Anda di halaman 1dari 11

PENAMBANGAN TIMAH DIPULAU BANGKA ANTARA PEMASUKAN

PENDAPATAN DAERAH, RUSAKNYA LINGKUNGAN HIDUP

RIA DELTA

Dosen Tetap Yayasan Fakultas Hukum USBRJ

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perhatian pemerintah daerah terhadap rusaknya lingkungan

akibat eksploitasi penambangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memegang kuasa dan izin untuk

melakukan penambangan demi pemasukan pendapatan daerah dan penelitian dilakukan dengan cara
observasi dilapangan khusus lokasi-lokasi yang terkena dampak penambangan timah. Di pulau Bangka
ada 3 kelompok besar yang memiliki hak atau kuasa untuk melakukan penambangan berdasarkan
Undang-Undang No. 27 Tahun 1980 antara lain Kuasa Penambangan PT. Timah (KP PT. Timah), Kuasa
Penambangan PT. KOBATIN (KP PT.KOBATIN) dan Tambang Rakyat (TR). dan masing-masing luas
wilayahnya telah ditetapkan sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 PP No. 27
Tahun 1980 yang merupakan peraturan pelaksana UU No. 11 Tahun 1967. Dengan ketentuan agar dapat
melakukan reklamasi setelah melakukan penambangan timah, walaupun telah banyak usaha dilakukan
namun tetap saja lingkungan rusak dan justru bertambah parah.

Hal ini tidak hanya terjadi disalah satu sudut pulau saja akan tetapi terjadi hampir merata diseluruh P.
Bangka. Pemerintah daerahpun seakan menutup mata bahkan melegalkan penambang timah, karena
tambang-tambang inilah yang memberikan masukan utama bagi pendapatan daerah. Memang ada
beberapa upaya dari pemerintah daerah bekerja sama dengan PT. Timah yang dikoordinasikan oleh
beberapa aparat keamanan terkait seperti pihak Kepolisian, Koramil dan Lanal Bangka Belitung yaitu
salah satunya berupa pembentukan posko-posko tetap dan posko berjalan. Posko-posko ini bertugas
mengawasi penambang timah di P. Bangka dan memberikan tindakan tegas berupa penutupan
tambang-tambang illegal ataupun tambang-tambang yang sekiranya membahayakan baik itu
membahayakan bagi pekerjanya maupun bagi penduduk disekitar. Akan tetapi posko-posko inipun
seakan tidak punya daya untuk mengawasi wilayah P. Bangka karena masih saja banyak pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi.

_________________________________________________

Keywords : Timah, Pemasukan daerah dan lingkungan hidup

PENDAHULUAN

Pulau Bangka merupakan salah satu gugusan pulau di Indonesia yang mempunyai peranan strategis
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pulau Bangka yang terbagi menjadi 5 daerah administrasi
pemerintahan daearah Tingkat II yaitu Kotamadya Pangkal Pinang, Kab. Bangka Induk, Kab. Bangka
Selatan, Kab. Bangka Tengah, Kab. Bangka Barat dan luas wilayah keseluruhannya adalah 11.534.231.4
Kilometer persegi, terkenal tidak hanya dari catatan sejarahnya saja akan tetapi pulau Bangka itu
terkenal akan hasil alam yaitu Timah Pulau Bangka yang merupakan salah satu penghasil Timah terbesar
di Indonesia yang merupakan salah satu andalan bagi pemasukan devisa dalam negeri selain hasil
tambang lainnya.

Dahulu penambangan Timah dimonopoli oleh satu perusahaan saja yaitu PT.Timah Tbk. yang
merupakan Badan Hukum milik pemerintah Indonesia yang mempunyai hak untuk menambang dan
melebur hasil tambang berupa Timah di pulauRia Delta : Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara
Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya Lingkungan Hidup Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-
103(2007)95

Bangka . PT. Timah Tbk. Ini telah menjadi sebagai tumpuan bagi

masyarakat Bangka dari dulu hingga kini. Perusahan inilah yang pertama kali membuka berbagai
kemudahan hidup bagi masyarakat pulau Bangka, seperti pengadaan sarana jalan, fasilitas listrik, air
minum kesehatan dan berbagai aktifitas sosial lainnya di pulau Bangka. Sejalan dengan hal itu PT. Timah
telah melupakan fungsi lingkungan , baik fungsi fisik maupun sosial di pulau Bangka. Selain PT. Timah
Tbk ada juga satu badan usaha yang secara resmi memiliki hak atas penambangan Timah di pulau
Bangka yaitu PT. KOBATIN sama halnya dengan PT Timah, PT. KOBATIN melakukan hal yang sama
dengan PT. Timah yaitu memiliki mitra kerja yang turut melakukan penambangan di wilayahnya asalkan
Timah yang didapat dari hasil penambangannya itu dijual kepada PT. KOBATIN sesuai dengan
perjanjian.Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah tidak adanya
pertanggungjawaban secara utuh dari pemegang hak kuasa penambangan atas akibat yang telah
ditimbulkan akibat penambangan yang dilakukan oleh badan usaha penambangan.

PT. Timah maupun PT.KOBATIN harus bertanggung jawab atas para penambang TI yang ada
diwilayahnya, selain itu baik PT.Timah maupun PT. KOBATIN juga mempunyai kewajiban
mereklamasikan bekas wilayah penambangan para penambang TI. Hal itu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang mengatur tentang Analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pulau Bangka, khususnya kabupaten Bangka Induk
dan Bangka Selatan yang mayoritas rusaknya lingkungan akibat eksploitasi penambangan timah terjadi
di daerah-daerah tersebut. Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian hukum yang berdasarkan kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kuantitas dan pendekatan kualitatif dengan melihat kepada adanya peningkatan yang terjadi dari tahun
ke tahun melalui table yang dipergunakan sebagai bahan pembanding dari rusaknya lingkungan akibat
eksploitasi penambangan timah yang terjadi di pulau Bangka. Pengumpulan data diawali dari kegiatan
mengidentifikasikan dan menginventarisasikan data, dimana kegiatan pengumpulan data dilakukan
dengan menghimpun bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen yang selanjutnya dalam kegiatan

pengumpulan data lapangan dilakukan setelah penyusunan daftar pertanyaan dan wawancara kepada
nara sumber Setelah pengolahan data dilakukan, proses analisa data dimulai dengan mendeskripsikan
data dengan metode yang kualitatif, dimana dalam metode ini diupayakan ditemukan makna dan
interpretasi yang tidak terlepas dari ketentuan hukum normatif dan konsep-konsep hukum.Ria Delta :
Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya Lingkungan
Hidup

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)96

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaturan mengenai Pertambangan Timah di Pulau Bangka

Pasal 16 undang-undang Lingkungan Hidup berbunyi sbb:

“Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi

dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan
pemerintah”. Jadi pada dasarnya semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam penambangan
menimbulkan dampak lingkungan hidup. Begitu pula dengan kegiatan penambangan timah harus
membuat perkiraan dampak yang penting terhadap lingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan
perlu tidaknya dibuat analisis dampak lingkungan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara rinci
dampak pentingnya yaitu berupa dampak negatif dan positif yang timbul dari usaha atau kegiatan
tersebut, sehingga sejak dini telah dapat dipersiapkan langkah untuk menaggulangi dampak negatif dan
mengembangkan dampak positifnya.

Berbicara mengenai AMDAL, maka AMDAL merupakan instrument pengamanan masa depan. Kep-39/
MENLH/11/1996 adalah peraturan yang memuat tentang Analisis Mengenai dampak Lingkungan
(AMDAL).

Didalam AMDAL harus ada Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL). UKL dan UPL ini sangat penting karena setiap jenis kegiatan penambangan baru memperoleh izin
untuk melakukan kegiatan penambangan UKL dan UPL nya telah disetujui, hal ini sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam pasal 5 PP No. 51 tahun 1986.

Izin yang dimaksud dalam hal ini adalah Izin Sementara atau Izin Prinsip.

Menurut penjelasan pasal 5 PP No. 51 Tahun 1993 disebutkan bahwa izin yang dimaksud adalah izin
usaha tetap bagi usaha atau kegiata industry sebelum kegiatan produksi komersialnya dilaksanakan, hak
kuasa penambangan (KP) bagi usaha atau kegiatan dibidang pertambangan dan hak pengusahaan hutan
(HPH) untuk bidang kehutanan dan izin-izin lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Jadi berdasarkan ketentuan diatas maka setiap kegiatan penambangan Timah di Bangka yang
dilakukan harus memperoleh izin yang telah diatur dalam ketentuan tersebut diatas. Hal ini dilakukan
agar penambangan yang dilakukan sesuai dengan kelayakan yang dimiliki suatu daerah sehingga
lingkungan alam disekitar penambangan tidak rusak. Berbicara mengenai Lingkungan Hidup dalam
mengantisipasi dampak-dampak negatif akibat penambangan telah dibuat suatu aturan yaitu Peraturan
Menteri Pertambangan dan Energi No.04/P/M/ Pertamb/1977 tertanggal 28 september 1977 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai akibat usaha
pertambangan umum. Dalam pasal 9Ria Delta : Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan
Pendapatan Daerah, Rusaknya Lingkungan Hidup Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)97

UU ini ditetapkan ketentuan mengenai sanksi-sanksi antara lain yaitu: diperlakukan sanksi sebagaimana
tertera dalam pasal 22 ayat (1) dan pasal 33 UU No. 11 Tahun 1967, masing-masing sanksi menjadi
sanksi pembatalan Kuasa Pertambangan dan hukuman kurungan / atau denda; dan Penghentian
sementara sebagi-an ataupun seluruh kegiatan usaha pertambangan yang jelas-jelas menimbulkan
gangguan dan pencemaran tata lingkungan hidup. Penghentian tersebut akan dicabut kembali apabila
gangguan dan pencemaran tata lingkungan hidup tersebut sudah dapat ditanggulangi seluruhnya dan
telah diadakan pence-gahan dan penaggulangan terhadap kemungkinan timbulnya kembali gangguan
dan pencemaran apabila usaha pertambangan umum itu dijalankan lagi. Selain itu apabila surat
keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 07/DU/Th/1978 tertanggal 23 Mei 1978 tentang
Pencegahan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai akibat Pertambangan
Terbuka. Yang termasuk Tambang terbuka adalah usaha penambangan penggalian bahan galian yang
dilakukan dipermukaan bumi. Sedangkan dengan perijinan pertambangan dikaitkan dengan pemberian
Kuasa Pertambangan. Istilah “Kuasa Pertambangan” untuk pertama kali digunakan dalam UU No. 37 Prp
Tahun 1960. UU ini mencabut Indische Mijnwet (Stb. 1899 No. 214 jo. Stb 1906 No. 434). Kuasa
Penambangan menggantikan pengertian “Konsesi” atas dasar Indische Mijnwet, karena hak yang ada
pada pemegang konsesi adalah kuat maka tidak sesuai dengan pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Oleh karena
itu UU ini diganti dengan UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Dalam
penjelasan istilah “Kuasa Pertambangan” dan “Konsesi lama” dibedakan. Perbedaan yang pokok
diantara kedua pengertian itu adalah bahwa diberikan dengan kuasa pertambangan hanyalah kekuasaan
untuk melaksanakan usaha pertambangan kepada si pemegang kuasa pertambangan.

Dalam keputusan Menteri yang memberikan kuasa pertambangan dijelaskan sampai seberapa jauh
pemberian kuasa pertambangan tadi serta usaha pertambangan apa yang diliputi oleh kuasa
penambang itu.

Dalam PP No. 27 Tahun 1980 tanggal 15 agustus 1980, dijelaskan dalam pasal 1 bahwa Timah adalah
salah satu dari sekian bahan galian yang dianggap memiliki nilai yang strategis. Oleh karenanya
penambangan timah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penambangan timah di pulau Bangka terdapat 3 kelompok besar yang memiliki hak atau kuasa untuk
melakukan penambangan yaitu antara lain : 1) Kuasa Penambangan PT. Timah (KP PT. Timah). 2) Kuasa
Penambangan PT. KOBATIN (KP PT. KOBATIN). 3) Tambang Rakyat (TR).Ria Delta : Penambangan Timah
Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya lingkungan Hidup.
Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007) 98

Tiga kelompok inilah yang mempunyai kuasa atas penambangan timah wilayah pulau Bangka dan
berdasarkan UU No. 27 Tahun 1980, maka untuk ketiga golongan ini maka diberlakukanlah ketentuan-
ketentuan tersebut. Untuk PT. Timah Tbk. Dan PT. KOBATIN telah memiliki hak atas KP ini. PT. Timah Tbk
dan PT. KOBATIN mempunyai wilayah kuasa penambangan. Yang masing-masing luas wilayahnya telah
ditetapkan sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 PP No. 27 Tahun 1980 yang
merupakan peraturan pelaksana UU No. 11 Tahun1967. Baik PT. Timah maupun PT.

KOBATIN berdasarkan ketentuan Pasal 2 PP No. 32 Tahun 1969 mempunyai Kuasa Penambangan dalam
bentuk-bentuk : 1) Surat Keputusan Penugasan Pertambangan. 2) Surat keputusan Izin Pertambangan
Rakyat. 3) Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan
diatas maka PT. Timah dan PT. KOBATIN mempunyai hak Kuasa Pertambangan (KP) yang dapat

digunakannya untuk melakukan penambangan maupun pemberian

hak penambangan baik bagi mitra atau rakyat yang mau menambang di wilayah kuasa
penambangannya. Akan tetapi baik dari PT. Timah maupun PT. KOBATIN tetap bertanggung jawab akan
segal hal yang terjadi dalam wilayah kuasa pertambangannya tersebut. Berdasarkan Pasal 30 UU No. 11
Tahun 1967 para pemilik kuasa pertambangan berkewajiban untuk mereklamasikan bekas tempat
penambangannya dan melarang membiarkan begitu saja bekas penambangannya, selain itu dalam
lampiran Surat Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum yang mengharuskan pemegang kuasa
pertambangan untuk memelihara kelestarian lingkungan pertambangan diwilayah kuasa pertambangan
yang dimiliki nya.

Selain PT. Timah dan PT. KOBATIN ada satu kelompok lagi yang melakukan penambangan dipulau
Bangka ini, yaitu kelompok Tambang Rakyat, kelompok ini bukan suatu badan usaha akan tetapi terdiri
dari beberapa Pengusaha yang melakukan penambangan dengan modal milik mereka sendiri dan
melakukan penambangan di tanah milik mereka sendiri. Sama halnya dengan PT.

Timah maupun PT. KOBATIN para pengusaha tambang inipun memiliki tempat peleburan timah
(Smelter) sendiri. Timah sebagai Pemasukan Utama Daerah Pemda di Pulau Bangka. Ketiga pemilik
Kuasa Pertambangan tersebut diatas yang berada di diwilayah Pemerintahan Daerah Bangka maka
segala sesuatunya harus pula berhubungan dengan Pemda, semenjak diberlakukannya Otonomi Daerah
segala sesuatu hal yang berhubungan dengan kegiatan yang ada didalam lingkungan Pemda maka
menjadi hak dan tanggung jawab Pemda, begitu pula sebaliknya dengan segala hal yang
berhubunganRia Delta : Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah,
RusaknyaLingkungan Hidup

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007)99

dengan penambangan timah yang berada diwilayah pulau Bangka. Dalam hal kegiatan ijin
pertambangan para penambang Timah, Gubernur Bangka Belitung yang mempunyai hak untuk
memberikan penilaian atas layak atau tidaknya penambang melakukan penambangan. Dimana hak
tersebut diperkuat dengan adanya peraturan yang terdapat dalam Lampiran II Surat Keputusan Menkeh
Pertambangan diwajibkan kepada para penambang untuk melaksanakan persyaratan yang tercantum
dalam Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bangka Belitung. Mengenai hasil tambang oleh
pemerintah daerah telah ditentukan mengenai prosentase perolehan hasil tambang. Dari hasil
penelusuran yang didapat dilapangan didapatkan bahwa dari setiap 1 kilogram timah yang diperoleh
dan dijual Penambang Timah TI baik itu pengusaha TI dalam KP PT. Timah, PT. KOBATIN maupun TR
(Tambang Rakyat) yang dijual kepemilik KP untuk dilebur oleh Pemda di pungut biaya sebesar Rp. 531,-
dari harga jualnya yang berkisar antara Rp.35.000,- s/d Rp.50.000,- perkilogramnya terkandung Kwalitas
kandungan Timahnya. Sedangkan dari hasil peleburan timah di Smelter setiap timah yang sudah jadi dan
siap dibawa dan dieksport dipungut biaya sebesar Rp. 1000,- /kg. Dan setelah timah hasil leburan yang
berupa batangan timah itu siap dieksport keluar negeri oleh pihak Bea Cukai timah itu kena pajak
sebesar Rp. 1000,- /kg, akan tetapi pajak ini 20 % untuk Pemerintah Pusat dan 80 % di bagi ke 5 wilayah
administrasi yang ada di pulau Bangka.

Jadi betapa besarnya pandapatan yang diperoleh pemerintahan daerah atas timah yang terkandung
sebagai hasil alam pulau Bangka. Misalnya saja satu pengusaha TI menghasilkan 40 kg timah perharinya
maka didapatkan pungutan sebesar Rp. 20.520,- itu dari satu buah TI saja sedangkan ada ratusan TI yang
tersebar diwilayah Bangka. Dapat dibayangkan betapa besarnya pendapatan daerah yang didapatkan
dari timah ini, oleh karena itu timah sebagai andalan pemasukan pendapatan daerah harus dikelola
dengan baik.

Penyalahgunaan Keuangan Negara Dalam Perolehan Pajak Timah. Seperti dikemukakan diatas bahwa
dari setiap 1 (satu) kilogram timah yang dihasilkan oleh penambang TI sudah mulai dikenakan potongan
pajak sebesar Rp. 513,- lalu setelah dileburkan di smelter, timah kena potongan pajak Rp.. 1.000,- dan
dieksport ke luar negeri pun timah yang sudah siap dieksport kena lagi potongan sebesar Rp. 1.000,-
Memang kalau dilihat secara sepintas uang diperoleh sedikit, akan tetapi apabila dikalkulasi secara
benar berapa besar uang yang dihasilkan dari pungutan timah tersebut. Sebagai peumpamaan jika saja
diwilayah ini ada sejumlah 230 TI dan masingmasing TI menghasilkan 100 kg timah perhari maka
pungutan yang didapat berkisar antara 12 juta rupiah sampai dengan 13 juta rupiah, belum ditambah
pungutan pajak yangRia Delta : Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan
Daerah, Rusaknya Lingkungan Hidup

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007) 100

didapat dari timah yang telah dilebur smelter yang pungutannya Rp. 1.000,- perkg dari timah yang
dilebur dan bila timah yang telah didapat oleh dari para pengumpul timah dilebur berjumlah 23.000 kg
timah, maka pajak yang didapat dari timah tersebut berkisar Rp.23.000.000,- maka dalam sehari saja
akan didapatkan pungutan pajak berkisar antara Rp.24.000.000.- sampai dengan Rp. 25.000.000.-
Jikalau saja para penambang TI yang jumlahnya ratusan tidak menunaikan kewajiban pajak atas timah
yang dihasilkan betapa besar kerugian Negara yang didapatkan sebagai akibatnya dan ditambah pula
dengan ulah para pengusaha nakal yang melebur timah dan menjual atau menyelundupkan timah keluar
negeri, betapa besar lagi kerugian yang didapat. Sementara kekayaan alam terus dikeruk tetapi tidak
ada satupun kotribusi yang diberikan kepada Daerah.
Berdasarkan hal tersebut perlu kiranya mendapatkan perhatian kita bersama bahwa betapa
memprihatinnya kondisi keadaan keuangan Negara akibat perbuatan para penambang dan pelebur yang
nakal yang ditambah dengan aparat pemerintah yang turut melakukan penyalahgunaan wewenang yang
dimilkinya. Rusaknya Lingkungan Alam di Pulau Bangka Selain kerugian Negara yang semakin bertambah
besar maka yang menjadi dilema masyarakat serta pemerintah daerah P. Bangka sebagai pulau
penghasil timah terbesar di Indonesia adalah rusaknya lingkungan alam di P. Bangka.

Apabila kita perhatikan secara seksama maka P. Bangka tidak lagi seindah pulau pada umumnya. P.
Bangka dari dahulu hijau dan di sekelilingi hamparan pasir pantai yang putih dan indah kini berganti
wajah menjadi pulau yang penuh dengan lubang-lubang besar akibat penggalian liar atau eksploitasi
besarbesaran timah. Tanah tidak lagi subur, sungai menjadi keruh dan pantai pun berubah warna
menjadi coklat akibat Lumpur yang dibawa sungai yang dijadikan sarana untuk pembuangan hasil
penyaringan timah. Walau telah banyak usaha dilakukan reklamasi yang dilakukan baik itu PT. Timah
maupun KOBATIN sebagai hak kuasa pertambangan timah dipulau Bangka namun tetap saja lingkungan
rusak dan justru semakin bertambah parah.

Hal ini tidak hanya terjadi disalah satu sudut pulau saja akan tetapi terjadi hampir merata diseluruh P.
Bangka. Pemerintah daerah pun seakan terlihat tutup mata bahkan terlihat melegalkan penambang
timah ini, karena tambang-tambang inilah yang memberikan masukan utama bagi pendapatan daerah
setempat. Memang ada beberapa upaya dari pemerintah daerah bekerja sama dengan PT. Timah yang
dikoordinasikan oleh beberapa aparat keamanan terkait seperti pihak Kepolisian, Koramil dan Lanal
Bangka Belitung yaitu salah satunya berupa pembentukan posko-posko tetap dan posko berjalan. Posko-
posko ini bertugasRia Delta : Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan
Daerah, Rusaknya Lingkungan Hidup

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007) 101

mengawasi penambang timah di P. Bangka dan memberikan tindakan tegas berupa penutupan
tambangtambang illegal ataupun tambangtambang yang sekiranya membahayakan baik itu
membahayakan bagi pekerjanya maupun bagi penduduk disekitar. Akan tetapi posko-posko inpun
seakan tidak punya daya untuk mengawasi wilayah P. Bangka karena masih saja ada banyak
pelanggaranpelanggaran yang terjadi.

Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa di pulau Bangka ini ada 3 usaha yang memiliki Kuasa
Pertambangan yaitu PT. Timah Tbk, PT. KOBATIN dan Tambang Rakyat (TR). Masing-masing KP memiliki
wilayah KP yang pembagiannya dapat digambarkan sbb :

Diagram Wilayah Pertambangan di Pulau

Bangka

PT. Timah Tbk

PT. KOBATIN
Tambang Rakyat

KP Timah menguasai ± 10-15 % dari total tanah yaqng ada di pulau Bangka, sedangkan PT. KOBATIN
menguasai ± 10 % wilayah pulau Bangka dan sisanya sekitar ± 70-75 % wilayah pulau Bangka dikuasai TR.
PT Timah Tbk dan PT. KOBATIN sesuai dengan KP yang dimiliki hanya bertanggung jawab atas
penambangan yang berada diwilayah KP nya masing-masing, baik itu penambangnya maupun reklamasi
bekas lokasi tambang yang sudah tidak terpakai lagi. Lain halnya dengan TR yang dilakukan oleh anggota
masyarakat pemilik TI yang secara swadana diatas tanah miliknya pribadi menambang timah, karena
merasa tanah miliknya sendiri maka tidak ada usaha untuk mereklamasi bekas galian tambangnya. Coba
bayangkan apabila wilayah TR ini yang jumlahnya ratusan dan hampir menguasai ± 70-75 % wilayah
daratan pulau Bangka tidak terbayangkan betapa besarnya kerusakan yang diakibatkan.

Table 1. Luas Lahan Terganggu di

Pulau Bangka (dlm Ha)

Deskripsi

Tahun

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tambang 15.43 47.10 4.90 65.04 80.58 85.60 90.50

Timbunan tanah

pntp di luar tambang

23.65 14.89 19.23 9.48 - - -

Jalan Tambang 5.7 5.70 5.70 5.70 5.70 5.70 5.70

Kolam Sedimen 0.60 - - - - - -

Fasilitas Penunjang

a. Pabrik Pengolahan 7.00 - - - - - -

b. Prmh Karyawan 0.20 - - - - - -

c. Jalan Non Tambang 89.50 - - - - - -

d. Gudang + Bengkel 0.05 - - - - - -

e. Kantor 0.05 - - - - - -

f. Lapangan, Taman, dll 1.90 - - - - - -


T O T A L 144.09 67.69 68.83 80.22 86.28 90.30 96.20

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi

Pemda Bangka Induk

Sedangkan reklamasi atas kerusakan lahan akibat penambangan hanya dilakukan oleh KP besar seperti
PT Timah Tbk dan PT KOBATIN saja karena kedua perusahaan itu mempunyai AMDAL yang
mengharuskan pereklamasian kembali tambangtambang yang sudah tidak terpakai sebagaimana yang
diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Ria
Delta : Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan Pendapatan Daerah, Rusaknya
Lingkungan Hidup

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007) 102

Berikut jumlah lahan yang berhasil direklamasi dari tahun 2000 s/d tahun 2006. Tabel 2. Luas Lahan
Reklamasi di Pulau Bangka ( dalam Ha )

Deskripsi

Tahun

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

1. Pengisian kembali dan Penataan

Lahan Bks tambang

- 15.13 47.10 43.90 60.04 67.08 72.07

2. Pengaturan permukaan lahan Lainnya

a. Timbunan Bantuan/ tanah tutup

23.66 14.89 19.23 9.48 - - -

b. Bekas jalan tambang- - - - - - -

3. Revegetasi

a. Lahan bekas tambang

- 15.43 47.10 43.90 65.04 68.06 70.09

b. Timbunan / tanah tutup

- 23.66 14.89 19.23 9.48 - -


c. Lahan bekas jln tambang - - - - - - -

d. Lahan bekas jln non tambang- - - - - - -

e. Komla sedimen/kendali erosi - - - - - - -

f. Kolam Tailing - - - - - - -

g. Fasilitas Penunjang Lainnya - - - - - - -

h.Pemanfaatan

Lainnya- - - - - - -

T O T A L 23.66 69.41 128.32116.51 124.56135.14 142.16

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Pemda Bangka Induk

SIMPULAN

Dari beberapa uraian diatas jelas terlihat bahwa betapa memprihatinkannya keadaan P. Bangka. Pulau
yang kaya akan kekayaan alamnya yang berupa timah malah memiliki dilema dengan hasil alamnya
tersebut. Parahnya kerusakan alam yang dihasilkan akibat para penambang liar serta para pengusaha
yang terlibat dalam penggalian timah tersebut tidak mau mereklamasi lahan bekas penggalian yang
telah dilakukan membuat wajah pulau Bangka tidak seindah dulu lagi. Belum ditambah dengan
kenakalan para pengusaha tambang yang tidak menyetorkan pungutan dari setiap kilogram timah yang
dihasilkan baik dari timah mentah maupun timah yang telah dilebur hal ini menambah citra buruk
betapa besar kerugian Negara yang diderita disektor pajak ini.

Di samping itu ditunjang pula oleh ulah para penegak hukum dan para oknum pemerintah daerah yang
melakukan penyalahgunaan kewenangan atas perolehan pendapatan Negara yang dihasilkan dari
pungutan pajak atas timah akan menambah keterpurukan wajah P. Bangka. Kalau hal-hal tersebut diatas
dibiarkan terus-menerus maka P. Bangka tidak akan berkembang menjadi daerah maju. Apabila kita
terbang diatas pulau Bangka betapa hampir di setiap permukaan daratan pulau P. Bangka terlihat lubang
putih besar yang menganga lebar. Kalau dibiarkan terus menerus maka pulau Bangka akan habis terkikis
lubang dan akan tenggelam, hal ini harus mendapat perhatian serius dan menjadi perhatian kita
bersama bahwa betapa perlunya penanganan lingkungan yang tidak hanya dilakukan oleh aparat
penegak hukum dan pemerintah daerah saja akan tetapi kita semua seluruh lapisan masyarakat yang
berada di wilayah pulau Bangka agar dapat menjaga dan menyadari betapa pentingnya kelestarian
lingkungan alam sekitarnya.Ria Delta : Penambangan Timah Dipulau Bangka Antara Pemasukan
Pendapatan Daerah, Rusaknya Lingkungan Hidup

Jurnal Sains dan Inovasi III(2)94-103(2007) 103


DAFTAR PUSTAKA

Dasar-dasar Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Tipe A, Bahan-bahan Pelatihan


Mengenai AMDAL, Sungailiat, 11-28 September 2000.

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Ed. Ketujuh Cetakan Ke 16, Penerbit. Gajah
Mada Universitas Press, Bulaksumur, Yogyakarta, 2001.

Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung, Bahan-bahan Penerangan Hukum dan Hubungan
Masyarakat Kejati BABEL Program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum, Pangkal Pinang, 2003.

Soemarjo, R.E Analisa Dampak Lingkungan Hidup, Penerbit Gajah Mada Universitas Press, Bulaksumur,
Yokyakarta, 1990 Supli Effendi Rahum, Produksi Bersih dan Audit Lingkungan, Ideralya; PPLH Unsri,
1998.

Peraturan Perundang-undangan: Kantor Menteri Pertambangan dan Energi, UU Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

Kantor Menteri Pertambangan dan Energi, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang
Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967. Kantor Menteri Lingkungan Hidup, PP No. 51 Tahun 1993, tentang
Analisis Mengenai dampak Linkungan.

Kantor Menteri Lingkungan Hidup, UU No. 3 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Anda mungkin juga menyukai