KEPERAWATAN GERONTIK
PEMENUHAN GIZI PADA LANSIA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Gadar yang
berjudul “Triage “ dengan baik. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang mukmin yang tetap
istiqamah di jalan-Nya.
Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah sempurna.
Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta masukan yang sifatnya membangun dari
pembaca, sehingga dalam penyusunan makalah yang akan datang menjadi lebih baik.
Terima kasih
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 6
PENDAHULUAN
Indonesia mengalami peningkatan Jumlah penduduk lanjut usia setiap tahunnya. Hal
ini dibuktikan dari peningkatan usia harapan hidup lansia, menurut Badan Pusat Statistik
(2011) peningkatan usia harapan hidup pada Tahun 2000 sebesar 64,5 tahun dengan
populasi lansia sebesar 7,18%. Tahun 2010 meningkat menjadi 69,43 tahun dengan 7,56%
lansia dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun dengan populasi lansia sebesar 7,58 %.
Usia harapan hidup menjadi indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia
secara global maupun Nasional (Kemenkes RI, 2013). Meningkatnya jumlah lansia juga
dapat menyebabkan munculnya berbagai masalah kesehatan dikarenakan proses penuaan
yang terjadi (Dewi & K.W, 2014)
Masalah gizi adalah masalah yang mungkin terjadi pada lansia yang erat kaitannya
dengan masukan makanan dan metabolisme tubuh serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Secara umum faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lansia terdiri
dari aktivitas fisik, depresi dan kondisi mental, pengobatan, penyakit dan kemunduran
biologis
Gigi-geligi pada MANULA mungkin sudah banyak yang rusak bahkan copot,
sehingga memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka makanan harus diolah
sehingga makanan tidak perlu digigit atau dikunyah keras-keras. Makanan yang dipotong
kecil-kecil, lunak dan mudah ditelan akan sangat membantu para MANULA dalam
mengkonsumsi makanannya.
Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun, sehingga
makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan fungsi kelenjar
pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung lemak, pada umumnya lebih mudah
dicerna, tetapi harus cukup mengandung protein dan karbohidrat. Kadar serat yang tidak
dicerna jangan terlalu banyak, tetapi harus cukup tersedia untuk melancarkan peristalsis
dan dengan demikian melancarkan pula defaecatie, dan menghindarkan obstipasi.
Keadaan gizi individu dipengaruhi juga oleh pola konsumsi dan infeksi. Keadaan
konsumsi pangan dapat dijadikan sebagai indikator pola pangan yang baik/kurang baik dan
bukan merupakan ukuran keadaan gizi yang ditentukan secara langsung. Sedangkan dalam
tubuh seorang lansia terdapat interaksi sinergis antara gizi dan infeksi yang disebabkan
antara lain karena berkurangnya konsumsi pangan karena tidak nafsu makan, menurunnya
penurunan zat gizi, diare dan meningkatnya kebutuhan karena status fisiologis (HS, 2012).
1.2 Tujuan
Setelah membaca makalah ini di harapkan mahasiswa mampu melakukan Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Nutrisi Pada Lansia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan
atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut
untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga dapat
dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat-zat lain yang terkandung,
aksi, reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit.
Nutrisi merupakan suatu asupan yang berisi nutrien yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme. Nutrisi pada lansia memiliki peran penting untuk meningkatkan promosi
kesehatan, pencegahan penyakit serta managemen penyakit kronik (Watson, 2009). Nutrisi
pada lansia sangat penting untuk mempertahankan status kesehatan serta meningkatkan
kualitas kehidupan lansia (Dewi & K.W, 2014).
Status gizi merupakan keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh
derajat keburukan fisik dan energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari ragam makanan
yang berdampak fisiknya diukur secara antropometri dengan mengukur berat badan dan
tinggi badan (HS, 2012).
o Kalori
o Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah
1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan
tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa,
karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh telah
berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien). Beberapa
penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan
sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya
adalah pangan hewani dan kacang-kacangan.
o Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi
energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke
jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak
jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak
tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi
(susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat makanan telah terbukti
dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah
sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi
suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya
terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat
sehingga tidak dapat diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-
gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari
kacang-kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat.
o Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk
mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu pencernaan makanan
dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum
lebih dari 6-8 gelas per hari.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansia
a. Tinggal sendiri: seseorang yang tinggal sendiri sering tidak memperdulikan tugas
memasak untuk menyediakan makanan
b. Kelemahan fisik: akibat kelemahan fisik sehinga menyebabkan kesulitan untuk
berbelanja atau memasak, mereka tidak mampu merencanakan dan menyediakan
makanannya sendiri.
c. Kehilangan: terutama terlihat pada pria lansia yang tidak pernah memasak untuk
mereka sendiri, mereka biasanya tidak memahami nilai suatu makananyang gizinya
seimbang..
d. Depresi: menyebabkan kehilangan nafsu makan, mereka tidak mau bersusah payah
berbelanja, memasak atau memakan makanannya.
e. Pendapatan yang rendah: ketidak mampuan untuk membeli makanan yang cermat
untuk meningkatkan pengonsumsian makanan yang bergizi.
f. Penyakit saluran cerna: termasuk sakit gigi dan ulkus.Berkurangnya kemampuan
mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong, Esophagus/kerongkongan
mengalami pelebaran Rasa lapar menurun, asam lambung menurun,Berkurangnya
indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam,
dan pahit., Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi,Penyerapan makanan di usus menurun
g. penyalahgunaan alcohol: penyalah gunaan alcohol mengurangi asupan kalori atau
nonkalori seperti asupan energy dengan sedikit factor nutrisi lain.
h. Obat-obatan : lansia yang mendapatkan banyak obat dibandingkan kelompok usia
lain yang lebih muda ini berakibat buruk terhadap nutrisi lansia. Pengobatan akan
mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin jauh.
2.4 Gangguan Nutrisi Pada Lansia
1. Malnutrisi
Malnutrisi adalah suatu keadaan gizi buruk yang terjadi karena tidak cukupnya
asupan satu atau lebih nutrisi yang membahyakan status kesehatan (Watson, Roger.
2003. Perawatan Pada Lansia.Jakarta:EGC).
2. Obesitas
Keadaan badan yang amat gemuk dan berat akibat timbunan lemak yang
berlebihan, dimana kelebihan lemak tubuh melebihi dari 20% dari jumlah yang di
anjurkan untuk tinggi dan usia seseorang. Pola konsumsi yang berlebihan terutama
yang mengandung lemak, protein dan karbohidrat yang tidak sesuai dengan kebutuhan
tubuh. Pencetus berbagai seperti Hipertensi, Penyakit jantung koroner, Strok, seta
Diabetes Melitus.
3. Osteoporosis
Kondisi dimana sering disebut tulang kropos yang disebabkan oleh penurunan
densitas tulang akibat kurangnya konsumsi kalsium dalam jangka waktu yang lama.
Mencapai maksimum pada usia 35 tahun pada wanita dan 45 tahun pada pria.
4. Anemia
Kondisi dimana sel-sel darah mengandung tingkat haemoglobil yang tidak
normal, kimia yang bertugas membawa oksigen di seluruh tubuh yang disebabkan
kurang Fe, asam folat, B12 dan protein. Akibatnya akan cepat lelah, lesu, otot lemah,
letih, pucat, kesemutan, sering pusing, mata berkunang-kunang, mengantuk, HB <8
gr/dL.
5. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan di tambah dengan
kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makn berkurang, penglihatan
menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat.
6. Kekurangan anti oksidan
(Banyak dijumpai dalam buah-buahan dan sayuran) mampu menangkal efek
merusak radikal bebas terhadap tubuh, sehingga konsumsi yang kurang dapat
meningkatkan resiko berbagai penyakit akibat radikal bebas, seperti serangan jantung
dan stroke, katarak, persendian hingga menurunnya penampilan fisik seperti kulit
menjadi keriput.
7. Sulit buang air besar
Karena pergerakan usus besar semakin lambat, makanan lambat diolah dalam
tubuh.Akibatnya, buang air besar jadi jarang.
8. Kelebihan gula dan garam
Garam (natrium) dapat meningkatkan tekanan darah, terutama pada orangtua
Makanan tinggi gula membuat tubuh mudah gemuk, meningkatkan kolesterol
dan gula darah. Karena itu, sebaiknya kurangi konsumsi gula dan garam
Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan selera makan lansia diuraikan berikut ini:
1. Kehilangan gigi.
Usia tua merusak gigi dan gusi sehingga menimbulkan kurangnya kenyamanan
atau munculnya rasa sakit saat mengunyah makanan.
2. Kehilangan indera perasa dan penciuman.
Hilangnya indera perasa dan penciuman akan menurunkan nafsu makan. Selain
itu, sensitivitas rasa manis dan asin berkurang.
3. Berkurangnya cairan saluran cerna (sekresi pepsin), dan enzim-enzim
pencernaan proteolitik.
Pengurangan ini mengakibatkan penyerapan protein tidak berjalan efisien.
4. Berkurangnya sekresi saliva.
Kurangnya saliva dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan dan dapat
mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi.
5. Penurunan motilitas usus.
Terjadinya penurunan motilitas usus yang memperpanjang singgah (transit
time) dalam saluran gastrointestinal waktu mengakibatkan pembesaran perut
dan konstipasi (Fatmah , 2010).
A. Status Gizi
1. Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia cenderung
mengalami kegemukan/obesitas
2. Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
3. Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
4. Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu
makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein yang
kronis
5. Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat (sayur,
daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi klaori), hal ini menyebabkan
lansia cenderung kegemukan/obesitas
6. Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu
penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro
7. Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia
menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia
8. Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu makan
yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati
9. Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan makanan
sendiri dan menjadi kurang gizi
10. Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan
menurun dan menjadi kurang gizi
11. Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya
menjadi kurang gizi
12. Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat
menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu
dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat
memperpanjang usia. Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori
dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk malakukan
kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya: untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal.
Seleksi variabel antropometri untuk mengukur status gizi lansia harus didasarkan pada :
Pengukuran antropometri lansia pada dasarnya sama dengan usia lainnya, hanya saja
karena kondisi lansia, terkadang harus dilakukan cara berbeda untuk memberikan hasil yang
lebih tepat.
TB pria = 64,19 - ( 0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dalam cm )
TB wanita = 84,88 - (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm )
Pemilihan jenis pengukuran (panjang depa, tinggi lutut. tinggi duduk) untuk
memperkirakan tinggi badan lansia yang tidak dapat berdiri tegak harus memperhatikan syarat-
syarat berikut ini:
Cara Pengukuron :
Lansia berdiri tegak pada permukaan tanah/lantas yang rata tonpamemakai atoskoki
(sondal sepatu).
Ujung tumit kedua telapak kaki dirapatkan dan menempel di dinding dalam posisi agak
terbuka di bagian depan jari-jari kaki.
Bahu, tulang belakang dan bokong menempel di dinding dalam posisi santai.
Tinggi badan diukur dengan mikrotoa yang pembacaannya dilakukan dengan ketelitian
01 cm. Sebelumnya mikrotoa harus dinol-kan dulu sempai kelantai.
2. Berat badan
Alat : Timbangan badan injak
Cara Pengukuran :
Lansia berdiri tegak dengan memakai pakaian seminimal mungkin, tidak membawa
beban atau benda apapun, dan tanpa alas kaki (sandal, sepatu)
3. Panjang depa
Lansia yang diukur harus memiliki kedua tangan yang dapat direntangkan sepanjang
mungkin dalam posisi lurus mendatar/ horizontal dan tidak dikepal
Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan karena sakit atau sebab lainnya,
maka pengukuran ini tidak dapat dilakukan.
Panjang depa tidak dianjurkan diukur dalam telentang karena dapat mengurangi tingkat
ketelitian hasil pengukuran sehingga hasilnya kurang akurat (WHO 1995)
Cara Pengukuran :
Lansia berdiri dengan kaki dan bahu menempel membelakangi tembok sepanjang pita
pengukuran yang ditempel di tembok.
Bagian atas kedua lengan hingga ujung telapak tangan menempel erat di dinding
sepanjang mungkin,
Pembacaan dilakukan dengan kerelitian 0,1 cm mulai dari bagian ujung jari tengah
tangan kanan hingga ujung jari tengah tangan kiri.
4. Tinggi lutut
Tinggi lutut sangat erat hubungannya dengan tinggi badan sehingga sering digunakan
untuk memperkirakan tinggi badan seseorang yang memiliki gangguan lekukan tulang
belakang atau tidak dapat berdiri karena lumpuh atau sebab lainnya.
Alat Pengukuran : Penggaris kayu/stainless steel dengan mata pisau menempel pada sudut
90° dan segitiga kayu untuk membentuk sudut 90 pada kaki kiri.
Cara Pengukuran :
Lansia diukur dalam posisi duduk atau berbaring/tiduran di atas lantai atau kasur
dengan permukaan rata/flat tanpa menggunakan bantal atau alas kepala (topi) apapun.
Segitiga kayu diletakkan pada kaki kiri antara tulang kering dengan tulang paha
membentuk sudut 90°.
Penggaris kayu/stainless steel ditempatkan di antara tumit sampai bagian tertinggi dari
tulang lutut. Pembacaan dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1 cm
5. Tinggi duduk
Bila lansia tidak dapat berdiri tegak dan atau merentangknn kedua tangannya sepanjang
mungkin dalam posisi lurus lateral dan tidak dikepal.
Jika salah satu atau kedua buah pergelangan tangan tidak dapat diluruskan karena sakit
atau sebab lainnya.
Alat Pengukuran :
Alat ukur antropometer terdiri dari bangku duduk dari kayu dengan panjang, lebar, dan
tinggi masing- masing 40 cm bagi lansia laki-laki, dan 35 cm bagi lansia perempuan
Cara Pengukuran
Mukrotoa yang menempel erat di dinding tembok harus dinol-kan dulu sampai lantai.
Lansia duduk dengan posisi tubuh tegak, kepala dan tulang belakang/punggung
menempel rapat ke dinding
Kedua kaki tanpa atau dengan alas kaki dirapatkan ke dinding bangku &mata menatap
lurus ke depan
Pembacaan dilakukan pada mikrotoa yang ditempelkan di dinding tepat di atas kepala,
setelah dikurargi tinggi bangku.
Kategori status gizi lansia berdasarkan indeks masa tubuh (WHO, 1999)
IMT Status Gizi
<20 kg/m² Gizi kurang
20-25 kg/m² Normal
25-30 kg/m² Gizi lebih
>30 kg/m² Obesitas
Kategori status gizi lansia berdasarkan indeks masa tubuh (Depkes, 2005).
IMT Status Gizi
<18,5kg/m² Gizi kurang
18,5-25 kg/m² Normal
>25kg/m² Gizi lebih
(Fatmah , 2010)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Data
1. Identitas Klien
Meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, Status perkawinan, Alamat, Suku, Agama,
Pekerjaan/penghasilan, Pendidikan terakhir.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Atau Masalah Kesehatan Sekarang
Pada lansia mengalami masalah pada pola makan, nafsu makan berkurang, sulit
mengunyah makanan sehinngga terjadi penurunan BB pada beberapa kasus. Selain
itu klien juga sering pusing ketika ia terlalu banyak melakukan aktifitas dan
badannya terasa letih dan lemah.
b. Riwayat Penyakit Atau Masalah Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh klien tetapi masih berhubungan
dengan penyakit sekarang, misalnya : gastritis, dispepsia, DM, obesitas dll.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik
berhubungan dengan panyakit yang diderita oleh klien maupun penyakit keturunan
dan menular lainnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian kebutuhan dasar
Kaji bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar klien meliputi : makan, pola tidur,
BAB, BAK dan personal hygine.
Kemandirian dalam melakuakan aktifitas
Kaji kemandirian klien dalam melakukan aktifitas apakah mandiri, membutuhkan
bantuan sebagian atau membutuhkan bantuan sepenuhnya. Pada beberapa lansia
biasanya mengalami intoleransi aktifitas atau kegiatan fisik yang dilakukan
kurang.
b. Pengkajian keseimbangan
Menurut Tinenti dan Ginter (1998) ada beberapa pengkajian keseimbangan untuk
klien lansia yaitu :
Mantap, aman =1
Bangkit berdiri
Tetap stabil namun dengan kedudukan kaki yang lebar atau menggunakan
alat bantu =1
Stabil =1
Mempergunakan tangan =1
Pasien berdiri bersama dengan pasien kemudian berjalan dalam lorong atau
menyebrangi ruangan, pertama dengan irama yang perlahan kemudian pada saat
balik dengan irama yang cepat. Dapat digunakan tongkat bila pasien biasanya
menggunakannya.
Interprestasi hasil :
3) Tanda-tanda Vital
TD, Nadi, Suhu, RR , TB, pada klien lansia BB : Biasanya terjadi perubahan berat
badan. Difokuskan pada kehilangan atau pertambahan berat badan saat ini
4) Sistem Pernafasan
Anamnesa : pada beberapa lansia biasanya ada yang memiliki gangguan pada
sistem pernafasan seperti asma, batuk, dll.
5) Hidung
Inspeksi : ada/tidak ada pernafasan cuping hidung, ada/tidak ada secret/ingus,
ada/tidak ada pemberian O2 melalui nasal/masker.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal
6) Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat dan kering/lembab, ada/tidak menggunakan alat bantu
nafas ETT
7) Leher
Inspeksi : bentuk leher normal dan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer tiroid
8) Faring
Inspeksi : tidak ada kemerahan dan tanda-tanda infeksi/oedem
9) Area Dada
Inspeksi :ada/ tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada
simetris, bentuk dada normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.
Wajah
Inspeksi : pucat dan konjungtiva anemis
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Dada
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
Ekstermitas atas
Inspeksi : perfusi merah, tidak ada sianosis dan clubbing finger
Ekstermitas bawah
Inspeksi : perfusi merah, tidak ada sianosis dan clubbing finger
11) Persyarafan
Anamnesa : pada beberapa lansia biasanya mengalami gangguan pada uji nervus
olfakturius, akustikus dan vagus.
14) Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat dan kering/lembab, jumlah gigi sudah tidak lengkap
15) Lidah
Inspeksi : Bentuk simetris, ada/tidak stomatitis
16) Abdomen
Inspeksi : ada/tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen).
Auakultasi : peristaltic usus
Perkusi : hipertympani/timpani
Palpasi :
Kuadran II : Gaster ada/tidak ada nyeri tekan abdomen dan ada/ tidak terdapat
distensi abdomen
19) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normal, tampak pada rambut sudah mengalami penurunan
fungsi pigmentasi (rambut beruban), rambut kepala mulai jarang (mengalami
kerontokan).
20) Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
22) Mata
Inspeksi : kekeruhan pada lensa
Palpasi : ada/tidak ada nyeri dan ada/ tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
c. Pengkajian Psikososial
d. Pengkajian Status Mental Lansia
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable
Mental Status Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
1. Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban.
2. Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan
3. Benar Salah No Pertanyaan
√ 10 Kurang 3 dari 20 dan tetap dikurangi 3 dari setiap angka baru, semua secara
menurun
Score total : 7
Interprestasi hasil :
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak mampu dalam
memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
C. Intervensi Keperawatan
Pasien mengalami
Nausea management
peningkatan berat
badan Kaji frekuensi mual,
durasi, tingkat
keparahan, faktor
frekuensi, presipitasi
yang menyebabkan
mual.
Anjurkan pasien
makan sedikit demi
sedikit tapi sering.
Anjurkan pasien
untuk makan selagi
hangat
Delegatif pemberian
terapi antiemetik :
Ondansentron 2×4
(k/p)
Sucralfat 3×1 CI
Weight management
Diskusikan dengan
keluarga dan pasien
pentingnya intake
nutrisi dan hal-hal
yang menyebabkan
penurunan berat
badan.
Timbang berat
badan pasien jika
memungkinan
dengan teratur.
Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri:
Mosby Elsevier
Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
Dewi, F. K., & K.W, D. N. (2014). Status Nutrisi Lanjut Usia Di Panti Sosial Di Pengaruhi
Oleh Status Oral Health. Hubungan kemampuan..., Fitria Kusuma Dewi, FIK UI.
Proverawati, A., & Wati, E. K. (2010). Ilmu Gizi Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta : Muha Medika.