Anda di halaman 1dari 105

PEDOMAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

INFEKSI RS ‘AISYIYAH SITI FATIMAH TULANGAN SIDOARJO

TAHUN 2014/2015

1
DAFTAR ISI

Surat Keputusan Direktur Tentang PPI …………………………………… 3


BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………... 6
A. Latar Belakang ……………………………………………………. 6
B. Tujuan……………………………………………………………… 8
C. Ruang Lingkup ……………………………………………………. 8
D. Batasan Operasional ………………………………………………. 9
E. Jenis Penyakit Menular …………………………………………… 12
1. AIDS …………………………………………………… 12
2. SARS ………………………………………………….. 14
3. TBC ……………………………………………………. 17
4. MRSA ………………………………………………….. 19
F. Kegiatan PPIRS ………………………………………………. 22
1. Surveilens ……………………………………………… 22
2. Kebersihan Tangan ………………………………........ 41
3. APD …………………………………………………… 45
4. CSSD …………………………………………………… 52
5. Dekontaminasi …………………………………………. 61
6. Kewaspadaan Standart dan Berdasarkan Transmisi……. 61
7. Management RISK PPI ……………………………….. 63
8. Kohorting …………………………………………….. 66

9. Pengelolaan Kebersihan lingkungan ………………….. 71

10. Pengelolaan Linen …………………………………… 75


11. Antibiogram …………………………………………. 79
12. Upaya Kesehatan Karyawan …………………………. 79
13. Pemeriksaan Swab dan Kultur ………………………… 70
BAB II STANDART KETENAGAAN ……………………………… 92
A. Kualifikasi Ketenagaan ……………………………………....... 92
B. Uraian Tugas ……………………………………………………… 93
C. Distribusi Ketenagaan ……………………………………………… 98
BAB III STANDART FASILITAS ………………………………………. 99
A. Fasilitas bagi Petugas …………………………………………. 99
B. Fasilitas bagi Pelayanan ………………………………………. 107

2
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ……………………………… 108
BAB V LOGISTIK ……………………………………………………….. 109
BAB VI KESELAMATAN KERJA ……………………………………… 112
BAB VII KESELAMATAN PASIEN ……………………………………. 113
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU …………………………………….. 115
BAB IX PENUTUP ………………………………………………………… 122
Lampiran – lampiran
Lamp 1.Gambar Penanganan Tumpahan Darah
Lamp 2. Tabel Desinfeksi
Lamp 3. Tabel Cara Membuat Larutan Clorin
Lamp 4. Tabel ASA Score
Lamp 5. Tabel Daftar Tilik Penyakit Menular
Lamp 6. Tabel Daftar Tilik Penggunaan APD

3
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RS ‘AISYIYAH SITI FATIMAH SIDOARJO

NOMOR: ........
Tentang
PEDOMAN PELAYANAN
PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS ‘AISYIYAH SITI FATIMAH SIDOARJO

DIREKTUR RS ‘AISYIYAH SITI FATIMAH SIDOARJO

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit


‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap gugus tugas/ unit
pelayanan yang ada;
b. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
salah satu gugus tugas/ unit pelayanan di RS ‘Aisyiyah Siti Fatimah
Sidoarjo yang harus mendukung pelayanan rumah sakit secara
keseluruhan maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu tinggi.
c. bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur
tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
RS ‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a,
b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah
Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Keputusan Pengurus ......... Nomor ................................................
tentang Penetapan Struktur Rumah Sakit Aisyiyah Siti Fatimah
Sidoarjo
3. SK Pengurus ........... Nomor: ...........................................................
tentang Pengangkatan dr.Dedy Tri Soetjahjono sebagai Direktur RS
‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo Periode …………..
4. SK Direktur RS ‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo Tentang
Kebijakan Pelayanan RS ‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo.

4
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RS ‘AISYIYAH SITI FATIMAH
SIDOARJO Tentang PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI.RS ‘AISYIYAH SITI FATIMAH
SIDOARJO
Kedua : Pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS ‘Aisyiyah
Siti Fatimah Sidoarjosebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh Direktur RS ‘Aisyiyah Siti
Fatimah Sidoarjo
Keempat : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di .......tanggal ........


RS ‘AISYIYAH SITI FATIMAH SIDOARJO

Dr.Dedy Tri Soetjahjono


Direktur,

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator bagi
pengukuran tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya mengendalikan
infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister
dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik. Tantangan
dalam pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering disebut disiplin
epidemiologi rumah sakit.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang besar,
khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat
lain serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif berkurang,
kebjiakan penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta sentralisasi
sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat.
Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi nosokomial dan pergeseran
resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang sistematik
dalam penggunaan infeksi nosokomial, dengan adanya Komite Pengendalian Infeksi dan
profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program pengumpulan data, pendidikan,
konsultasi dan langkah-langkah pengendalian infeksi yang terpadu. Keberhasilan program
pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh efektivitas proses komunikasi untuk
menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi tersebut kepada seluruh
karyawan rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis, para penderita yang dirawat
maupun berobat jalan serta para pengunjung Rumah Sakit ’Aisyiyah Siti Fatimah
Sidoarjo.
Upaya pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit ’Aisyiyah Siti Fatimah
Sidoarjo
bersifat multidisiplin, hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk
mematuhi prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain.
2. Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang
rendah supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.

6
3. Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kejadian infeksi supaya lebih bijaksana
4. Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko
penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang
dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai.
5. Device: peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya
pakaian pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo
melalui pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh semua
departemen/ unit dengan meliputi kualitas pelayanan, management resiko, clinical
governace, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Tujuan Khusus
 Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan
tugas,wewenang dan tanggung jawab secara jelas.
 Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan
lain secara efektif dan efisien.
 Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.
 Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPIRS P’Aisyiyah Siti
Fatimah Sidoarjo.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
 Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi
 Pelayanan surveilens PPI
 Hand Higiene sebagai bariier protection.
 Penggunaan APD
 Pelayanan CSSD
 Pelayanan Linen
 Pelayanan Kesehatan karyawan
 Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf,pengunjung dan pasien
 Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan
IPSRS.
 Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan
 Pelayanan management resiko PPI
 Antibiogram dan pola kuman RS ‘Aisyiyah Siti Fatimah Sidoarjo
7
 Penggunaan bahan single use yang di re-use

D. Batasan Operasional
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Surveilens
2. Kebersihan Tangan
3. APD
4. CSSD
5. Dekontaminasi
6. Kewaspadaan Standart dan Berdasarkan Transmisi
7. Management RISK PPI
8. Kohorting
9. Pengelolaan Kebersihan lingkungan
10. Pengelolaan Linen
11. Antibiogram
12. Upaya Kesehatan Karyawan
13. Pemeriksaan Swab dan Kultur

E. Jenis Penyakit Menular


1. Konsep dasar penyakit
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk
indonesia, ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari (Community Acquaired
Infection) atau berasal dari (Hospital Acquired Infection). Karena seringkali tidak
bisa secara pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital
Acqured infeksi) diganti (HAIs) yaitu healthcare assosiated infections dengan arti
lebih luas tidak hanya terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang
lain juga tidak terbatas pada pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas
yang didapat saat melakukan tindakan medis atau perawatan. Batasan
a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, namun tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak
dalam keadaan suspectibel pasien dan petugas dapat mengalami kolonisasi
dengan dengan kuman patogen tanpa mengalami rasa sakit tetapi menularkan
kuman tersebut ke orang lain (sebagai carrier).
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme
dimana terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.

8
c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme)
yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang
lain secara langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya
dolor, kalor, rubor , tumor dan fungsiolesa.
f. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma)
Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang
merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sitemik. Kriteria SIRS bila
ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut: (1) hipertermi atau hipotermia, (2)
takikardia sesuai usia, (3) takipneu sesuai usia, (4) leukositosis atau leukopenia
atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10 %. SIRS
dapat terjadi karena infeksi atau non infeksi seperti luka bakar, pankreatitis, atau
gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan oleh infeksi disebut sepsis.
2. Rantai penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan, apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi
dapat dicegah atau dihentikan.
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia, dapat berupa bakteri, virus, riketsia, jamur, dan parasit. Ada 3 faktor
yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: virulensi, patogenesis, jumlah dosis
obat.
b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan pada orang lain, reservoir yang paling
umum adalah manusia, binatang, tumbuhan, tanah, air dan bahan bahan organik.
Pada manusia sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran napas, pencernaan
dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir, pintu
keluar meliputi saluran napas, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit,
membran mukosa, trasplacenta dan darah serta cairan tubuh lainnya.
d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi (1) kontak langsung
dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) Vehicle; makan, minuman,
darah (5) vektor biasanya binatang pengerat dan serangga.
e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh pejamu (yang
supectibel) dapat melalui saluran pernapsan, pencernaan, perkemihan atau luka.

9
f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya
tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi, faktor yang mempengaruhi
umur, usia, status gizi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier
(kateter, implantasi), dilakukan tindakan operasi.
3. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi
a. Peningkatan daya tahan pejamu.
Dengan pemberian imunisasi (vaksin Hepatitis B), promosi kesehatan nutrisi
yang adekuat.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh fisik dengan pasteurisasi atau
sterilisasi ataupun memasak makanan hingga matang. Kalau kimia dengan
pemberian clorin pada air dan desinfeksi .
c. Memutus rantai penularan.
Dengan menerapkan tindakan pencegahan dengan menerapkan kewaspadaan
isolasi dan kewaspadaan transmisi
d. Tindakan pencegahan paska pajanan.
Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
dan cairan tubuh lain yang dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya
hepatitis B, C dan HIV.
4. Jenis penyakit menular
1. AIDS

Pengertian

Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena
terinfeksi HIV (Human Imunodefisiency Virus).

Penyebab

Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe, tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2
(HIV-2)

Klasifikasi infeksi AIDS

1. Infeksi Akut.
a. Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV.
b. Pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu
setelah kontak.
c. Patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi reaksi imunitas
terhadap masuknya HIV. Saat ini pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap

10
virus HIV masih ( - ) tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat
infeksius.

2. Infeksi kronik asimtomatik


a. Lamanya dapat bertahun tahun

b. Tanpa gejala, kemungkinan tubuh masih dapat mengkompensasi

3. PGL (PERSISTREN GENERALIZED LYMPHADENOPATHY)


Terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang semetris.sering terjadi
pembesaran limpa di leher posterior dan anterior. Kelompok ini berkembang
menjadi AIDS kira-kira 10-30 % dalam jangka waktu 24- 60 bulan.

Cara penularan HIV

1. Penularan melalui hubungan seksual

2. Penularan melalui darah

3. Penularan secara perinatal

Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yaitu;

 Cairan vagina
 ASI
 Air mata
 Air liur
 Air seni
 Air ketuban
 Dan cairan cerebrospinal
Gejala dan tanda

Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV
dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara
bermakna baru AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala – gejala
seperti:

 Diare yang berkelanjutan


 Penuunan berat badan secara drastis
 Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak
 Batuk terus menerus
2. Flu burung

Dibagi menjadi 4 sebab:

11
a) Seseorang dalam penyelidikan
Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukanpenyelidikan
epidemiologi kemungkinan terinfeksi H5N1, misal orang sehat namun kontak
erat dengan kasus atau penduduk sehat namun tinggal di daerah flu burung,
adapun gejala yang ditimbulkan:

 Batuk
 Sakit tenggorokan
 Pilek
 Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :
1. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak
erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti merawat,
berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam jarak  1 meter.

2. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak


erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti memasak,
menyembelih atau membersihkan bulu).

3. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak


erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti
membersihkan kotoran, bahan atau produk lain.

4. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak


erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) mengkonsumsi
produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna.

5. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak


erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) memegang atau
menangani sampel hewan atau manusia yang dicurigai mengandung
H5N1.

6. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak


erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) atau binatang
selain unggas yang terinfeksi (babi atau kucing)

7. Ditemukan leukopeni.

8. Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI


menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A tanpa
subtipe.

9. Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk


pada serial foto.
12
 Infeksi selaput mata
 Diare atau gangguan pencernaan.
 Fatigue
b) Kasus suspek.
c) Kasus probabel
Dengan kriteria. :

1. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan


pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.
2. Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi spesifik H5
dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke
lab rujukan)
d) Kasus konfirmasi
Dengan kriteria :

1. Isolasi virus H5N1 positif


2. Hasil PCR H5N1 positif.
3. Peningkatan  4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen.
4. Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil  7 hari setelah
awitan gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi konvalesen harus
pula  1/80 .
5. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1  1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke  stelah awitan disertai hasil positif uji serologi
lain,mis titer HI sel darah merah kuda  1/160 atau western blot spesifik
H5 positif.
Pencegahan

1. Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi,atau burung terinfeksi.


2. Menghindari peternakan unggas.
3. Hati hati ketika menangani unggas.
4. Memasak ddengan suhu 60C selama 30 menit,atau 80C selama 1 menit)
5. Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :
 Setelah memgang unggas
 Setelah memegang daging unggas
 Setelah memasak
 Sebelum memasak
Pengobatan

13
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi gejala
dan komplikasi yang terinfeksi.

Macam obat:

1. Amantadine
2. Rimatadine
3. Oseltamivir (tamiflu)
4. Zanavir (relenza)
3. TUBERKULOSIS (TBC)

Penyebab

TBC disebabkan oleh kuman/ basil tahan asam (BTA) yakni micobacterium
tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab dan gelap. Beberapa
jenis micobakterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia
(matipik). Hampir semua oirgan tubuh dapat terserang bakteri ini seperti kulit,
otak, ginjal, tulang dan paling sering paru.

Epidemiologi

Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India


dan Cina, diperkirakan penduduk dunia terinfeksi Tb secara laten. Di indonesia
diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian setiap tahun.

Faktor resiko

HIV, DM, Gizi kurang, kebiasaan merokok.

Cara penularan

Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak.

Masa Inkubasi

Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes
tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2-10 minggu. Resiko menjadi TB
paru dan TB ekstrapulmoner progresif infeksi primer umumnya terjadi pada
tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup. Pada pasien
dengan imun defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.

Masa penularan

14
Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung
BTA, penularan berkurang apabila pasien menjalani pengobatan adekuat selama
minimal 2 minggu, sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan
pasien dengan persisten AFB positif dapat menjadi sumber penularan sampai
waktu lama.

Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi


kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk/bersin, dan tindakan medis beresiko
tinggi seperti intubasi dan bronkoskopi.

Gejala klinis

 Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu /lebih.


 Batuk berdahak
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Sering demam
 Nafsu makan menurun
 Penurunan berat badan
 BTA (+)
Pengobatan

Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT) dengan


metoda DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi oleh pengawas
minum obat. Untuk pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan pemberian 4
macam obat setiap hari selama 2 bulan berturut-turut terdiri rif, inh, pza,dan
etambutol diikuti inh dan rif 3 kali seminggu selama 4 bulan.
Pencegahan

 Penemuan dan pengobatan TB


 Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi
 Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi

4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aereus)

Adalah salah satu tipe bakteri stapylococus yang ditemukan pada kulit dan
hidung dan kebal terhadap antibiotika. Jumlah kematian MRSA lebih banyak
dibandingkan AIDS.

Saat ini ada 2 tipe :

1. Health care asosiated (HA –MRSA)

15
Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit.

2. Community asosiated (CA-MRSA)


Yang baru ini ditemukan ditempat-tempat umum, fitness, loker-loker, sekolah
dan perabotan rumah tangga.

Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah,
jika daya tahan tubuh baik tidak akan menimbulkan gejala. Bakteri yang dibawa
si pasien menyebar dan berpindah pada orang lain dengan cara kontak kulit dan
menyentuh barang yang terkontaminasi. Stapylococcus menimbulkan gejala
seperti infeksi kulit, jerawat, bisul, abses atau gigitan serangga, ini biasa
menyebabkan bengkak, merah dan nyeri. Bakteri ini dapat menembus kulit
sampai dengan menimbulkan infeksi di tulang, sendi, aliran darah, jantung dan
paru yang bias mengancam jiwa.

Penyebaran MRSA

1. Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
2. Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga
yang MRSA
3. Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih
4. Menyentuh hidung dari penderita MRSA
Tanda dan gejala

1. Infeksi luka
2. Bisul
3. Folikel rambut yang terinfeksi
4. Impetigo
5. Kulit yang sakit seperti digigit serangga
Diagnose

Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan
dikultur untuk S aureus. Juka S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry)
bakteri tersebut kemudian terkena antibiatikyang berbeda termasuk Meticilin
dan S aureus tumbuh dengan baik di Meticilindalam kultur yang disebut MRSA.
Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
merupakan pembawa MRSA (Screning untuk carrier) tetapi sample kulit atau
selaput lendir hanya diswab tidak dibiopsi.

Pengobatan MRSA

16
Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti
menyebar infeksi kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA
yang tahan terhadap antibiotik banyak akan sulit untuk mengobati namun
beberapa antibiotik berhasil mengendalikan infeksi tapi jarang.

Tindakan pencegahan

1. Kebersihan tangan sesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung


anda.
2. Bila batuk terapkan etika batuk
3. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup
kain kasa, ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah.
4. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces dan
urine
5. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita
MRSA.
6. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang
lainnya.
7. Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengan sabun dan
clorin 0,5%.

F. Kegiatan pelayanan PPI RS


1. Surveilens
Adalah suatu pengamatan yang sistematis, efektif dan terus menerus terhadap timbulnya dan
penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya penyebaran penyakit :

1. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda-tanda tidak dalam masa inkubasi infeksi
tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit. Apabila tanda- tanda infeksi
sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat, maka perlu diteliti masa inkubasi dari
infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari
mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi
infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial:

1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada pada
waktu masuk rumah sakit.

17
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis, sifilis) dan
baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran .
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :

1. Kolonisasi yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit, selaput lender, luka terbuka) yang tidak
memberikan gejala dan tanda klinis.
2. Inflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan zat non infeksi
seperti zat kimia.
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:

1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit, sehingga jumlah dan jenis kuman
penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling sederhana
seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi.
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotika, akibat penggunaan
berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien, petugas ke lingkungan yang dapat
menularkan kuman pathogen.
6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.
Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari :

1. Petugas rumah sakit.


2. Pengunjung pasien.
3. Antar pasien itu sendiri.
4. Peralatan yang dipakai dirumah sakit.
5. Lingkungan.
1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan.
2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
4. Melindungi petugas.
5. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan petugas .
1. HAP (hospital aquared pneumonia) dan VAP (Ventilator associated pneumonia).

HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien dirawat
dirumah sakit setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita
penyakit infeksi saluran napas bawah.HAP dapat diakibatkan karena tirah baring yang lama
(koma, tidak sadar, tracheostomi, refluk gaster).

2. VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian
ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi

18
saluran napas.

Kriteri pneumonia :

1. Bunyi pernapasan yang menurun /pekak, ronchi basah pada daerah paru.
2. Produksi sputum banyak dan purulen.
3. Hasil X – ray adanya densitas paru (infiltrate).
4. Demam >38  C dan batuk.
5. Pemeriksaan cedían sputum ditemukan peningkatan lekosit (>25/LPK)
Pada orang dewasa dan anak >12 bulan didapatkan :

1. Bunyi napas menurun pekak,ronkhi basah pada daerah paru.


 Sputum purulens baru dan perubahan warna sputum.
 Biakan kuman dan biakan darah ()
 Isolasi kuman patogen atau aspirasi trakea.
2. Hasil X – Ray ada infiltrasi paru, konsolidasi, cavitasi, efusi pleura baru secara progresif
ditambah salah satu ini:

- Sputum purulen dan perubahan dan perubahan sputum.


- Isolasi kuman dan biakan darah (+).
- Isolasi kuman patogen aspirasi tracea ,sikatan brokus atau biopsy (+).
- Titer IgM atau IGG spesifik meningkat
- Isolasi antigen virus (+) sekresi saluran pernapasan .

Pada umur kurang dari 12 tahun:

- Didapatkan 2 atau lebih: apneu, takipneu, bradikardia,wheezing, ronchi basah, batuk ditambah
satu diantaranya sebagai berikut:

1. Produksi sputum atau sekresi pernapasan meningkat dan purulen.


2. Isolasi kuman dan biakan kuman (+).
3. Isolasi kuman aspirasi tracea /brokus/biopsi (+).
4. Isolasi/antigen virus (+) dalam sekresi saluran pernapasan.
5. Titer IgM dan IgG spesifik meningkat 4x .
6. Tanda pneumonia pada pemeriksaan hispatologi.
Faktor penyebab :

1. Lingkungan
- Legionella, klebsiella, P aerogenesa, Amuba baumi.
- Makanan, Muntahan.
2. Peralatan
- NGT
19
- ET
- Suktion kateter
- Peralatan bronchoscopi
- Peralatan pernapasan
3. Manusia
- Haemofilus influenza
- Stapilococus Aereus
- Stapilococcus pnemonia
- MDR stains
Faktor-faktor resiko :
1. Kondisi pasien sendiri
- Usia > 70 tahun
- Pembedahan (thorakotomi, abdomen)
- Penyakit kronis
- Penyakit jantung kongestif
- Penyakit paru obstruksi kronis
- Perokok
- Koma
- CVD
2. Faktor pengobatan
- Sedasi
-Anestesi umum
- Intubasi tracea
- Pemakaian ventilator mekanik yang lama
- Penggunaan antibiotika
- Penggunaan imunosupresif dan citostatika
Prinsip dasar pencegahan :
 Bila memungkinkan obati penyakit parunya baru melakukan tindakan operasi.
 Tinggikan posisi kepala 30- 45 .
 Bila tidak diperlukan hindari pembersihan jalan napas menggunakan suction kateter.
 Lakukan oral higiene menggunakan chlorhexidine 0,2 % setiap ganti shif.
 Ajarkan latihan batuk efektif dan napas dalam sebelum dan sesudah operasi.
 Lakukan perkusi dan postural drainage untuk merangsang batuk dan mengeluarkan lendir .
 Mobilisasi dini setelah operasi.
Peralatan ventilator

 Bersihkan permukaan alat secara rutine dengan menggunakan detergent netral.


 Penggunaan close suction diganti setiap 7 hari atau jika kotor.

20
 Breathing sirkuit,humidifier dan bakterial filter diganti 7 hari sekali atau jika kotor.
 Termovent hepafilter diganti setiap hari.
Populasi Beresiko HAP
1. Semua pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit.
2. Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan.
3. Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring perbulan.

Infeksi rate HAP =


Numerator x 1000=.....%

Denominator

 kasus HAP perbulan x 1000=.......%

 Hari rawat tirah baring perbulan.

Populasi beresiko VAP :

1. Terfokus spesifik diruang ICU,NICU,PICU.


2. Semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik.
3. Numerator adalah jumlah kasus yang terpasang ventilasi mekanik perbulan.
4. Denominator adalah jumlah hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.
Clinical Pulmonari Infection score ( CPIS)
Indikator Score

1 2 3

Sekresi trakea sedikit sedang banyak

Infiltrat Tidak ada Difus Terlokalisir

Suhu >36.5 &<38.4 >38.5 & 8.9 >39 &<36

Lekosit /mm >4000 &<11.000 <4000 atau 11.000 -

Pa O2 /FiO2 >240 /ARDS - <240 & bukan


ARDS

Infeksi rate VAP =

Numerator x 1000= .....%

Denominator
21
 kasus VAP perbulan x 1000 =........%

 Hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

3. ILI (Infeksi Luka Infus)

1. Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sbb :


a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi.
b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau berdasarkan
bukti hispatologik.
c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan
penyebab lainnya :
 Demam (>38° C), nyeri, eritema, atau panas pada vaskular yang terlihat.
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni mikriba.
 Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
d) Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.
e) Untuk pasien ≤ 1 tahun, minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa
ditemukan penyebab lain :
 Demam (>38°C rektal), hipotermia (<37 °C), apneu, bradikardia, letargia, atau nyeri,
atau panas pada vaskular yang terlibat dan
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskulartumbuh >15 koloni mikroba
 Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif
2. Petunjuk pelaporan ILI :
 ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari ujung kateter,
tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah maka dilaporkan sebagai ILI
bukan sebagai IADP.
 Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak ditemukan infeksi
lain dari bagian tubuh.
 Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif dilaporkan sebagai IADP
 Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga) hari sekali, sedangkan IV
LINE untuk bayi dan anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali.
A. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
B. Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
C. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.
D. Golden standart penegakan kasus infeksi adalah melalui kultur darah, setiap 3 bulan sekali dilakukan
kultur 3 responden setiap ruangan.
Cara menghitung ILI
Numerator x 1000 = ..........%
Denominator

22
Jumlah kasus ILI x 1000 = ........ %
Jumlah hari pemakaian alat
3. Populasi beresiko ILI :
1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam.
2) Lama penggunaan kateter, lama hari rawat, pasien dengan immunocompromise,
malnutrisi, luka bakar atau luka operasi tertentu.

4. Pencegahan ILI :
1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan.
2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.
3) Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan (lembab atau
kotor)
4) Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin jika tidak
diperlukan lagi.
4. ISK (Infeksi Saluran kemih)
Pengertian

Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang pada saat pasien masuk
rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu dirawat atau
sesudah dirawat.

Kebijakan

 Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan


 Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey
 Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :
a. Endogen : - perubahan flora normal
b. Eksogen : - prosedur yang tidak bersih / steril
- tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur
Macam-macam ISK
1. Infeksi Saluran Kemih Simtomatik
Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
* Salah satu gejala ini :
- Demam > 38 oC
- Disuria
- Nikuria (urgency)
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
23
Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme :
* Dua dari gejala :
- Demam 38 oC
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
* Dan salah satu tanda
- Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.
- Pluria (10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.
- Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentrifus.
- Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >
100.00 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.
- Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000
kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang sesuai.
- Diagnosis oleh dokter.
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

2. Infeksi saluran kemih asimtomatik


Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
* Memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala :
- Demam 38 oC
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri suprapubik
Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis
kuman.
* tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil
biakan >100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan
tak ada gejala :
- Demam 38 oC
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
3. Infeksi Saluran Kemih lain.

Dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperitoneal atau rongga
24
perinefrik) dengan salah satu kriteria dibawah ini :

 Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai
 Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara
hispatologis
 Dua dari gejala :
- Demam 38 oC
- Nyeri lokal pada daerah yang dicurigai
- Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan
 Dan salah satu dari tanda :
- Drainase purulen dari daerah yang dicurigai
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
 Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala :
- Demam 38 oC
- Hipotermia
- Apneu
- Bradikardi
- Disuria
- Letargi
- Muntah
 Dan salah satu dari tanda :
- Drainase purulen dari daerah yang dicurigai
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
4. Infeksi Saluran Kemih pada neonatus
 Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh
(gejala sama dengan sepsis)
 Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis
 Laboratorium: pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin dari punksi
suprapubik. Biakan urin positif kalau ditemukan kuman lebih dari 100.000/ml
urin.

5. Infeksi Saluran Kemih pada Anak

25
 Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas.
 Gejala: panas, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang-kadang
diare atau kencing yang sangat berbau.
 Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering
kencing dan ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas
seperti ngompol, sering kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang.
 Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli-
buli.
 Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa
berbeda.
 Diagnosis: Klinik dan laboratorik.
 Laboratorik: hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan
positif apabila jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila
melalui urin pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah
kuman dalam urin 100.000 atau lebih/ml urin.
 Pemeriksaan lainnya: sedimen urin terdapat piuria.

5. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )


Definisi
Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Kriteria infeksi aliran darah primer dapat
ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala / tanda berikut :
Klinis
1). Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
- Suhu > 38 oC, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika.
- Hipotensi, sistolik < 90 mmHg.
- Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam
Dan
Semua gejala / tanda yang disebut dibawah ini :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain.
- Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.

CATATAN :
- Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam
- Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal
2). Untuk bayi umur 12 bulan.
Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut tanpa penyebab lain :

26
- Demam > 380C
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100x/mnt
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Tidak terdapat tanda- tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

3) Untuk Neonatus
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara enam
gejala berikut :
- Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (< 37 oC) hipertermi ( 38oC )
dan sklerema.
- Sistem kardiovaskuler antara lain :
tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer buruk.
- Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali.
- Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea.
- Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.
- Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan.
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kuman.
- Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

4). Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan.
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :
1). Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan
infeksi ditempat lain.
2). Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
- Demam > 380C.
- Menggigil
- Hipotensi
- Oliguri
Dan

27
Satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan ) lain.
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravascular (
kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan sepsis.

Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejalaberikut :


- Demam > 380C
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100/mnt
Dan
Satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan lain )
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravaskuler (
kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi

CATATAN :
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :
1. Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari.
2. Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman.
3. Pintu masuk kuman jelas misalnya luka infuse.

Cara penghitungan :

Numerator x 1000 = ..........%

Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 = ........ %

Jumlah hari pemakaian alat kateter urine

5. ILO (Infeksi Luka Operasi)

Pengertian SSI
a. ILO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan )
b. ILO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fasia dan lapisan otot)

28
c. ILO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh.
Kategori operasi :
1) Operasi bersih,adalah operasi dilakukan pada daerah /kulit yang pada kondisi pra bedah tidak
terdapat peradangan dan tidak membuka traktus
respiratorius,gastroinestinal,orofaring,urinarius,atau traktus biliaris atau operasi terencana
dengan penutupan kulit primer atau tanpa pemakaian drain tertutup.
Kebijakan
a. Kriteria ILO superfisial :
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.
- mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)-
- Terjadi hal 2 sbb:
 Drainase bahan purulen dari insisi superficial
 Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara aseptic dari
tempat insisi superficial.
 Sekurang kurangnya terdapat :
- satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau
hangat pada perabaan.
- insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan
biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria ini.
 Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani pasien tersebut.
b. Faktor Risiko ILO
- Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier MRSA,
lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
- Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan, antibiotik profilaksis,
lama operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah, mandi sebelum
infeksi luka operasi.
c. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
d. Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
e. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.

Kategori resiko :
1. Jenis luka
 Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
 Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1
Keterangan :
- luka bersih : nontrauma ,operasi luka tidak infeksi,tidak membuka saluran
pernapasan dan genitourinari.
- Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan

29
genitourinari .
- Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka .
- kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal.
2. Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit.
Setiap jenis operasi berbeda lama opearasinya
 Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan. Skor 0
 Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1.
3. ASA score .
 ASA 1-2,skor :0
 ASA 3-5, skor :1
= X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu.
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Pencegahan ILO :
1. Pra bedah..
a. Persiapan pasien sebelum operasi.
 Jika ditemukan tanda -tanda sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari operasielektif dan jika perlu
ditunda sampai tidak ada infeksi.
 Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar operasi terdapat rambut
yang dapat mengganggu jalannya operasi (pencukuran dilakukan 1 jam sebelum operasi dengan
menggunakan alat cukur elektric.
 Kendalikan kadar gula darah pada pasn diabetes dan hindari kadar gula darah yang terlalu rendah
sebelum operasi.
 Sarankan pasien untuk berhenti merokok min 30 hari sebelum hari elektif operasi.
 Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2 % min 1 jam sebelum
operasi.
b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah :
 Kuku harus pendek dan jangan menggunakan kuku palsu.
 Lakukan kebersihan tangan bedah dengan chlorhexidine 4 % setelah kebersihan tangan tangan harus
tetap mengarah ke atas dan dijauhkan dari tubuh agar air mengalir dari ujung jari menuju
siku,keringkan tangan dengan handuk steril ,pakai saung tangan dan gaun steril.
c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi.
 Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda infeksi agar mendapatkan pengobatan.
d. Profilaksis anti mikroba .
 Pemberian anti mikroba hanya bila diindikasikan dan pilihlah yang paling efektif terhadap patogen
yang umum yang menyebabkan ILO pada operasi jenis tersebut yang direkomendasikan.
 Berikan dosis profilaksi awal melalui intravena 1 jam sebelum operasi sehingga sat dioperasi
30
konsentrasi bakterisida pada serum dan jaringan maximal.

2. Intra Bedah.
a. Ventilasi .
 Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah .
 Jangan menggunakan fogging dan sinar UV dikamar operasiuntuk mencegah ILO.
 Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk lewatnya peralatan bedah.
 Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.
b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan.
 Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 % dan biarkan 10 menit kemudian
bersihkan cairan tadi .
 Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor.
 Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergennt normal.
c. Sterilisasi instrumen bedah.
 Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.
 Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus digunakan segera seperti instrumen
jatuh saat operasi.
d. Pakaian bedah /drapes .
 Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar bedah saat operasi berjalan .
 Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.
 Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah ILO Ganti gaun bila tampak kotor dan
terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
 Gunakan gaun dan drape yang kedap air.
e. Teknik aseptik dan bedah.
 Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP,kateter anestesi spinal / epidural/ dan bila
menyiapkan obat- obatan steril.
 Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan.
 Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan homeostasis yang efektif,minimalkan jaringanyang
mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi operasi.
 Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup,letakan drain pd lokasi tubuh yang
terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera mingkin bila sudah tidahk dibutuhkan.
3. Paska Bedah;
 Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera laukakan penggantian verban.

 Lakukan mobilisasi sedini mungkin.


 Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan bergizi.

31
2. Kebersihan Tangan
Pedoman menkebersihan tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan
bagaimana melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk pembedahan, telah mengalami
perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun 1980 an.

Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan kebersihan tangan
memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).

Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang kepatuhan
tenaga kesehatan dalam menkebersihan tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan
menkebersihan tangan masih kurang, yaitu:

 Skin irritation
 Inaccessible handwashing supplies
 Being too bussy
 No thinking abut it

Kepatuhan menkebersihan tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari 50%, sedangkan Galleger
1999 melaporkan bahwa kepatuhan menkebersihan tangan tersebut :

Individu Patuh % Tidak Patuh %

Dokter 33 67
Perawat 36 64
Tenaga kesehatan lainya 43 57
Mahasiswa perawat 0 100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai
sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran mikroorganisme multiresisten serta
diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini
disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat
banyak.

Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap, berkemungkinan
kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian
besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti :
s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan melalui kontak
dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup
pula pada permukaan atas kulit dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai

32
sabun biasa dan air. Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO,
2004).

 Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran dan debris secara mekanis dari kulit
kedua belah tangan dan mereduksi jumlah mikroorganisme transient dengan menggunakan
bahan tertentu.
 Flora transien dan flora residen pada kulit .
Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien ,petugas lain,atau
permukaan lingkungan (meja,tensi,stetoskop atau toilet),organisme ini tinggal dilapisan luar
kulit dan terangkat saat kebersihan tangan.Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih
dalam serta didalam folikel rambut dan tidak hilang seluruhnya saat dilakukan pencucian
dan pembilasan keras dengan sabun dan air mengalirUntungnya pada sebagian kasus ,flora
residen kemungkinan kecil terkait dengan penyakit infeksi menular melalui udara seperti
flu burung .Tangan atau kuku petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh
organisme yang menyebabkan infeksi seperti S .Aureus,batang gram negatif.
 Sabun
Produk pembersih yang bergua untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga
membantu melepaskan kotoran,debris dan mikroorganisme yang meempel sementara di
tangan.sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara
mekanik,sementara sabun anti septik disamping membersihkan juga dapat membunuh
kuman
 Agen antiseptik
Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme baik
yang transien atau residen.
 Emolient
Cairan organik seperti gliserol,propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada
handrub berguna sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit.
 Air mengalir
Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk kebersihan tangan merupakan air
bersih bebas mikroorganisme ,memiliki turbiditas rendah (jernih ,tidak berbau )

Tujuan.

1. Membersihkan kedua tangan dari kotoran ,

2. Mereduksi jumlah microorganisme transient


 Jenis kebersihan tangan ada 4 macam;
1. Kebersihan tangan surgical.
2. Kebersihan tangan Aseptik
33
3. Kebersihan tangan sosial
4. Kebersihan tangan handrub
 5 moment kebersihan tangan :
1. Sebelum menyentuh pasien.
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
3. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
4. Setelah menyentuh pasien.
5. Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien

 Menggunakan 6 langkah kebersihan tangan


1. Petugas menggosok punggungdan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.sebanyak 4x
2. Petugas menggosok keduatelapak tangan dan sela-sela jari sebanyak 4x.
3. Jari –jari sisi dalam dari keduatangan petugas salingmengunci sebanyak 4x
4. Petugas menggosok ibujari berputardalam genggaman tangankanan dan lakukan sebaliknya
sebanyak 4x
5. Petugas menggosok dengan memutarujungjari– jari di telapak tangan kiri dansebaliknya
sebanyak 4x
6. Petugas menggosok dengan memutarujungjari– jari di telapak tangan kiri dansebaliknya
sebanyak

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan:


1. Kuku harus seujung jari tangan.
2. Cat kuku tidak diperkenankan
3. Bila tangan luka atau tidak intak ,harus diobati dan dibalut dengan
balutan yang kedap air.
4. Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai

3. APD
Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan berta
lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada staf yang bekerja p
unit perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, adanya AIDS dan HCV dan resurgence tuberkulosis
negara, memicu penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi staf .

Termasuk Alat pelindung Diri a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata (peri
kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap, masker, gaun dan ti
dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, bagaimanapun, terbuat dari kain yang d
bahan sintetik yang menahan air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh) menembusnya. Ba
tahan cairan ini, bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak negara, k

34
yang enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah bahan yang sering dipakai untuk paka
(masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan efek
cairan dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan
yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat sukar
makan waktu untuk dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau terang agar ko
kontaminasi dapat terlihat.

Macam APD :

1. Masker

2. Sarung tangan

3. Kaca mata,

4. Topi

5. Apron/celemek

6. Pelindung kaki

7. Gaun pelindung
8. Helm

1. Sarung tangan.

Tujuan memakai sarung tangan :

 Melindungi tangan dari kontak dengan darah,cairan tubuh,secret,eksekreta,mukosa,kulit yang utuh


dan benda-benda yang terkontaminasi.

Jenis sarung tangan :

a) Sarung tangan steril:

 Digunakan di IKO, poli gigi atau poli bedah

 Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif

 Penggunaanya sekali pakai.

b) Sarung tangan tidak steril

 Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan

 Digunakan saat akan bersentuhan dangan cairan atau mukosa tubuh atau bahan berbahaya

c) Sarung tangan rumah tangga

35
 Digunakan di linen, gizi, IPAL

 Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan khusus (piring yg licin,
mencuci linen yang tebal, dll)

3 saat petugas menggunakan sarung tangan :

1) Sebagai barieer protekif dan mencegah kontaminasi yang berat (saat akan menyentuh cairan
tubuh,sekresi,ekskresi,mukosa membran dan kulit yang tidak utuh.

2) Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas ke pada pasien (saat akan melakukan
tindakan aseptik atau menangani benda – benda yang terkontaminasi .

3) Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien lain(saat penggunaan sarung
tangan yang benar,krn sarung tangan belum tentu tidak berlubang walaupun kecil)

Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan;

- Kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.

- Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien .

- Hindari jamahan pada benda-benda lain.

- Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan harus dipahami.

2. Pelindung wajah.

- Tujuan : melindungi selaput lendir ,hidung,mulut,dan mata .

Jenis alat :

- Masker.

- Kaca mata.

- Face sheild.

3. Masker

Jenis masker:

a. Masker bedah

 Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi, poli bedah, VK

 Di ganti bila basah atau selesai pembedahan

 Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka

36
 Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu bekerja ,bicara, batuk atau bersin dan
juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung
atau mulut.

b. Masker khusus

 Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien yang mendapatkan imunosupresan
atau petugas atau pasien yang sakit batuk.

 Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi.

 Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker N95 maka untuk penggunakan diruang isolasi
TBC menggunakan masker bedah rangkap 2.

c. Masker biasa.

 Digunakan dalam keiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau (saat pengelolaan
sampah,kamar mandi,ipal dll)

 Digunakan saat menderita batuk pilek..

 Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau

(personal higiene,Membantu Bab,Bak,perawatan luka)

4. Gogless (kacamata)

 Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi.
Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata pengaman, pelindung muka dan
visor.

 Digunakan untuk prosedur bedah dan kemoterapi,mengosongkan drinage.

5. Apron (Clemek)

 Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi cipratan atau kontak
dengan cairan tubuh pasien.

 Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen , dapur, IPAL, Laboratorium,
VK.

 Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien (instrumen,urinal,pispot,bemgkok dll)


37
6. Gaun.

Tujuan :

- Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya yang
dapat mencemari baju.

Jenis Gaun :

- Gaun pelindung tidak kedap air.

- Gaun pelindung kedap air.

- Gaun steril.

- Gaun non steril.

Indikasi penggunaan gaun :

- Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran /kontaminasi pada pakaian petugas
seperti ;

 Seperti membersihkan luka bakar.

 Tindakan drainage.

 Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau Toilet.

 Menangani pasien perdarahan masif.

 Tindakan bedah.

 Perawatan gigi.

- gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien.

6. Pelindung kaki

Tujuan :

- Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhannalkes.

- Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan>

 Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan untuk
melindungi kaki dari:

a. Cairan atau bahan kimia yang berbahaya

38
b. Bahan atau peralatan yang tajam

7. Topi (penutup kepala)

 Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan berbahaya.

 Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat di
daerah steril dan juga sebaliknya melindingi kepala petugas dari bahan – bahan berbahaya dari pasien.

 Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas (operasi,pemasangan
kateter vena sentral.)

8. Helm

 Terbuat dari plastik

 Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan dengan bangunan.

9. Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung dilakukan ?
No. Kegiatan Cuci Sarung Jubah/ Masker/
tanga tangan Celeme Google
n Steri bias k
l a
Perawatan umum

1. Tanpa luka
 Memandikan / √ √
bedding
 Reposisi √ √
2. Luka terbuka
 Memandikan / √ √ K/P
bedding
 Reposisi √ √ K/P
3. Perawatan perianal √ √ √
4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P
5. Pemeriksaan fisik √ K/P
6. Penggantian balutan
 Luka operasi √ √ K/P K/P
 Luka decubitus √ √ K/P K/P
 Central line √ √ K/P K/P

39
 Arteri line √ √ K/P K/P
 Cateter intravena √ √ K/P K/P
Tindakan Khusus.

7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P


8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P
9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P
10. Pasang NGT √ √ √ K/P
11. Mengukur suhu axilia √ K/P
12. Mengukur suhu rectal √ √
13. Kismia √ √ K/P K/P
14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/P
Perawatan saluran nafas

15. Tubbing ventilator √ √ K/P


16. Suction √ √ K/P √ K/P
17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √ K/P
18. Perawatan TT √ K/P √√
19. PF dengan stethoscope √ K/P
20. Resusitasi √ √ √ √√
21. Airway management √ √ √
Perawatan Vasculer

22. Pemasangan infuse √ Lebi √ K/P K/P


h
baik
23. Pengambilan darah vena √ Lebi √ K/P K/P
h
baik
24. Punksi arteri √ Lebi √ K/P K/P
h
baik
25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √
26. Penggantian botol infuse √
27. Pelesapan dan penggantian √ √
selang infuse
28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √

40
29. Membuang sampah medis √ √ √
30. Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P

4. CSSD
Adalah membunuh semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial

AdalaPenguapan bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry heat dengan
menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan untuk proses
sterilisasi.

Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan efektif,
tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum 2001).
Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-
alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik
bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap
nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber
panas.

Kondisi Standar Sterilisasi Panas

Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada 121ºC; tekanan harus berada pada 106
kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau pada suhu
yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus berada pada 30 lbs/in²; 15 menit untuk alat
terbungkus.

Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak berbeda bergantung pada sterilisator
yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik.

Panas kering:

 170ºC selama 1 jam (total cycletime-meletakkan instrumen-instrumen di oven,


pemanasan hingga 170ºC, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5 jam),
atau

 160ºC selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).

Ingat:

 Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target

41
 Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih pendek,
hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk alat-alat
individual.

Kegiatan di unit CSD :

1. Unit CSSD berada diinstalasi kamar operasi


2. Jam penerimaan bahan yang akan disteril lagi dari ruangan
 Pagi pukul 07.00-08.00 WIB
 Siang pukul 14.00 -15.00 WIB
3. Ruangan CSD terdiri dari 4 area, seperti yang terlihat pada. Area ini adalah:

1. a. area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor”,

Di area ini, peralatan kotor diterima, dibongkar dicuci, dibilas dan dikeringkan.

Area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor” harus memiliki:

 sebuah konter penerimaan;1

 dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan dan satu untuk membilas) dengan
suplai air bersih; dan

 sebuah konter peralatan yang bersih untuk pengeringan

42
b. area kerja “bersih”
Di area kerja bersih, peralatan bersih:

 diperiksa barangkali ada catat atau kerusakan;


 dipak (bila terindikasi), baik disterilisasi maupun DTT; dan
 dikirim untuk disimpan seperti dalam bentuk dipak atau diangin-anginkan untuk
dikeringkan dan dimasukkan dalam wadah steril atau DTT.

Area kerja bersih harus mempunyai:


 meja besar;
 rak-rak penyimpanan peralatan bersih dan yang sudah dipak; dan
 sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas tinggi, steamer, atau boiler.
c. area penyimpanan peralatan bersih, dan
Simpanlah peralatan bersih di area ini. Staf CSD juga harus memasuki CSD melalui
area ini. Lengkapi peralatan area ini dengan:
 rak-rak (lebih baik tertutup) untuk menyimpan peralatan bersih, dan ruangan
tersendiri.

d. area penyimpanan steril atau DTT.

Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau DTT
di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat.
 Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di kabinet
atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik karena
hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu dan debris. Rak-rak
terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas dan urusan rumah
tangga dan ventilasi terkontrol.)
 Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain tiras
(lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.
 Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan
dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20
cm dari dinding luar.
 Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus melepaskan
debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)
 Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan bahwa
paket itu rentan atas proses kontaminasi dan menghemat ruang penyimpanan,
tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.
 Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.
 Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga dibuka.
 Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan

Sistem Shelf Life:


43
 Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan
terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan
4. Area Penyimpanan Steril atau DTT

Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau DTT di area ini, pisahkan
dari daerah suplai steril pusat.

 Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di kabinet atau rak-rak yang
tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-
wadah dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas dan
urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)
 Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain tiras (lint-free) sesuai
dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.
 Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan dengan jarak 20 hingga
25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.
 Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus melepaskan debu dan debris serta
dapat menjadi sarang serangga.)
 Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan bahwa paket itu rentan atas
proses kontaminasi dan menghemat ruang penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.
 Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.
 Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga dibuka.
 Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan

Sistem Shelf Life:

 Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan terkait dengan waktu.
Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan efektivtas pak tersebut.
 Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas pak mencakup berbagai
penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi kelembaban, dan kontaminasi udara.
 Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah basah, terjatuh di lantai, berdebu
atau tidak tersegel.
 Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan, kondisi selama penyimpanan
dan pengangkutan, dan jumlah penanganan sebelum digunakan.
 Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah kerusakan dan kontaminasi.

44
 Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan penanganan pak secara berlebihan atau
kurang tepat. Idealnya sebuah peralatan harus ditangani tiga kali: (1) ketika mengeluarkan dari
sterilizer cart dan menempatkan di rak penyimpanan, (2) ketika mengangkutnya ke tempat peralatan
itu akan digunakan, dan (3) ketika memilihnya dibuka untuk digunakan.

Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau membahayakan efisiensi
barier bakterial atas materi yang sedang dipak adalah:

 Bakteri di udara
 Debu
 Kelembaban
 Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya
 Terbukanya pak tersebut.
 Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut untuk memastikannya
tidak terkontaminasi.

Penanganan dan Pengangkutan Instrumen dan Peralatan Lainnya

 Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTTdari peralatan kotor dan peralatan
yang harus dibuang. Jangan memindahkan atau menyimpan peralatan ini bersama-sama.
 Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke prosedur atau ruang operasi
dengan kereta tertutup atau wadah dengan penutup untuk mencegah kontaminasi.
 Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum membawa suplai ini ke dalam
ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja CSD yang bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu
dan menjadi tempat bersarang serangga yang dapat mengontaminasi area ini.)
 Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan/pembersihan di CSD dengan tong sampah
tertutup dan antibocor.
 Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan dengan tong sampah tertutup dan
antibocor.
 (Untuk informasi tambahan berkenaan dengan penanganan dan pengelolaan peralatan yang akan
dibuang)

Pemeriksaan indikator mutu sterilisasi :


45
1. Indikator mekanik

2. Indikator Kimia

3. Indikator biologi

4. Indikator mikrobiologi

Sumber : Perkins 1983

5. Dekontaminasi
merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang telah
tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda lain
yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus direndam di
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV
serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut (AORN 1990; ASHCSP
1986).

Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat kontaminasi oleh kuman
pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nyström (1981) menemukan kurang dari
10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar dan dari 100 mikroorganisme pada 98%
alat yang telah dibersihkan dan didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar
alat dan benda-benda lain yang dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk
meminimalkan risiko infeksi .

Proses desinfeksi barang use yang di reuse

Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi :

Tingk Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


at
resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat untuk
steril,rongga,alir harus kering. tindakan
an darah -kemasan tidak invasif.

46
robek
-Bungkusan
harus dibuat
dengan
menghambat
bioefektif
selama
penyimpanan.
.simpan alat
steril pada area
steril guna
melindungi dari
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai

Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang


kritis dengan selaput steam/terma daerah bersih berhubungan
lendir l dan dengan dan kering guna dengan
cairan melindungi dari respiratori :
desinfektan kontaminasi -LM
tingkat lingkungan laringeal
tinggi mask.
-Vaginal
speculum.
-endotrakeal
non kinkin.
-probe
invasif
ultrasonic
(trans
vaginal
probe).
-Fleksible
*colonoscop

47
e
- Breast
pump
Non Alat yang kontak Bersihkan Simpan dalam -alatnon
kritis dengan kulit alat dengan keadaan bersih invasif
menggunaka ditempat yang equipment:
n detergent kering * Bedpan
dan air .jika dan urinal.
menggunaka * Manset
n tekanan
desinfektan darah.
gunakan * bed
yang *
compatibel Termometer.
* Tourniket
* Tensi
meter
B. Desinfeksi lingkungan rumah sakit
- Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly didesinfeksi dengan detergen
netral
- Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfeksi tingkat
menengah

6. Kewaspadaan Standart dan Berdasarkan Transmisi

Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi hal-hal sebagai
berikut.namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body substance isolasi (BSI)
menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb :

 Pencegahan /kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien dan pasien yang
mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, meliputi :

- Kebersihan tangan.

- Penggunaan APD (alat pelindung diri )

- Peralatan perawatan pasien.

- Pengendalian lingkungan.

- Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.

- Kesehatan karyawanan /perlindungan petugas kesehatan.

- Penempatan pasien.
48
- Higiene respirasi/etika batuk.

- Praktek menyuntik yang aman.

- Praktek untuk lumbal punksi.

KOMPONEN UTAMA DAN PENGGUNAANNYA

Komponen utama Pencegahan Baku dan penggunaannya terdapat dalam Tabel 2-1.
Penggunaan pelindung (barier) fisik, mekanik, atau kimiawi di antara mikroorganisme dan
individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap atau petugas layanan
kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi (barier
membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit). Contohnya, tindakan berikut
memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada klien, pasien dan petugas layanan
kesehatan serta menyediakan sarana bagi pelaksanaan Pencegahan Baku yang baru:

 Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi menularkan
infeksi.
 Kebersihan tangan—prosedur yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi silang
(orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).
 Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, selaput
lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang kotor dan sampah yang
terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.

7. Management RISK PPI


Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan ,memerlukan perhatian dan
tindakan yang baik .Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang merupakan acuan
mutu rumah sakit,sehingga memerlukan tindakan yang baik.

Oleh sebab itu kita harus tahu dulu :

1. Resiko adalah :

 Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan
(AS/NZS 4360:2004)
 Efek ketidak pastian tujuan (ISO 3100:2009)
2. Management Resiko adalah :

 Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang –peluang sambil
mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)
 Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan

49
resiko (ISO 3100:2009)

II. Identifikasi Resiko

Adalah proses mengenal ,menemukan dan mendiskripsikan resiko .

Hal pertama yang dilakukan untuk mengelola resiko adalah mengidentifikasi ,identifikasi ini
juga dibagi 2 secara Proaktif dan Reaktif.

a. Identifikasi secara proaktif.adalan kegiatan identifikasi yang dikakukan proaktif mencari


resiko yang menghalangi rumah sakit mencapai tujuan.Jika faktor resikonya belum muncul dan
bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan dengan cara,audit,brainstorming,pendapat
ahli,FMEA,analisa swot.

b. Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi setelah resiko muncul dan
bermanifestasi dalam bentuk insiden dan gangguan .Metoda yang digunakan adalah pelaporan
insiden.tentu saja kita akan melaksanakan prinsip identifiksi proaktif karena belum
menimbulkan kerugian.

III. Analisa Resiko .

Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko,analisa
dilakukan dengan cara menilai :

1. seberapa sering peluang resiko muncul,


2. berat ringannya dampak yang ditimbulkan
tabel

Descripsi 1 2 3 4

Jarang Intermediate Sering Selalu


terjadi

Frekuensi

Probability

Dampak

occurence

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi dikalikan tujuannya mendapatkan peringkat


sehingga dapat menentukan skala prioritas penangannnya .

50
Tabel.

Peringkat Resiko .

1. Ekstrim ( 15-25)

2. Tinggi (8-12)

3. Sedang (4-6)

4. Resiko rendah (1-3)

IV. Evaluasi Resiko.

Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko untuk
menentukan apakah resiko dan /besarnya dapat diterima atau ditolelir.Sedangkan kriteria resiko
adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnyaresiko dievaluasi .Dengan evaluasi resiko
ini setiap resiko dilelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai denga resiko,dengan
demikian tidak ada resiko yang terlewat.

V. Penanganan Resiko

Adalah proses memodifikasi Resiko :

1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan aktivitas


yang menimbulkan resiko.
2. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang(lebih baik,baik)
3. Mengubah kemungkinan.
4. Menghilangkan sumber infeksi.
5. Mengubah konsekuensi.
6. Berbagi resiko dengan pihak lain.
7. Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan

8. Kohorting (Ruang Isolasi)


A. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit
Isolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi nosokomial

Tujuan

Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke
pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit
dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat diperlukan.

51
1. Airborne Precaution

a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:

 Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.


 Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.
 Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum udara
dialirkan ke area lain di rumah sakit.
 Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
 Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain dengan
infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.
 Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.

b. Respiratory Protection
 Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien yang
diketahui infeksi pulmonary tuberculosis
 Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau diduga
mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory protection (N 95)
respirator.
 Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai perlindungan
pernafasan.
c. Patient Transport
 Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting saja.
 Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

2. Droplet Precaution

a. Penempatan Pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
 Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainya
b. Masker
 Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft
 Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan
c. Pemindahan pasien
 Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang perlu
 Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai masker

52
3. Contact Precaution

a. Penempatan pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
b. Sarung tangan dan kebersihan tangan.
 Gunakan sarung tangan sesuai prosedur
 Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dengan
mikroorganisme
 Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan
 Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub
 Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh
peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya
mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.
c. Gaun
 Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian akan
kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar atau jika
pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka
 Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
 Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan lingkungan
untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain
d. Transportasi pasien
 Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang penting
saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan
dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain
atau permukaan lingkungan dan peralatan.

Peralatan Perawatan Pasien

 Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara kohort
 Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi sebelum
dipakai kepada pasien lain.

Recommendation Isolation Precaution

“administrative Controls”

1. Pendidikan
Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan pengunjung
rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam menjalankanya.

53
Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)

2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan langsung.

Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya :

1. Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri.


2. Saat ini rumah sakit Panti Rahayu belum memiliki ruang isolasi tersendiri,kedepannya akan
direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien menular yang sesuai ketentuan ,untuk
merawat pasien ,RS Siti Fatimah Sidoarjomenggunakan cara Pengelompokan (Kohorting )
pasien menular TBC,diare berat,varicella perdarahan tak terkontrol,luka lebar dengan
cairan keluar.
3. Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau masker N
95(bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut. Ganti masker setiap 4-6
jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien tidak boleh membuang ludah atau
dahak di lantai – gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable)
4. Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hati-hati dan
masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag yang berlabel ISOLASI.
Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu petugas harus
kebersihan tangan di dalam ruang isolasi.
5. Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:
 Termometer
 Stetoskop
 Tensimeter
 Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)
 Tempat pembuangan limbah infeksius:
o Jas
o Instrumen
o Sampah termasuk sisa makanan, alat makan
 Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting
 Barrier atau penghalang .
 APD yang sesuai.

9. Pengelolaan Kebersihan lingkungan Rumah Sakit


Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan klinik, yang
meliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan rumah
tangga adalah :

54
 mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan
masyarakat sekitar,

 mengurangi risiko kecelakaan, dan

 mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf

Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor
administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air.
Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh lain,
tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang
ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain sabun
dan air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih, dan ruang
perawatan intensif.

III. Peralatan yang single use yang di Re-use

Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety,maka peralatan yang digunakan
baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keselamatan pasien.Hal ini terkait
kontaminasi yang ditimbulkan jika digunakan kembali , oleh sebab itu dilakukan aturan
peralatan yang use dan re-use sbb;

1. Peralatan yang use (sekali pakai)

 Berupa benda tajam

 Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien

 Yang penggunaannya dilakukan secara septic.

 Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan non kritikal.

Kategori Alat-alat medis :

Tingk Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


at
resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat untuk
steril,rongga,alir harus kering. tindakan
an darah -kemasan tidak invasif.
robek -

55
-Bungkusan endoskopida
harus dibuat n assesoris
dengan yang dipakai
menghambat dlm tindakan
bioefektif invasif:
selama - alat
penyimpanan. ERCP
.simpan alat -
steril pada area Laparoskopi
steril guna -
melindungi dari Broncoskopi
kontaminasi -
lingkungan. instrument
-Alat steril yang bedah/opera
tidak dibungkus si
harus segera
dipakai

Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang


kritis dengan selaput steam/terma daerah bersih berhubungan
lendir l atau dan kering guna dengan
dengan melindungi dari respiratori :
cairan kontaminasi -LM
desinfektan lingkungan laringeal
chlorine 0,5 mask.
% -Vaginal
speculum.
-endotrakeal
non kinkin.
-probe
invasif
ultrasonic
(trans
vaginal
probe).
-Fleksible
endocopes:
*colonoscop

56
e
*sigmoidesk
ope
- Breast
pump
Non Alat yang kontak Bersihkan Simpan dalam -alatnon
kritis dengan kulit alat dengan keadaan bersih invasif
menggunaka ditempat yang equipment:
n detergent kering * Bedpan
dan air .jika dan urinal.
menggunaka * Manset
n tekanan
desinfektan darah.
gunakan * bed
yang *
compatibel Termometer.
* Tourniket
* Tensi
meter
* Pot obat
pasien.
* kontainer
darah

Batas penggunaan alat medis

Alat Frekuensi Dengan Proses kontrol


medis penggunaan melihat
ulang&pros
es
Laringeal 40x 1. Catat jumlah re-use
mask steam pada kartu
pemeliharaan .

57
2. Setelah 40x alat
langsung dibuang.
3. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Nasal 5x 4. Catat jumlah re-use
spray steam pada kartu
pemeliharaan .
5. Setelah 40x alat
langsung dibuang.
6. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Endotrace 40x 7. Catat jumlah re-use
a tube non steam pada kartu
kinkin pemeliharaan .
8. Setelah 40x alat
langsung dibuang.
9. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Respirator 30x 10. Catat jumlah re-use
y valve steam pada kartu
pemeliharaan .
11. Setelah 30x alat
langsung dibuang.
12. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Beast
pump

3. hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi

1. Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah :

58
a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah keutuhan, fungsional,
baik perubahan fisik, kimia biologis.
b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis kotoran biologis dari
setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan bebas dari zat Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas
dari pabrik
c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia dengan pelarut atau
zat pembersih
d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan bersertifikat yang
merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian kesterilan, uji-uji
untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan pengendalian prosedur dengan pencatatan
pemakaian alat tersebut
2. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau sekali pakai saja
harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(ICN) RSPB untuk memungkinkan pengembangan
protokol langkah demi langkah untuk proses ulang
3. Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk menangani alat-alat
yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke HICMR sesuai dengan kondisi

10. Pengelolaan Linen


Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan,
membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci, mengeringkan,
melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memroses
linen secara aman dari berbagai sumber adalah suatu proses yang rumit. Prinsip-prinsip dan
langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan,
membawa dan memilih linen kotor harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai
pakaian tebal atau sarung tangan rumah tanggauntuk mengurangi risiko perlukaan oleh
jarum atau benda tajam, termasuk pecahan gelas . Staf yang bertanggung jawab terhadap
pencucian barang kotor harus memakai sarung tangan utiliti, alat pelindung mata, dan apron
plastik atau karet.

IV. Pengelolaan Lingkungan dan bangunan

Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat
mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS
dengan cara :

 Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari


lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana
kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan mempertimbangkan
cost efektif
 Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman

59
 Mencegah terjadinya kecelakaan kerja

Ruang lingkup pengelolaan lingkungan :

1. KONSTRUKSI BANGUNAN
2. UDARA
3. AIR
4. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
5. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN DI R.GIZI
6. PEMBERSIHAN DI RUANG LAUNDRY

Konstruksi dan renovasi bangunan harus memperhatikan .

1.Pengertian
Cara melakukan perubahan bentuk, penambahanruanganpadalokasi tertentuyang meliputi design
interior,eksterior, civil dan medical.

Definisi dari kegiatan konstruksi :


Tipekegiatan renovasi ada4 type:
a.Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum.
Termasuknamuntidakterbataspada:penghapusanubinlangit-
langituntukinspeksivisual(terbataspada1genteng
per5m2),lukisan(tetapitidakpengamplasan);mencakupinstalasidinding;kerjatrimlistrik;pipa
kecil;setiapkegiatanyang
tidakmenghasilkandebuataumemerlukanpemotongandindingatauakseske langit-langitselain
untukinspeksi visual.
b.Tipe b skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit.
Termasuk,tetapitidakterbataspada,instalasipemasangankabeltelepondan
komputer,akseskeruangchase,memotongdinding atau langit-langitdi manamigrasi debu dapat
dikendalikan.
c. Tipe c kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat
tinggi.Termasuk,tetapitidakterbataspada,pembongkaranataupenghapusankomponenbangunanbu
ilt-inatau rakitan, pengamplasan dindinguntuk lukisan ataumencakup dinding, meliputi
penghapusan lantai /wallpaper, ubindancaseworklangit-
langit,konstruksidindingbaru,ductworkkecil ataupekerjaanlistrikdiataslangit- langit, kegiatan
pemasangan kabel utama.
d. Tipe d penghancuran besar dan proyek konstruksi
Termasuk,tetapitidakterbataspada,penghancuranberat,penghapusansistemplafonyanglengkap,dan

60
konstruksi baru.

2. Tujuan.
Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan renovasi bangunan.

3. Kebijakan
a. Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan.

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4


Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
 Areakanto  Perawatanpasie  UGD
r ndantidak  Radiology  Areaklinis
 Tanpapasi tercakupdalam  RecoveryRo  KamarOperasi
en/area Grup3 atau4 oms  Kamarprosed
resikorend  Laundry  RuangMater urinvasifpasie
ahyang  Kantin nitas/VK n rawatjalan
tidakterdaf  ManajemenMat  Kamarbayi  AreaAnastessi
tar erial  LabMicrobi &pompajantu
dimanapu  Penerimaan/Pe ologi ng
n mulangan  Farmasi  SemuaIntensi
 Laboratoriumti veCareUnit(k
dakspesifik ecuali
sepertiGrup3Ko yangtertulisdi
ridorUmum(ya Grup4)
ng
dilewatipasien,s
uplai,dan linen)

b. Pedoman kontrol infeksi.


Kelas I - Jalankanpekerjaan
denganmetodeuntukmeminimalkanpeningkatandebudariopera
sikonstruksi
- Menggantigentenglangit-langituntukinspeksivisualsecepatnya
Kelas II - Penyediaanaktifberartiuntukmencegahdebuudaramenyebarank
eatmosfir

61
- Segelpintuyangtidakdigunakandenganlakban.
- Konstruksiyangmengandunglimbahsebelumditransportasiharu
sdalamwadahtertutuprapat.
- Pelbasah/atauvakumdenganvakumHEPAber-filiter.
- Tempatkanlapkakidipintumasukdankeluardariareakerjadanme
nggantiataudibersihkansaattidakadalagi proseskerja.
- IsolasisistemHVACdidaerahmanapekerjaanyangsedangdilaku
kan/kohort dengan tekanan negatif
- Usapcaseworkdanpermukaanhorizontalsaat proyekselesai.
Kelas III  IsolasisistemHVACdi wilayahdi
manapekerjaantengahdilakukanuntuk
mencegahkontaminasidarisistem saluran.
 Lengkapisemuabarrierspembangunansebelumkonstruksi
dimulai.
 Jagatekananudaranegatifdalamtempatkerjamenggunakan
unit ventilasisaringanHEPAataumetodelainuntuk
mempertahankantekanannegatif.Keselamatanumumakan
memonitortekananudara
 Jangan
menghilangkanbarriersdariareakerjasampaiproyeklengka
pdibersihkan.
 Pelbasahatau
vakumduakaliper8jamperiodekegiatankonstruksiatausesu
aiyangdiperlukandalamrangka untuk
meminimalkanjejak.
 Singkirkanbahanpenghalangdenganhati-
hatiuntukmeminimalkanpenyebarankotorandanpuing-
puingyang
terkaitdengankonstruksi.Bahanbarrierharusdiusapbasa,V
akumdenganmenggunakanHEPAatauberikan
kabutairagarlembabsebelumdisingkirkan.
 Tempatkanlimbahkonstruksidalamwadahtertutuprapatseb
elumditransportasi.
 Tempatkankesetkakidipintumasukdan
keluardariareakerjadandigantiataudibersihkansaattidakad
alagi aktifitaskerja
 Usapcaseworkdanpermukaanhorizontalsaatproyektelahse

62
lesai.
Kelas IV - IsolasisistemHVACdi wilayahdi
manapekerjaantengahdilakukanuntukmencegahkontaminasisy
stemsaluran.
- Lengkapisemuabarrierspembangunansebelumkonstruksidimul
ai.
- Jagatekananudaranegatifdalamtempatkerjamenggunakanunit
ventilasisaringanHEPAataumetodelainuntuk
mempertahankantekanannegatif.Keselamatanumumakanmem
onitortekananudara
- Berisegelpadaluban,pipa,salurandantusukanuntuk
mencegahmigrasidebu.
- Bangunanteroomdanmengharuskansemuapersonilmelewatirua
ngan.Pelbasahatau vakumHEPAanteroomtiap hari.
- Selamapembongkaran,kerjayangmenghasilkandebuataubekerj
adilangit-langit,sepatusekalipakaidanbaju
harusdipakaidandibuangdianteroomketikameninggalkanareak
erja.
- Janganmenghilangkanbarriersdariareakerjahinggaselesaiproy
ekdibersihkan
- Singkirkanbahanpenghalanghati-
hatiuntukmeminimalkanpenyebarankotorandanpuing-
puingyangterkait dengankonstruksi.

11. Antibiogram
Dengan pemeriksaankultur akan didapatkan hasil resistensi kuman terhadap antibiotika yang
digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit

V. Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa


Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan yang telah
kadaluwarsa

12. Upaya Kesehatan Karyawan


Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat kerja,juga dapat menstransmisikan infeksi
kepada pasien maupun petugas kesehatan lain.

Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah terinfeksi apa
saja dan status imunisasinya,imunisasi yang dianjurkan hepatitis B,bila memungkinkan haemophilus
influenza,campak,tetanus,difteri,rubella,mantoux test.Alur pasca pajanan harus dibuat dan dipastikan
63
dipatuhi untuk HIV,HBV,HCV.

Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang didapatkan dari rumah sakit.meliputi :

1. Monitoring dan suppprt kesehatan petugas.


2. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS
3. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan .
4. Menyediakan antivirus profilaksis.
5. surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia ke manuasia.
6. terapi dan follow up
7. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena infeksi.
8. upayakan support psikososial.

B. Tujuan:

1. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit.


2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
3. Mencegah KLB.

Unsur yang dibutuhkan .

1. petugas yang berdedikasi.


2. SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik.
3. Koordinasi yang baik antar unit.
4. Penanganan pasca pajanan infeksius.
5. Pelayanan konseling dan privasi.
Pelaksanaan :

a. Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B, iminisasi masal dan
diulang tiap 5 tahun pasca imunisasi .
b. Management pasca pajanan.
- tes pada pasien sebagai sumber pajanan.

- tes HBS Ag dan Anti HBs petugas.

- Pemberian immunoglobulin hepatitis B pasca pajanan sebelum 48 jam

C. Evaluasi

1. dilakukan sebelum dan sesudah pajanan.


2. Status imunisasi .
3. Riwayat kesehtan yang lalu.
4. Terapi saat ini.

64
5. Pemeriksaan fisik.
6. Pemerisaan lab dan radiologi.
7. Edukasi :
 SPO PPI
 Kewaspdaan isolasi
 Kewaspadaan transmisi
8. Pelaporan yang meliputi :
 Informasi resiko ekspos.
 Alur mangemen dan tindak lanjut.
 Penyimpanan data
Pajanan dan tindakan :

1. Virus H5N1

Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari.

2. Virus HIV.

Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % per injuri.Profilaksis diberikan dalam waktu 4 jam pasca pajanan
dengan pemberian ARV,AZT,3TC dan Indinavir sesuai pedoman.pasca pajana harus dilakukan
pemeriksaan HIV seroologidan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutan nya.

3. Virus Hepatitis B.

Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan,segera pasca pajanan dilakukan pemeriksaan ,dapat
terinfeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg.

Berikut tata laksana penyakit menular dan pencegahannya :

Penyakit Masa Menular Cara transmisi Kewasp Masa petugas Tindakan


inkubasi selama/ adaan diliburkan/
virus yang tindakan
shedding perlu
dijalank
an
Abses Selama luka kontak Kontak konserfatif
mengeluarka
n cairan
tubuh
Acinetoba Luka bakar Flora N kulit Standar
cter yang di manusia, mukus dan

65
baumanii hydroterapi menbran dan tanah. kontak
Bertahan di tempat
lembab dan kering
sampai berbulan,
menular melalui
peralatan rawat
respirasi, tangan
petugas,
humidifier,
stetoscop,
termometer,
matras, bantal,
prmk TT, mop,
gorden, tempat
mandi luka terbuka
Adenoviru 6-9 hari Sekret Droplet, Konserfatif
s type 1-7 saluran nafas kontak
Aspergilos Infeksi jar Inhalasi stadium Kontak
is luas dengan airbone, conidia dan
cairan airbone
berlebihan
candidiasi Standar,
s kontak
Chlamidia Standar,
C kontak,
trachomati termasuk
s seksual
Congenital Sampai umur Kontak dengan Standar, Restriksi 7 hari
rubella 1 tahun bahan nasofaring kontak
dan urin
Conjungti 5- 12 14 hari stl Kontak dengan Kontak Sampai mata Pengobatan
vitis hari onset tangan, alat standar tidak kluar
*adenovir terkontaminasi kotoran
us type 8
Campak 5-21 hari 3-4 hr stl Droplet yang besar Transmis Restriksi 7 hari Pengobatan
bercak timbul (kontak dekat) & i udara setelah bercak simtomatik
mel udara merah timbul
nasofaring (yg imun) 5hr

66
stl ekspos- 21
hr stl ekspos
Campiloba Standar
cter
Closrtidiu kontak
m difficile
Cytomegal Tidak Tahan di Kontak dg sekresi Standar Tidak perlu
o virus diketahui lingkungan &eksresi : saliva hand
dlm wkt dan urin hygiene
pendek
Difteria Sekresi dr mulut Droplet, Sampai terapi Pengobatan
mengandung c kontak antibiotika simtomatik dan
difteriae telah lengkap virus.
dan sampai 2 Minum
kultur berjarak eritromicin 3x 1
24 jam tb sampai 7 hari
dinyatakan
negatif, perlu
imunisasi tiap
10 tahun
Gastroente Kontak px, Standar Tidak
ritis konsumsi atau mengolah
*salmonell makanan/ air kontak makanan sp 2x
a terkontaminasi jarak 24jam
*shingella kultur feses
*yenteroc negatif
olitica
Glardia Feses Kontak
lambilia

Hepatitis 15- 50 2 minggu, Fekal oral melalui Standar Libur di area Vaksinasi
A hari kadang2 sp 6 feses perawatan/ hepatitis a
bulan pengolahanma
(prematur) kanan,i
minggu setelah
sakit kuning
imunisasi
paksa ekspos

67
Hepatitis B:6- Akut atau Perkutaneus Standar Tidak perlu -segera periksa
B,D 24mgg kronik dg mukosa, kulit yg dibatasi smp HbsAg atau
D: 3-7 HbsAg tdk utuh kontak HbeAg negatif. HbeAg,tidak
mgg positif dgn darah, semen, perlu divaksin
cairan vagina, bila petugas telah
cairan tubuh yg mengandung Ant
lain HBs ≥ 10 mliu/m
Hepatitis Perkutaneus Standar Restriksi
C,F,G mukosa kulit yg sampai kondisi
tdk utuh kontak membaik
gdn darah, semen, / sampai
cairan vagina, HceAg negatif
cairan tubuh yg
lain
Herpes 2-14 hr Asiptomatik Kontak dgn ludah Standar, Retriksi tidak
simplex dpt karier mengandung kontak perlu, tp
mengeluarka virus langsung/ lwt tangan dibatasi kontak
n virus sekresi luka dgn px
aberasi/ cairan
vesikel
HIV Perkutaneus Standar Kurang dari 4 jam
mukosa, kulit yg paska pajanan
tdk utuh kontak
dgn darah, semen, -diberikan arv,az
cairan vagina, dan 3 tc.
cairan yubuh yg -dilakukan
lain pemeriksaan
HIVserologi dan
menitor setelah 3
bln,9bln,11 bln
Helicobact Standar
er pylori
MDRO Kontak luka Kontak
(MRSA,
VRE,
VISA,
ESBL,
Srep

68
pneumoni
a
Influensa 1-5hr Infeksius pd Airbone, kontak kontak Vaksinasi pd
3hr pertama langsung/ droplet petugas yg
sakit.Virus dgn sekresi saluran rentan.
dpt napas Amantadin
dikeluarkan untuk kontak
sblm gejala dgn influensa
timbul smp A
7hr stlh
dimulai sakit,
lebih panjang
pd anak dan
orang
Hemophil Standar
us droplet
Influenzae
Dewasa
Anak

Batuk non Droplet sekret Kontak


Human produktif, respirasi Droplet
Metapneu kongesti
mo virus nasal
(HMPV) whezing,
bronkhiolitis,
pneumonia
pada anak
+ 11,5 tahun
Novirus 12-48 Diare, KLB Makanan, air Kontak,
jam terkontamibasi makanan
feses , air
N 2-10 hr Kontak dgn sekret Trasmisi Libur spm -perlu profilaksi
meningitis saluran napas mel 24jam stlh dgn Rif2x600 mg
droplet terapi paska selama 2 hari ,dan
ekspos. dosis tungga
Rifampin2x60 cipro1x1,atau
0mg, 2hr; ceftriaxone 250

69
ciprofloxacin1 mg IM
x500mg atau
ceftriaxon250
mg IM
Parotitis, 16-18hr Community Kontak dengan Trasmisi Vaksinasi
Mumps (12- acquired, droplet atau droplet efektif, MMR
25hr) virus berada langsung dgn Restriksi sp
dlm saliva 6- sekret sal napas, yi 9hr stlh onset
7hr sbl saliva, hidung dan parotitis.
parotitis sp mulut Petugas renyan
9hr stl onset : 12hr paska
Px ekspos
immunokom pertama sp 25
promls hr stlh ekspos
terakhir
Parvovirus 6-10hr Menular sblm Kontak dgn droplet Transmis Tidak perlu
/B19 bercak merah besar, muntahan i drolpet restriksi
sp 7hr stlh
onset
Pertusis 7-10 hr F catarrhal Kontak dgn sekresi Transmis Vaksin
sangat sal napas, droplet i droplet direkomen
menular besar kontak dekat sp 5 hr umur 11-64 th
menerim petugas dgn
a pertusis:
antibioti restriksi fase
k catarrhal sp mg
3 stl onst / 5 hr
stlh tx
antibiotik
kontak saja
tidak perlu
retriksi
Pollomyeli Nonparal Sal napas Kontak cairan sal Transmis Imunisasi
tis itik: 3- 1mgg stlh napas, benda i kontak direkomendasi
6hr; gejala terkontaminasi fese kan
paralitik muncul, dlm
7-12hr feses bbrp
mgg-bulan

70
stlh gejala
muncul
Rubella 12-23hr, Sangat Kontak dgn droplet Transmis 5hr stlh bintik
bintik menular saat nasofaring px i droplet keluar :
merah bintik merah dan petugas rentan
timbul keluar, virus kontak 7hr stl ekspos
14-16hr lepas 1mgg dgn pertama sp
stlh sblm smp 5- cairan sal 21hr stl ekspos
ekspos 7hr stl onset, napas terakhir
congenital
rubella bisa
melepas virus
berbulan-
bertahun2
RSV 2-8hr Orang sakit Tangan Transmis Batasi kontak
(infeksi (terserin dapat terkontaminasi saat i kontak dgn pasien
virus g mengeluarka merawat pasien erat dhn rawat dan
respiratori 4-6hr) n virus atau menyentuh droplrt lingkungan
k) selama 3-8hr. benda mati, atau bila ada KLB
Tp pd bisa transmisi RSV bila aerosol RSV Restriksi
anak 3-4mgg menyentuh mata partikel sampai gejala
atau hidung kecil akut hilang
MRSA Kontak Strandar Retriksi
dengan transmisi perawatan
petugas, kontak, pasien dan
mungkn dapat pengolahan
karier nares airbone makanan bila
anterior, petugas
tangan, dengan lesi
axilla, kulit basah
perineum, tidak perlu
nasofaring, retriksi bila
orofaring kolonisasi
Streptococ Kontak sisi Kulit, faring Standar Retriksi
A terinfeksi & rektum, vagina berdasar perawatan
mensekresi transmisi pasien &
pengolahan
makanan sp 24

71
jam stl
mendapat
antibiotik
Tidak perlu
retriksi petugas
dg kolonisasi
Salmonell Orang- orang lewat
a, fekal oral air/
Shingella makanan
terkontaminasi
Sypilis Kontak langsung Kontak
dg lesi primer atau
sekunder sypilis
Tuberkolo Sp 1 bl Inhalasi droplet Airbone, Sampai -petugas yg
sis minum OAT nuklei kontak terbukti non terexpose perlu
(mengelu infeksius tes mantoux bila
arkan c indurasinya> 10
tubuh mm perlu
infeksius profilaksis INH
) sesuai
rekomendasi
lokal
Varicella Sp lesi kering Airbone, 8 hari pasca Vaksinasi
& berkusta kontak, kontak sp 21 varicella
standar hari paska
kontak, beri
imuno globulin
IV paska
kontak,
imunisasi
petugas paska
pajanan dalam
4 hari
Vibrio Kontak feces
kolera

Zoster Tutupi lesi, Retriksi


*lokal jangan sampai lesi

72
kontak dg mengering dan
pasien rawat mengelupas
* Jangan Retriksi
menyeluru kontak dg sampai semua
h atau pasien lesi kering dan
orang mengelupas
immuno
komproma
is
* paska Jangan Dari hr ke 10
pajanan kontak dg paska pajanan
(person pasien rawat pertama sp hari
yang ke 21 atau hr
rentan) 28 bila di beri
lagi atau
sampailesi
kering dan
mengelupas

A. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh.

1. Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.


2. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
3. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
4. Lapor ke komite PPI atau K3RS atau dokter karyawan

B. Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum bekas

Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber Sumber tidak diketahui
HbsAg (-)
Tidak divaccin HIBG 1x dan Beri Bila sumber merupakan resiko
diberikan vaksin HB vaksinHB tinggi,dapat diperlakukan
sebagai sumber HBsAg
Pernah diberi vaksin Tes untuk HBs: Tidak ada Tidak ada pengobatan
tapi tidak diketahui 1.jika titernya cukup pengobatan
serokonversinya tidak perlu perlu
terapi.

73
2.jika tidak cukup
titernya beri boosster
HB dalam waktu 7
hari.
Diketahui non HBIG 1x(dalam Tidak ada Jika sumbermerupakan resiko
serokonversinya waktu 72 jam)+ 1x pengobatan tinggi dapat diperlakukan
dosis vaksin sebagai sumber HbsAg (+)
HB(dalam waktu 7
hari)
Tidak diketahui Tes untuk HBs : Tidak ada Tes untuk anti HBs :
serokonversinya 1.jika (-) obat seperti pengobatan 1.jika (-) ,obati seperti non
non serokonversi. serokonversi.
2.jika titer tidak 2.jika titer tidak cukup booster
cukup HBIG 1x + vaksin HB.
booster vaksin HB 3.jika tter cukup tidak perlu
dan ulangi diobati.
pemeriksaan setelah 4
minggu.
3.Jika titer
cukup,tidak perlu
diobati
-HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit.
-Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml

C. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb :

Orang yang terkena Sumber positif HIV Sum Sumber tidak diketahui
ber
nega
tif
HIV
HIV(-) Rujuk ke dokter Tida Konsultasi dengan spesilais
internis aagar k mikrobiologi /internist mungkin diobati
mendapatkan nasehat. ada seperti pasien HIV (+),jika resiko tinggi.
Setelah kejadian peng
diketahui dari pasien obat
HIV (+) staf harus an
dirujuk kefasilitas

74
post exposur
propilaksis(PEP)
dalam waktu 2 jam
setelah pajanan.
Tes ulang saat itu 6
minggu,3,6dan 12
bulan .

Saran :
Lakukan pencegahan
penularan .

Tunda proses
kehamilan selama 3
bulan.

Jangan memberikan
donor darah .

Suntikan zidovudine
selama 4 minggu (250
mg 3x/hari) atau 150
mg 2x/hari(untuk
tablet)

Tidak perlu
pemberian
pengobatan
propilaksis

HIV (+)

75
Tida
k
perl
u
diob
ati

D. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C


Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sum Sumber tidak diketahui
ber
Hbs
Ag
(-)
Hepatitis C negatif Berikan nasehat untuk Tida Tidak perlu diobati konsul dokter
melakukan k internist jika perlu.
pemeriksaan 0,3,6,12 perl
bln pemeriksaan HVC u
dengan PCR dan diob
diperiksa LVT untuk ati
mengetahui status
infeksinya

Sarankan untuk
meminalkan
penularan

Tidak ada
chemopropilaksis
tersdia ,rujuk pada
dokter penyakit

76
menular

E. . Petunjuk penggunaan ARV

1. ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.


2. Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah,cairan serebrospinal,semen,vagina,amnion dari pasien
dengan positif HIV.
3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan.

F. . Status HIV pasien.

Pajanan Tidak diketahui Positif Positif Resiko Rejimen


tinggi
Kulit utuh Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP -
Mukosa/kulit Pertimbangkan Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300mg/12
tidak utuh rejimen 2 obat 2 obat 2 obat jam x 28
hari,3TC 150
mg/12 jam 28
hari
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300mg/12
tajam solid obat. 2 obat. 3 obat jam x 28
hari,3TC 150
mg/12 jam 28
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen hari,Lop/r
tajam berongga obat 3 obat 3 obat 400/100mg/12
jam x28 hari.

13. Pemeriksaan Swab dan Kultur


Pemeriksaan swab dan kultur,merupakan saran pemeriksaan swab kuman pada

a. lantai,dinding dan ,AC

b. Tangan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap.

c. Kultur darah pada surveilens ILI

77
78
79
BAB II

STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Ketenagaan.

Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan
No Jenis tenaga Pendidikan formal sertipikat Jumlah
1 Dokter spesialis Anestesi PPI lanjut 1
2 ICN D-3 PPI dasar 1/150 TT
3 Perawat D-3 cssd 1
4 Sanitasi linen D-3 Management 1
linen
5 Sanitasi gizi D-3 Management Gizi 1
6 farmasi D-3 1
7 Laborat D-3

Kualifikasi ketenagaan PPI

1. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.


2. Minimal pendidikan D3
3. Mempunyai sertipikat PPI (basic maupun advand)
4. Bekerja purna waktu

B. Uraian Tugas :

B.1. Direktur.

80
 Membentuk Komite dan TIM PPIRS dengan surat keputusan
 Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
upya PPI
 Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
 Menentukan kebijakan PPI
 Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS
 Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial menularkan
penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.
 Mengesahkan SPO untuk PPIRS.

B.2. IPCO ketua komite PPI

B.2.1 Kriteria IPCO ;

- Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI

- mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

- memiliki kemampuan leadership.

Tugas IPCO sbb;

 Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.


 Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.
 Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi antibiotika.
 Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan
deteksi dini KLB.
 Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
 Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.

B.2 IPCN

B.2.1Kriteria IPCN :

- Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI

- Memiliki komitmen di bidang PPI

- Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.

- Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident

81
- Bekerja purna waktu.

B.2.2 Uraian tugas :

 Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi
diruang perawatan.
 Memonitor pelaksanaan PPI,penerapan SPO,kepatuhan petugas dalam
menjalankan kewaspaan isolasi.
 Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.
 Melaksanakan pelatihan PPIRS.
 Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI memperbaiki
kesalahan.
 Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas .
 Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi PPI
 audit. PPI termasuk pentalaksanaan limbah,laundry,Gizi dengan menggunakan
daftar tilik.
 Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiótica yang rasional.
 Membuat laboran surveilens.
 Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.
 Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
penggunaannya.
 Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.
 Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan SDM PPIRS.
 Menerima laporan dari TIM PPIdan membuat laporan kepada direktur.
 Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan
tindakan yang menyimpang dari SPO.
 Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
 Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
 Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
 Membuat SPO PPI
 Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.

B.4 . IPCLN

B.4.1 Kriteria IPCLN :

- Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.

82
- Memiliki komitmen di bidang PPI

- Memiliki kemampuan leadership

B.4.1.1 Tugas IPCLN :

 Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang perawatan


kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.
 Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.
 Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi
 Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan
tindakan yang menyimpang dari SPO.
 Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
 Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB
(HAIs).
 Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.
 Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit .

B.5.Tugas Anggota laboratorium

 Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang berkaitan


dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas laborat.
 Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien
 Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO
 Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi nosokomial.
B.6. Tugas Anggota linen:

 Memisahkan linen infeksius dan non infeksius


 Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.
 Memantau kegiatan hand higiene diruang linen.
B.6. Tugas Anggota gisi :

 Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.


 Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.
B.7. Tugas Anggota IPSRS :

 Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.


 Memantau penggunaan bahan desinfektan.
 Membantu mempersiapkan uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.

83
 Memantau proses pembakaran incenerator.
 Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium

C. Distribusi Tenaga.

Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif
dari setiap unit pelayanan di rumah sakit ;
 QMR,IGD,Poli rawat jalan,Unit Rawat inap,
Sekretariat,akuntansi,IPSRS,Gisi,lien,farmasi,SMF,laborat,Iko,
 ICU,House keeping (CS).

BAB III

STANDART FASILITAS

84
A. Fasilitas bagi petugas.
1. Denah
Ruangan PPIRS terintegrasi dengan ruangan perkantoran dengan komite lain Rumah
sakit
Digedung IKO lantai 3 .

2. Standart Fasilitas.

No Fasilitas Jumlah
A Fisik /bangunan
Gedung perkantoran lantai 3 1

B Peralatan
Meja 1
Kursi 3
Komputer 1
Line internet 1
Almari kaca 1
Peralatan tulis 2
Buku perpustakaan PPI 10

B. Fasilitas pelayanan .

1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan ,petugas


laboratorium,relawan dan pihak lain.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-tindakan
keamanan biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa fasilitas
tersebut telah ditetapkan .
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak ,pembatasan dan karantina jika diperlukan
misalnya:
 Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
 Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan
psikologi

85
 Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut
(rumah sakit /kamar jenazah)

5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi
(cmplience kebersihan tangan )

6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit


menular,dengan menyediakan lokasi diluar ugd,sebagai tempat pemeriksaan awal
,identifikasi sebagai pengobatan darirat,pasien yang perlu dirujuk untuk
penatalaksaanselanjutnya.

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing –


masing unit kerja sbb :

1. Tata laksana pelayanan unit surveilens


a. Penanggung jawab

86
- ICN
- IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens
- Petugas laborat
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form survei harian PPI
- Form survei bulanan PPI
- Form PPI
c. Tata laksana pelayanan
- ICN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens
- ICN membagikan form survei harian ,bulanan dan form SPO
- IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.
- ICN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei ,dan divalidasi oleh
dokter penaggungjawab pasien.
- ICN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
- ICN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI.
- Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur tembusan ke QMR
- Dan dilaporkan kepada DKK setempat
2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggungjawab.
- ICN
- Petugas Laborat.
- Petugas yang dilakukan survei (swab tanga petugas)
- Petugas IPSRS
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form permintaan swab
- Ruangan perawatan
- AC
- Pasien
c. Tata laksana pelayanan
- ICN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung jawab
pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada petugas
laborat.
- ICN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan
swab / kultur.
- Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur.
- Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada komite PPI.

87
3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan
a. Penanggung jawab
- ICN, IPCLN
- Petugas kebersihan (SSC)
b. Perangkat kerja
- Buku pedoman pembersihan
- Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan
- ICN dan SSC melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja staf
SSC
- Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan
- Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
- Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan
- Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
pasien.
- Memberikan pengarahan penggunaan APD
4. Tatalaksana Pelayanan CSSD
a. Penanggung jawab
- ICN, petugas ruangan
- Petugas CSSD
- Administrasi CSSD
- Petugas OK
b. Perangkat kerja
- Kalibrasi autoclave
- Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
- Kertas indikator bouwie dict tes
- Indikator mekanik
- Kertas indikator kimia `
- Tabung mikro biologi
c. Tatalaksana pelayanan CSSD
- Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku expedisi
diruangan yang bersangkutan dan buku expedisi di OK
- Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai
ruangan yang mensterilkan
- Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie dict
tes pada mesin autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan mesin
autoclave .

88
- Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan indikator kimia pada
setiap peralatan yang akan disterilkan
- Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO
- Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik lakukan
penyimpanan peralatan yang sudah steril dialmari
- Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan dengan buku
expedisi ruangan dan CSSD
- Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil
sterilisasi

5. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
- Petugas linen
- Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
- Linen
- Buku penyerahan linen kotor
- Buku penyerahan linen bersih
c. Tatalaksana linen
- Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi
- Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis
pada buku penyerahan linen kotor
- Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
- Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan
deterjen selama 10 menit
- Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
- Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
- Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
- Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
- Swab linen bersih
6. Tatalaksana formularium antibiogram
a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- Komite farmasi
- SMF
- Petugas laborat
b. Perangkat kerja

89
- Pasien yang akan dilakukan kultur
- Form surveilens PPI
c. Tata laksana
- Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan .
- ICN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang diindikasikan
untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penaggung jawab
- Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien.
- Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya sesuai
SPO kultur
- Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan
yang mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian kepada ICN
- ICN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan.
- Hasil dibahas dikomite PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan
SMF

7 . Pelayanan kesehatan karyawan.

a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- HRD
b. Perangkat kerja
- Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD
- Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
- HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap hari ulang
tahun.
- Komite PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan
sekali
Ruang iko dan icu : petugas dilakukan pemeriskasaan TB,Hepatitis B
setiap tahun
Sekali.
Unit Gisi : pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali
- Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.
- Hasil diidentifikasi
- Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.
- Komite PPI dan HRD melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan
kepada direktur dan SMF.
7. Pelayanan renovasi bangunan

90
a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
- Pemeriksaan swab lantai
- Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)
- Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana
- Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS bahwa akan
dilakukan renovasi bangunan.
- Bersama mengidentifikasi dampak :
 kebisingan,debu.
 Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)
 renovasi
- Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan
renovasi,alat penghalang disekeliling area renovasi
- Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.
- Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk
mengetes kesiapan bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab lantai dan
didinding ruangan,jika hasil baik setelah periode 1 bulan ruangan boleh
digunakan

Selesai renovasi

Diamkan selama
1 bln
91 dan uji swab
Hasil baik Hasil tak baik

Ruangan siap
digunakan Desinfeksi dinding
dan lantai dengan
larutan chlorine 0,5 %

Lakukan swab ulang

Hasil baik ruangan siap


digunakan

8. Pelayanan pembuatan ruang kohort


a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi)
- APD ( terutama masker bedah rangkap 3)
c. Tata laksana
- Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.
- Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)
- Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif
- Syarat dan denah terlampir

9. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL


10. Kebersihan tangan
a. Penanggung jawab

92
- Ketua komite PPI
b. Perangkat kerja
- Alkohol handrub
- Air mengalir
- Wastafel
- Towel
- Sabun
- Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana
- Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan
- Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
- Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang,dokter,baru staf
pelaksana
- Laporan audit kebersihan tangan

BAB V

LOGISTIK

Tata cara logistik PPIRS

1. Perencanaan barang.
a. Barang rutine :
- Kertas HVS,tinta printer,bolpoint,form survei harian,form survei
bulanan,form SPO surveilens,buku tulis.
- Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutine :
- Proposal pemeriksaan kultur dan swab
- Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan,etika batuk,pencegahan dan
pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan
persetujuan.
3. Penditribusian

93
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :


a. Pencegahan dan Pengendalian PPI
b. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas
B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai Melakukan pemeriksaan kesehatan
meliputi ;
a. Pemeriksaan kesehatan prakerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko :
 CSSD,OK,ICU,Laboratorium,Radiologi,Sanitasi gizi,Linen
d. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).
e. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja
f. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya
g. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas
h. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi
C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya
a. Monitoring kerjasama pengendalian hama.
b. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.
c. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3
D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan :
a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit
b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
c. Penyehatan air
d. Pengelolaan limbah

94
e. Pengelolaan tempat pencucian
f. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu
g. Disinfeksi dan sterilisasi
h. Kawasan Tanpa Rokok
E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ;
a. Penatalaksanaan Ergonomi
b. Pencahayaan
c. Pengawaan dan pengaturan udara
d. Suhu dan kelembaban
e. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
f. Penyehatan air
g. Penyehatan tempat pencucian
F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan Melakukan pemantauan terhadap ;
a. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis
b. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis
G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas
a. Limbah padat yang meliputi
i. Limbah medis/klinis
ii. Limbah domestik/sampah non medis
iii. Limbah infeksius
b. Limbah cair
c. Limbah gas

H. Pendidikan dan pelatihan PPI


a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :
- Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
- Pelatihan penanggulangan bencana.
- Simulasi penanggulangan bencana
- Pelatihan penggunaan APD
- Pelatihan surveilens
- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
- Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
- Pelatihan bagi regu pemadam
- Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran
- Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
- Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau
Intansi lain bagi personil K3.

95
c. Upaya promotif dan edukasi
 Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.
 Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
 Surveilens
- ILI
- ILO
- ISK
- VAP
- HAP
- Kepatuhan kebersihan tangan.
 Upaya promotif PPI :
- Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau wastafel
- Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
- Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
- Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
- Pemasangan gambar etika batuk
 Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi .
- Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
- Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
 Pembuatan ruang kohort :
- Kohort kontak infeksi
- Kohort droplet infeksi
- Kohort air borne infeksi
- Kohort imunosupresif
 Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.

I. Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan


Meliputi :

a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI


b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
d. Mendokumentasikan setiap kegiatan.
e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta atau
tidak.

96
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :


1. Ketepatan identifikasi pasien
1.1 Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
2.1 Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
2.1.1 Komunikasi antar perawat
2.1.2 Komunikasi perawat dengan dokter
2.1.3 Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah
Sakit Panti Rahayu.
2.2 Menggunakan komunikasi SBAR :
2.2.1 Saat pergantian shift jaga.
2.2.2 Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
2.2.3 Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
2.2.4 Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang
merawat.

97
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
3.1 Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi pada
obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM.
3.2 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
5.1 Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
5.1.1 Infeksi luka infus
5.1.2 Infeksi saluran kencing
5.1.3 Infeksi luka operasi superfisial
5.1.4 VAP ( Ventilator aquired pneumonia)
5.1.5 HAP (Hospital aquired pneumonia)
5.1.6 Kepatuhan kebersihan tangan.
5.2 Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.
5.3 Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
5.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
5.5 Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
6.1 Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak
lanjut kepada pasien yang dirawat .
6.2 Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
6.3 Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-
masing unit pelayanan.
6.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

98
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. SISTEMPENCATATANDANPELAPORAN

a. Penerapansystempencatatan dan pelaporan di RS Siti Fatimah Sidoarjo mempunyai


tujuan:

Mendapatkan data untuk memetakan masalah – masalah yang berkaitan dengan


keselamatan pasien
Sebagaibahanpembelajaranuntukmenyusunlangkah-langkahagarKTDyangserupa
tidakterulang kembali
Sebagaidasaranalisisuntukmendesainulangsuatusistemasuhanpelayananpasien
menjadilebihaman
Menurunkanjumlahinsiden keselamatan pasien(KTDdanKNC)

Meningkatkanmutu pelayanan dan keselamatanpasien

b. RS Siti Fatimah Sidoarjo mewajibkan agarsetiap insiden keselamatan pasien


dilaporkan kepada komite keselamatan pasien rumah sakit
c. Laporan insiden keselamatan pasien di RS Siti Fatimah Sidoarjo bersifat:

- Non punitive (tidakmenghukum)

99
- Rahasia

- Independen

- Tepatwaktu

- Berorientasipadasistem

d. Pelaporan insidenkeselamatanpasienmenggunakanlembarLaporanInsiden Keselamatan


PasienyangberlakudiRS Siti Fatimah Sidoarjo dan diserahkan kepada Komite
Keselamatan Pasien RS Siti Fatimah Sidoarjo . Bagian/unitmencatatkejadian IKP di
buku pencatatan IKP masing-masing.
e. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada komite
keselamatan pasien dalamwaktu :
- 1 x 24 jamuntuk kejadian yang merupakan sentinelevents
(berdampakkematianatau kehilangan fungsimayorsecarapermanen).Apabila
pelaporansecara tertulisbelum siap,pelaporanKTDdapatdisampaikan secara lisan
terlebih dahulu.

- 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis/konsekuensi/keparahan tidak


signifikan, minor, dan moderat.
f. Tindaklanjutdaripelaporan:

- Tingkatrisiko rendahdanmoderat:investigasisederhanaolehbagian/unityang
terkaitinsiden(5W:what,who,where,when,why).
- Tingkat risikotinggidan ekstrim: RootCause Analysis (RCA)yang dikoordinasi
oleh komite keselamatan pasien.
a. Bilainsidenkeselamatanpasienyangterjadimempunyaitingkatrisikomerah(ekstrim)
makakomitekeselamatan pasiensegeramelaporkankejadian tersebutkepadadireksiRS
Siti Fatimah Sidoarjo dan Yayasan(kantor YAKKUM).
b. Bilainsidenkeselamatanpasienyangterjadimempunyaitingkatrisikokuning(tinggi)
makakomitekeselamatan pasiensegeramelaporkankejadian tersebutkepadaDireksiRS
Siti Fatimah Sidoarjo .
c. Komite keselamatan pasien RS Siti Fatimah Sidoarjo melakukan rekapitulasi laporan
insiden keselamatan pasien dan analisisnya setiaptiga bulan kepadadireksiRS Siti
Fatimah Sidoarjo

100
B. PENERAPAN INDICATOR KESELAMATAN PASIEN.

a. Komite Keselamatan Pasien RS Siti Fatimah Sidoarjo menetapkan indicator


keselamatan berdasarkan atas pertimbanganhigh risk, high impact, high
volume,prone problem.
b.Komite Keselamatan PasienRS Siti Fatimah Sidoarjomenjelaskan
definisioperasional,frekuensipengumpulan data,periode analisis,
caraperhitungan,sumberdata,targetdan penanggungjawab.
c. Komite Keselamatan PasienRS Siti Fatimah Sidoarjo bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan dan kesinambungan penerapanindicatorkeselamatan pasien
d.Komite Keselamatan PasienRS Siti Fatimah Sidoarjo
Sidoarjobertanggungjawabdalamprosespengumpulandata, analisis dan
memberikanmasukan kepada Direksiberdasarkan pengkajiantersebut.
e. Indikatordikumpulkandandianalisissetiapbulan.Setiaptigabulanindicatordianalisis dan
difeed back kan kepada unitterkait.
f. Jumlahindicatorkeselamatan pasienperlu ditinjau ulangsetiap 3 tahunsekali

C. ANALISIS AKARMASALAH

a. Dalam rangkameningkatkanmutudankeselamatanpasien,RS Siti Fatimah


Sidoarjomenerapkan metoderootcauseanalysis(RCA)atauanalisaakarmasalah,yaitu
suatu kegiatan investigasiterstrukturyang bertujuanuntuk
melakukanidentifikasipenyebabmasalah dasardanuntukmenentukan tindakan
agarkejadian yangsama tidakterulang kembali.
b. RCAdilakukanpadainsidenmediskejadian nyariscedera dan KTDyang sering terjadi
diRS Siti Fatimah Sidoarjo .

c. RCAdilakukan padasetiap kejadian sentinelevents.

d.Insidenkeselamatanpasienyang dikatagorikansebagailevel tinggidanekstrim


diselesaikandalamkurunwaktupaling lama45haridandibutuhkantindakansegera yang
melibatkan Direksi.
e. Agarpenemuanakarmasalah danpemecahanmasalahmengarahpadasesuatuyang

101
benar,makaperludibentuk timRCAyang berunsurkan:dokteryangmempunyai
kemampuandalam melakukanRCA,unsurkeperawatan,danSDM lainyang terkait
denganjenisinsiden keselamatan pasien yangterjadi.
f. DalammelakukanRCAlangkahlangkahyangdiambiladalahmembentuktimRCA,
observasi lapangan, pendokumentasian,wawancara, studi pustaka, melakukan asesmen
dan diskusiuntukmenentukan faktorkontribusidan akarmasalah.
g. HasiltemuandariRCAditindaklanjuti,direalisasidandievaluasiagarkejadianyang sama
tidakterulang kembali
STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK
1. Standar Mutu Klinik: RSPR harus mampu memberikan pelayanan yang terbukti
aman bagi semua orang yang berada didalamnya baik pasien maupun karyawan
dari segala bentuk kejadian yang dapat timbul karena proses pelayanan.
2. Indikator Mutu Klinik:
1). Indikator Non Bedah
a). Angka dekubitus
b). Angka kejadian infeksi jarum infus
c). Angka kejadian infeksi karena transfusi darah.
d). Target surveilens angka kejadian infeksi <1,5%
e). Tersedianya Bahan- bahan desinfeksi yang sesuai rekomendasi dan aman
bagi lingkungan.
f). Dilakukannya kegiatan pemantauan
g). Hasil swab : tangan,dinding dan lantai,AC yang memenuhi
standart (SPM)
h). Hasil kultur : Pus,darah dan ujung kateter

2) Unit CSSD :
a). - indikator bouwie dict tes,kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan
hasilnya baik
b). - maintence autoclave .
c). Kalibrasi Autoclave external baik
d). Indikator mekanik,kimia,biologi
3) Upaya kesehatan :
a). Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan
petugas.
b). Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan disetiap ruangan
,wastafel dan ruangan publik.
c). Edukasi PPI pada calon karyawan .
d). Edukasi PPI pada karyawan .

102
e). Edukasi pada mahasiswa praktek
f). Hasil survei menjadi informasi disetiap unit pelayanan melalui sistem
informasi rumah sakit
g). Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala
h). Terlaksananya ruangan kohort dimarkisa 1 atau durian .
i). Tersediannya APD yang diperlukan
j). Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada perawat
senior
k). Penyehatan lingkungan
l). Ruangan dan lingkungan yang bersih
m). Sampah dibuang sesuai jenisnya
n). Incenerator berfungsi dengan baik (semua sampah yang dibakar menjadi
abu)
o). Terlaksananya formularium antibiotika.
3. Indikator mutu lingkungan
1). Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan perundangan
yang berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda)
2). Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair.
3). Ketersediaan pengolahan limbah infeksius
4). Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkungan
Penurunan Angka Kuman di area pelayanan khusus
B. Formulasi dari indikator-indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut

a) Kelompok Pelayanan Non-Bedah


1) Angka infeksi karena Jarum Infus

𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛𝐼𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖𝐾𝑢𝑙𝑖𝑡𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎𝐽𝑎𝑟𝑢𝑚𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠𝑝𝑒𝑟𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛
x 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎℎ𝑎𝑟𝑖𝑑𝑖𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛𝑦𝑎𝑛𝑔𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔𝑖𝑣𝑙𝑖𝑛𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡𝑢

2) Angka infeksi luka operasi x 100 %


Total penderita yang dioperasi dalam satu bulan

3) Angka infeksi pneumonia krn terpasang ventilator x 100%


Total Pasien yang terpasang ventilator dalam satu bulan

4) Angka i saluran kemih x 100%


Total pasien terpasang DC pada bulan tersebut.

5) Angka pneumonia karena tirah baring (HAP) x 100 %


Total pasien tirah baring dalam satu bulan

103
BAB IX

PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga
tanggung jawab semua pihak yang berada di Rumah Sakit Panti Rahayu Purwodadi.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian infeksi
adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf ,pasien dan pengunjung Rumah sakit.,sehingga
dapat merubah perilaku yang sehat,penyaiapan sarana dan prasarana PPI .upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang besar sehingga
memerlukan dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit
Panti Rahayu Purwodadi,lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Purwodadi,10 Februari 2014

Direktur

104
Dr Sunarima MKes

XVI. Landasan Hukum

1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit.

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart minimal


pelayana Rumah Sakit.

3. Surat Edaran direktur jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/II/3744/ 08 tentang
Pembentukan komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah Sakit.

4. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

5. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan.

6. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang


standart pelayanan Rumah sakit.

7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan tata kerja
Departemen Kesehatan.

105

Anda mungkin juga menyukai