PENDAHULUAN
Epilepsi berasal dari perkataan Yunani yang berarti "serangan" atau penyakit yang timbul
secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama Epilepsi juga
merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak
hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun
keluarganya. Salah satu penyakit yang dapat menyerang otak adalah epilepsi.
Menurut World Health Organization (WHO) epilepsi adalah gangguan kronik pada otak
yang di tandai dengan adanya kejang berulang dan terkadang disertai dengan hilangnya
kesadaran. Pada kasus epilepsi, kejang terjadi ketika impuls listrik dihasilkan secara berlebihan
sehingga menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh kelompok studi epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) yang menyatakan epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
berulang akibat lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron otak secara
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,
diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di
antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di Negara berkembang(1,2). Laporan WHO
(2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara
1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan
angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan,
1
kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan
Tujuan umum : Memberikan gambaran umum tentang Epilepsi , penyebab, diagnosa, terapi dan
tepat oleh tenaga medis untuk mencegah timbulnya komplikasi yang tidak
diinginkan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsi adalah gangguan kronik pada otak yang di tandai dengan adanya kejang
berulang dan terkadang disertai dengan hilangnya kesadaran. Pada kasus epilepsi, kejang
terjadi ketika impuls listrik dihasilkan secara berlebihan sehingga menyebabkan perilaku atau
suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul
tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron
yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya
International League Againts Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy
(IBE) merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh
kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini
membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik sebelumnya (Fisher dkk, 2005).
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE
3
3. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi. Sekitar lima
puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsy lebih tinggi di negara
tidak mendapatkan pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
dan usia lanjut di atas 65 tahun. Umumnya paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun
sampai umur 50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dengan kemungkinan terjadinya
penyakit cerebrovascular. Pada 75% pasien, epilepsi terjadi sebelum umur 18 tahun.
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon,
pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan, di bawah lapisan
arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus sulkus, dan fisura korteks serebri.
Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang
disebut lobus.
4
Gambar 2.3: Bagian-bagian Otak
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer kanan
berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk
mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrusdan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalahlobus frontal, lobus parietal, lobus
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal
bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik
dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis. Daerah ini berfungsi
untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dibagian paling depan dari serebrum.
Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini
terdapat area motorik untukmengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca
5
sebagai pusat bicara, dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas
intelektual.
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis
yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal
berperan penting dalam kemampuan 10, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di
bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan dibawah lobus oksipital,
dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas
gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap
atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu,
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah,
denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur Bila terdapat massa pada
batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu
6
maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun batang otak terdiri
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan serebrum dan serebelun. Saraf kranial III dan IV
diasosiasikan dengan otak tengah Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla
oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan
dengan pons
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan
berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial
posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla sedangkan CN VI dan VIII
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri
terutama dari jaringan saraf yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam
organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Sistem saraf terdiri atas sel saraf (neuron) dan sel
penyokong (neuroglia dan sel schwann). Kedua jenis sel tersebut berkaitan erat satu sama lain
sehingga bersama-sama berfungsi sebagai suatu unit. Susunan saraf pusat manusia terdiri atas
sekitar 100 miliar neuron. Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomi dan
7
Gambar 2.3: Struktur Neuron
Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang didalamnya terdapat
nukleolus. Disekelilingnya terdapat perikarion yang berisi neurofilamen yang berkelompok yang
disebut neurofibril. Diluarnya terhubungkan dengan dendrit dan akson yang memberikan
Dendrit
Dendrit adalah tonjolon yang menghantarkan informasi menuju badan sel. Dendrit
merupakan bagian yang menjulur keluar dari badan sel dan menjalar kesegala arah. Khususnya
dikorteks serebri dan serebellum, dendrit mempunyai tonjolan-tonjolan kecil bulat, yang disebut
tonjolan dendrit. Neuron tertentu juga mempunyai akson fibrosa yang panjang yang berasal dari
daerah yang agak tebal dibadan sel yaitu akson hilok (bukit akson).
8
Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut
akson. Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai serabut saraf atau tonjolan saraf.
saraf khusus membran sel neuron yang mudah dirangsang dan dapat menghantarkan pesan
elektrokimia. Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara
tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari
2.4 Etiologi
Bangkitan kejang atau serangan epilepsi dapat dicetuskan oleh inaktivasi sinaps inhibisi,
atau oleh stimulus berlebihan pada sinaps eksitasi atau oleh perubahan pada keseimbangan
Bangkitan epilepsi merupakan manifestasi klinis lepas muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron otak. Hal ini terjadi karena fungsi neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa
gangguan fisiologis, biokimia, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Setiap kelainan yang
mengganggu fungsi otak atau fungsi sel neuron diotak, baik kelainan lokal maupun umum, dapat
a. Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3
9
tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukan alat-alat diagnostik
b. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya:
post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik,
termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox -Gastaut dan epilepsi
mioklonik.
Dalam bidang epilepsi dikenal 2 klasifikasi, yaitu klasifikasi bangkitan atau serangan kejang
dan klasifikasi sindrom epilepsi. Klasifikasi serangan kejang bukanlah klasifikasi epilepsi, tetapi
dibuat semata-mata berdasarkan manifestasi kejang secara klinis dan EEG. Masing-masing
mendeskripsi grup yang menunjukkan aspek sama dalam berbagai hal, baik smanifestasi klinis,
umur, EEG, dan prognosis. Satu sindrom epilepsi dapat menunjukkan serangan kejang yang
bervariasi.
kejang secara klinis, EEG iktal (EEG pada saat serangan), EEG interiktal (EEG diluar serangan),
anatomi, etiologi dan umur. Pada tahun 1981 dibuat revisi yang hanya berdasarkan manifestasi
klinis, EEG iktal dan EEG interiktal yaitu sebagai berikut (Priyatna, 2012) :
10
1. Bangkitan Parsial/Fokal
2. Bangkitan Umum
a. Absens (Lena)
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak,
frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.
b. Absens Atipik
Berupa absens yang disertai kehilangan tonus yang sangat jelas atau onset dan
c. Mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau
terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas atau satu grup otot. Dapat
11
d. Klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. Dijumpai
e. Tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu
posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala kesatu sisi, dapat disertai rotasi
seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak
dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif dan pupil dilatasi.
f. Tonik-Klonik
Dikenal sebagai epilepsi grand mal suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat
kemudian diikuti oleh gerakan klonik. Kejang tonik-klonik merupakan bangkitan kejang
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh kedepan,
mulut terbuka atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan ion-
ion yang terdapat didalam dan diluar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan
polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinapsis
dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat
kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan
12
inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson untuk
merangsang atau menghambat neuron lain sehingga terjadilah epilepsi (Tjahjadi, 2007).
Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang
berlebihan pada sebagian atau seluruh batang otak. Seorang penderita dikatakan epilepsi bila
setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan akan muncul pada
eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai kelainan anatomi
otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan struktural otak yang
Serangan diamana pasien akan tetap sadar, pasien akan mengalami gejala berupa:
Déjà vu: perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih
tertentu.
Halusinasi
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahanlebih lama.
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
13
Gerakan seperti mencucur atau mengunyah-Melakukan gerakan yang sama berulang-
Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan
menggumam.
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahaptonik atau
kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami
tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan
perasaan yang dialami sebelumserangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang,
telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasanyang jelas, menggigit
pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik:terjaadi kontraksi otot yang berulang dan
tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak
sangat pucat, pasienmungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.
14
2.8 Faktor Resiko Epilepsi
Faktor resiko untuk terjadinya epilepsi pada penderita kejang demam adalah (Bahtera,
2011) :
b. Jika ada kelainan neurologis atau perkembangan sebelum kejang demam pertama
Gangguan stabilitas neuron-neuron otak yang terjadi saat epilepsi, dapat terjadi saat
bangkitan epilepsy
Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan
15
Langkah ketiga : Tentukan sindrom epilepsi apa yang di tunjukkan oleh bangkitan tadi,
atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan tentukan etiologinya.
Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut :
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Penjelasan perihal
segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan
lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis
(Priyatna, 2012).
Apa yang tampak selama bangkitan (pola / bentuk / bangkitan) : gerakan tonik /
Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah atau
Todd’s paresis.
Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan atau terdapat perubahan pola
bangkitan.
2. Ada / tidaknya penyakit yang diderita sekarang maupun riwayat penyakit neurologik
dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi
penyebab.
3. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan dan interval terpanjang antar bangkitan.
16
4. Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.
Melihat adanya tanda-tanda gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma
kepala, kelainan kongenital dan gangguan neurologi. Pemeriksa harus memastikan bahwa kejang
tidak ada pencetus yang jelas, seperti demam, gangguan elektrolit dan gangguan metabolik
lainnya.
dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak. Gambaran dismorfik muka, tanda-tanda
tertentu pada bagian tubuh seperti hemangioma, nodul, makula, warna pucat dan sebagainya
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin dan ureum dalam
bersama dengan glukosa, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan tes fungsi
hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna (Markam, 2009).
2. Elektroensefalografi (EEG)
Elektro ensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas listrik di otak melalui
elektroda yang ditempatkan di kulit kepala. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada penderita
epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiform activity. Pemeriksaan EEG harus
dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
17
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama dikedua hemisfer otak
b. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal
gelombang delta
c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang
tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk dan gelombang lambat yang timbul
secara paroksimal.
Pemeriksaan video EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena
epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam
waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang
epilepsi.
18
4. Pemeriksaan Radiologis
Imaging) kepala merupakan pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging yang
bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural di otak dan melengkapi
data EEG.
CT-Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi, namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan
sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding CT-Scan. Oleh karena mendeteksi lesi kecil
maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. MRI bermanfaat
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan
terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan
fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dengan
yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian. Definisi dari
status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan
19
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu (Raharjo dkk, 2007):
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak yang
adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor
penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan
pertama untuk serangan kejang dapat diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat
badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih belum berhenti,
dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua
kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk
b. Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas dari
kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terusmenerus maka kerusakan sel-sel otak
akan semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Karena
itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan seagresif mungkin.
serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obat-obatan sampai pasien tersebut 2
tahun bebas kejang. Secara umum ada tiga terapi epilepsi, yaitu :
1) Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita epilepsi yang
baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di Indonesia :
20
Tabel 2.10 Dosis Obat Anti Epilepsi Pada Anak
Gabapentin 20 20-40 3
Levetiracetam 10 20-60 2
Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur agar dapat mencegah serangan epilepsi
secara efektif. Walaupun serangan epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE harus tetap
diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda efek samping yang berat maupun tanda-tanda
keracunan obat. Prinsip pemberianobat dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis
terendah.
21
2) Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian yang menjadi
fokus infeksi yaitu jaringan otakyang menjadi sumber serangan. Diindikasikan terutama untuk
penderita epilepsi yang kebal terhadap pengobatan. Berikut ini merupakan jenis bedah epilepsi
a. Lobektomi temporal
c. Hemisferektomi
d. Callostomi
3) Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengankejang berat yang kurang
dapat dikendalikan dengan obat antikonvulsan dan dinilai dapat mengurangi toksisitas dari obat.
Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dianjurkan pada anak penderita epilepsi. Walaupun
mekanisme kerja diet ketogenik dalam menghambat kejang masih belum diketahui secara pasti,
tetapi ketosis yang stabil dan menetap dapat mengendalikan dan mengontrol terjadinya kejang.
Hasil terbaik dijumpai pada anak prasekolah karena anak-anak mendapat pengawasan
yang lebih ketat dari orang tua di mana efektivitas diet berkaitan dengan derajat kepatuhan.
Kebutuhan makanan yang diberikan adalah makanan tinggi lemak. Rasio kebutuhan berat lemak
terhadap kombinasi karbohidrat dan protein adalah 4:1. Kebutuhan kalori harian diperkirakan
sebesar 75–80 kkal/kg. Untuk pengendaliankejang yang optimal tetap diperlukan kombinasi diet
22
2.11 Prognosis Epilepsi
Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai dan ketaatan minum obat. Prognosis epilepsi cukup
menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat,
sedangkan 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat (Harsono, 2007).
Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin untuk
menghentiksn pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan tipe epilepsi yang
diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman. Hampir
seperempat pasien yang bebas kejang selama 3 tahun akan tetap bebas setelah menghentikan
pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah
pasien anak-anak dengan epilepsi dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan kejang
(Tudur, 2007).
23
BAB III
KESIMPULAN
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya
bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan
dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal
dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi
apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan
peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure
pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure
walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan
otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin
juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum
diketahui
24
DAFTAR PUSTAKA
Fisher RS, Boas WE, Blume W, Elger C, Genton P, dkk. Epileptic Seizure and Epilepsy:
Lumbantobing SM. 2006. Epilepsi (Ayan). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2011. Penegakkan Diagnosis Pada Pasien
Sirait E, et al. 2015. Karakteristik Penderita Epilepsi Rawat Inap Di RSUP Haji Adam Malik
Subcommittee on Febrile Seizure. Febrile Seizure: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation
of the Child With a Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011. hal. 389-391
University Press
World Health Organization (WHO). 2012. Epilepsy: The Disorder. Atlas Epilepsy Care in The
World.
25