PENDAHULUAN
patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit yang dapat
penyakit dan kematian, tetapi banyak juga yang tidak berbahaya bahkan berguna
untuk pejamu.
Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan jarang
suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur
patogen. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
melindungi tubuh dari infeksi bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem imun yang sehat
adalah jika dalam tubuh bisa membedakan antara diri sendiri dan benda asing
yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika ada benda asing yang memicu
1
respons imun masuk ke dalam tubuh (antigen) dikenali maka terjadilah proses
pertahanan diri.
Sistem imun dapat dibagi menjadi menjadi dua yaitu sistem imun non-
spesifik dan sistem imun spesifik. Mekanisme imunitas spesifik timbul atau
bekerja lebih lambat dibanding imunitas non spesifik. Pembagian sistem imun
terjadi kerja sama yang erat, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Pada
makalah ini akan dijelaskan tentang sistem imun spesifik dan sistem imun non-
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui sistem imun pada tubuh, yaitu sistem imun non-spesifik
maupun sistem imun spesifik, mekanisme kerja masing-masing sistem imun serta
2
BAB II
sistem imun itu sendiri adalah sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam
terhadap mikroba disebut respons imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk
Sistem imun berdasarkan fungsinya terdiri dari 2 tipe, yaitu respon imun
alamiah atau non-spesifik (innate immunity) dan respon imun adaptif atau spesifik
tidak terjadi secara terpisah, tetapi terjadi dengan saling melengkapi dan
Sistem Imun
Non-spesifik Spesifik
3
2.1 Sistem Imun Non-Spesifik (Innate Immunity)
Sebagai elemen pertama dari sistem imun untuk menemukan agen penyerang,
respon imun non-spesifik diaktifkan lebih cepat daripada respon imun spesifik
namun dengan durasi yang lebih singkat (Delves and Ivan, 2000).
a. Pertahanan fisik/mekanik
b. Pertahanan biokimiawi
c. Pertahanan humoral
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia
saluran napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman
patogen ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput
lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan risiko infeksi (Baratawidjaja
non-spesifik terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan
mukosa:
4
1. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan pada kulit
terjadi.
sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah dari
asam laktat yang terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat.
napas.
5
Gambar 2. Mekanisme pertahanan oleh sel epitel (Abbas et al., 2000 dalam
Engelhardt, 2009).
enzim proteolitik dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan air susu
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan
air susu ibu, melindungi tubuh terhadap berbagai kuman postif-Gram oleh karena
dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga
2010).
6
2.1.3 Pertahanan Humoral
2.1.3.1 Komplemen
(Wahab dan Julia, 2002). Berbagai bahan seperti antigen dan kompleks imun
mempunyai sifat biologi yang aktif, yang menyebabkan lisis bakteri atau sel,
2.1.3.2 Interferon
yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan
7
dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. IFN mempunya sifat antivirus dan
dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten
terhadap virus. Di samping itu,IFN juga adapat mengaktifkan sel NK. Sel yang
permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian
CRP merupakan salah satu protein fase akut, termasuk golongan protein
yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas
menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat 100x atau lebih dan
berperan pada imunitas non-spesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat
CRP akan meningkatkam viskositas plasma sehingga laju endap darah juga akan
meningkat. Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukan infeksi yang persisten
8
2.1.4 Pertahanan Seluler
2.1.4.1 Fagosit
Sel-sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah dan
atau APC. Kedua sel tersebut berasal dari sel asal hemopoietik. Granulosit hidup
2009)
9
2.1.4.2 Makrofag
Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit
residen. Sel kuppfer adalah makrofag dalam hati, histiosit dalam jaringan ikat,
makrofag alveolar di paru, sel glia di otak, dan sel langerhans di kulit.
berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang
Jumlah sel NK sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari
terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologis sel NK merupakan limfosit
fagosit ke daerah tempat benda asing tersebut masuk. Hal ini dapat terjadi sebagai
1. Inflamasi
10
lingkungan yang merugikan. Bersamaan dengan respon inflamatoris timbul
pirogen endogen dari leukosit hospes. Kenaikan angka leukosit pada saat infeksi
2. Fagositosis
dengan proses yang disebut fagositosis yaitu suatu upaya multiphase yang
yang luar biasa terhadap infeksi tertentu (Wahab dan Julia, 2002).
yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan
dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut
untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh
11
asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa
yang baik antara sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti antara
dua populasi utama sel limfoid, yaitu sel T dan sel B. Rasio sel T terhadap sel B
di timus, sedangkan sel B di hepar janin atau di sumsum tulang. Kedua jenis sel
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem seluler. Pada
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral. Sel B
tersebut berasal dari sel asal multipoten. Pada unggas sel asal tersebut akan
berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang
terletak dekat kloaka. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, maka sel tersebut
akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk
12
zat antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi
utama antibodi ini ialah untuk pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri
(Ig) yang terdiri atas IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin,
berperan pada imunitas parasit. IgM dibentuk terdahulu pada respons imun
primer sehingga kadar IgM yang tinggi menunjukkan adanya infeksi dini.
yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran napas, cerna dan
kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA sekretori
belum banyak diketahui dan diduga mempunyai efek antibodi pada alergi
dan klon yang dihasilkan dapat mengeluarkan antibodi yang spesifisitas adalah
13
sama dengan reseptor permukaan sel yang mengikat epitop tersebut. Tanggapan
biasanya melibatkan klon yang berbeda dari limfosit dan oleh karena itu disebut
sebagai poliklonal. Untuk setiap epitop terdapat beberapa klon limfosit yang
dengan cara yang sedikit berbeda dan dengan kekuatan mengikat yang berbeda
di bawah pengaruh timus (Thymus), sehingga diberi nama sel T. Cabang efektor
spesifik atau oleh produk-produk sel spesifik yang dibentuk pada interaksi antara
14
spesifikasi ini ialah limfokin-limfokin termasuk penghambat migrasi (migration
inhibition factor = MIF), sitotoksin, interferon dan lain sebagainya yang menjadi
antibodi tersebut) (Delves and Ivan, 2000). Fungsi sel T umumnya ialah:
Rengganis, 2009).
Pada tubuh ditemui beberapa jenis sel T, yaitu T”helper” atau Th;
yang dilanda infeksi viral dan jaringan cangkokan alogenik. Th membuat dan
melepaskan limfokin yang diperlukan untuk menggalakkan makrofag dan tipe sel
15
lainnya ke tempat-tempat dimana terjadi reaksi hipersensitivitas yang terlambat.
Mungkin sekali Td bukan suatu sub jenis sel T melainkan kelompok Th yang
sangat aktif. T”citotoxic” atau Tc adalah sel T yang bertugas memusnahkan sel
atau jaringan cangkokan alogenik dan sel-sel yang dilanda infeksi viral, yang
dikenali kembali dalam interaksi dengan berbagai antigen dalam MHC molekul
pada permukaaan sel tujuannya. T”supressor” atau Ts mengatur kegiatan sel T lain
dan sel B. Sel tersebut dapat dikelompokkan dalam 2 golongan , yaitu Tc yang
dapat menekan aktivitas sel yang memiliki reseptor antigen spesifik atau yang
tidak dapat mencegah infeksi sehingga menimbulkan penyakit, maka sistem imun
dengan agen infeksius yang sama tidak akan menimbulkan penyakit (Darwin,
2005).
16
sebagai adjuvant pada aktivasi sistem kekebalan tubuh spesifik (Engelhardt,
2009).
17