Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia (Hidayat, 2008).


Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak

sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam

meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak

diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2006).


Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat

singkat atau sementara yang dapat di sebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal serta

adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan. Terjadinya kejang dapat

disebabkan oleh malformasi otak kongenital, faktor genetik atau adanya penyakit seperti

meningitis dan ensefalitis serta demam yang tinggi atau dapat dikenal dengan istilah

kejang demam, gangguan metabolisme, trauma dan lain sebagainya. Apabila kejang

bersifat kronis dapat dikatakan sebagai epilepsy yang terjadi secara berulang-ulang

dengan sendirinya ( Hidayat, 2006 ).


Menurut WHO (Word Health Organization) 2010, pada awal terjadinya kejang

demam pada anak disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh yang tinggi sebanyak 70% dari

100% anak yang mengalami awalnya demam biasa karena kurangnya perhatian orang tua

terhadap demam pada anak.


Penyakit yang paling umum di derita anak antara lain : demam, infeksi saluran

pernafasan dan diare. Tapi yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai dari

praktek dokter sampai bidan meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan adalah panas tinggi

atau demam sampai kejang pada anak (Dinkes, 2009).

1
Dalam keluarga orang tua sangatlah dibanggakan oleh anak, begitu juga sebaliknya

anak merupakan buah hati yang berharga, harus dijaga dan dilindungi, sehingga anak

sakit sangatlah dikhawatirkan. Rendahnya kesehatan orang tua, terutama ibu dan anak

bukan hanya karena sosial ekonomi yang rendah, tapi sering disebabkan orang tua tidak

mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya dan kesehatan anaknya

(Notoatmodjo, 2007).
Sebagian besar demam berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi local

dan sistemik. Paling sering kejang demam disebabkan oleh penyakit infeksi 50%

(Sodarmo, 2010).
Demam biasa pun dianggapnya jika terus meningkat bisa menyebabkan terjadinya

kejang demam atau bahasa awamnya disebut step pada anak, oleh karena itu saat anak

kita demam perlu melakukan pengukuran suhu tubuh agar orang tua tau batas akan

mencapai kejang demam pada suhu tubuh anaknya dan segera melakukan penanganan

(Kosim, 2011).
Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan

anak, karena nilai kesehatan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi

dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan

pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial anak, dan

pendidikan ibu. Dan salah satu penyakit tersering yang di derita oleh anak adalah

penyakit kejang demam (Hidayat, 2006).


Angka kematian kejang demam hanya 0,64 % - 0,75 %, sebagian penderita kejang

demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2-7 %.

Sebagian terbesar serangan kejang demam berlansung singkat yaitu kurang dari 15 menit,

serta bersifat sementris, bilateral atau umum. Prichard dan MC gral mengemukakan

bahwa bila pireksia ( suhu badan tinggi ) merupakan penyebab utama dari kejang demam,

2
dan bentuk kejang simetris. Namun, didapatkan bahwa kenyataan lain bahwa otak tidak

selalu bereaksi secara simetris terhadap stimulus atau rangsangan yang umum, tetapi

kasus yang demikian jarang. Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang

demam cukup menghawatirkan bagi orang tuanya dan sebagian besar orang tua belum

mengetahui tentang penyakit kejang demam. Sebagian besar menganggap anaknya sakit

berat dan akan berakhir dengan kematian, atas dasar pertimbangan bahwa demam

memungkinkan bangkitan kejang demam, kejang demam menurunkan tingkat kecerdasan

dan cacat saraf, kekhawatiran dan kebingungan orang tua terhadap anaknya mengalami

bangkitan kejang. Untuk kepentingan tersebut pengetahuan tentang cara memperidiksi

terhadap bangkitan kejang demam dan faktor risiko yang menyebakan kejang demam

( Maryatongo, 2007 ).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan permasalahan sebagai

berikut “Bagaimana Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Kejang Demam Pada

Anak?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Kejang

Demam Pada Anak.

2. Tujuan Khusus

3
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang kejang demam pada

anak.

b. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu tentang kejang demam pada anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Desa

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan masukan bagi petugas

kesehatan yang berada di Desa, untuk melakukan tindakan promotif seperti

penyuluhan dan memberikan pendidikan kepada ibu tentaang Kejang Demam pada

Anak.

2. Bagi Ibu

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi ibu, khususnya ibu

yang mempunyai anak kecil agar lebih meningkatkan kesadaran terhadap perlunya

pengetahuan tentang kejang demam pada anak. Dengan demikian diharapkan kasus-

kasus seperti kejang tidak terjadi lagi.

3. Bagi Institusi Akademi Kebidanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan informasi

bagi Mahasiswa agar dapat mengetahui tentang kejang demam pada anak.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi ahli madya kebidanan dan untuk memberi pengalaman yang

berharga serta meningkatkan wawasan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan

kejang demam pada anak.

4
5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi untuk penelitian

selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang lebih mendalam dan saya harapkan

mahasiswa mampu melanjutkan penelitian ini agar dapat meningkatkan calon profesi

yang lebih berkompeten.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang Demam Pada Anak


1. Pengertian

5
Secara umum anak adalah yang berusia antara 18 bulan hingga 13 tahun. Ketika

seorang masih berusia dibawah 18 bulan, pada umumnya kita akan mengidentifikasikan

sebagai seorang bayi (Nurmalis, 2004).


Kejang demam pada anak merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena

peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antar usia 6 bulan-4

tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam

setelah timbulnya demam. Pada kejang demam, wajah anak akan menjadi biru, berputar-

putar dan anggota badannya akan bergetar dengan hebat (Hidayat, 2011).
Kejang demam sering terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun sampai awal

kelompok usia 2 sampai 5 tahun, karena pada usia ini otak anak sangat rentan terhadap

peningkatan mendadak suhu badan. Sekitar 10% anak mengalami sekurang-kurangnya

satu kali kejang. Pada usia anak 5 tahun, sebagian besar anak telah dapat mengatasi

kerentanan terhadap kejang demam (Hidayat, 2011).


2. Ciri-Ciri Kejang Sederhana
a. Pada anak usia 6 bulan sampai 6 tahun
b. Demam tinggi (> 38,5ºc).
c. Kejang umum seluruh tubuh
d. Tidak sadar
e. Mata mendelik ke atas
f. Nafas agak terganggu
g. Mulut berbusa
h. Ngompol dan muntah berlangsung < 15menit
i. Pasca kejang anak tampak diam, mengantuk, dan tertidur beberapa detik atau menit

dan kemudian pulih seperti biasa.


j. Tidak ditemukan kelaianan fungsi saraf sebelum maupun sesudah kejang
k. Kejang tidak berulang 24 jam
l. Kejang tidak berulang > 4x dalam setahun
3. Ciri-Ciri Kejang Komplek
a. Kejang tidak umum tapi hanya mengenal sebagian tubuh, misalnya tangan saja
b. Kejang berlangsung >15 menit
c. Kejang berulang dalam 24 jam
d. Kejang berulang >4x dalam setahun

6
Kejang demam komplek menunjukkan ada kelainan di sistem saraf, keadaan ini

kelak berpotensi berkembang menjadi epilepsy sehingga seperti perlu di evaluasi

lebih lanjut.
4. Mencegah Terjadinya Kejang
Karena pemicu kejang demam adalah demam tinggi yang timbul mendadak, maka

bila anak menderita demam, usahakan segera menurunkan demam dengan:


a. Kompres kepala dan seka badan dengan air
b. Jangan memakai baju tebal
c. Jangan membalut tubuh dengan selimut tebal
d. Beri obat penurun demam
e. Minum air atau beri obat pencegah kejang seperti: Diazepam
5. Faktor-Faktor Kejang
a. Demam yang tiba-tiba meninggi
b. Usia, kejang demam terutama terjadi pada anak usia dibawah 6 tahun
c. Faktor turunan atau genetic, dimana ambang rangsang kejang demam lebih rendah.
d. Adanya riwayat kejang demam pada anggota keluarga meningkat resiko kejang

demam.
6. Penatalaksanaan
Dalam mengatasi kejang demam pada anak, penolong harus tenang usahakan

supaya tidak panik, perlu menjaga pikiran tetap jernih. Waktu kejang progresif biasanya

sangat singkat, jangan mencoba mengekang gerakan anak, tetapi singkirkan benda tajam

apapun dari tempat sekelilingnya untuk menghindari cedera sementara kejang

berlangsung. Jangan mencoba menempatkan apapun dalam mulutnya. Setelah gerakan

kejang yang terburuk berlalu, putar anak dengan hati-hati agar berbaring pada sisi

tubuhnya, hal ini bertujuan untuk mencegah sumbatan saluran pernafasan (Hidayat,

2011).
Segera setelah kejang berhenti, rawatlah anak dengan penuh kasih sayang, dan

buatlah ia nyaman, karena walaupun ia tidak menyadari apa yang terjadi padanya selama

beberapa menit yang lalu, ia akan segera bingung dan takut. Segera setelah anak tenang

ukur dan catat suhu tubuhnya. Tindakan selanjutnya adalah mendinginkannya,

longgarkan pakaiannya, buka jendela, dan berikan ia minuman dingin (Hidayat, 2011).

7
Jika demamnya tidak terlalu tinggi serta ia mengalami ketidaknyamanan karena

hal ini, isi sedikit bak mandi dengan air dingin. Dirikan dia di dalam bak dan usapkan air

di dalam bak padanya (Hidayat, 2011).


Dalam penatalaksanaan medis untuk mengatasi kejang dapat dilakukan pemberian

obat anti kejang, seperti Diazepam, bila kejang berulang-ulang dapat diberikan ulang

dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg BB. Setelah itu, berikan obat atau turunkan panas dengan

pemberian obat anti piretik, seperti parasetamol kurang lebih 10 mg/kg BB dan lakukan

penanganan untuk mendukung kegagalan kejang demam seperti bebaskan jalan nafas,

berikan oksigen, serta jaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Selain itu, untuk

mencegah terjadinya kejang demam dan komplikasinya, dapat diberikan fenobarbital

serta fenitol dengan induksi khusus yang dapat diberikan 2 tahun bebas kejang atau

sampai 6 tahun (Hidayat, 2011).

B. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek

melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya

pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi

oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang

diperoleh melalaui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda

(Notoatmodjo, 2010).

1. Tingkatan Pengetahuan

8
Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak

mengandung vitamin C, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk

Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu

sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa, apa penyebab,

bagaimana, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar

dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara

benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami cara

pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M

(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus

menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang

lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus

dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau di mana

saja, dan seterusnya.

d. Analisis (analysis)

9
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu

masalah atau objek yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah

sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan,

atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bahan) tetrhadap

pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes

Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup

cacing kremi, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang uuntuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan

yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau

meringkas kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau

didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu.Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku

dimasyarakat. Misalnya seseorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak

menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga

berencana bagi keluarga, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

10
a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menetukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2013), pendidikan

dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola

hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan (Nursalam, 2013) pada umumnya makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah

keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya

dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi

lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,

berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan

kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai

pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

3) Umur

11
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa

dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan

sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (3 lingkungan

merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya

yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

dari sikap dalam menerima informasi (Notoatmodjo, 2011).

C. Sikap

Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam komponen sosiopsikologis, karena

merupakan kecenderungan bertindak, dan bersepsi.Sikap merupakan kesiapan tatanan saraf

(neural setting) sebelum memberikan respons konkret. Sikap mengandung aspek penilaian

atau evaluatif terhadap objek, dan mempunyai 3 komponen, yakni:

1. Komponen kognitif

12
Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang

diketahui manusia. Komponen kognitif ini adalah olahan pikiran manusia atau seseorang

terhadap kondisi eksternal atau stimulus, yang menghasilkan pengetahuan.

2. Komponen afektif

Komponen afektif adalah aspek emosional yang berkaitan dengan penilaian terhadap

apa yang diketahui manusia. Setelah seseorang mempunyai pemahaman atau

pengetahuan terhadap stimulus atau kondisi eksternalnya, maka selanjutnya akan

mengolahnya lagi dengan melibatkan emosionalnya. Hasilnya adalah penilaian atau

pertimbangan terhadap pengetahuan tersebut. Maksudnya adalah pengetahuan ini

selanjutnya akan diolah oleh responden dengan melibatkan emosinya.

3. Komponen konatif

Komponen konatif adalah aspek visional yang berhubungan dengan kecenderungan

atau kemauan bertindak (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu antara

lain :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.

c. Menghargai (valuing)

13
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang.

Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek

sikap yang hendak diungkap.Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-

hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau

memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang

favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif

mengenai obyek sikap yeng bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek

sikap. Pernyataan seperti ini disebut pernyataan yang tidak favourable. Pengukuran

sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat

ditanyakan bagaimana pendapat/pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian

ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2011).

D. Kerangka Teori

Lewrence Green menjelaskan bahwa prilaku dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh 3

faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi ( predisposing factors)

Terwujudnya dalam pengetahuan, kepercayaan, pendidikan, sikap, dan motivasi.

2. Faktor pendukung (resforsing factors)

14
Terwujudnya dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau

sarana dan prasarana kesehatan.

3. Faktor pendorong (enabling factors)

Terwujudnya dalam sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang

merupakan kelompok referensi dari prilaku masyarakat (Notoadmodjo, 2010).

Sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, kerangka teori prilaku kesehatan yang

digunakan adalah teori Green yang dapat digunakan sebagai berikut:

Bagan 2.1

15
Kerangka Teori

Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap
Kepercayaan
Nilai
(Variabel
Demografi
Tertentu
Demografi) 1

Faktor Pendukung
Ketersediaan
sumber daya 5 Perilaku
kesehatan Kesehatan
Keterampilan 5
individu
Keterjangkauan
sumber daya 2 4
kesehatan
3
Faktor Pendorong :
Keluarga
Teman
Suami
Petugas Kesehatan

Sumber : Green dalam (Notoatmodjo, 2010).

: Menunjukan Pengaruh Langsung


: Menunjukan Pengaruh Tidak Langsung
Nomor (1,2,3,4,5) : Menunjukan Kira-Kira Terjadinya Tindakan
Huruf Bold : Menunjukan Variabel Yang Diteliti

BAB III

16
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu

pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung. Agar

dapat di amati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus di jabarkan ke dalam

variabel-variabel. Dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur. Yang dimaksud

kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan

variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Dari uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud “Kerangka Konsep Penelitian” adalah suatu hubungan atau kaitan

antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui

penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan kerangka teori pada BAB II, kerangka konsep penelitian ini

disesuaikan dengan pendapat Green (Notoatmodjo, 2010) ada 3 faktor yang

mempengaruhi perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor

pendorong. Dari kerangka teori yang sudah dibahas peneliti tidak mengambil keseluruhan

variabel dari setiap faktor, dalam penelitian ini penulis tidak mengambil keseluruhan dari

aspek pengetahuan dan sikap, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu. Maka

dalam kerangka konsep ini yang menjadi variabel penelitiannya adalah Gambaran

Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Kejang Demam Pada Anak di Desa.

Berdasarkan kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut :

17
Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan Kejang Demam


Pada Anak
Sikap

B. Definisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati/diteliti

perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi

operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument atau alat

ukur (Notoatmodjo, 2010).

18
Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara/Alat/Skala

.
1 Pengetahua Segala sesuatu yang diketahui Cara : Pengisian kuesioner
Alat : Kuesioner
n responden (ibu) berkaitan dengan
Skala : Ordinal
kejang demam. Hasil Ukur :
2.Baik, jika jawaban benar
76%-100%
1.Cukup, jika jawaban benar
56%-75%
0.Kurang, jika jawaban benar
< 56%
(Wawan dan Dewi, 2010).

2 Sikap Respon atau tanggapan responden Cara : Pengisian kuesioner


Alat : Kuesioner
(ibu) terhadap kejang demam
Skala : Ordinal
dinyatakan dengan sangat setuju, Hasil ukur :
setuju, tidak setuju, atau sangat tidak 1.Positif, jika ≥ mean/median
setuju. 0.Negatif, jika < mean/median

19
C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan fenomena yang

terjadi mengenai Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Kejang Demam Pada

Anak, di semua objek penelitian dilakukan pada waktu yang sama.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Lokasi penelitian adalah tempat atau lokasi yang digunakan untuk pengambilan

kasus atau observasi (notoadmojo,2010). Penelitian ini dilakukan di Desa.

2. Waktu

Waktu penelitian adalah waktu atau saat yang digunakan untuk penatalaksanaan

penelitian atau observasi (notoadmojo,2010). Penelitian ini dilakukan pada bulan

Maret – April 2015.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(notoatmodjo,2010). Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh ibu yang

mempunyai anak yang ada di Desa.

2. Sampel

Menurut Arikunto (2006), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang

diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam populasi ini dengan menggunakan teknik

total sampling, yaitu seluruh data populasi dijadikan data sampel.

20
Kriteria inklusi :

a. Ibu yang mempunyai anak di Desa.

b. Bersedia menjadi responden.

c. Dapat diajak berkomunikasi.

d. Bisa membaca dan menulis.

F. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini ada 2 yaitu :

a. Data Umum

Data umum yang terdiri dari data geografi dan demografi Desa.

b. Data Khusus

Data khusus yaitu data hasil penelitian Gambaran pengetahuan dan Sikap

Ibu Tentang Kejang Demam Pada Anak.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data primer yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan langsung dari

sumbernya. Data primer dapat menggunakan kuesioner yang di isi melalui

pengisian kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu kumpulan data penunjang atau pelengkap yang

diambil dari Dinas Kesehatan dan data Desa.

21
3. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan pengisian kuesioner.

4. Instrument / alat pengukur Data

Instrumen untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden (Arikunto, 2006). Kuesioner yang digunakan adalah

pertanyaan terstruktur untuk mengambil data tentang Gambaran Pengetahuan dan

Sikap Orang Tua Tentang Kejang Pada Anakn di Puskesmas Simpang IV Sipin.

Kuesioner pengetahuan sebanyak 10 pertanyaan dan 10 pernyataan sikap yang

diadopsi dari Bab II.

G. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1. Editing

Tahapan ini dilakukan memeriksa kelengkapan, kesinambungan dan

keseragaman data.

a. Memeriksa kelengkapan data yaitu memeriksa semua pertanyaan yang diajukan

telah lengkap atau tidak beserta jawabannya.

b. Memeriksa kesinambungan data yaitu memeriksa apakah ada keterangan yang

bertentangan dan tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya

c. Memeriksa apakah semua pertanyaan sesuai dengan hasil yang diperoleh.

d. Memeriksa apakah pertanyaan efektif diberikan kepada responden.

22
2. Coding

Pada tahap coding ini dilakukan pemberian kode pada setiap data yang

ada, maksudnya adalah memberikan kode berupa angka atau huruf.

a. Pengetahuan tentang kejang demam pada anak.

1) Pengetahuan baik diberi kode 2

2) Pengetahuan cukup diberi kode 1

3) Pengetahuan kurang diberi kode 0

b. Sikap tentang kejang demam pada anak.

1) Sikap positif diberi kode 1

2) Sikap negatif diberi kode 2

3. Scoring

Scoring dilakukan dengan menetapkan skor (nilai) pada sikap pernyataan

kuesioner dan pada saat pengkategorian setiap variabel yaitu variabel

pengetahuan dan sikap. Menetapkan variabel skor pada setiap variabel antara lain:

a. Pengetahuan

Jika responden menjawab pertanyaan dengan benar diberi skor 1, jika

jawaban salah diberi skor 0. Pengetahuan dikategorikan menjadi 3 yaitu: jika

jawaban benar 76%-100% maka dikategorikan baik, jika jawaban benar 56%-

75% maka dikategorikan cukup, jika jawaban benar <56% maka dikategorikan

kurang.

23
b. Sikap

Pernyataan sikap terdiri dari 2 jenis yaitu pernyataan positif dan negatif.

Scoring pilihan jawaban untuk pernyataan positif diberi nilai 4 (SS), 3 (S), 2

(TS), 1 (STS). Sedangkan untuk Scoring pilihan jawaban untuk pernyataan

negatif diberi nilai 1 (SS), 2 (S), 3 (TS), 4 (STS). Jika jumlah jawaban ≥

mean/median dikelompokkan sikap positif diberi kode 1 dan jika <

mean/median dikelompokkan sikap negatif diberi kode 0.

4. Saving

Data yang telah diperiksa dan diberi kode dimasukkan dan disimpan

kedalam program komputer untuk di analisa.

5. Tabulating

Membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau data yang

diinginkan oleh peneliti.

H. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara univariat, yang bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik dan setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam

analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2010).

24

Anda mungkin juga menyukai