Anda di halaman 1dari 26

SPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh

anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu dan banyak
dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit
saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada
masa dewasa.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan
balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % – 60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah
oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % – 30 %.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari
2 bulan.

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat
pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila
terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko
terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban
immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak
tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.

Tanda-tanda klinis

 Pada sistem pernafasan adalah: napas tak teratur dan cepat, retraksi/ tertariknya kulit
kedalam dinding dada, napas cuping hidung/napas dimana hidungnya tidak lobang, sesak
kebiruan, suara napas lemah atau hilang, suara nafas seperti ada cairannya sehingga
terdengar keras
 Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat atau lemah, hipertensi,
hipotensi dan gagal jantung.
 Pada sistem Syaraf adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang dan
coma.
 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk.

Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya),
kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi, demam dan dingin

Seperti pada artikel sebelumnya yang sudah membahas pengertian dan gejala ISPA secara
general, kali ini mari kita ketahui bersama bagaimana ISPA dapat diobati dan ditanggulangi
bahkan untuk dicegah sekalipun.
Untuk perawatan ISPA dirumah ada beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk
mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

 Mengatasi panas (demam)


Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol
atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet
dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

 Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis 1/2
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu 1/2 sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

 Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering
dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap
diteruskan.

 Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah
parah sakit yang diderita.

 Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-
lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan
lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat
antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan
dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,
usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk
pemeriksaan ulang
Pengobatan pada ISPA
 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri
oksigen dan sebagainya.
 Pneumonia: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika
terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.
 Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung
zat yang merugikan.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :


 Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
 Immunisasi.
 Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah :


 Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
 Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
 Immunisasi

Sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan adalah diharapkan dapat
membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus
bukan pneumonia sehingga dapat :

1. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan
pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu
dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.
2. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia)
dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.
3. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
4. Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang
terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat
diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik
kontrimoksasol.
5. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk
6. DEFINISI
7.
8. Secara definisi ISPA berarti timbulnya infeksi di saluran nafas yang bersifat akut (awitan
mendadak) yang disebabkan masuknya mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, jamur).
Secara anatomis penyakit ini dibedakan ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah. Batas
antara kedua kelainan ini terletak di laring. Infeksi yang mengenai laring ke atas disebut
sebagai ISPA bagian atas, sedangkan bila mengenai dibawah laring disebut sebagai ISPA
bagian bawah.
9.
ETIOLOGI
10.
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab (virus, bakteri, parasit, jamur).
ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh karena virus, sedangkan ISPA bagian bawah
dapat disebabkan oleh semuanya. ISPA bagian bawah yang disebabkan bakteri umumnya
mempunyai manifestasi klinik berat sehingga menimbulkan banyak problem dalam
penanganannya.
11.
PATOGENESIS
12.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan
saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
13.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah
rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu
keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama
dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25
% atau lebih).
14.
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi
infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri,
sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
15.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di
mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas,
seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena
infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.
Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen,
perkontinuitatum dan udara nafas.

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS


16.
17. Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan,
batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu
badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual,
muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan
adanya penyulit.
18.
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus,
serologis, diagnostik virus secara langsung.
19.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum,
biakan darah, biakan cairan pleura.

PENUTUP
20.
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-
macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya.
Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA
bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan yang rasional adalah apabila
pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan kuma penyebab. Untuk dapat
melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil
material pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru
setelah itu diberikan antimikroba yang sesuai.
21.
Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional antara lain kesulitan memperoleh
material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu baru diketahui dalam
waktu yang lama., kuman yang ditemukan adalah kuman komensal, tidak ditemukan
kuman penyebab.
22.
Melihat berbagai alasan yang telah diuraikan diatas maka sebaiknya pendekatan yang
digunakan adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu, setelah diketahui kuman
penyebab beserta antimikroba yang sesuai, terapi selanjutnya disesuaikan.

Pengertian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan


heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di
sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Dalam Pelita IV penyakit tersebut mendapat
prioritas tinggi dalam bidang kesehatan (Depkes, 1998).
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang termasuk ISPA
adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia
(Yuliastuti, 1992).

Menurut hasil lokakarya ISPA II tahun 1988, ISPA adalah infeksi saluran pernafasan
yang berlangsung dalam jangka waktu sampai 14 hari, dimana yang dimaksud dengan saluran
pernafasan adalah organ dan hidung sampai alveoli beserta organ-organ adneksanya (misalnya
sinus paranasalis, ruang telinga tengah, pleura).

Saluran pernafasan menurut anatominya dapat dibagi menjadi saluran pernafasan atas,
yaitu mulai dari hidung sampai laring, dan saluran pernafasan bawah, mulai dari laring sampai
alveoli (Nelson, 1983; Said dkk, 1989). Dengan demikian, infeksi saluran pernafasan akut dapat
dibagi menjadi ISPA atas dan ISPA bawah. Yang dimaksud ISPA atas ialah infeksi akut yang
secara primer mempengaruhi susunan saluran pernafasan di atas laring, sedangkan ISPA bawah
ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi saluran pernafasan bawah laring (Nelson,
1983).

Morbiditas dan mortalitas

Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak berbeda,
tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak (WHO, 1992). Berbagai
laporan mennyatakan bahwa ISPA anak merupakan penyakit yang paling sering pada anak,
mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun.
Umumnya infeksi biasanya mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5% yang
mengenai saluran pernafasan bawah.

Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada
balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA
sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode (WHO,
1992).

ISPA merupakan penyakit yang utama dari layanan rawat jalan meliputi 25-40% balita
yang berobat, dan ISPA pula yang merupakan penyebab rawat inap balita di rumah sakit sekitar
30-35% dari seluruh balita yang dirawat inap.
Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih merupakan
masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO (1992) memperkirakan 12,9
juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama pneumonia.

Menurut survei kesehatan rumah tangga (1990) ISPA merupakan penyakit yang
menyebabkan kematian nomor dua setelah diare, tetapi terjadinya perubahan proporsi kematian
pada SKRT 1986 dan 1992, ISPA merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan nomor
dua pada balita (Darmawan, 1995).

Penyebab

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk
ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1984).
Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran
nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring
hampir 90% disebabkan oleh viral (Adams dkk, 1988), sedangkan infeksi akut saluran nafas
bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah
yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H.
Influenza sekitar 10-20% (Robert, 1986). Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran
pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
(WHO, 1984).

Nelson (1983) juga mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab infeksi saluran


pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan
pnemonia dengan distribusi lobular.

Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA bagian
bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus,
parainfluenza, dan virus influenza A & B.

Faktor resiko
Beberapa faktor mempengaruhi tingginya mortalitas dan morbiditas ISPA serta berat
ringannya penyakit, faktor inilah yang dikenal sebagai faktor risiko. Berbagai penelitian
mengenai faktor risiko telah dilakukan baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Nampaknya faktor risiko di negera industri agak berlainan dari faktor risiko di negara
berkembang. Beberapa faktor risiko yang telah diketahui antara lain, malnutrisi, kelahiran
dengan berat badan rendah (BBLR), pemberian ASI, kepadatan hunian, sosioekonomi yang
rendah, asap rokok, cuaca, pendidikan orang tua, dan lain-lain. Sedangkan beberapa lainnya
masih diperdebatkan, seperti peran vitamin A. Secara umum faktor risiko dapat dikelompokkan
menjadi faktor diri (host) dan faktor lingkungan (Koch et al, 2003).

Menurut WHO (1992) beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia
dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap,
defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang
banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai
berikut:

1. Faktor host (diri)

a. Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia


dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut (Koch et al, 2003).

b. Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti


Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang
menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin
tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara
Denmark (Koch et al, 2003)

c. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan
predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan
virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan
akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

d. Status imunisasi

Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan


dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).

e. Pemberian suplemen vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya,


daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus
dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.

f. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi
juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2. Faktor lingkungan

a. Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat


berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).

Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi


menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et
al, 2003).

b. Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.

c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang


rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi
didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,1995).

d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan
terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.
Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat
orang tua merokok (Koch et al, 2003)

e. Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan


lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat
penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara
terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan
membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi
dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah
dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk
semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan
bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.

Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Mishra, 2003).

Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut
menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-
bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia,
haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending
dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan
batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu
serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan
anak (Tyrell, 1980).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran
nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri
dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas
yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun
mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:

1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-
apa.

2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.

3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.

4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

Klasifikasi ISPA anak

Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini cukup
menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu
organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam penyakit
yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut (Mandal, dkk, 1984).

Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :

1. Lokasi Anatomis

a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.

Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.

b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.


Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan
alveolus paru-paru.

2. Derajat keparahan penyakit

WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat


keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah
ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.

Adapun pembagiannya sebagai berikut :

a. ISPA ringan

Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut :

 Batuk

 Pilek dengan atau tanpa demam

b. ISPA sedang

Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:

 Pernafasan cepat.

Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.

Umur 1-4 tahun : 40 kali / menit atau lebih.

 Wheezing (nafas menciut-ciut).

 Sakit/keluar cairan dari telinga.

 Bercak kemerahan (campak).


Khusus untuk bayi <2 bulan hanya dikenal ISPA ringan dan ISPA berat dengan batasan
frekuensinya nafasnya 60 kali / menit.

c. ISPA berat

Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:

 Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.

 Kesadaran menurun.

 Bibir / kulit pucat kebiruan.

 Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.

 Adanya selaput membran difteri.

Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang
didapat yaitu :

a. Untuk anak umur 2 bulan – 5 tahun.

Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

 Pneumonia berat

Tanda utama :

 Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
serta gizi buruk.

 Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi
kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.

Tanda-tanda lain yang mungkin ada :


 Nafas cuping hidung

 Suara rintihan

 Sianosis (pucat)

 Pneumonia (tidak berat)

Tanda :

 Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

 Disertai nafas cepat :

Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.

Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.

 Bukan Pneumonia

Tanda :

 Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

 Tak ada nafas cepat :

Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.

Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun – 5 tahun.

b. Anak umur kurang dari 2 bulan

Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

 Pneumonia berat

Tanda :
 Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, wheezing, demam atau dingin.

 Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau

 Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.

 Bukan Pneumonia

Tanda :

 Tidak ada nafas cepat.

 Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

Dalam International Classification of Disease dalam bagian Diseases of the


Respiratory System revisi yang kesepuluh, ISPA dibagi berdasar atas letak anatomi saluran
pernafasan serta penyebabnya. Pembagian ini meliputi hal di bawah ini :

a. Infeksi saluran nafas atas akut

 Nasofaringitis akut (commond cold)

 Sinusiatis akut

 Faringitis akut : faringitis streptokokus dan faringitis karena sebab lain

 Tonsilitis akut : tonsilitis streptokokus dan tonsilitis karena sebab lain

 Laringitis dan trakeitis akut

 Epiglotitis dan laringitis obstruktif akut (croup)

b. Influenza dan pneumonia

 Influenza dengan virus yang teridentifikasi


 Influenza dengan virus tak teridentifikasi.

 Pnemonia viral (Pnemonia karena adenovirus, Pnemonia oleh virus sinsitium saluran
pernafasan, Pnemonia oleh virus parainfluenza, Pnemonia oleh virus lain)

 Pneumonia oleh streptokokus pnemonia.

 Pneumonia oleh karena Hemofilus influenza.

 Pneumonia bakterial lainnya.

 Pneumonia oleh sebab organisme lain.

c. Infeksi saluran nafas bawah akut lainnya.

 Bronkitis akut.

 Bronkiolitis akut

 Infeksi saluran nafas bawah akut lain.

Pneumonia
Posted by Samuel Sinaga at 08:56

Etiologi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup broniolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia dibagi menjadi Pneumonia Nosokomila (PN), yaitu
pneumonia yang terjadi di rumah sakit dan Pneumonia Komunitas (PK). Pada PK biasanya yang
menginefeksi adalah Str. pneumoniae, M. pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, H. influenzae, S.
aureus, Ps. aeruginosa, Branhamella catarrhalis, dll. Pada PN yang sering menjadi patogen adalah S.
aureus, Ps. aeruginosa, dan Acinobacter spp. (Nrooks, 2005; Dahlan, 2007)
Pada kesempatan kali ini penulis akan menitikberatkan mengenai Branhamella catarrhalis yang sekarang
bernama Moraxella catarrhalis yang sebelumnya bernama Neisseria catarrhalis. M. catarrhalis adalah
bakteri gram negatif yang berbentuk coccus, termasuk dalam famili Neisseriaceae. Bakteri ini bersifat
nonmotil, tidak meragikan, dan oksidase positif. Bakteri ini merupakan flora normal pada anak-anak usia
sekolah, tapi akibat adanya perubahan seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi
lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat sehingga terjadi perubahan karakteristik kuman.
(Brooks, 2005; Dahlan, 2007)

Patogenesis
Patogenesis peumonia terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran nafas bagian bawah
tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme inang berupa daya tahan
mekanik (epitel cilia dan mukus), humoral (antibodi dan komplemen), dan selular. Kolonisasi terjadi
akibat adanya berbagai faktor inang dan terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit penyerta
yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif pada saluran
pernafasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru, penyebaran hematogen, dan
akibat intubasi. (Dahlan, 2007)

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat muncul batuk kering, kesulitan bernafas, dan gangguan lain (seperti nyeri
kepala, mialgia, rasa lelah, tenggorokan kering, nausea, vomitus, dan diare). Terkadang muncul demam
disertai menggigil. (Braundwald, 2001)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium hitung
leukosit karena pneumonia erat kaitannya dengan sistem imun, pemeriksaan bakteriologis yaitu kultur
kuman dan pewarnaan, serta pemeriksaan khusus berupa titer antibodi dan analisis gas darah untuk
menentukan tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. (Dahlan, 2007)

Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi untama pneumonia adalah pemberian antibiotik (AB) tertentu terhadap kuman
tertentu pada sesuatu tipe dari ISNBA (Infeksi Saluran Nafas Bawah Akut) baik pneumonia ataupun
bentuk lain, dan AB ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab termaksud.
(Dahlan, 2007 )

PENDAHULUAN
Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya
pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa
disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru
meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per
menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau
lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak
dikenal diagnosis pnemonia.
Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas
sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak
usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pnemonia sangat
berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat
minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat ditandai dengan frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding
dada sebelah bawah ke dalam.
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pnemonia
lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi
tentang penanggulangan Pnemonia. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita kedalam 2
kelompok usia: Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia)
Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan Bukan
Pnemonia ).
Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita batuk yang tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek
biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak
termasuk penyakit yang tercakup dalam program ini.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh
dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran
nafas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia
nosokomial/PN atau pneumonia di pusat perawatan /PPP). Pneumonia yang merupakan bentuk
infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.
Kejadian PN di ICU lebih sering daripada PN di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir
25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik. PBV didapat pada
9-27% dari pasien yang diintubasi. Risiko PBV tertinggi pada saat awal masuk ke ICU.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit
dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia(lansia) dan sering terjadi pada
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapar terjadi pada pasien dengan penyakit lain
seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi
renal, penyakit syaraf kronik, dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi lain antara lain
berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, diabetes mellitus, keadaan imunodefisiensi,
kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan
invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor
lingkungan khususnya tempat kediaman misalnya di rumah jompo, penggunaan antibiotik (AB)
dan obat suntik kuman gram negatif. Pasien-pasien PK juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis
patogen yang baru.
Anamnesis epidemiologi haruslah mencakup keadaan lingkungan pasien, tempat yang
dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang menderita penyakit yang serupa.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai
adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob dan non bakteri seperti oleh jamur, mikobakterium
atau parasit.

ETIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan
terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain,
misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan
oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan
oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar.
Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas
Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit
kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan
perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari
pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab
yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan
daerah yang lainpada suatu Negara, diluar RS dan didalam RS. Karena itu perlu diketahui
dengan baik pola kuman di suatu tempat.
Jangan menganggap kita berada di kotak steril tanpa bibit penyakit. Udara sekitar kita penuh
dengan bibit-bibit penyakit. Seseorang tidak jatuh sakit karena ada keseimbangan antara sistem
pertahanan tubuh kita, serta jumlah maupun keganasan bibit penyakit. Yang dimaksud dengan
sistem pertahanan tubuh, misalnya struktur kulit, proses batuk, hingga sel-sel pembunuh yang
berada dalam darah maupun cairan limfe kita (sistem antibodi). Untuk itu penting selalu menjaga
kondisi tubuh agar tetap fit menghadapi serangan penyakit.
Pada orang-orang yang terganggu pertahanan tubuhnya, misalnya kesadaran menurun, usia
lanjut, menderita penyakit pernapasan kronik/PPOM, infeksi virus, diabetes mellitus, dan
penyakit kronis lainnya, termasuk juga pada penderita penyakit payah jantung atau kanker,
mereka itu menjadi mudah sakit. Selain itu, jumlah bakteri atau virus serta keganasan
virus/bakteri tersebut yang masuk ke tubuh calon penderita bisa mempengaruhi, apakah
seseorang menjadi sakit atau tidak.
Pneumonia tidak disebabkan oleh satu penyebab saja. Pneumonia dapat disebabkan oleh 30 jenis
penyebab yang dibagi dalam 5 garis besar pneumonia, yaitu bakteri, virus, micoplasma, infeksi
seperti fungi termasuk pneumosistik dan oleh zat-zat kimia.

ANATOMI
Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem respirasi, paru kanan memiliki tiga lobus
sedangkan paru kiri dua lobus. Keduanya dipisahkan oleh mediastinum yang menutupi jantung,
trachea, esophagus, dan beberapa kelenjar limfe. Paru terbungkus oleh membran pelindung yang
disebut pleura yang dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma. Pada setiap pernapasan,
udara masuk melalui trakhea dan terus ke bronchus kemudian mengisi ribuan alveoli pada ujung
bronchus, yang dikelilingi oleh kapiler darah. Oksigen menembus membran alveoli menuju ke
aliran darah. Sel darah merah mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan dan selanjutnya
mengangkut karbondioksida kembali ke paru dan dilepaskan ke alveoli, bronchus dan keluar
melalui trakhea.
PATOGENESIS
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat
ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien.
Faktor penderita (Host) adalah keadaan penderita sebelum menderita pneumonia, apakah sehat
ataulah telah mempunyai sesuatu penyakit dasar/faktor predisposisi tertentu. Hal ini
berhubungan dengan:
1. Mekanisme pertahanan tubuh non spesifik penderita di saluran napas bawah berupa proteksi
mekanik untuk refleks batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi lendir dan keutuhan epitel
bronkus.
2. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa kemampuan pembentukan antibodi, adanya
komponen komplemen serum dan tingkat kuantitatif/kualitatif sel-sel fagosit. Gangguan
ketahanan tubuh ini menyebabkan mudahnva penderita terkena infeksi oleh kuman yang
virulensinya rendah. Keadaan ini misalnya pada penderita penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik/penyakit paru obstruktif menahun (PPOM), tumor paru; usia anak dan tua/jompo; sesudah
influenza; gangguan imunolo-gik (compromised hosts). Pada HAP terutama adalah gangguan
imunologik. Infeksi pada penderita yang normal disebut infeksi primer, dan bila telah ada
penyakit dasar infeksi sekunder.
Faktor lingkungan menunjukkan adanya perbedaan jenis kuman yang ada di suatu daerah/negara,
atau di luar dengan didalam rumah sakit (epidemiologi klinik kuman). Juga pengaruh dari
sanitasi dan polusi udara.
Faktor kuman adalah sifat/karakteristik dari suatu atau lebih jenis kuman yang terdapat dalam
lingkungan penderita dan kemudian menginfeksi penderita karena keadaan penderita yang cocok
dengan kuman. Kuman ini akan memberikan gambaran klinik tertentu yang dapat dipakai
sebagai pengenalnya.

Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering
disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui slang infus oleh Staphylococcus aureus
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa dan Enterobacter.
Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain.
Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan
udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan
sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit
pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi pada seluruh tubuh.

KLASIFIKASI PNEUMONIA
A. Pneumonia Bakterial
Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu
bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum
alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan
menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat
pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Infeksi paru akut yang disebabkan oleh streptococus pneumonia umumnya adalah bentuk
pneumonia lobar. Namun demikian infeksi ini biasanya tidak mengenai seluruh lobus dan
alveolar pneumonia lebih baik. Ada lebih 82 serotype dari S.pneumonia tapi kebanyakan
pnumonia disebabkan oleh tipe 1,3,4,5,7,8,9 dan 12. tipe 8 yang paling umum terjadi. Tipe 14
menyebabkan pneumonia pada anak-anak tetapi jarang pada orang dewasa.
Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu
sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus
dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.
Pada orang normal tubuh akan mengadakan perlawanan, dan biasanya menang, tetapi tidak pada
orang-orang tua atau mereka yang daya tahan tubuhnya menurun. Karena mekanisme itu,
biasanya infeksi paru-paru (pneumonia) jenis itu didahului dengan infeksi saluran napas bagian
atas satu minggu sebelumnya, kemudian gejala timbul mendadak seperti panas yang tinggi
(mencapai 40 derajat Celsius) disertai menggigil dengan gemeretak gigi bahkan bisa sampai
muntah. Terdapat juga nyeri pleura (lapisan yang membungkus jaringan paru-paru) yang hebat
dan diperberat dengan batuk dan pernapasan yang terganggu.
Jenis batuk biasanya produktif mengeluarkan lendir yang berwarna hijau atau merah tua.
Penderita akan mengeluarkan keringat banyak, demam, nadi dan pernapasan meningkat. Karena
kekurangan oksigen, bibir dan kuku membiru (clubbing finger). Kesadaran pasien menjadi
menurun.

B. Pneumonia Akibat Virus


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus
influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga).
Uraian mengenai virus dan penyakit influenza lebih terperinci akan disajikan minggu depan.
Kekerapan penyakit itu pada setiap golongan usia berbeda, bergantung pada virus penyebabnya.
Respiratory syncytial virus (RSV) terbanyak pada anak balita. Sebaliknya virus varicella yang
menyerang paru-paru hanya bisa diderita oleh orang dewasa. Virus influenza tipe A sendiri bisa
menyerang kedua kelompok usia, namun orang dewasa lebih sering terserang virus tersebut.
Konsentrasi penduduk, terutama mereka yang tinggal di asrama lebih memungkinkan
penyebaran pneumonia secara cepat, apalagi kalau hubungan dengan dunia luar terbatas seperti
pada tempat latihan angkatan bersenjata. Infeksi oleh virus influenza dapat menjadi berat dan
kadang-kadang berakibat fatal. Penyakit itu sering ditemukan pada penderita penyakit jantung,
paru-paru, atau mereka yang sedang hamil.
Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi
sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.
Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang
disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.

C. Pneumonia Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan
pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang
belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ).
Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi dalam perang dnia II. Mikoplasma adalah agen
terkecil dialam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa
diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka
kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan
menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah
baru hilang dalam waktu lama.

D. Pneumonia Jenis Lain


Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii pnumonia ( PCP ) yang diduga disebabkan
oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP
disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut
Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan sekarang memakai nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan sebagai PCP. Sistem kekebalan yang sehat dapat
mengendalikan jamur ini. Namun, PCP menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang
dewasa dengan sistem kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi
paru, menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah CD4 di bawah
300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit
PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan mengembangkan
penyakit PCP lagi.
PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan
kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah atau menundah kekambuhan.
Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan , gas, debu
maupun jamur.
Rickettsia- juga masuk golongan antara virus dan bakteri-menyebabkan demam Rocky
Mountain, demam Q, tipus, dan psittacosis. Penyakit-penyakit ini juga mengganggu fungsi Paru,
namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali dioabati
sejak dini.

DIAGNOSIS RADIOGRAFI
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace
disease) misalnya oleh streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmewntal disease); dan
pneumonia interstisial (Interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Pada pasien yang
mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4-12 minggu.
Pada air space pneumonia didapatkan foto thoraks PA posisi erek tampak infiltrat diparenkim
paru perifer yang semiopak, homogen tipis seperti awan, berbatas tegas, bagian perifer lebih
opak dibanding bagian sentral. Konsolidasi parenkim paru tanpa melibatkan jalan udara
mengakibatkan timbulnya air brinkogram. Tampak pelebaran dinding bronkiolus.
Foto rontgen toraks dapat memastikan keberadaan dan lokasi sebukan pada paru; menilai derajat
infeksi paru, mendeteksi adanya kelainan pleura, kavitas paru atau limfadenopati hilus; dan
mengukur respons pasien terhadap terapi antimikroba. Namun demikian, foto toraks mungkin
memperlihatkan hasil yang normal pada pasien yang tidak dapat meningkatkan respons
inflamasinya (misalnya pada pasien dengan agranulositosis) atau pada stadium awal dalam
proses infiltratif (misalnya, pneumonia S.aureus yang hematogenosa, pneumonia Pneumocystis
pada pasien AIDS).
Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia dengan gejala yang tidak jelas adalah chest x-ray.
Chest x-ray dapat memperlihatkan daerah opac (kelihatan putih) dimana memperlihatkan adanya
konsolidasi. Pneumonia tidak selalu kelihatan pada x-ray apalagi pada kelainan stadium awal.
Pneumonia pada x-ray bisa juga tidak kelihatan karena pada lapangan paru tertentu. Pada kasus
tertentu, chest CT (computed tomography) dapat memperlihatkan pneumonia yang tidak nampak
pada x-ray chest. X-ray bisa saja tidak kelihatan karena adanya banyak masalah dan CHF.
Pada sindrom loffler tampak pada daerah-daerah konsolidasi cenderung paralel dibagian luar dari
dinding thoraks dan tidak terdapat pada bagian luar, homogen dan tersebar. Hal-hal tersebut
cenderung menjadi singkat dan bergantian secara alami. Cavitas biasanya tidak terasosiasi.
Lokalisasi anatomik proses inflamasi seperti yang terlihat pada hasil foto toraks kadang-kadang
mempunyai implikasi diagnostik. Sebagian besar mikroorganisme patogen paru akan
menghasilkan lesi fokal. Distribusi multisentrik menunjukkan infeksi hematogenosa dan pada
kasus semacam ini perlu dicari infeksi ditempat yang jauh, seperti endokarditis atau
tromboflebitis. Distribusi yang difus menunjukkan infeksi oleh P.carinii, sitimegalovirus, virus
campak atau virus herpes zoster, infeksi oleh kedua mikroorganisme yang disebutkan terakhir ini
didiagnosis dengan adanya ruam yang khas yang selalu menyertai pneumonia, Empiema dan
pembesaran kelenjar limpe hilus tidak lazim terdapat pada pneumonia Pneumocystis dan
sitomegalovirus; keberadaan kedua gejala tersebut menunjukkan etiologi yang lain. Lesi yang
difus pada pasien dengan tanggap imun yang lemah juga menunjukkan kemungkinan
legionelosis, tuberkulosis, histoplasmosis atau infeksi Mycoplasma atau Stringyloides yang
desiminata.
Kavitas terjadi jika bahan yang nekrotik diekskresikan ke dalam jalan nafas yang berhubungan
sehingga terjadi pneumonia nekrotikan (kavitas kecil yang multipel yang masing-masing
berdiameter <2>2 cm). Kuman anaerob oral, S.aureus, S.pneumoniae serotipe III, baksil aerob
gram-negatif, M.tuberkulosis atau fungi dan keadaan non infeksius tertentu dapat menimbulkan
nekrosis jaringan dan kavitas.

PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah memberikan terapi suportif, karena infeksi virus tidak akan
memberikan respon terhadap antibiotik. Terapi suportif terdiri dari:
- udara yang lembab
- tambahan asupan cairan
- tambahan oksigen.
Untuk mencegah dehidrasi, mungkin penderita anak-anak dan lanjut usia perlu menjalani
perawatan di rumah sakit. Penderita pneumonia yang berusia muda bisa segera sembuh. Hal-hal
yang mempermudah penyembuhan adalah sistem pertahanan tubuh relatif baik, infeksinya belum
menyebar, dan tidak menderita penyakit lain terutama penyakit kronis. 7,12
Pada penderita yang muda dan "sehat", pengobatan awal dengan antibiotik bisa mempercepat
pemulihan. Untuk pneumonia karena virus, meskipun saat ini sudah tersedia preparat (obat)
antivirus, belum luas digunakan berhubung harganya yang relatif mahal. Untuk itu, pengobatan
pada pneumonia karena virus biasanya hanya bersifat supportive semata (tidak membunuh
virusnya). Diharapkan kekebalan tubuh bisa terbentuk untuk menangkal virusnya.
Kadang diberikan obat antivirus (misalnya ribavirin atau amantadin, untuk virus influenza tipe
A), terutama pada bayi dan anak-anak. Untuk pneumonia karena virus herpes dan cacar air bisa
diberikan acyclovir. Beberapa penderita akan mengalami pemulihan dalam waktu 2 minggu,
tanpa meninggalkan gejala sisa.
Akibat yang fatal mungkin akan ditemukan pada:
penderita lanjut usia
penderita gangguan sistem kekebalan
bayi yang menderita kelainan jantung bawaan.

Obat-obat untuk ISPA yang tidak disebabkan oleh bakteri :


• Batuk diobati dengan obat-obat antitusif seperti Dekstrometorphan dan Kodein
• Sesak napas diobati dengan obat-obat dekongestan.Dekongestan dapat membantu melebarkan
saluran napas atas dengan jalan mengurangi pembengkakan saluran napas. Contohnya adalah
Dekstrometorphan.
• Obat antiinflamasi steroid, untuk menyembuhkan radang yang terjadi (Dexamethason).
• Obat-obat analgetik untuk meredakan rasa sakit yang menyertai (NSAIDs atau Parasetamol).
Adanya infeksi bakteri terhadap saluran pernapasan dapat dipastikan melalui pemeriksaan
laboratorium yang membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari. Tanda-tanda infeksi bakteri lainnya
adalah adanya terjadinya demam bahkan setelah pasien menerima pengobatan terhadap gejala
yang timbul, serta batuk berdahak yang semakin lama semakin bertambah parah. Apabila tanda-
tanda tersebut muncul disertai dengan diagnosa dokter terhadap adanya infeksi oleh bakteri,
maka pada kondisi inilah pasien memerlukan pengobatan antibiotik sesuai dengan jenis bakteri
yang menjadi penyebab infeksi tersebut. Adapun antibiotik yang paling sesuai untuk ISPA oleh
bakteri adalah golongan Penicillin (Amoxicillin) dan Eritromicyn bagi pasien yang memiliki
riwayat alergi terhadap dolongan Penicillin. (mela, dari berbagai sumber)

Anda mungkin juga menyukai