Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

TUGAS AKHIR

“Optimasi Pencampuran Batubara Beda Kualitas Untuk Memenuhi

Permintaan Konsumen Di Pt Berau Coal Energy Tbk, Provinsi

Kalimantan Timur”

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Menyelesaikan Program Studi S-1 Teknik Pertambangan

Oleh:

Sonia Lestari

NIM/BP: 16137105/2016

Konsentrasi : Pertambangan Umum

Program Studi : S-1 Teknik Pertambangan

Jurusan : Teknik Pertambangan

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2017

i
ii

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

“Optimasi Pencampuran Batubara Beda Kualitas Untuk Memenuhi

Permintaan Konsumen Di PT. XYZ Di Kalimantan Timur”

Oleh:

Nama : Sonia Lestari

NIM/BP : 16137105/2016

Konsentrasi : Pertambangan Umum

Program Studi : S-1 Teknik Pertambangan

Padang, 2017

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batubara merupakan bahan galian fosil padat yang pembentukannya dan
penyebarannya dapat terjadi secara horizontal maupun vertikal serta merupakan
suatu lapisan yang heterogen. Oleh karena sifatnya yang heterogen ini maka
batubara mempunyai kualitas yang berbeda-beda tergantung dari tempat,
tumbuhan pembentuknya serta proses geologi yang terjadi. Dengan adanya beda
kualitas ini agar batubara yang mempunyai kualitas rendah dapat dimanfaatkan,
maka dilakukan kegiatan blending atau pencampuran antara batubara kualitas
tinggi dengan batubara kualitas rendah.

PT. XYZ adalah perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Provinsi


Kalimantan Timur. Batubara yang diproduksi PT. XYZ memiliki kualitas yang
berbeda karena berasal dari pasokan pit yang berbeda. Karena kualitas batubara
dari tambang yang berbeda dari pit satu dengan pit yang lainnya, maka proses
pencampuran batubara mutlak diperlukan untuk memenuhi kriteria permintaan
konsumen sekaligus sebagai pemanfaatan batubara nilai kalori rendah.
Oleh karena sifat batubara yang heterogen ini, maka penulis tertarik
untuk meneliti pencampuran yang tepat antara batubara kualitas tinggi dengan
batubara kualitas rendah untuk memenuhi kebutuhan batubara sesuai dengan
kriteria yang diinginkan konsumen.
B. Identifikasi Masalah
1. Pencampuran batubara beda kadar apakah dapat memenuhi kebutuhan
batubara yang diharapkan sesuai dengan kriteria yang diinginkan konsumen.

2. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka batasan yang akan
dikemukakan adalah :
1. Setiap blending hanya dilakukan terhadap dua kualitas batubara.

5
6

2. Penelitian ini tidak mempertimbangkan aspek ekonomis dan cadangan


batubara.
3. Parameter batubara yang digunakan untuk dasar blending adalah total
moisture, inherent moisture, ash, volatile matter, fixed carbon, sulfur dan
calorivic value.
4. Batubara yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari rencana produksi
PT. XYZ.
3. Rumusan Masalah
Kualitas batubara di PT. XYZ yang berbeda menyebabkan batubara yang
memiliki kualitas rendah belum dapat memenuhi kualitas yang diinginkan
konsumen. Untuk itu, perlu adanya rencana blendingatau pencampuranbatubara
agar dapat memenuhi kriteria yang diinginkan oleh konsumen. Selain itu,
rencana produksi batubara diperusahaan belum dapat diketahui apakah sudah
dapat memenuhi rencana blending batubara atau belum. Rencana blending
batubara tersebut digunakan untuk memenuhi rencana permintaan konsumen,
sehingga diperlukan adanya suatu perhitungan rencana produksi batubara
tersebut agar dapat memenuhi rencana permintaan konsumen

4. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan data kualitas batubara sebelum dan setelah dilakukan blending
sesuai dengan rencana blending batubara yang telah ditentukan.
2. Menentukan perbandingan yang tepat antara batubara kualitas rendah dengan
batubara kualitas tinggi untuk di-blending sehingga didapatkan kualitas
batubara sesuai yang diinginkan oleh konsumen.
5. Manfaat Penelitian
1. Bagi mahasiswa
a. Dapat menambah wawasan yang lebih luas tentang ilmu pengetahuan
yang telah dipelajari di perkuliahan dengan praktek di lapangan.
b. Dapat mendorong pengembangan ilmu pengetahuan yang akan
memperluas bagi pengembangan inovasi atau penemuan baru.
2. Bagi perusahaan

6
7

Memberikan masukan kepada perusahaan dalam menentukan kebijakan


mengenai rencana produksi batubara, yang nantinya akan digunakan sebagai
dasar untuk menentukan rencana blending atau pencampuran batubara guna
memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan kualitas dan kuantitas
batubara yang telah ditentukan.

7
8

BAB II
KAJIAN TEORITIS

1. Genesa Batubara

Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari sisa-sisa macam


tumbuhan yang merupakan material organik dan telah mengalami dekomposisi
atau penguraian oleh adanya proses biokimia dan geokimia sehingga berubah baik
sifat fisik maupun sifat kimianya.

Genesa batu bara berdasarkan tempat terjadinya dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Teori Insitu
Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya ditempat dimana tumbuh-
tumbuhan itu berada (terjadi di tempat itu juga) yang mempunyai ciri-ciri sbb :
Penyebarannya luas,dan kualitasnya baik (karena kadar abunya rendah).

2) Teori Drift

Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara ,terjadinya ditempat lain dari tumbuh-


tumbuhan asal itu berada karena sudah tertransportasi,yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut ; penyebarannya tidak luas tetapi banyak, kualitasnya kurang
baik karena banyak mengandung pengotor.

2. Parameter Kualitas Batubara

Untuk mengetahui kualitas dari batu bara maka dapat diketahui dengan
menggunakan parameter-parameter dari batubara. Parameter-parameter dari batubara
adalah sbb :

1) Kandungan Air.
Kandungan air dalam batubara secara umum ada dua yaitu air permukaan (free
moisture) dan kandungan air bawaan (inherent moisture). Kandungan air
permukaan secara mekanisterdapat dalam permukaan dan retakan-retakan serta
kapiler-kapiler besar (makro kapiler) batubara dan mempunyai tekanan gas
normal. Jumlah kandungan air bebas secara prinsip tergantung dari kondisi yaitu
dari lembab sampai kering. Hal tersebut juga tergantung dari penambangan

8
9

,benefisiasi ,transportasi,penanganan dan penyimpanan juga distribusi ukuran


butirnya.

Kandungan air bawaan berada pada mikro pori, yang mempunyai tekanan lebih
rendah dari tekanan uap normal. Kandungan air bawaan ini penting
diketahui,karena dapat digunakan untuk mengindikasi peringkat batubara .
Batubara makin tinggi kandungan air bawannnya,peringkatnya makin rendah.

2) Kandungan Abu.

Seperti telah diketahui bahwa kandungan Batu bara terdiri dari 3 unsur yaitu :
air,material batu bara (Coal matter) dan material bukan batu bara (mineral
matter).

Mineral matter terdiri atas 2 macam yaitu mineral matter bawaan (inherent
mineral matter) serta material mineral dari luar batu bara (extraneous mineral
matter). Inherent mineral matter berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan yang
hidup di rawa-rawa dan sulit dipisahkan dari batu bara,biasanya berjumlah 0,5 –
1,0 %. Extraneous Mineral Matter terjadi saat terambil waktu penambangan
(parting), yang terbawa waktu terjadi banjir ke lapisan batubara pada waktu
pembentukannya. Extraneous Mineral Matter dapat dipesahkan dari batubara
dengan proses pencucian.

Jika Batubara dipanaskan maka mineral matter tersebut akan mengalami


perubahan secara kimia menjadi abu.

Perubahan secara kimia tersebut antara lain sebagai berikut :

 Kehilangan air dari senyawa-senyawa yang mengandung hidrogen


 Kehilangan CO2 dari karbonat.
 Oksidasi FeS2 menjadi besi sulfida dan magnesium oksida.
 Penguapan dan penguraian dari alkali chloride.
Secara umum untuk memperkirakan jumlah mineral matter dapat dicari dengan
menggunakan rumus sbb :

MM = 1,1 x Kandungan Abu

Atau

9
10

MM = 1,08 + 0,55 S

Ket :

MM = mineral matter

A = Kandungan abu

S = Kandungan sulfur

3) Zat Terbang.
Zat terbang terdiri dari Combustible gasses (gas-gas yang mudah terbakar)
seperti gas hidrogen, CO, dan CH4 serta gas-gas yang dapat dikondensasikan
seperti tar dengan sejumlah kecil gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan air
yang terbentuk karena hasil dehidrasi dan kalsinasi.

Zat terbang juga dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan peringkat
batubara.

Pengaruhnya dalam preparasi batubara adalah jika kandungan zat terbang tinggi
(>24 %) maka batubara akan mudah terbakar. Untuk mengatasi hal tersebut
sebaiknya batubar tidak dilakukan penggerusan terlalu halus,karena sangat
berpotensi untuk mudah meledak.

4) Karbon Tetap (Fixed Carbon).


Sebagai komponen dari analisa proksimat, Fixed Carbon dihitung dari

FC = 100 – ( A + VM + IM ).

Rasio Fixed carbon dengan Volatile matter (zat terbang) disebut dengan “FR”
(Fuel Ratio). FR juga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menentukan
peringkat batubara.

5) Nilai Kalor.
Nilai kalor dari batubara merupakan jumlah panas dari komponen yang terbakar
seperti karbon, hidrogen, dan sulfur dikurangi dengan panas reaksi eksotermis
atau endotermis yang terjadi dari pembakaran komponen pengotor.

10
11

6) Kandungan Sulfur.
Sulfur merupakan zat pencemar,maka adanya sulfur yang tinggi sangat tidak
dikehendaki.

Ada 3 macam bentuk sulfur yaitu :

 Pyritic Sulfur (FeS2) biasanya berjumlah 20 – 80 % dari total sulfur dan


berasosiasi dengan abu batubara.
 Organic Sulfur biasanya berjumlah relatif dan bervariasi antara 20 – 80
% dari total sulfur. Sulfur Organik terikat secara kimia dengan substansi
atau zat-zat lain.
 Sulphate sebagaian besar terdiri dari kalsium sulfat dan besi sulfat.
3. Blending

Blending atau pencampuran adalah penggabungan atau penimbunan secara


bersamaan dan terus menerus dalam waktu tertentu dari dua atau lebih material (batubara
beda kualitas), yang dianggap mempunyai komposisi yang konstan (parameter kualitas
konstan) dan terkontrol proporsinya.

Dalam hal ini pencampuran dilakukan terhadap batubara yang berbeda


kualitasnya,sehingga kualitas batubara hasil campuran merupakan perpaduan dari semua
parameter kualitas batubara yang dicampur atau dengan kata lain batubara dengan
kualitas rendah akan menjadi lebih baik dan dapat memenuhi batasan-batasan persyaratan
untuk memenuhi permintaan konsumen.

Pencampuran batubara dilakukan terhadap batubara yang terdiri dari dua jenis
kualitas batubara pada area penimbunan tersebut dengan perbandingan tertentu sehingga
didapatkan hasil blending atau pencampuran yang sesuai dengan permintaan konsumen.

Pencampuran batubara supaya didapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan
dengan komposisi yang seragam dan homogen ,secara teorotis parameter kualitasnya
campurannya dapat dideteksi dapat didekati dengan persamaan sbb :

K1. X 1  K 2 . X 2  ...  K n . X n
Kc =
Xc

Xc = X1 + X2 + ... + Xn

11
12

Keterangan :

Kc = Kualitas batubara campuran.

Xc = Berat total batubara campuran.

K1,K2,...,Kn = Kualitas dari masing-masing batubara yang akan dicampur.

X1,X2,...,Xn = Berat dari masing-masing batubara yang akan dicampur.

4. Teori Optimasi

Untuk menghitung pencampuran batubara agar didapat suatu produk yang


optimal dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Metode perhitungan
yang dapat dipergunakan diantaranya adalah :

1) Program Linier

Program linier adalah salah satu teknis riset operasi yang memakai
model matematis fungsi linier dalam pemecahan masalah penggunaan bahan
baku yang terbatas secara optimal. Tujuannya adalah untuk menentukan
alternatif terbaik dari sekian alternatif layak yang tersedia dalam rangka
menyusun strategi dan langkah-langkah kebijaksanaan lebih lanjut tenteng
penggunaan bahan baku yang terbatas guna mencapai sasaran yang
diinginkan secara optimal.

Model dasar program linier dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mengoptimalkan (bisa maksimum dan bisa mininum) fungsi tujuan : n

Z=  Cj Xj, untuk j =1,2,…,n

j=i

Dengan fungsi batasan/kendala :

 a1 Xj  atau  bj, untuk i = 1,2,…,n dan xj  0


j=i

12
13

 dimana :

Cj = parameter yang dijadikan kriteria optimasi atau koefesian peubah


pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan.

Xj = Peubah pengambilan keputusan atau kegiatan (yang ingin dicari)

a1 = koefesien teknologi peubah pengambilan keputusan (kegiatan yang


bersangkutan dalam kendala ke-i.

b1 = sumber daya yang terbatas, yang membatasi kegiatan atau usaha yang
bersangkutan, disebut pula “nilai sebelah kanan” dari kendala ke-i.

Z = Nilai skalar pengambilan keputusan suatu fungsi tujuan.

Apabila suatu masalah program linier hanya mengandung dua


kegiatan (atau variabel-variabel keputusan ) maka akan mudah diselesaikan
dengan metode grafik. Tetapi bila melibatkan lebih dari dua kegiatan dan
diinginkan hasil yang lebih akurat maka metode grafik tidak dapat digunakan
lagi,sehingga diperlikan metode simplex.

2) Metode grafik

Metode grafik hanya dapat digunakan dalam pemecahan masalah


program linier yang berdimensi 2xm atau mx2, karena keterbatasan suatu
grafik dalam menyampaikan sesuatu. Hal tersebut merupakan persyaratan
mutlak untuk dapat digunakan metode grafik, selain beberapa persyaratan
lain.

Langkah-langkah penggunaan metode grafik dapat ditunjukkan secara


ringkas sebagai berikut :

a. Menetukan fungsi tujuan dan memformulasikannya dalam bentuk


matematis.
b. Mengidentifikasi batasan-batasan yang berlaku dan memformulasikannya
dalam bentuk matematis.

13
14

c. Menggambarkan masing-masing garis fungsi batasan dalam suatu sistem


salib sumbu.
d. Mencari titik yang paling menguntungkan (optimal) dihubungkan dengan
fungsi tujuannya.
Adapun fungsi batasan yang dipakai adalah  (lebih kecil sama
dengan) yang berarti daerah yang memenuhi syarat berbeda disebelah kiri
bawah garis lurus fungsi batasannya,  (lebih besar sama dengan) yang
berarti daerah yang memenuhi syarat berada disebelah kanan garis lurus
fungsi batasannya dan = (sama dengan) yang berarti daerah yang memenuhi
syarat adalah titik-titik disepanjang garis lurus fungsi batasan tersebut.
Jadi fungsi batasan dalam program linier metode grafik secara
matematisdapat dituliskan sebagai berikut :
a. am1 X1 + am2 X2  bm
b. am1 X1 + am2 X2  bm
c. am1 X1 + am2 X2 = bm
Untuk mendapat nilai yang optimal dari kombinasi X1 dan X2 dalam
grafik linier tidak semua fungsi-fungsi kendala tersebut dipakai, tetapi hanya
dua fungsi kendala yang merupakan suatu garis lurus yang saling
berpotongan,dimana titik potong garis tersebut berada pada daerah feasible
fungsi-fungsi kendala lainnya. Salah satu garis lurus yang saling berpotongan
tersebut harus mempunyai batasan = (sama dengan) yang merupakan batasan
dimana daerah layaknya adalah titik-titik sepanjang garis tersebut. Nilai dari
titik potong kedua garis yang saling berpotongan dapat dicari dengan
persamaan linier dua garis lurus, yang nantinya nilai tersebut merupakan hasil
yang optimal dari kombinasi X1 dan X2.
3) Metode Simplex
Dalam memecahkan masalah LP, terdapat pemecahan dasar yang
layak maupun tidak layak. Secara spesifik, dapat dilihat bahwa semua iterasi
metode simplex primal selalu hanya berkaitan dengan pemecahan dasar yang
layak. Metode simplex dual, sebaliknya, menangani pemecahan dasar yang
tidak layak sampai iterasi terakhir dimana pemecahan dasar yang

14
15

bersangkutan haruslah layak. Pada intinya metode simplex primal hanya


menangani titik ekstrim yang layak, sementara dalam metode simplex dual,
semua iterasi,kecuali itersai terakhir, berkaitan dengan titik ekstrim yang
tidak layak. Pada akhirnya kedua metode tersebut menghasilkan pemecahan
dasar yang layak sebagaimana ditentukan oleh kondisi nonnegativitas dari
model LP.

Langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu masalah dalam metode


simplex adalah sebagai berikut :

a. Mengkonversikan dalam bentuk baku

Fungsi tujuan diubah kedalam bentuk emplisit artinya semua Cj –


Xj digeser ke kiri dan merubah pertidaksamaan menjadi bentuk
persamaan dengan cara menambah variabel-variabel tambahan yang
sesuai. Pada akhir perhitungan variabel tambahan bernilai sehingga tidak
mempengaruhi hasil yang diinginkan.

b. Menyusun persamaan-persamaan didalam tabel

Persamaan-persamaan yang telah dirubah kemudian disusun


dalam bentuk tabel. Tabel simplex ini adalah tabel simplex awal dan
merupakan basis awal dalam iterasi-iterasi selanjutnya, sebelum
mencapai nilai optimum.

Tabel1.Simplex Dalan bentuk Simbol

VD Z X1 X2…….Xn Xn+1 Xn+2…….Xn+m NK

Z 1 -C1 -C2……-Cn 0 0……….0 0

Xn+1 0 a11 a12……a1n 1 0……….0 b1

Xn+2 0 a21 a22……a2n 0 1………..0 b2

. . . . . . . . .

15
16

. . . . . . . . .

. . . . . . . . .

Xn+m 0 am1 am2……amn 0 0 1 bm

c. Memilih kolom kunci

Kolom kunci adalah kolom yang merupakan dasar untuk


merubah tabel simplex. Pemilihan kolom yang mempunyai nilai pada
baris fungsi tujuan yang bernilai negatif dengan angka terbesar. Kalau
suatu tabel sudah tidak memiliki nilai negatif pada fungsi baris tujuan,
berarti tabel tersebut sudah mencapai optimal.

d. Memilih baris kunci

Baris kunci adalah baris yang merupakan dasar untuk merubah


tabel. Untuk memilih baris kunci dilakukan dengan mencari indek tiap-
tiap baris dengan cara membagi nilai-nilai pada kolom NK dengan nilai
yang sebaris pada kolom kunci.

nilai kolom NK
𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘 =
nilai kolom kunci

Baris kunci ditentukan dengan cara memilih baris yang mempunyai


indek positif dengan angka terkecil. Nilai yang termasuk dalam kolom
kunci dan juga termasuk dalam baris kunci disebut angka kunci.

e. Merubah nilai-nilai baris kunci

Nilai baris kunci diubah dengan cara membaginya dengan angka


kunci, kemudian mengganti variabel dasar pada baris tersebut dengan
variabel yang terdapat di bagian atas kolom kunci.

f. Merubah nilai-nilai selain pada baris kunci

16
17

Nilai baris yang lain, selain pada baris kunci dapat dirubah
dengan rumus sebagai berikut :

Bb = Bl – (koefesien Kk x nilai baru Bk)

dengan :

Bb = baris baru

Bl = baris lama

Kk = kolom kunci

Bk = baris kunci

Nilai baru ini digunakan untuk melengkapi tabel iterasi berikutnya.

g. Pencapaian hasil optimum

Perbaikan atau perubahan dilakukan dengan mengulangi


langkah-langkah yang sudah dilakukan untuk memperbaiki tabel-tabel
yang telah dirubah atau telah diperbaiki nilainya.Perubahan baru
berhenti apabila seluruh variabel pada fungsi tujuan sudah tidak ada nilai
negatif lagi (seluruhnya sudah positif).

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Studi Literatur
Dalam hal ini dilakukan dengan menggabungkan antara teori dengan data-
data di lapangan, adapun bahan-bahan diperoleh dari Instansi yang terkait
dengan penelitian ini serta perpustakaan kampus dan daerah yang mana dapat
berupa literatur yang berhubungan dengan topik penelitian dan penelitian
terdahulu.
B. Penelitian Langsung di Lapangan
Hal ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
a. Observasi lapangan
Yaitu dengan melihat langsung kondisi lapangan daerah penelitian, luas
serta kesampaian daerah serta mencocokkan dengan data-data yang
diperoleh.
b. Pengambilan conto di lapangan
Yaitu dengan mengambil conto dilapangan untuk nantinya dianalisa di
laboratorium.
c. Cek kembali perumusan masalah
Yaitu dengan menyesuaikan data-data yang diperoleh agar apa yang telah
didapat sesuai dengan yang dibutuhkan untuk masalah yang akan
dipecahkan.
C. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data kualitas batubara
dan juga produksi batubara untuk kemudian dianalisis guna menentukan rencana
blending. Selain itu, data-data lain seperti curah hujan dan kondisi geologi dapat
diperoleh dari instansi terkait.
D. Akuisisi Data
Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data, diantaranya :
1. Pengumpulan dan pengelompokan data
2. Menghitung jumlah data dengan metode statistik

18
19

E. Pengolahan Data
Data-data yang telah diperoleh akan diolah, sehingga masalah yang ada
dalam hal ini komposisi blending yang tepat dapat terselesaikan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Berkowitz, N. 1979. “An Introduction to Coal Technology”. Academic Press,


San Diego.

2. Dryden, I. G. C. 1963. “In Chemistry of Coal Utilization”. Wiley, Hoboken.

3. Given, P. H. 1984. “In Coal Science”. Academic Press, San Diego.

4. Rance, H. C. 1975. “Coal Quality Parameters and Their Influence in Coal


Utilization”. Shell International Petroleum Co. Ltd.

5. Rumidi, Sukandar. 1995. “Batubara dan Gambut”. Gadjah Mada University.

6. Samuel, M. C. 1973. “Element of Practical Coal Mining”. SME, AIME Inc,


New York.

7. Schofield, Charles G. 1978. “Homogenization/ Blending System Design and


Control for Mineral Processing”. 1st Edition, Trans Tech Publication,
Clausthere Zellerfeld Federal Republic of Company.

8. Speight, James G. 2005. “Handbook of Coal Analysis”. John Wiley & Sons,
Hoboken, New Jersey.

9. Subagyo, Pangestu. 1983. “Dasar-Dasar Operation Research”. BPFE,


Yogyakarta.

10. Wise, W. S. 1971. “Solvent Treatment of Coal”. Mills and Boon, London.

Anda mungkin juga menyukai