Anda di halaman 1dari 33

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

A. Membantu Hubungan Perawat-Klien

Hunbungan perawat klien lebih dari hubungan mutual. Hubungan tersebut merupakan

proses dimana campur tangan dalam kehidupah klien menetapkan tingkah laku yang lebih

efektif.

Hubungan klien perawat adalah suatu proses dinamis yang meliputi usaha kolaborasi

perawat dan klien untuk mengatasi masalah dan untuk meningkatkan kesehatan dan

kemampuan beradaptasi (Potter & Perry, 2005). Varcarolis dalam Intan (2005),

menyebutkan pengertian dari hubungan yaitu : Relationship adalah proses interpersonal

antara dua atau lebih orang pada keseluruhan kehidupan kita menemui orang dalam setting

yang bervariasi dan membagi berbagai macam pengalaman.Perawat menggunakan

komunikasi interpersonal untuk mengembangkan hunbungan dengan klien yang dapat

meningkatkan pemahaman mereka sebagai manusia seutuhnya. Hubungan yang membantu

ini adalah teurapetik, yang meeningkatkan iklim psikologis yang membawa perubahan dan

pertumbuhan klien yang positif. Meskipun perawat banyak mendapat kepuasan dari

hubungan, klien harus menjadi penerima utama dan penentu keuntungan.

 Bentuk hubungan

Secara umum, bentuk dari hubungan dibagi dalam :

a. Hubungan social

Hubungan social bertujuan untuk bersahabat,social,kesenangan atau menyelesaikan tugas.

Kebutuhan bersama dipenuhi selama hubungan social seperti berbagi ide, perasaan, dan

pengalaman. Keterampilan komunikasi meliputi memberikan nasihat dan kadang-kadang

memenuhi kebutuhan dasar, seperti meminjam uang dan membantu pekerjaan. Sering hanya
superficial.selama interaksi social peran mungkin berganti. Dalam hubungan social, terdapat

sedikit penekanan dalam hal evaluasi dari interaksi yang dilakukan.

b. Hubungan intim

Terjadi diantara dua individu yang mempunyai komitmen emosional antara satu dengan yang

lain. Dalam hubungan ini sering kali mereka peduli tentang kebutuhan untuk pertumbuhan

dan kepuasan. Dalam hubungan ini pula, kebutuhan bersama dipenuhi dan keinginan

keintiman serta fantasi dibagi. Orang mungkin ingin membina hubungan intim untuk

beberapa alasan : menjadi ayah, kepuasan seksual atau emosi, kesamaan ekonomi, memiliki

secara social, dan penurunan kesepian. Meskipun fenomena transference dan

countertransference terjadi, mereka biasanya tidak mengakui atau menguraikan dalm

hubungan ini.

c. Hubungan terapeutik

Hubngan terapeutik berbeda dari hubungan diatas dimana perawat memaksimalkan

keterampilan komunikasi, pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan pribadi untuk

meningkatkan pertmbuhan klien. Fokus hubungan adalah pad aide klien, pengalaman dan

perasaan klien.

d. Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan ekplorasi dan evaluasi secara

periodik terhadap tingkah perubahan klien. Peran tidak akan berubah dan hubungan tetap

konsisten berfokus pada masalah klien.

Keterampilan komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan fenomena yang terjadi dalam

hubungan terapeutik merupakan alat yang penting sekali dalam pembentukan dan
pemeliharaan hubungan, kebutuhan diri klien diidentifikasi dan pendekatan alternatif

penyelesaian masalah dibuat serta keterampilan koping baru mungkin dikembangkan.

King cit.Varcarolis (1990) Menggambarkan hubungan terapeutik sebagai pengalaman

belajar baik bagi klien dan perawat. Dia mengidentifikasi empat tindakan yang harus diambil

di antara perawat dank lien :

1. Tindakan diawali oleh perawat.

2. Respon reaksi dari klien.

3. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan.

4. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan

hubungan.

 Tujuan hubungan

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003), tujuan terapeutik yang diarahkan pada

pertumbuhan klien meliputi :

a. Realisasi diri, pengalaman diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri

b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi

c. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung dan mencintai

d. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal

yang realistis

 Hubungan Perawat – Pasien – Dokter

 Tiga unsur manusia dalam keperawatan yang saling berhunganadalah :

Perawat – Pasien – Dokter.

 Dalam hubungan timbal balik ini perawat dan dokter tidak bisadipisahkan dalam pemberian

layanan kesehatan kepada klien yang berkualitas.


 Persamaan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan adalah sasaran pelayanannya manusia.

 Sedangkan perbedaannya, ilmu kedokteran bersifat Fathernalistik (figur seorang bapak,

pemimpin dan pembuat keputusan).Sedangkan keperawatan bersifat Mathernalistik yang

mencerminkanfigur ibu (Mother Instinc) dalam memberikan asuhan keperawatandengan

kasih sayang dan bantuan (Helping Relationship).

 Model Hubungan

1. Aktivitas – Positifistis

Dokter berperan aktif, klien berperan pasif, tepat diterpkan pada klien anak-anak, bayi, pasien

tidak sadar, koma, pasien pada kedaruratan. Biasanya dokter bersifat otoriter, pasienkurang

diperhatikan.

2. Hubungan Membantu

Klien yang mengalami gangguan / masalah kesehatan akanmencari bantuan kepada dokter

untuk mengatasi masalah,dan dokter yang memiliki pengetahuan kedokteran akanmemberi

bantuan kepada klien dalam mengatasi maslahkesehatan.

3. Partisipasi Mutual

Individu memiliki hak yang sma / kesejajaran antara umatmanusia merupakan nilai yang

tinggi. Pada model inimencerminkan azas demokrasi. Interaksi yang dilakukanmerupakan

interaksi dari masing-masing individu yangmemiliki hak yang sama (sejajar) dalam

memperoleh pelayanan, saling membutuhkan, dan interaksi yang dilakukan memberikan

kepuasan kedua belah pihak.Dalam hal ini peran dokter membantu klien menolong

dirisendiri. Peran ini penting untuk mengenal diri klien dankemampuan diri klien, serta

menjelaskan bahwa manusiamemiliki kemampuan untuk tumbuh dan


berkembang.Keperawatan bersifat menghargai martabat individu yangunik atau berbeda satu

dengan yang lain, membantukemampuan dalam menentukan dan mengatur diri sendiri.

 Hubungan Perawat, Dokter dan Klien

Dalam pelayanan kesehatan, perawat menjalin hubungannyadengan dokter dan klien,

dalam hal ini ada beberapa peran perawatyaitu :

 Peran Independent (mandiri).

Peran perawat dalam memberikan askep dapat dipertanggung jawabkan secara mandiri oleh

perawat.

 Peran Dependent (tergantung dokter).

Peran dalam melaksanakan peran pemberian obat-obatan dantanggung jawab penuh oleh

dokter.

 Peran Kolaborasi (interdependent).

Peran dalam melakukan pelayanan kesehatan bekerja samasebagai tim work dengan tim

kesehatan lain.

Untuk mendapatkan perlindungan hukum pada tindakan (perandependent), perawat dan

dokter perlu berkomunikasi yang jelasdan diketahui oleh kedua belah pihak.

Contohnya, The Standing Order Dokter memberi kepercayaankepada perawat untuk

pemberian obat-obatan tertentu, dalam jangka waktu tertentu.

 Hubungan Perawat, Klien dalam Kontek Etis


Kondisi yang dihadapi klien merupakan penentu peran perawat terhadap klien. Seorang

klien dalam situasi tertentu,mempunyai tujuan tertentu, begitu juga perawat, dalam situasi

tertentu memiliki tujuan tertentu. Hubungan perawat dan klien mendasari nilai dan martabat

manusia, pengembangan rasa terpercaya, pengukuran pemecahan masalah (Problem Solving)

dan kolaborasi. Dalam hubungan in perawat bisa berperan sebagai konselor, sebagai

pengganti orang tua, saudara kandung, temansebagai pasien dalam mengungkapkan perasaan-

perasaannya. Jadi,dalam hal ini hubungan perawat dengan klien bersifat alamiah.Dalam

interaksi antar perawat dan klien masing-masingmemiliki kesepakatan dan persetujuan

dimana klien mempunyai peran dan hak, begitu juga perawat mempunyai peran dan

hak sebagai perawat. Dalam setiap hubungan, perlu didahului dengan kontrak dan

kesepakatan bersama, sehingga kesepakatan ini bisa menjadi parameter dalam perawat

memutuskan setiaptindakan etis.

 Hubungan Perawat dan Klien

Kehadiran dan Kepedulian (Noddings)

Hadir saat klien membutuhkan, bisa diartikan sebagaikepedulian terhadap kesejahteraan

seseorang, memnumbuhkanrasa percaya, kepedulian terhadap satu sama lain dan sikap positif

yang bisa meningkatkan kesehatan. Bila kehadiran dan kepedulian menjiwai pelayanan

kesehatan, seluruh tantangan lingkungan akan berubah sehingga tercipta terapi yang adekuat,

klien juga menghargai, berbangga menjadi bagian dari upayalayanan kesehatan.

Penghargaan yang datang dari klien terhadap kehadiran kepedulian akan menimbulkan

perasaan tenang dan puas atas pelayanan keperawatan yang telah di berikan kepada klien

yang dirawat dalam RS tertentu. Kehadiran kepedulian seringkal imembantu proses

penyembuhan. Menerima kehadiran kepedulian meningkatkan kesejahteraan klien melalui

transformasi keberadaan mereka di dunia.


Contoh, Ketika perawat menyuntik dengan tenang, akan memberikan perasaan nyaman dan

mengurangi kecemasan, sehingga waktudisuntik klien tidak menjalani ketegangan otot dan

tidak merasakan nyeri pada bekas suntikan.

1. Dimensi Hubungan Membantu Perawat-Klien

a. Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsisemosional,

dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harusdi implementasikan

dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yangdibentuk oleh dimensi responsif.

1) Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatnuntuk

memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,1998, h.41)

mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:

a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan idealdiri (cita-

cita/keinginan klien).

b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.

c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat Konfrontasi seharusnyadilakukan

secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukankonfrontasi perawat

perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya denganklien, waktu yang tepat,

tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasisangat berguna untuk klien yang

telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2) Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajarifungsi

klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien

dan berkeinginan membantu dengan segera.\

3) Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dansikapnya

sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukunganklien. Melalui

penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,1987, h.134)

ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klienmenurunkan tingkat

kecemasan perawat klien.

4) Katarsis emosionalKlien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya

untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji

kesiapanklien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan

mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan

perasaannya jika berada pada situasi klien.

5) Bermain peranMembangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien

kedalamhubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi

darisudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang

barudalam lingkungan yang aman.

a. Rasa Percaya

Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain akan memberi

bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika sedang diperlukan. Hubungan yang

mempercaya ini tidak dapat berkembang kecuali jika klien percaya bahwa perawat ingin
merawat demi kebaikan klien sendiri. Komunikasi perawat dengan klien yang tidak sadar

rasa percaya dapat tumbuh pada klien jika perawat dapat menunjukan semua tindakan ingin

membantu klien serta dengan komunikasi yang baik pula. Untuk meningkatkan rasa percaya

klien, perawat harus bertindak secara konsisten, dapat dipercaya dan kompeten. Kejujuran

dalam memberikan informasi kepada klien juga dapat membantu terjadinya rasa percaya.

b. Empati

Empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan membantu. Rasa

empati yaitu merasakan, memahami kondisi klien pada saat itu. Empati adalah kemampuan

untuk memahami dan memasuki kerangka referensi klien (Haber at al, 1994). Rasa empati ini

sangat membantu hubungan terapeutik perawat dengan klien. Dari point ini perawat dapat

menjadi pemotivasi terhadap klien dengan adanya rasa empati, hubungan yang terjalin akan

menjadi lebih efektif. Empati juga membantu klien untuk menjelaskan dan mengkaji perasaan

mereka sehingga pemecahan masalah dapat terjadi.

c. Perhatian

Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, merupakan dasar untuk

hubungan yang membantu. Perawat menunjukkan perhatian dengan menerima klien

sebagaimana mereka adanya dan menghargai mereka sebagai individu. Perawat menghargai

pasien yang tidak sadar selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien tetap mengetahui apa

yang perawat komunikasikan selayaknya ia sadar. Klien akan merasakan bahwa perawat

menunjukan perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga

meningkatkan rasa percaya dan mengurangi kecemasan. Penghilangan kecemasan dan stress

akan meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu penyembuhan.

d. Autonomi
Autonomi adalah kemampuan mengontrol diri. Perawat dituntut untuk tidak menyepelekan

hal ini. Setiap manusia itu unik dan tiada yang sama. Perawat harus berusaha mengontrol diri

terhadap hal-hal yang sensitif terhadap klien. Pada pasien yang tidak sadar, perawat harus

berhati-hati untuk berbicara hal yang negatif di dekat klien, karena hal itu sangat berpengaruh

terhadap klien.

e. Mutualitas

Mutualitas meliputi perasaan untuk berbagi dengan sesama. Perawat dan klien bekerja

sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan. Perasaan untuk merasakan bahwa kita saling

membutuhkan dapat menumbuhkan hubungan yang membantu dalam komunikasi terapeutik.

Akan terjalin rasa percaya pada klien terhadap perawat yang dapat membantu penyembuhan

klien.

b. DIMENSI RESPON

Dimensi respon yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 (empat) :

1. Kesejatian

Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri kita yang

sebenarnya.Kesejatian dipengaruhi oleh :

a. Kepercayaan diri

Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mampu menunjukkan

kesejatiannya pada pada saat keadaan yang tidak nyaman dimana kesejatian yang ditampilkan

akan mengakibatkan resiko yang tertentu.

b. Persepsi terhadap orang lain.


Apabila seorang melihat orang lain meempunyai kekuatan yang lebih besar dan menguasai

kita akan mempengaruhi bagaimana kita akan menampilkan seperti apa diri kita yang

sebenarnya.

c. Lingkungan.

d. Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana seseorang berada dimuka publik

(auditorium, panggung, dan lain-lain) akan mengakibatkan seseorang merasa sulit untuk

menunjukkan seperti apa dirinya yang sebenarnya. Wakyu yang terbatas juga akan

mengakibatkan seseorangtidak mampu menunjukkan siapa dia yang sebenarnya.

 Contoh :

Ada seseorang klien yang menyukai anda sebagai perawat di sebuah bangsal. Dia

menanyakan nomor telepon anda, sering memandang anda dengan mesra, dan berusaha

membuat kotak badan yang sering. Dia bahkan akan mengundang anda untuk makan

malam.Sebagai perawat,

Pikiran anda : Saya harus memberikan pelayanan yang professional.

Perasaan anda : Capek juga nih orang, sebenarnya saya juga suka, tapi … (terdapat

inkongruen antarapikiran dan perasaan).

Bagaimana anda menunjukkan kesejatian tanpa meninggalakan keprofesionalas sebagai

perawat ?

 Contoh respons :

“yah … mungkin saya akan pergi dengan anda, … kita lihat saja nanti.

(Respons ini kurang tepat karena tidak ada kejelasan didalamnya akan maksud dari perawat)

“Semua lelaki sama saja, … anda menangani perawat seperti bermain sesuatu. Diamlah tuan,

… saya punya pekerjaan”. (Respon ini menunjukkan keagresifan perawat)


“saya senang menerima undangan anda setelah anda pulang dari rumah sakit. Meskipun

begitu, saat anda disini saya ingin membuat hubungan dimana saya merasa member anda

dank klien lain asuhan keperawatan yang terbaik. Saya ingin menangani semua klien dengan

sama karena saya piker tidaklah adil untuk menunjukkan kefavoritan kepada anda. Dapatkah

anda mengerti posisi saya ?” (Respon kesejatian tanpa meninggalkan profesionalisme

perawat)

2. Empati

Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah

memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi

mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain.

 Beberapa aspek dari empati antara lain :

a. Aspek Mental

Kemampuan melihat dunia orang lain dengan menggunakanparadigma orang lain tersebut.

Aspek mental juga berarti memahami orang tersebut serta memahami orang tersebut secara

emosional dan intelektual.

b. Verbal

Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi

emosi klien. Aspek verbal dalam menunjukkan memerlukan hal-hal :

1. Kekuratan ;

Merupakan ketetapan pengungkapan verbal terhadap perasaan atau masalah klien.

2. Kejelasan
Ungkapan empati harus jelas mengenai topik tertentu dan sesuai dengan apa yang dirasakan

orang yang kita beri empati.

3. Kealamiahan

Perawat menggunakan kata-kata sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain.

4. Mengecek

Fungsi dari mengecek adalah untuk mengetahui apakah response empatik yang kita lakukan

tersebut efektif.

c. Aspek non verbal

Aspek non verbal yang diperlukan adalah kemampuan menunjukkan empati dengan

kehangatan dan kesejatian.

1. Kehangatan;

Kehangatan yang ditunjukkan secara non verbal antara lain :

a. Kondisi muka;

 Dahi : rileks, tidak ada kerutan.

 Mata : kontak mata yang nyaman, gerakan mata natural.

 Mulut : rileks, tidak cemberut dan menggit bibir, tersenyum jika perlu, rahan rileks.

 Ekspresi : tampak rileks, tidak ada ketakutan, kekhawatiran, menunjukkan perhatian dan

ketertarikan.

b. Kondisi postur/sikap.

 Tubuh : berhadapan, parallel dengan lawan bicara.


 Kepala : duduk atau berdiri dengan tinggi yang sama, menganggukkan kepala jika perlu.

 Bahu : mudah digerakkan dan tidak tegang

 Lengan : mudah digerakkan, tidak memegang kursi atau tembok.

 Tangan : tidak memegang atau menggenggam diantara keduanya, tidak mengetuk-ngetuk

pena/bermain dengan objek

 Dada : napas biasa, tidak nampak menelan.

 Kaki : tampak nyaman, tidak menendang.

 Telapak kaki : tidak mengetuk.

 Hal-hal yang dapat merusak kehangatan :

 Melihat sekeliling pada sedang berkomunikasi dengan orang lain.

 Mengetuk dengan jari.

 Mundur tiba-tiba.

 Tidak tersenyum.

 Hambatan dalam menunjukkan kehangatan antara lain :

 Terburu-buru.

 Emosi berlebihan.

 Shock/terkejut.

 Penilaian tentang orang lain sehingga membuat kita menjadi mengalihkan perhatian pada

masalah kita sendiri.

2. Kesejatian

Kesejatian merupakan kesamaan respons non verbal dan respons verbal serta ketertarikan dan

perhatian dengan lawan bicara.


3. Respek/hormat

Respek mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan kepedulian/perhatian, rasa suka,

dan menghargai klien,. Perawat menghargai klien seorang yang bernilai dan menerima klien

tanpa syarat (Stuart dan Sundeen, 1995).

Dengan respek maka perawat akan dapat mengakui kebutuhan orang lain untuk

dipenuhi, dimengerti dan dibantu dalam keterbatasan waktu yang dimiliki oleh perawat.

 Perilaku respek dapat ditujukkan dengan (Smith, 1992) :

a. Melihat kearah klien.

b. Memberikan perhatian yang tidak terbagi.

c. Memelihara kotak mata.

d. Senyum pada saat yang tidak tepat.

e. Bergerak kearah klien.

f. Menentukan sapaan yang disukai.

g. Jabat tangan atau sentuhan yang lembut.

4. Konkret

Yang spesifik dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan,

pengalaman, dan tindak lakunya. Fungsi dari dimensi ini adalah daapt mempertahankan

respons perawat terhadap perasaan klien, penjelasan dengan akurat tentang masalah dan

mendorong klien dan memikirkan masalah yang spesifik.

 Contoh :
o Klien : “Aku tidak akan punya masalah jika orang-orang tidak menggangguku.

o Mereka : “membuat aku marah karena mereka tahu bahwa aku sangat berperasaan

halus.”

o Perawat : “Siapa yang ingin membuat kamu marah ?”

o Klien : “Keluargaku. Orang berpikir berada dalam keluarga besar merupakan berkah.

Itu adalah kutukan.”

o Perawat : “Apakah kamu dapat memberi saya contoh dari seseorang yang membuatku

marah di rumah?”

2. Fase Hubungan membantu Perawat-Klien

Hubungan membantu di tetapkan dan di pertahankan oleh perawat profesional.

Hubungan adalah sesuatu yang bersifat resiprokal; perawat dan klien saling berhubungan

ketika mereka bergerak ke arah hubungan terapeutik. Hubunngan yang membantu

bergeraktanpa mengenal waktu ketika kliendan perawat berinteraksi, namun hubungan

membantu tidak sama dengan proses keperawatan.

Proses keperawatan adalah suatu seri tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah

kesehatan klien. Hubungan membantu adalah suatu ikatan yang membuat perawat menjadi

lebih efektif dalam menjalankan proses keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk

mengarahkan klien melalui hubungan yang membantu untuk meyakinkan bahwa seluruh

kebutuhan klien terpenuhi. Tatangan bagi perawat adalah untuk menetapkan hubungan yang

membantu dalam waktu yang menimal dengan waktu denag memasukkan komunikasi efektif

yang melibatkan klien, keluarga dan tim perawatan kesehatan.

a. Fase Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi

dengan klien. Anda perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan yang anda miliki. Jika

merasakan ketidakpastian maka anda perlu membaca kembali, diskusi dengan teman

sekelompok atau diskusi dengan tutor. Jika saudara telah siap, maka anda perlu membuat

rencana interaksi dengan klien.

1) Evaluasi diri

Coba pertanyaan berikut :

a) pengetahuan yang say miliki tentang keperawatan jiwa?

b) yang akan saya ucapkan saat bertemu dengan klien?

c) Bagaimana respon selanjutnya jika klien diam, menolak, marah atau inkoheren?

d) pengalaman interaksi dengan klien yang negatif/buruk/ tidak menyenangkan? Jika ada,

lakukan dengan koreksi dengan cara membaca cara-cara berhubungan dengan klien.

Konsultasi dengan pembimbing klinik, diskusi dengan teman sekelompok.

e) Bagaimana tingkat kecemasan saya? Jika cemas ringan , lakukan interaksi. Jika cemas

sedang, usahakan sampai anda dapat mengatasi kecemasan.

2) Penetapan tahapan hubungan /interaksi

Berikutnya perlu ditetapkan tahapan hubungan anda berikutnya:

a) Apakah pertemuan/kontak pertama?

b) Apakah pertemuan lanjutan?

c) Apakah tujuan pertemuan? Pengkajian/observasi/pemantauan/ tindakan keperawatan

terminasi?

d) Apa tindakan yang saya akan lakukan?

e) Bagaimana cara melakukannya?

3) Rencana interaksi
a) Siapkan secara tertulis rencana percakapan yang akan anda lakukan pada saat berhubungan

dengan berkomunikasi bersama klien.

b) Teknik komunikasi apa yang anda akan terapkan, kaitkan dengan tujuan anda melakukan

hubungan dengan klien. Hal ini berhubungan dengan tahapan hubungan yang akan dilakukan.

Teknik observasi apa yang perlu saudara lakukan selama berhubungan dengan klien.

c) Langkah- langkah tindakan prosedur yang akan dikerjakan (SOP)

d) Setelah anda belajar membuat rencana interaksi berarti anda sudah siap bertemu dan

berkomunikasi dengan klien.

b. Fase perkenalan/Orientasi

a. Fase perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang anda lakukan saat pertama kali bertemu dengan klien.

Hal- hal yang perlu dilakukan adalah :

a) Memberi salam;

Assalamu alaikum/selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan latar belakang social

budaya yang disertai dengan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

b) Memperkenalkan diri perawat;

“Nama saya Isara, saya senang dipanggil Isara”

c) Menanyakan nama klien;

“Nama Bapak/ibu/Saudara siapa, apa panggilan kesayangannya”

d) Menyepakati pertemuan (kontrak);

Bunyi kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan kebersediaan klien untuk bercakap-

cakap (tempat bercakap-cakap dan lama percakapan).

 Contoh kominikasi :

“Bagaimana kalau kita kita bercakap-cakap”


“Ayo kita bercakap-cakap”

“Di mana kita duduk?” (Sebutkan)

“Ayo kita duduk di sana.” (Sebutkan)

Jika di klinik/ rumah sakit langsung katakana “silahkan duduk!”.

Jika di kamar klien, saudara langsung duduk disamping klien.

e) Menghadapi kontrak;

Pada pertemuan awal saudara perlu melengkapi penjelasan identitas saudara sehingga saat

interaksi klien percaya pada saudara.

 Contoh komunikasi :

“Saya perawat yang bekerja di…., saya yang akan merawat Yanti selama 3 hari.”(Contoh jika

panggilan sayangnyan Yanti) “Dimulai saat ini s.d …, saya dating jam 07.00 dan pulang jam

14.00”.

Klien menyepakati tujuan interaksi :

“Saya akan membantu Yanti untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi”.

“Kita bersama-sama menyelesaikan masalah yang Yanti hadapi”.

f) Memulai percakapan awal;

Pada awalnya focus percakapan adalah pengkajian keluhan utama atau alasan masuk rumah

sakit. Kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keluhan utama. Jika

mungkin melengkapi format pengkajian proses keperawatan.

 Contoh komunikasi untuk mengkaji keluhan utama.

o Untuk melengkapi identitas saudara :

“Apa yang terjadi di rumah sampai Yanti dibawa kemari”

“Apa yang Yanti rasakan sampai datang kemari?”

“Apa yang Yanti susahkan saat ini?”


“Apa masalah yang Yanti rasakan?”

o Jika klien tidak menjawab :

“Saya tidak dapat membantu jika Yanti tidak mau menceritakan hal yang Yanti hadapi.

Tampaknya Yanti belum mau cerita, kita duduk saj bersama.” (10 menit).

g) Menyepakati masalah klien;

Setelah pengkajian, jika mungkin pada akhir wawancara sepakati masalah atau kebutuhan

klien.

 Contoh komunikasi :

“Dari percakapan kita tadi tampaknya Yanti…. ” (Sesuai dengan kesimpulan

masalah/kebutuhan yang dimiliki klien).

o Gunakan bahasa yang dimengerti klien, misalnya :

“Tampaknya Yanti tidak nafsu makankarena merasa nyeri pada ulu hati” (untuk masalah

Gastritis); “Tampaknya Yanti kelihatan sesak nafas” (untuk masalah asma)

h) Mengakhiri perkenalan;

c. Fase Orientasi

Fase orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan

fase orientasi adalah memvalidasi kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan

keadaan klien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan

dengan hal yang telah dilakukan bersam klien.

a) Member salam;

Sama dengan fase perkenalan.

b) Memvalidasi keadaan klien;


“Bagaimana perasaan Yanti hari ini?”

“Coba Yanti ceritakan perasaannya hari ini!”

“Adakah hal yang terjadi selam kita tidak bertemu? Coba ceritakan!”

c) Mengingat kontrak;

 Setiap berinteraksi dengan klien dikaitkan dengan kontrak yang pertemuan sebelumnya.

“Yanti masih ingat jam berapa kita bertemu hari ini/pagi ini/siang ini/sore ini?”

 Sesuai dengan janji kita yang lalu kita akan bertemu jam…. (sebutkan sesuai perjanjian) ”

“Yanti masih ingat apa yang akan kita bicarakan/lakukan sekarang?”

“Sesuai dengan janji kita yang lalu sekarang saya akan memberikansuntikan lagi.”

“Sesuai dengan penjelasan saya tadi, sekarang ibu akan saya bantu latihan batuk efektif”.

 Jika klien dapat menyebutkan waktu,tempat,topic pembicaraan, anda wajib memberikan

pujian (reinforcement). Fase orientasi selalu diikuti oleh fase kerja dan terminasi sementara.

Oleh karena itu komunikasinya dapat berupa kalimat berikut :

“Baiklah sekarang kita akan bicarakan tentang cara mengatasi tidak nafsu makan/cara

mengelola nyeri yang ibu rasakan (dan lain-lain dengan masalah klien)”.

d. Fase kerja

Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan

rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan

dicapai.

Tujuan tindakan keperawatan adalah :


a) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya , perilakunya, perasaanya,

pikirannya. Tujuan ini sering disebut tujuan kognitif.

 Contoh :

“Apa yang menyebabkan Yanti cemas?”

“Apa tanda/gejala yang Yanti rasakan saat cemas?”

“Kapan saja Yanti merasakan cemas?”

“Apa yang Yanti rasakan saat merasa cemas?”

b) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara mandiri

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan efektif dan

psikomotor.

 Contoh :

“Apa yang Yanti Lakukan saat cemas?”

“Apa yang Yanti lakukan saat jantung berdebar-debar?”

“Apa dengan cara itu masalah Yanti selesai?”

“Apa dengan cara itu debar jantung hilang?”

“Apa kira-kira cara lain yang lebih baik?”

“Bagaimana kalau kita bicarakan beberapa cara baru?” Jelaskan!

“Yanti ingin mencoba cara yang mana?” Baik saya akan beri contoh (lakukan demonstrasi).

“Coba Yanti tiru cara tadi.” ”Bagus, Yanti dapat melakukan dengan baik. Bagaimana kalau

Yanti coba sendiri. ”

c) Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan.

 Contoh :

“Bagaimana rasa nyeri ibu?”


“Saya bantu untuk mencoba cara mengurangi rasa nyeri.”

“Pertama : ibu dapat mengalihkan pikiran pada pengalaman yang menyenangkan, atau

membaca, atau mendengar musik, atau bercaap-cakap.”

“Kedua : latihan nafas dalam-dalam.” (beri contoh)

“Ketiga : mengusap daerah tertentu.” (beri contoh)

“Mari kita coba.” (Bantu klien melakukannya, beri pujian jika dapat melakukan)

“Bagaimana perasaan ibu?”

Nah, ibu dapat mencobanya pada saat nyeri, namun jika tidak berhasil panggil perawat.”

d) Melaksanakan pendidikan kesehatan.

 Contoh :

“Sesuai dengan janji kita tadi pagi, saya akan memberi penjelasan tentang cara merawat tali

pusat bayi baru lahir.”

Jelaskan tentang merawat tali pusat bayi baru lahir (jelaskan dengan alat bantu [lembar

balik/leaflet/booklet]).

“Ada pertanyaan Bu? Ada yang kurang jelas?”

“Ibu dan keluarga boleh mencoba melakukanya di rumah. Terima kasih”.

e) Melaksanakan kolaborasi.

 Contoh :

“Bu, sekarang sudah pukul 12.00, saatnya ibu mendapat suntikan.”

“Ibu,miring kesebelah kiri.”

“Sedikit sakit Bu (katakan pada saat akan menyuntik), tarik napas dalam Bu,ya,sudah.”

“Bagaimana Bu?”
f) Melaksanakan observasi dan monitoring.

 Contohnya

“Bu, sesuai dengan keadaan suhu Ibu yang tinggi maka setiap dua jam saya akan mengukur

suhu,nadi, dan pernafasan ibu.”

“Sekarang saya akan ukur suhu ibu di ketiak.” Kemudian perawat meletakkan thermometer di

ketiak klien, dan katakan pada klien : “dijepit ya Bu!”

“Saya ambil ya Bu, sekarang Ibu istirahat lagi,nanti dua jam lagi saya datang”.

e. Fase terminasi

Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan klien. Terminasi dibagi dua,

yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.

1) Terminasi sementara;

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien. Pada terminasi

sementara, perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan,

misalnya : 1 (satu) atau 2 (dua) jam pada hari berikutnya.

 Isi percakapan

 Evaluasi hasil;

“Coba Yanti sebutkan hal-hal yang sudah kita bicarakan.”

“Apa saja yang telah Yanti dapat dari percakapan tadi?”

 Tindak lanjut;

“Bagaimana kalau Yanti coba lakukan nanti di ruangan?”

“Yang mana yang ingin Yanti coba?”

 Kontrak yang akan dating


 Waktu :

“Kapan kita ketemu lagi?”

“Bagaimana kalau nanti jam… kita bertemu lagi?”

“Kita akan bertemu lagi besok pagi.”

 Topik :

“Apa saja yang akan kita bicarakan nanti/besok.”

“Bagaimana kalau kita bicara…” (sebutkan)

2) Terminasi akhir

Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit atau saudara selesai praktek

dirumah sakit.

 Isi percakapan :

 Evaluasi hasil

“Coba sebutkan kemampuan yang didapat setelah dirawat disini”

“Apa saja yang sudah Yanti ketahui selama dirawat disini”

“Saya melihat Yanti sudah dapat melakukan……”

(Sebutkan sesuai hasil observasi pada tiap diagnosa keperawatan)

 Tindak lanjut

“Apa rencana kegiatan Yanti dirumah”

“Aupa gejala dan tanda yang perlu diperhatikan dirumah”

 Kontrak yang akan dating

Hal yang sama dengan 1,2,3 dilakukan pada keluarga


3. Cara Lternatif Komunikasi pada Manusia.

 Media Pendidikan Alternatif Pendidikan Bagi Anak Autis

I. PENGERTIAN

Istilah Autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri “Isme” yang berarti

suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autistik adalah

suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan

aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada

autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir.

Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan

20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu

(savant).

Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang :

1. Komunikasi

2. Interaksi sosial

3. Gangguan sensoris

4. Pola bermain

5. Perilaku

6. Emosi

Apa Penyebab Autistik?

Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada

terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik yang mirip

dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam

satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama.


Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang buruk;

perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel

otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi

pemahaman, komunikasi dan interaksi.

Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan pencernaan

dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autistik ini mempunyai sistem

pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung

terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak

semua berubah menjadi asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek

asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik,

peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan

dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan gliadorphin, yang

mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang

terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku.

II. KARAKTERISTIK

Anak autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:

1. Komunikasi:

 Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

 Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna,

 Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

 Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain

 Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.


 Senang meniru atau membeo (echolalia).

 Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti

artinya.

 Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal)

sampai usia dewasa.

 Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya

bila ingin meminta sesuatu.

2. Interaksi sosial:

 Penyandang autistik lebih suka menyendiri.

 Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan

 Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.

 Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh

3. Gangguan sensoris:

 Sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk

 Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

 Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda

 Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Pola bermain:

 Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,

 Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,

 Tidak kreatif, tidak imajinatif

 Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar

 Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,
 Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-

mana.

5. Perilaku:

 Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif).

 Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,

mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke

pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang.

 Tidak suka pada perubahan.

 Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong

6. Emosi:

 Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan.

 Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.

 Kadang suka menyerang dan merusak.

 Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.

 Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

III. IDENTIFIKASI

1. Diagnosa Autisme

Waktu adalah bagian terpenting. Jika anak memperlihatkan beberapa gejala diatas

segera hubungi psikolog klinis, dokter ahli perkembangan, anak, psikiater anak atau

neurologis khusus autistik dan gangguan perkembangan yang akan membuat suatu

assesstment/pengkajian yang diikuti dengan penegakan diagnosa. Jika terdiagnosa dini, maka

anak autistik dapat ditangani segera melalui terapi-terapi terstruktur dan terpadu. Dengan

demikian lebih terbuka peluang perubahan ke arah perilaku normal


 Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?

Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-

beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas

reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula

anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk

dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki

kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih

membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas

perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan

kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah

guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten.

 Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?

Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan

serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-

masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode.

Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus

visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi

mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi

pilihan. Alat Bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok.

2. PENGOBATAN

Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan

anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama belajar melalui permainan.

Bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain, tariklah anak dari perilaku dan
ritualnya yang sering diulang-ulang, dan tuntunlah mereka menuju kegiatan yang lebih

beragam. Misalnya, orang tua mengajak anak mengitari kamarnya, kemudian tuntun mereka

ke ruang yang lain. Orang tua perlu memasuki dunia mereka untuk membantu mereka masuk

ke dunia luar.

Kata-kata pujian karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, kadang tidak

berarti apa-apa bagi anak autis. Temukan cara lain untuk mendorong perilaku yang baik dan

untuk mengangkat harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan

mainan kesukaannya jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak autis belajar

lebih baik jika informasi disampaikan secara visual (melalui gambar) dan verbal (melalui

kata-kata). Masukkan komunikasi augmentatif ke dalam kegiatan rutin sehari-hari dengan

menggabungkan kata-kata dan foto, lambang atau isyarat tangan untuk membantu anak

mengutarakan kebutuhan, perasaan dan gagasannya.

Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak autis berbicara. Tetapi sebagian anak

autis tidak dapat bermain dengan baik, padahal anak-anak mempelajari kata-kata baru melalui

permainan. Sebaiknya orang tua tetap berbicara kepada anak autis, sambil menggunakan

semua alat komunikasi dengan mereka, apakah berupa isyarat tangan, gambar, foto, lambang,

bahasa tubuh maupun teknologi. Jadwal kegiatan sehari-hari, makanan dan aktivitas favorit,

serta teman dan anggota keluarga lainnya bisa menjadi bagian dari sistem gambar dan

membantu anak untuk berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya.

 Program intervensi dini

Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program

intervensi dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok
penghalang interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain melalui

cara menunjuk jari, mengguanakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta kata-kata.

Program intervensi dini menawarkan pelayanan pendidikan dan pengobatan untuk

anak-anak berusia dibawah 3 tahun yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik

atau kognitif.

a. Program intervensi dini terdiri dari:

 Terapi fisik dan terapi okupasional (pengobatan dengan memberikan pekerjaan/kegiatan

tertentu)

 Terapi wicara dan bahasa

 Pendidikan masa kanak-kanak dini

 Perangsangan sensorik.

Program intervensi dini akan membantu orang tua dan anak autis pindah dari

intervensi dini ke dalam sistem sekolah umum. Program ini juga akan membantu memilihkan

lingkungan yang paling tepat untuk pendidikan anak autis, apakah di sekolah biasa atau di

kelas khusus anak austik yang menawarkan pendidikan dan pelayanan pengobatan yang lebih

intensif dengan jumlah murid yang terbatas.

Program pendidikan untuk anak autis sangat terstruktur, menitikberatkan kepada

kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi serta teknik pengelolaan perilaku positif. Strategi

yang digunakan di dalam kelas sebaiknya juga diterapkan di rumah sehingga anak memiliki

lingkungan fisik dan sosial yang tidak terlalu berbeda. Dukungan pendidikan seperti terapi

wicara, terapi okupasional dan terapi fisik merupakan bagian dari pendidikan di sekolah.

REFERENSI :
 Budi Anna Keliat,Hubungan & komunikasi Terapeutik

-Stuart & Sundeen.

 Potter & Perry (2005). Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGD.

 Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikanKanus, W.A.

Et.al. (1986).

 An evaluation of outcome from intensive care in major medical centers. Ann Intern Med

104, (3):410Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983).

Anda mungkin juga menyukai