REKAM MEDIS
A. Anamnesis
1. Identifikasi :
Nama : Ny. Niswa bt Ahmad
Umur : 34 tahun
MR/Reg : 863709 /RI15021859
Alamat : Jl. Sempayo No 90 B Kemang Manis Ilir barat II Kota
Palembang
MRS : 14-12-2017/ 10.05
2. Riwayat perkawinan :
Menikah 1x, lamanya 9 th
3. Riwayat Persalinan :
1. 2010,laki-laki, 3500 g,sc a.i DKP RS Charitas, SpOG
2. Hamil ini
4. Riwayat reproduksi :
Menarche usia 13 th, teratur, siklus 28 hari,lamanya 5 hari, hpht :lupa
(alloanamnesis)
5. Riwayat penyakit dahulu:
Disangkal
6. Riwayat Antenatal care : di bidan, 2x
7. Riwayat sosio ekonomi/gizi: sedang
8. Anamnesis khusus (alloanamnesa)
Keluhan utama : Hamil cukup bulan dengan penurunan kesadaran dan
kejang - kejang
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak ± 5 jam SMRS os tidak sadar dan mendadak kejang. Os kiriman dari RS AK
Gani tanpa infus, oksigen, dan ambulans, kejang > 3 kali lamanya kurang lebih 5
menit. R/ perut mules menjalar ke pinggang hilang timbul (-), R/ keluar darah lendir
(-), R/ keluar air-air (-). R/ darah tinggi sebelum hamil (-), R/ darah tinggi selama
1
hamil ini (+), R/ darah tinggi hamil sebelumnya (-), R/ darah tinggi dalam keluarga
(+). Menurut keluarga os hamil cukup bulan., dan pernah kontrol kehamilan dengan
darah tinggi namun os tidak pernah kontrol lagi.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
KU : sakitberat TD : 180/120mmHg
HR :122 x/m RR : 18 x.menit
Suhu : 38,5
Skala Koma Glassgow : E1M5V2
2. Status general
Kepala : Konjungtiva Palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), stomatitis (-/-)
Leher: JVP (5 - 2) cm H2O, pembesaran KBG (-)
Thoraks : Cor : I : ictus cordis terlihat
P : ictus cordis teraba
P :batas jantung ICS II, batas kanan CS dextra, batas kiri ICS IV LMCsinistra
A : Hr : 138x/m murmur (-), gallop (-)
Pulmo : I : Statis dinamis ka-ki
P : Sternofremitus ka-ki
P : Sonor
A : Ventrikular (+/+) N. ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
3. Status obstetrik
Tanggal 14-12-2017
PemeriksaanLuar :
Tinggi fundus uteri FUT3 jbpx, (33 cm), memanjang, puki, kepala U 5/5,
his(-), DJJ 150 x/m, TBJ 3100 gram
Inspekulo : tidak dilakukan
2
D. Diagnosa:
G2P1A0 hamil 36 minggu belum inpartu dengan eklampsia antepartum JTH
presentasi kepala
3
E. Terapi
- Stabilisasi
- Obs TVI
- Intubasi + O2
- IVFD RL gtt xx/mnt
- Kateter menetap, catat I/O
- Cek Lab DR, UR, KD, CM
- Konsul bag Mata, PDL, Neurologi
- Inj. MgSo4 20 % 4g (IV)
- Inj. MgSO4 40% Sesuai protokol
- Inj. Dexamethasone 2 x 10mg IV
- R/ Terminasi perabdominal setelah stabilisasi
- Perawatan P1
Status neurologis
NIII : Pupil bulat, isokor, 4 mm, RC /
F. FOLLOW UP
A:
P2A0 post SSTP ai eklampsia antepartum H-0
14-12-2017 Darah rutin:
16.00 WIB Hb 14,8 g/dl SGOT 91
Leukosit 35.700 mm3 SGPT 30
Trombosit 316 Albumin 3,2
Diff count 0/0/91/4/5 mmHg Ur/Cr 15/1,18
Bil Total 2,10 Asam urat 11
Ca 8,5 Natrium 146
Kalium 4 Clorida 112
LDH 1501 Magnesium 2,45
Follow up S: P/
15-12-2017 Kel : Habis operasi melahirkan, kejang (+) O2 5 l/m
Inj. Ceftriaxon 1
O: g/12 jam IV
Status present Metil dopa 250
7
A:
Penurunan kesadran e.c Eklampsia
Dispnoe e.c CHF e.c PPHD dengan edema
paru dengan ancaman gagal nafas
A:
Ancaman gagal nafas dan penurunan
kesadaran
A:
P2A0 post sc a.i eklampsia antepartum+
penurunan kesadaran
10
A:
P2A0 post sc a.i eklampsia antepartum+oedem
paru(perbaikan)+susp sepsis+ SVT
Follow Up
TD N RR T Tindakan,
Tgl/jam Sens Input Output
(mmHg) (x/mnt) (x/mnt) (ºC) SpO2 cairan,obat-obatan
86 Lapor DPJP →
Informed consent
keluarga
Keluarga
19-12-17- E1M1
97/65 157 Ventilator 38,3 mendampingi
21.30 WIB Vt
pasien.
Noradrenalin 0,2
mikrogram/KgBB/
menit
E1M1 62
22.00 WIB 80/59 140 Ventilator 37,0
Vt
E1M1 62
22.30 WIB 80/59 140 Ventilator 36,0
Vt
51 Nordrenalin 0,3
E1M1
24.00 WIB 74/40 130 Ventilator 35,0 mikrogram/KgBB/
Vt
menit
20-12-17 E1M1 51 Informed consent
85/30 140 Ventilator 35,0
01.00 WIB Vt keluarga
E1M1 49 SVT
02.00 WIB 62/30 160 , Ventilator 35,0
Vt cardioversi
45 Dilakukan
E1M1
03.25 WIB 58/27 102 , Ventilator 35,0 resusitasi jantung
Vt
paru
E1M1 39
04.00 WIB 54/28 69 , Ventilator 35,0 cardioversi
Vt
E1M1 Tidak Tak 0
04.20 WIB Ventilator 35,0
Vt terukur terukur
13
II. PERMASALAHAN
A. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
B. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
C. Apakah penyebab kematian pada kasus ini?
lebih dari 5 g/24 jam atau secara kualitatif +4, oliguria, gangguan visus,
gangguan serebral, nyeri epigastrium, edema paru, sianosis, PJT dan adanya
sindroma HELLP.3,7,9
Sindrom HELLP adalah preeklampsia/eklampsia yang disertai dengan
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
Diagnosis sindrom HELLP ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium
trombosit, bilirubin total, SGOT, SGPT, dan LDH. Klasifikasi Tennese
membagi sindrom HELLP menjadi komplit dan parsial. Sindrom HELLP
komplit bila ditemukan kadar trombosit kurang dari 100.000/mm3, LDH ≥
600 IU/L, SGOT ≥ 70 IU/L. Dan disebut sindrom HELLP parsial jika
ditemukan salah satu dari kedua tanda-tanda diatas.1,9-11
Berdasarkan alloanamnese pada pasien ini didapatkan adanya riwayat kejang
3x lamanya 5 menit dan disertai penurunan kesadaran setelah kejang terhenti.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan os dalam kondisi koma dengan GCS 8 ,
tekanan darah waktu masuk IGD P1 180/120mmHg mmHg, disertai edema
pretibia. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan FUT3 jbpx, (33 cm),
memanjang, puki, kepala U 5/5, his(-), DJJ 150 x/m, TBJ 3100 gram. Pada
pasien dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium
Hb14,6g/dl, Leukosit 40.300 mm3 ,trombosit : 373 , Diff count 0/0/92/4/4
mmHg
Kimia Klinik:
Bil Total : 2,10, Asam urat : 10,80, Ca : 8,4 , Natrium : 147, Kalium : 4,2,
Clorida1 : 11, LDH 1200, SGOT 65,SGPT:27, Albumin : 3,2
Ur/Cr 10/1,09 yang menunjukkan sudah terjadinya komplikasi sindrom
HELLP.
Tekanan darah penderita ini saat pertama kali diukur adalah 180/120mmHg,
dengan riwayat ANC hanya dua kali, kemudian didapatkan edema dan
proteinuria dan ditambah dengan adanya kejang dan penurunan kesadaran
maka keadaan ini sudah memenuhi untuk diagnosis eklampsia antepartum.
15
kedokteran pada kasus ini kita memegang prinsip autonomi, berbuat baik
(beneficence), tidak berbuat yang merugikan (maleficence) dan keadilan
(justice). Pada sisi autonomi telah dilakukan informed consent yang jelas
keadaan ibu sudah dalam kondisi tidak sadar, janin, kehamilan dan komplikasi
kehamilan serta kemungkinan terburuk yang terjadi pada ibu, janin atau
keduanya pada keluarga pasien.
Terapi pada sindroma HELLP berupa pemberian volume plasma (dengan
kristaloid), agen imunosupresif (kortikosteroid), tranfusi trombosit. Magan
dkk melaporkan pemberian deksametason pada sindroma HELLP secara
signifikan meningkatkan jumlah hitung trombosit ibu, menurunkan kadar
serum alanin aminotransferase dan LDH serta meningkatkan pengeluaran
urin. Deksametason juga dilaporkan lebih efektif dibandingkan dengan
betametason dalam terapi sindroma HELLP.17
Pada kasus ini penatalaksanaan setelah dilakukan survey primer dengan
keadaan ibu yang tidak stabil selama perawatan di ICU/P1, maka dilakukan
langkah resusitasi airways, breathing, circulation dan drugs. Penatalaksanaan
penderita di ruangan intensif ICU/P1 telah dilakukan sesuai standar
operasional prosedur RS. Mohammad Hoesin dimana dilakukan intubasi
untuk mengamankan jalan nafas dikarenakan adanya ancaman gagal nafas
pada pasien ini, kemudian dilakukan ventilasi mekanik untuk proses bernafas,
pemasangan Central Venous Pressure (CVP). CVP ini dilakukan untuk
memantau keseimbangan cairan, pemberian cairan dan obat-obat medisinalis
untuk mengatasi komplikasi kegagalan fungsi respirasi pada pasien ini.Pada
pasien ini dilakukan tatalaksana terminasi kehamilan dengan seksio sesaria
setelah stabilisasi.
Kelainan CVD hemoragis pada kehamilan menurut CDC insidensinya antara
15 – 35 % pada 100.000 Kehamilan dan 50% nya merupakan kasus mortalitas
ibu, sementara 50% lainnya mempunyai angka morbiditas yang tinggi dimana
hampir 75% dari kasus yang bertahan mempunyai kelainan neurologi yang
22
Kandidat pembedahan
1. pasien dengan perdarahan cerebral > 3 cm dengan kompresi batang otak
dan tanda tanda hidrochepalus dari kerusakan ventrikel merupakan kandidat
operasi darurat ( Level Of Evidence III – V, Grade C recomendation )
2. Perdarahan intra cerebral dengan lesi struktural seperti aneurisma, AVM,
angioma cavernosum harus dilakukan pembedahan karena memiliki hasil
luaran yang baik dan mempunyai akses pembedahan yang terbuka ( Level Of
Evidence III – V, Grade C recomendation )
3. Pasien usia muda dengan perdarahan medium atau luas dengan tanda –
tanda gambaran klinik yang memburuk ( Level Of Evidence II – V, Grade B
recomendation )
intrakranial dan gagal ginjal akut akibat dari suatu sindroma preeklampsia
dan komplikasi multiorgan.
Perdarahan intraserebral merupakan salah satu penyebab kematian pada
kasus eklampsia. Angka kejadiannya sekitar 50-65% dari kasus eklampsia.
Hasil autopsi dari wanita yang meninggal dengan eklampsia didapatkan
adanya serebral edema, mikroinvasi, ptechiae, nekrosis fibrinoid arteri
serebral, perdarahan subkortikal, perdarahan kecil subarakhnoid. Pasien-
pasien dengan lesi ini jarang meninggal di bawah 6 jam setelah kejang
pertama. Tetapi pada wanita, biasanya di atas 30 tahun dapat tiba-tiba
menjadi koma dan meninggal dalam 3-24 jam akibat perdarahan masif pada
ganglia basalis, pons atau lobus sereberal (jarang). Dengan pemeriksaan EEG
dapat menunjukkan gambaran epilepsi abnormal, sedangkan dengan CT scan
dan MRI bisa didapatkan gambaran normal atau edema difus pada area fokal
perdarahan atau infark. Adanya peningkatan temperatur tubuh sampai 39 C
atau lebih adalah konsekuensi dari perdarahan intrakranial. Kematian
mendadak dapat terjadi bersamaan dengan kejang atau beberapa saat setelah
kejang akibat perdarahan yang masif.
Sejak publikasi Schauta pada tahun 1881 dan baru-baru ini oleh penelitian
yang dilakukan oleh Govan et al, telah diketahui bahwa pendarahan otak
adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan eklampsia. Apa yang
telah kurang ditekankan dalam literatur kebidanan terbaru adalah bahwa
pendarahan otak juga merupakan penyebab terbanyak morbiditas ibu dan
mortalitas pada pasien dengan preeklamsia berat.
Pada pasien - pasien dengan preeklamsia berat dan eklamsia, terutama
dengan hipertensi sistolik berat lebih dari 160 mm Hg atau hipertensi
diastolik seharusnya dapat juga dikatakan sebagai darurat hipertensi. Pasien-
pasien ini tampaknya telah layak status ini meskipun kebanyakan dari
mereka (80%) tidak menunjukkan tekanan diastolik berkelanjutan atau lebih
dari 105 mm Hg sebelum stroke.
27
Pada tahun 1978 teks klasik, Chesley menulis bahwa "salah satu tujuan
utama dari pengelolaan preeklampsia berat dan eklampsia adalah untuk
mengurangi risiko perdarahan pada otak. Selain itu, ia termasuk di antara
tujuan utamanya dari manajemen untuk pasien dengan preeklamsia tidak
hanya untuk mencegah kejang, tetapi juga untuk mencegah perdarahan
serebrovaskular.
Ketika autoregulasi cerebral terganggu, ekstravasasi interstitial protein dan
cairan akan diharapkan untuk menyebabkan edema vasogenik vascular bed,
dapat pecah dan perdarahan.
Pasien yang terkena akan mengekspresikan tanda-tanda progresif cepat dan
gejala dari sindrom neurologis yang dikenal sebagai ensefalopati hipertensif
yang ditandai dengan sakit kepala, mual, gangguan penglihatan, gangguan
sensorium, tanda-tanda neurologis fokal dan kejang. Setidaknya ada 2 garis
penalaran memberikan dukungan bagi pendapat ini. Satu adalah bahwa
dalam pengalaman kita dan perdarahan otak relatif jarang terjadi pada wanita
dengan eklampsia, bahkan dengan hipertensi berat yang berkelanjutan.
Stroke juga terjadi jarang dalam total populasi ibu hamil yang tekanan
sistolik melebihi 160 mm Hg setiap saat selama antepartum, intrapartum,
atau manajemen postpartum. Yang kedua adalah temuan menarik dari
karakteristik cepat memburuk sindrom HELLP di banyak pasien yang
diteliti. Patofisiologi yang dapat melukai pelindung yang normal sistem
penghalang darah-otak di otak sementara juga menyebabkan atau
berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Sebuah angka dari laporan kasus
konsisten dengan kemungkinan ini telah diterbitkan baru-baru
menggambarkan sistem saraf pusat kelainan pada pasien dengan sindroma
HELLP. Subpopulasi tertentu pasien mungkin sangat rentan dengan ICH ,
seperti remaja, ibu hamil tua atau pasien akut berkembang sindrom HELLP.
Pengunaan deksametason intravena agresif pada pasien mengembangkan
sindrom HELLP dapat menghindari morbiditas pada pasien.
28
Rujukan
1. Cunningham FG, McDonald PC, Gant NF, Leveno KJ. Giltrap III LC. Williams Obstetrics.
23rded. New York: Mc Graw-Hill; 2010: 735.
2. Miller DA. Hypertension in preganncy. In: Decherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufe N.
Current diagnosis and treatment obstetrics and gynaecology. 11th ed: Lange Mc Graw-
Hill;2012:321-7.
3. Pangemanan WT. Diagnosis dini dan prediksi hipertensi dalam kehamilan. Dalam: Makalah
lengkap POGI cabang Palembang PIT VI Surakarta, 1991; 1-28
4. Early postpartum eclampsia complicated by subarachnoid haemorrhage, cerebral oedema and
acute hydrocephalus. Southern African Journal of Anaesthesia & Analgesia - November 2013 19-
22.
5. Chakrabarty A, Shivane A. Pathology of intracerebral hemorrhage. ACNR. 2008;8: 20-21.
6. Lain KY , Roberts JM. Management of preeclampsia. In : Ransom SB, Evans MI, Dombrowski
MP, Ginsburg KA. Contemporary therapy in obstetrics and gynecology. Philadelphia. W.B
SaundersCompany, 1997: 43-48.
7. American college of obstetricians and gynecologists. Diagnosis and management of preeclampsia
and eclampsia, ACOG practice bulletin. No. 33. 2002;33.
8. Sibai BM, El-Nazer A, Gonzale-Ruiz AR. Severe preeclampsia-eclampsia in young primigravid
women: subsequent pregnancy outcome and remote prognosis. Am J Obstet Gynecol.
1986;155:1011.
9. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro T. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2008.
10. Datta S. Management of high risk pregnancy.Third edition. New York: Springer-Verlag Inc; 2004.
11. Batra S, Dagar S, Seema. Hypertensive emergencies in pregnancy. In: Goswani D, Bhasin S, Batra
S. Obstetrics and gyencological emergencies. Jaypee. New Delhi. 2012:45-60.
12. Departemen Obstetri dan GinekologiFK Unsri/RSMH. Standar prosedur operasional. Palembang;
2012.
13. Norwitz ER,Dong Shu C, Repke JP, Acute complications of preeclampsia in Clinical Obstetric
and Gynecology : Lippincott Williams & Wilkins. Inc; vol 45 ; 2.308-329:2002
14. Lee MJ, Hickenbottom S. Cerebrovascular disorders complicating pregnancy, 2012. Available at
:http://www.uptodate.com/contents/cerebrovascular-disorders-complicating-pregnancy
15. Liu S, Joseph KS, Liston RM, et al. Incidence, risk factors, and associated complications of
eclampsia. Obstet Gynecol 2011; 118:987.
16. Karkata MK, Kristanto H. editors. Panduan penataaksanaan kasus obstetri.1 sted. Pelawa Sari:
Denpasar :Himpunan Kedokteran Fetomaternal; 2012. p. 50-78
17. Sibai BM, Ramadan MK, Chari RS, Friedman SA. Pregnancies complicated by HELLP
syndrome: subsequent pregnancy outcome and long-term prognosis. Am J Obstet Gynecol 1995;
172:125.
18. Adriaansz G, Winkjosastro H, Waspodo D. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Edisi I.
Jakarta: JNPKKR-POGI-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000; 89-91
19. Joseph P. Broderick, MD; Harold P. Adams, Jr, MD; William Barsan, MD; William Feinberg,
MD†; Edward Feldmann, MD; James Grotta, MD; Carlos Kase, MD; Derek Krieger, MD;Marc
Mayberg, MD; Barbara Tilley, PhD; Joseph M. Zabramski, MD; Mario Zuccarello, MD .
Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage A Statement for
30
Healthcare Professionals From a Special Writing Group of the Stroke Council, American Heart
Association. Stroke. 1999;30:905-915