak pagar (Crude Jatropha Oil/CJO), kelapa (Crude Coconut
Oil/CCO), sirsak, srikaya, kapuk, dll. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Kelapa sawit merupakan
salah satu sumber bahan baku minyak nabati yang prospektif dikembangkan
sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia, mengingat produksi CPO Indonesia
cukup besar dan meningkat tiap tahunnya. Tanaman jarak pagar juga prospektif
sebagai bahan baku biodiesel mengingat tanaman ini dapat tumbuh di lahan kritis
dan karakteristik minyaknya yang sesuai untuk biodiesel.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian, total
kebutuhan biodiesel saat ini mencapai 4,12 juta kiloliter per tahun. Sementara
kemampuan produksi biodiesel pada tahun 2006 baru 110 ribu kiloliter per tahun.
Pada tahun 2007 kemampuan produksi diperkirakan mencapai 200 ribu kiloliter per
tahun. Produsen-produsen lain merencanakan juga akan beroperasi pada 2008
sehingga kapasitas produksi akan mencapai sekitar 400 ribu kiloliter per tahun.
Cetak biru (blueprint) Pengelolaan Energi Nasional mentargetkan produksi
biodiesel sebesar 0,72 juta kiloliter pada tahun 2010 untuk menggantikan 2%
konsumsi solar yang membutuhkan 200 ribu hektar kebun sawit dan 25 unit

9
pengolahan berkapasitas 30 ribu ton per tahun dengan nilai investasi sebesar Rp.
1,32 triliun; hingga menjadi sebesar 4,7 juta kiloliter pada tahun 2025 untuk
mengganti 5% konsumsi solar yang membutuhkan 1,34 juta hektar kebun sawit dan
45 unit pengolahan berkapasitas 100000 ton per tahun dengan investasi mencapai
Rp. 9 triliun.
2.2.2. Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan
bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium.
Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran
antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu
: memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM,
menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja,
berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah,
meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri,
mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar
ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru. Untuk
pengembangan bioetanol diperlukan bahan baku diantaranya :
1) Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa,
nira aren, nira siwalan, sari-buah mete.
2) Bahan berpati : tepung-tepung sorgum biji, jagung, cantel, sagu, singkong/
gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, suweg, umbi dahlia.
3) Bahan berselulosa (lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll.
Adapun konversi biomasa sebagian tanaman tersebut menjadi bioethanol
adalah seperti pada tabel dibawah ini.

Biomasa (kg) Kandungan Jumlah hasil Biomasa:Bioetanol


gula (Kg) bioetanol
(Liter)
Ubi kayu 1.000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi jalar 1.000 150-200 125 8:1

10
Jagung 1.000 600-700 400 2,5 : 1
Sagu 1.000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1.000 500 250 4:1
Tabel 2.2. Konversi Biomasa Menjadi Bioetanol
(Sumber: Balai Besar Teknologi Pati-BPPT, 2006)

Pemanfaatan Bioetanol:
1) Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin;
digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan
premium (EXX).
2) Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa
mengharuskan mesin dimodifikasi).
Pengujian pada kendaraan roda empat di laboratorium BPPT menunjukkan
bahwa tingkat emisi karbon dan hidrokarbon Gasohol E-10 yang merupakan
campuran bensin dan etanol 10% lebih rendah dibandingkan dengan premium dan
pertamax. Pengujian karakteristik unjuk kerja yaitu daya dan torsi menunjukkan
bahwa etanol 10% identik atau cenderung lebih baik daripada pertamax. Etanol
mengandung 35% oksigen sehingga meningkatkan efisiensi pembakaran.
2.2.3. Biogas
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik dengan
bantuan bakteri anaerob pada lingkungan tanpa oksigen bebas. Energi gas bio
didominasi gas
metan (60% - 70%), karbondioksida (40% - 30%) dan beberapa gas lain dalam
jumlah lebih kecil. Gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama
dengan gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek rumah kaca yang
menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan
secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian permasalahan
global.
Pada prinsipnya, pembuatan gas bio sangat sederhana, hanya dengan
memasukkan substrat (kotoran ternak) ke dalam digester yang anaerob. Dalam
waktu tertentu gas bio akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
sumber energi, misalnya untuk kompor gas atau listrik. Penggunaan biodigester

11
dapat membantu pengembangan sistem pertanian dengan mendaur ulang kotoran
ternak untuk memproduksi gas bio dan diperoleh hasil samping (by-product) berupa
pupuk organik. Selain itu, dengan pemanfaatan biodigester dapat mengurangi emisi
gas metan (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan organik yang diproduksi
dari sektor pertanian dan peternakan, karena kotoran sapi tidak dibiarkan
terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi menjadi energi gas bio.
Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan gas bio
sebenarnya cukup besar, namun belum banyak dimanfaatkan. Bahkan selama ini
telah menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan. Umumnya
para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke sungai atau langsung menjualnya
ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal dari kotoran sapi saja dapat
diperoleh produk-produk sampingan (by-product) yang cukup banyak. Sebagai
contoh pupuk organik cair yang diperoleh dari urine mengandung auksin cukup
tinggi sehingga baik untuk pupuk sumber zat tumbuh. Serum darah sapi dari
tempat-tempat pemotongan hewan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi
tanaman, selain itu dari limbah jeroan sapi dapat juga dihasilkan aktivator sebagai
alternatif sumber dekomposer.(efek rumah kaca), sehingga upaya ini dapat
diusulkan sebagai bagian dari program untuk menanggulanginya.
2.3. Tantangan Bagi Bioenergi Dari Biomassa
Untuk pengembangan biofuel, banyak hal harus dipertimbangkan, yaitu:
1) Dibandingkan dengan minyak bumi dan gas yang ketersediaannya
terbatas dan pengelolaannya dikuasai oleh pihak-pihak yang sangat
terbatas, biomassa sebenarnya relatif melimpah di Indonesia dan
masyarakat dapat memanfaatkannya secara langsung. Permasalahan
yang dihadapi adalah keterbatasan teknologi, keterbatasan lahan, dan
keterbatasan pasar atau penggunanya. Selain itu, belum adanya aturan
2) Hukum yang jelas dalam industri ini dan standar penggunaan bahan-
bahan untuk biodiesel dan bioetanol menyulitkan masyarakat dan
produsen biodiesel dan bioetanol untuk memperoleh pembiayaan dan
menjalankan bisnisnya. Kurangnya jaringan distribusi dan infrastruktur
menyulitkan pemasaran biodiesel dan bioetanol di pasar domestik.

12
Sebagai konsekuensi, sebagian besar biodiesel dan bioetanol yang
diproduksi di Indonesia sekarang digunakan untuk pasar ekspor.
3) Dibutuhkan motor penggerak dan modal yang besar untuk membiayai
budi daya bahan baku baik dari segi pengadaan lahan, bibit, pupuk
maupun obat-obatan. Perusahaan-perusahaan besar yang bergerak
dibidang pertanian dan perkebunan diharapkan dapat menjadi motor
penggerak bagi usaha budi daya ini karena besarnya biaya budidaya dan
pengembangan.
4) Adanya hambatan sosial dalam pengembangan beberapa komoditas
tanaman sumber energi, misalnya tanaman jarak, harus segera ditangani
untuk membangun rasa saling percaya antara petani jarak dengan
pengusaha sebagai pengolah biji jarak. Meskipun tanaman jarak sangat
potensial dikembangkan sebagai energi terbarukan dengan harga murah,
dapat ditanam di lahan kritis, dan dapat meningkatkan pendapatan
petani, tapi belum semua pihak menyadari potensi tersebut.
5) Terkait dengan isu ketahanan pangan (food security), yang harus
dilakukan adalah
a) Meningkatkan produktivitas lahan melalui program intensifikasi
yang meliputi pemilihan bibit, peningkatan kualitas kultur teknis
hingga pengelolaan pasca panen. Melalui aktivitas diharapkan
produktivitas tanaman meningkat signifikan, sehingga tidak ada lagi
kekhawatiran akan kekurangan bahan pangan.
b) Meningkatkan produksi melalui ekstensifikasi atau perluasan lahan
dengan memanfaatkan lahan-lahan kritis/marjinal. Beberapa
tanaman sumber energi, misalnya jarak, cantel, jagung dan jambu
mete, merupakan tanaman yang cukup tahan kering dan mampu
beradaptasi pada lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh
karena itu untuk penanaman diusahakan agar jangan sampai
menggeser peruntukan tanaman pangan. Berbagai lahan marjinal
yang dapat dimanfaatkan antara lain: lahan pantai, tanah karst,
bantaran sungai, atau lahan berkemiringan curam.

13
c) Perlu segera dilakukan diversifikasi untuk menemukan jenis-jenis
tumbuhan baru penghasil energi. Beberapa tumbuhan yang sedang
diteliti dan dikembangkan di Indonesia antara lain: jambu mete,
widuri, kerandang, kacang-kacangan, nyamplung, algae dan masih
banyak lagi.
2.4. Bioenergi
Bioenergi adalah semua energi yang berasal dari materi organik (makhluk
hidup), baik yang dimanfaatkan secara langsung maupun tidak. Proses
pembentukan bioenergi berlangsung dalam waktu yang singkat, apalagi
dibandingkan dengan energi fosil yang membutuhkan waktu berjuta-juta tahun.
Semua materi organik bisa dimanfaatkan sebagai bioenergi, dimana tiap materi
membutuhkan proses perubahan menjadi energi yang berbeda-beda.
Tidak semua materi hidup diakui dunia sebagai bahan baku bioenergi yang
menjadi substitusi energi fosil. Materi hidup yang masuk konservasi, terkait
ketahanan pangan dunia, dan kemanusiaan tidak diekplorasi. Secara umum bahan
baku bioenergi adalah hasil perkebunan dan limbahnya; pertanian dan limbahnya;
kotoran manusia; limbah pemukiman; limbah peternakan; serta limbah industri.
Indonesia sebagai negara yang dilintasi garis katulistiwa, iklim tropis, dan
memiliki tanah dan lautan yang luas, maka potensi bioenergi sangat-sangat besar.
Kementerian ESDM memperkirakan potensi energinya sampai 50 Giga Watt (GW),
tapi banyak ahli menyatakan potensi aslinya jauh diatas angka pemerintah tersebut.
Coba bayangkan, jika sebagian besar potensi rumput laut digarap dengan maksimal
dan diubah menjadi bioenergi, jumlahnya luar biasa. Departemen Energi Amerika
Serikat menyebut, jika seluruh energi dipasok dari bioenergi ganggang, maka hanya
butuh lahan di pesisir pantai seluas 39.000 km persegi. Kita tahu kebutuhan energi
Amerika sangat besar.
Secara umum biomassa dapat dikonversikan menjadi dengan beberapa cara,
yaitu fermentasi (fermentation), pembakaran (burning), penguraian bakteri (bactery
decay), dan konversi kimia (conversion).
2.4.1. Fermentation

14
Fermentasi merupakan suatu proses pengubahan suatu zat yang
mengandung bahan kimia terutama zat gula atau karbohidrat dengan bantuan
mikroorganisme tertentu agar dapat membentuk senyawa baru yang dapat
dimanfaatkan. Produk yang dihasilkan dari proses fermentasi biomassa adalah
berupa senyawa bioetanol.
2.4.2. Burning
Proses ini berlangsung dimana biomassa yang digunakan dibakar secara
langsung, dimana panas pembakarannnya dapat digunakan untuk banyak
keperluan. Hasil pembakaran dari biomassa tersebut dapat digunakan untuk
produksi steam untuk memutar turbin, pemanas pada industri, pemanas di rumah,
dan banyak pemanfaatan lain yang dapat digunakan.
2.4.3. Bactery decay
Merupakan proses dimana bakteri menguraikan jasad-jasad makhluk hidup
yang telah mati. Dimana biomassa yang digunakan merupakan hasil dari
penguraian tersebut. Hasil dari penguraian ini berupa gas metana, dapat digunakan
untuk pembakaran pada pembangkit listrik.

2.4.4. Conversion
Biomassa dapat dikonversi menjadi bahan bakar gas atau liquid melalui
proses reaksi kimia atau pemanasan. Produk yang dapat dihasilkan dari proses ini
adalah berupa biogas, bioediesel, dan metanol.
2.5. Pembangkit Listrik dari Biomassa
Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat
yang digunakan untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan
bakar yang dihasilkan. Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan
bakar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi
termokimiawi dan konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan
teknologi yang paling sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat
langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan
didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi termokimiawi
merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya
reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi

15
merupakan teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam
menghasilkan bahan bakar. Pengetahuan awal tentang jenis proses konversi
biomassa menjadi energi merupakan pertimbangan penting dalam perencanaan,
karena akan menentukan jenis mesin atau teknologi pembangut yang akan
digunakan.
Proses konversi biomassa iti terbagi dua kelompok utamayaitu proses
termokimia dan proses biokimia. Pada proses termokimia, biomassa dapat dibakar
(combustion), dijadikan gas (gasication), atau diproses secara pirolisa. Pada proses
biokimia, biomassa akan ditampung dalam tangki (seperti dalam pencernaan
mahluk hidup) tanpa ada masukan oksigen.
Cara yang pertama adalah dengan membakar langsung biomassa dan
diambil energi panasnya. Energi panas ini dapat digunakan untuk apa saja, bisa
sebagai pemanas ruangan, ventilasi, atau jika dalam terminologi kelistrikan, energi
panas ini kemudian digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air pada
aplikasi turbin uap. Biomassa yang digunakan bisa apa saja, namun umumnya
adalah sisa produk hutan dan pertanian, arang, atau sampah kota (pada PLTSa).
Pengolahan biomassa dengan cara ini umumnya sudah ditinggalkan (kecuali pada
PLTSa), karena walaupun teknologinya sederhana namun efisiensinya sangat
rendah. Selain itu biomassa padat memiliki kerapatan energi yang relatif kecil,
sehingga proses transportasinya memakan biaya yang besar.
Khusus untuk biomassa sampah kota, PLTSa dapat menjadi solusi yang
menarik untuk dikembangkan, mengingat produksi sampah kota terus meningkat
dari tahun ke tahun. PLTSa di dunia kini sudah mencapai lebih dari 3 GW dengan
setengahnya berada di eropa. Di Indonesia sendiri PLTSa masih menjadi solusi
yang sulit untuk diterapkan. Penolakan terhadap PLTSa umumnya disebabkan
kekhawatiran masyarakat akan pencemaran lingkungan, terutama pencemaran
udara. Namun tidak perlu khawatir karena teknologi PLTSa yang berkembang saat
ini sudah dilengkapi dengan sistem pengeringan dan filter abu. Sistem ini berfungsi
untuk mengurangi unsur-unsur kimia berbahaya yang terkandung pada abu gas
buangan, sehingga gas buangan PLTSa masih dalam taraf aman.

16
Gambar 2.1. Pembangkit Listrik tenaga sampah

Cara yang kedua adalah produksi biomassa dalam bentuk gas. Ada beberapa
alasan dibalik berkembangnya teknologi ini. Hasil yang didapatkan melalui produk
biogas ini selain dapat dimanfaatkan untuk pembakaran biasa / pemanasan, ternyata
bisa juga digunakan sebagai bahan bakar pada mesin bakar dan turbin gas. Produk
biogas juga menawarkan efisiensi yang lebih tinggi dari pembakaran biomassa
padat, selain itu karena dalam bentuk gas, penyalurannya relatif lebih mudah (bisa
dengan menggunakan pipa).
Konversi kedalam bentuk gas dapat dilakukan melalui proses biokimia dan
termokimia. Untuk proses biokimia, digunakan anaerob yang kemudian akan
memecah materi organik kedalam senyawa gula, dan kemudian menjadi zat asam,
dan akhirnya menjadi gas. Pada tahun 1999, Inggris telah memiliki 1-MW-
anaerobic-disgestion-plant. Sementara di Cina ada 5 juta pembangkit anaerob skala
kecil pada pertengahan 1990 dan di India ada 2.8 juta yang sudah terpasang sejak
1998 dan akan membangun lagi 12 juta pembangkit anaerob skala kecil. Untuk
proses termokimia, gasifikasi dilakukan dengan cara yang tidak jauh berbeda
dengan proses gasifikasi batu bara, hanya saja yang menjadi objeknya adalah
biomassa. Produksi gasifikasi dalam kondisi tertentu dapat menghasilkan gas
sintesis, kombinasi antara hidrokarbon dan hidrogen. Dari gas sintesis ini hampir
seluruh hidrokarbon, bensin sintesis dan bahkan hidrogen murni dapat dibentuk
(yang nantinya dapat digunakan pada fuel cell). Tantangan dari biogas ini adalah
proses pembuatannya yang rumit, dan di negara berkembang seperti indonesia ini
masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk investasi awalnya.

17
Cara yang ketiga adalah dengan memproduksi biofuel cair dari biomassa.
Fokus terbesar pengembangan bioenergi terletak pada biofuel sebagai pengganti
bahan bakar minyak. Ada tiga macam olahan biofuel yang dapat mereduksi
penggunaan bahan bakar minyak, yaitu bioetanol, biodiesel, dan biooil.
Bioetanol didapatkan melalui proses fermentasi. Proses fermentasi ini
membutuhkan produk gula, sehingga sumber paling efektif untuk digunakan dalam
produksi bioetanol ini adalah tebu. Brazil adalah negara terbesar penghasil ethanol
dari residu gula. Kegunaan dari bioethanol adalah dapat mereduksi penggunaan
bensin, yaitu dengan mencampurkan bio-ethanol kedalam bensin (premium). Salah
satu produknya yang sudah banyak dikenal adalah Gasohol E-10, didapatkan
dengan mencampurkan 10% bioethanol dengan 90% premium. Seiring dengan
perkembangan teknologi, bukan tidak mungkin campuran Bio-ethanol di kemudian
hari akan semakin besar persentasenya.
Biodiesel didapatkan melalui transesterifikasi minyak sayur (diekstrak dari
biji-bijian seperti jarak, kelapa sawit, dsb). Sebenarnya minyak sayur dapat
digunakan langsung pada mesin diesel, hal senada diungkapkan oleh Dr Rudolf
Diesel pada tahun 1911 dalam tulisannya, hal ini disebabkan minyak sayur
memiliki kandungan energi yang tidak jauh berbeda (37-39 Gj/t) dengan solar (42
Gj/t). Namun bio-diesel lebih dipilih karena minyak sayur memiliki pembakaran
yang tidak sempurna jika dioperasikan langsung pada mesin diesel. Kegunaan dari
bio-diesel adalah dapat mereduksi penggunaan solar, yaitu dengan mencampurkan
bio-diesel kedalam solar. Salah satu produknya yang sudah banyak dikenal adalah
Biodiesel B-10, didapatkan dengan mencampurkan 10% Bio-diesel dengan 90%
solar. Di beberapa negara iklim tropis seperti filipina dan Brazil, campuran 70%
solar dengan 30% minyak sayur tanpa transesterifikasi dilakukan untuk
menggantikan diesel. Namun, biasanya sektor pangan dan kosmetik mau membayar
lebih mahal, sehingga hal tersebut hanya dilakukan pada daerah tertentu yang
kekurangan supply solar. Produksi biodiesel dunia kini mencapai lebih dari 1.5 juta
ton per tahunnya. Dan kini pemerintah USA serta Inggris sedang mengembangkan
teknologi biodiesel dari minyak jelantah.

18
Biooil didapatkan melalui proses pyrolisis dari sekam, tempurung kelapa,
jarak atau kelapa sawit. Proses ini melibatkan penguapan material biomassa
sehingga terbagi menjadi uap dan padatan residu. Kemudian uapnya diembunkan
sehingga dihasilkan cairan bio-oil yang membawa kandungan energi cukup besar.
Bio-oil digunakan sebagai pengganti solar industri (IDO), Marine Fuel Oil (MFO),
dan kerosin. Bio-oil dapat digunakan pada pembangkit listrik diesel.
Sebuah pembangkit listrik tenaga biomassa dapat mengkonversi sampah
organik, seperti: kotoran hewan, tanaman hijau, limbah dari industri agro, dan
rumah pemotongan hewan menjadi biomassa berupa biogas. Biogas dapat
digunakan dengan cara yang mirip dengan pemanfaatan gas alam seperti: gas,
lampu, kompor atau sebagai bahan bakar untuk mesin. Biogas terdiri dari metana
50-75%, 25-45% karbon dioksida, uap air 2-8% dan O2, N2, H2, NH3, H2S.
Bandingkan ini dengan gas alam, yang berisi metana 80 sampai 90%. Isi energi gas
tergantung pada kandungan metananya. Kandungan metana yang tinggi itulah yang
ingin dihasilkan. Adanya kadar karbon dioksida dan air uap tentu tidak dapat
dihindari, namun kadar sulfur harus diminimalkan terutama penggunaannya di
sebuah mesin. Oleh karena itu dewasa ini sumber energi baru terbarukan sedang
digalakkan di Indonesia. Dari beberapa data masih terlihat dominasi penggunaan
batubara, minyak bumi dan gas sebagai sumber energi. Kondisi ini sangat
disayangkan mengingat Indonesia menyimpan potensi biomassa yang begitu
melimpah. Jika potensi ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal maka akan
memecahkan permasalahan energi yang terjadi selama ini, salah satu sumber
biomassa yang mudah didapatkan dan berada disekitar kita adalah sampah.
Berdasarkan perhitungan Bappenas dalam buku infrastruktur Indonesia
pada tahun 1995 perkiraan timbunan sampah di Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan
akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton.
Sementara di kota besar produk sampah perkapita berkisar antara 600-830 gram per
hari. Berdasarkan data tersebut maka kebutuhan TPA pada tahun 1995 seluas 675
Ha dan meningkat menjadi 1610 Ha di tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi
masalah besar dengan terbatasnya lahan kosong di kota besar. Menurut data BPS
pada tahun 2001 timbulan sampah yang diangkut hanya mencapai 18,3 %, ditimbun

19
10,46 %, dibuat kompos 3,51 %, dibakar 43,76 % dan lainnya dibuang di
pekarangan pinggir sungai atau tanah kosong sebesar 24,24 %. Hal ini
membuktikan bahwa potensi biomassa di Indonesia begitu melimpah.

2.6. Pengaplikasian Biomassa di Indonesia dan Dunia


2.6.1. Gorontalo
 Menggunakan tongkol jagung sebagai bahan bakar
 Memiliki kapasitas sebesar 500 KW
 Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik di Gorontalo jika menggunakan BBM adalah
Rp 2.900/kWh, sedangkan jika menggunakan PLTB tongkol jagung, BPP dapat
ditekan menjadi Rp 1.058/kWh.
2.6.2. Sulawesi Selatan
 Biomassa di Sulawesi Selatan memiliki potensi energi sebesar 180.888,9 MWh
per tahun.
 Biomassa yang dihasilkan bersumber dari sekam padi.
 Dengan penerapan teknologi gasifikasi akan menghasilkan gas produser yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar motor diesel untuk membangkitkan
listrik.
2.6.3. Riau
 Potensi Biomassa Residu Primer Pertanian : terdapat tiga wilayah dengan potensi
biomassa residu primer pertanian tertinggi, yakni Rokan Hilir sebesar 3.666.063
Gj (21,48%), Indragiri Hilir sebesar 3.116.287 Gj (18,26%) dan Kampar sebesar
2.082.552 (12.20%), (dimana 1 Gj = 0,28 MWh).
 Potensi Biomassa Residu Sekunder Pertanian : terdapat dua wilayah yang paling
potensial, yakni Rokan Hilir dengan potensi teoritis energi biomassa residu
pertanian sebesar 1.299.584 Gj (28,84%) dan Indragiri Hilir dengan potensi
sebesar 1.033.295 Gj (22,93%).
 Total Potensi teoritis biomassa pertanian keseluruhannya, yang dapat dihasilkan
dari residu padi sawah, padi ladang, jagung dan ubikayu, adalah sebesar
12.571.642 Gj
 Berdasarkan data statistik Perkebunan Provinsi Riau tahun 2012, luas areal
perkebunan kelapa sawit rakyat di Provinsi Riau secara keseluruhan adalah
2.401.460 Ha yang tersebar pada 12 Kabupaten. Dari total luas aral yang ada,
461.007 Ha kebun sawit telah menghasilkan dengan total produksi 4.477.081 ton.

20
 Energi biomassa yang dapat dihasilkan dari potensi perkebunan kelapa sawit
milik rakyat di Provinsi Riau adalah sebesar 30.786.475, 29 Gj/Tahun
 Potensi teoritis biomassa secara keseluruhan yang dapat dihasilkan dari dua
kelompok komoditas pertanian dan perkebunan di Provinsi Riau adalah sebesar
77.466.754,8 Gj. Nilai ini setara dengan 21.518.542,8 MWh energi listrik
(dimana 1 Gj = 0,28 MWh).
2.6.4. Dunia
 Biomass power di India, telah direncanakan pembuatan listrik tenaga Biomassa
berkapasitas 302 MW dengan pembuatan 54 buah proyek
 Biomass Power di daerah eropa dan amerika, menggunakan prinsip fired dan co-
fired
 Pada tahun 2015, Negara Nigeria menggunakan bahan bakar biomassa sebagai
pembangkit listrik untuk mencukupi 5% dari kebutuhan listrik negara tersebut.
Pada tahun 2025, Nigeria menargetkan 10% kebutuhan listrik negaranya dipenuhi
oleh pembangkit listrik tenaga Biomassa

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1) Biomassa dapat dihasilkan dari bahan bahan alami yang jumlahnya tidak
terbatas dan banyak ditemukan dialam atau disebut sebagai energi baru dan
terbarukan.
2) Biomassa dapat dijadikan sebagai energi alternatif yang dapat
menggantikan penggunaan bahan bakar fosil yang umum digunakan yang
merupakan energi yang terbarukan.
3) Biomassa diproduksi dengan berbagai macam proses, seperti pembakaran
langsung, gasifikasi, fermentasi dan lain sebagainya sesuai dengan produk
yang diinginkan.
4) Telah banyak dilakukan penelitian-penelitian serta inovasi tentang
penggunaan dan proses pembuatan biomassa dan perkembangan ini pun
terus meningkat seiring dengan berjalannya perkembangan teknologi.

3.2. Saran
Sebaiknya terus dilakukan peningkatan proses pembuatan biomassa agar
proses pembuatan biomassa menjadi lebih efektif dan efisien sehingga biomassa
dapat diproduksi dan digunakan secara masal atau dalam skala yang besar.

22

Anda mungkin juga menyukai