Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan

sindrom/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh retrovirus yang

menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Propinsi Bali merupakan

salah satu wilayah Indonesia yang memiliki kasus HIV/AIDS tertinggi semenjak

10 tahun terakhir ini. Kasus HIV/AIDS pertama kali di temukan di RSUP Sanglah

Bali pada wisatawan Belanda yang berada di Bali pada tahun 1987. Sejak saat itu

kejadian HIV/AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan secara potensial di

berbagai wilayah Indonesia. Pada tahun 2016 kasus HIV/AIDS di Bali sudah

mencapai 2433 kasus, dan jumlah yang meninggal 29 orang. Berdasarkan data dari

Komisi Penanggulangan HIV/AIDS tahun 2016 terdapat 3 kabupaten dengan

angka kasus HIV/AIDS kumulatif dari tahun 1987 tertinggi yakni Denpasar (6180

kasus), Badung (2546 kasus) dan Buleleng (2544 kasus).

Berdasarkan laporan perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai

dengan bulan Juni 2012, tiga jenis pekerjaan yang menduduki peringkat tertinggi

untuk jumlah kasus kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai Juni 2012 adalah

wiraswasta (3733 kasus), ibu rumah tangga (3368 kasus), tenaga non professional

atau karyawan (3220 kasus). (Dirjen PP & PL Kemenkes RI, 2012).

Pemerintah saat ini sangat memperhatikan kejadian HIV/AIDS pada

tenaga kerja dimana isu HIV/AIDS pada tenaga kerja yang terjadi di Indonesia
dijadikan tema dalam memperingati hari AIDS sedunia tanggal 1 Desember 2011

yaitu “Lindungi Pekerja dan Dunia Usaha dari HIV dan AIDS”, dengan slogan

kampanyenya adalah: “Stop HIV dan AIDS, Hapuskan Stigma dan Diskriminasi

di Dunia Kerja” (Kemenakertrans & KPAN, 2011). Slogan ini berkaitan dengan

strategi penanggulangan HIV/AIDS global tahun 2011-2015 yaitu Getting to Zero

oleh UNAIDS (2011), dimana salah satu visinya adalah zero discrimination.

Adanya upaya tersebut diharapkan dapat menurunkan stigma negatif dan tindakan

diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) khususnya di kalangan

tenaga kerja.

Herek et al (2002), dalam Pratikno (2008) mengungkapkan bahwa stigma

dan diskriminasi terhadap ODHA muncul berkaitan dengan ketidaktahuan tentang

mekanisme penularan HIV, perkiraan risiko tertular yang berlebihan melalui

kontak biasa, dan sikap negatif terhadap kelompok sosial yang tidak proporsional

yang dipengaruhi oleh epidemi HIV/AIDS ini.

Bali sebagai daerah wisata dunia banyak dikunjungi oleh wisatawan baik

dari wisatawan mancanegara ataupun wisawatawan dalam negeri. Seperti data

yang didapat dari Berita Resmi Statistik Provinsi No. 50/08/51/Th. X, 1 Agustus

2016, Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali pada bulan

Juni 2016 mencapai 405.835 kunjungan. Angka ini naik sebesar 12,83 persen

dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya dan menyebabkan

semakin berkembangnya industri pariwisata di Bali sebagai sumber pendapatan

terbesar daerah dan menjadi matapencaharian yang banyak digeluti oleh

masyarakat. Sebagai daerah kunjungan wisata maka arus perpindahan penduduk


terjadi sangat padat sehingga meningkatkan resiko penyebaran penyakit. Peluang

penyebaran penyakit semakin besar dengan adanya interaksi antara pekerja

pariwisata dengan wisatawan, seperti misalnya pekerja hotel, pramuwisata, sopir

travel, pedagang, dan lain-lain.

Interaksi yang terjadi antara pekerja pariwisata dengan wisatawan tidak

selalu dalam lingkup positif tetapi terjadi juga interaksi negatif. Interaksi negatif

ini biasanya terjadi berkaitan dengan perilaku pekerja wisata untuk mendapatkan

fee lebih dari wisatawan, misalnya jika wisatawan membeli karya seni dari suatu

galeri maka tour guide atau pramuwisata yang mengantarkan wisatawan tersebut

belanja akan mendapatkan keuntungan atau fee dari pembeliian yang dilakukan

wisatawan di galeri tersebut. Dalam usaha pramuwisata untuk mengajak

wisatawan berbelanja terkadang terjadi interaksi negatif agar wisatawan mau

berbelanja atau mengunjungi suatu tempat.

Hasil studi Ekawati (2014) yang dilakukan pada 20 responden menunjukan

hasil bahwa Responden yang berprofesi sebagai sopir mengatakan bahwa

penyebab penyakit HIV/AIDS adalah virus dan bakteri, pramuwisata mengatakan

penyebab penyakit HIV/AIDS adalah karena virus. Semua responden sopir

mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan wisatawan perempuan, PSK

dan dengan pacar. Namun responden pramuwisata ada juga yang mengaku tidak

pernah melakukan hubungan seksual. Responden sopir mengaku dalam

melakukan hubungan seksual lebih banyak dengan wisatawan lokal termasuk PSK

dibandingkan wisatawan asing. Sikap yang ditunjukan responden agar tidak

tertular HIV/AIDS, responden setuju memakai kondom dalam melakukan


hubungan seksual dengan bukan pasangan resminya. Dalam melakukan hubungan

seksual responden mengaku memakai kondom tapi kadang-kadang karena

kondom sulit diperoleh di tempat kerja atau tidak tersedia. Responden tidak setuju

berteman/bergaul dengan orang yang terinfeksi HIV/AIDS karena beresiko

terinfeksi. Responden belum pernah melakukan tes HIV karena tidak tahu tempat

melakukan tes HIV.

Hasil penelitian Ksamawan dan Muliawan (2013), dengan jumlah

responden sebanyak 115 orang menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden

memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang HIV/AIDS dan tingkat pengetahuan

dari responden tidak terdapat perbedaan cara pandang yang signifikan dari sisi

Pendidikan, usia, dan pendapatan. Persepsi responden tentang HIV/AIDS hamper

sama antara persepsi negatif dan persepsi positif akan tetapi persepsi negatif

sedikit lebih besar jumlahnya daripada persepsi positif.

Selain pekerja hotel, sopir travel dan pramuwisata, pekerja spa juga

memiliki interaksi dengan wisatawan terlebih interaksi antara pekerja spa dengan

wisatawan terjadi tidak jarang dalam ruangan yang tertutup yang memiliki potensi

terjadinya interaksi negatif, seperti yang termuat dalam artikel berita

NusaBali.com (2017), saat ini maraknya tempat pijat seks berkedok spa yang

melanggar perda. Ini karena semakin berkembangnya tempat bisnis didaerah

wisata yang menyebabkan disediakannya layanan seks untuk menarik

wisatawan.yang tentu saja perilaku ini berpotensi berisiko HIV/AIDS.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS

pada pekerja spa terhadap perilaku berisiko HIV/AIDS?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap pekerja spa dengan perilaku berisiko HIV/AIDS.

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS pada

pekerja spa dengan perilaku berisiko HIV/AIDS.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap tentang HIV/AIDS pada pekerja spa

dengan perilaku berisiko HIV/AIDS.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi mengenai

hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap pekerja spa dengan perilaku

berisiko HIV/AIDS.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi institusi pendidikan

Sebagai tambahan referensi mengenai hubungan antara tingkat


pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS di perpustakaan dalam membuat tugas

akhir bagi mahasiswa.

2. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam melakukan

penelitian dan menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan.

3. Bagi tempat penelitian

Dapat digunakan sebagai referensi bagi stake holder yang terkait dalam

upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dan perilaku

berisiko HIV/AIDS.

4. Bagi responden

Menambah pengetahuan dan wawasan responden tentang HIV/AIDS

sehingga menghindari perilaku berisiko HIV/AIDS.

5. Bagi peneliti lain

Dapat menjadi tambahan refrensi bagi peneliti lain dan dapat lebih

dikembangkan penelitian yang berkaitan tentang kaitan antara HIV/AIDS dalam

perkembangan dunia pariwisata khususnya Bali.

Anda mungkin juga menyukai